TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini akan dibahas tentang remaja dan resiliensi. Pada sub bab
remaja akan dibahas tentang pengertian dan karakteristik remaja, rentang usia
remaja, perubahan yang terjadi pada masa remaja dan permasalahan yang
dihadapi remaja. Pada sub bab resiliensi akan dibahas tentang pengertian
resiliensi, faktor-faktor yang mempengaruhi resiliensi, perkembangan resiliensi
pada individu, penelitian tentang resiliensi dan pengukuran resiliensi.
Remaja
Pada sub bab remaja akan dibahas tentang pengertian dan karakteristik
remaja serta rentang usia remaja. Dalam sub-sub bab perubahan yang terjadi
pada masa remaja akan dibahas perubahan fisik, perubahan kognitif dan
perubahan psikososial. Selanjutnya akan dibahas pula tentang permasalahan
yang dihadapi remaja.
Pengertian dan Karakteristik Remaja
Remaja atau dalam bahasa Inggris disebut adolescence, berasal dari
bahasa Latin adolescere yang artinya tumbuh untuk mencapai kematangan.
Bangsa primitif memandang masa puber dan masa remaja tidak berbeda dengan
periode lain dalam rentang kehidupan. Anak dianggap sudah dewasa apabila
sudah mampu bereproduksi (Ali dan Asrori 2009).
Istilah adolescence sesungguhnya memiliki arti yang luas, mencakup
kematangan mental. emosional, sosial dan fisik. Pandangan ini didukung oleh
Piaget, yang mengatakan bahwa secara psikologis, masa remaja adalah masa
usia di mana terjadi integrasi individu ke dalam kelompok masyarakat dewasa
yang mengandung banyak aspek afektif, lebih atau kurang dari usia pubertas
(Hurlock 1993). Menurut Steinberg (1993) masa remaja merupakan suatu masa
yang menyenangkan dalam rentang kehidupan manusia, mereka menjadi
individu yang telah dapat membuat keputusan-keputusan yang baik bagi dirinya
sendiri dipandang telah mampu untuk bekerja serta mempersiapkan perkawinan.
Masa remaja merupakan masa yang sangat penting dalam
perkembangan individu karena merupakan jembatan dari masa kanak-kanak ke
masa dewasa. Masa ini disebut sebagai masa peralihan karena individu yang
berada pada masa ini akan meninggalkan sikap dan tingkah laku yang biasa
ditampilkan pada masa kanak-kanak dan mulai belajar menyesuaikan diri dengan
tata cara hidup orang dewasa (Ali dan Asrori 2009).
10
tahun, namun ada perbedaan dalam menentukan usia akhir dalam rentang masa
remaja (Desifa, 2010). Sedikit berbeda, Davidoff mengatakan bahwa rentang
usia remaja berada dalam kisaran 13 18 tahun yang ditandai dengan
perubahan yang pesat dalam dimensi fisik (tubuh), kematangan seksual,
kemampuan kognitif serta harapan dan permintaan dari keluarga, teman dan
masyarakat yang juga berbeda dari sebelumnya (Davidoff 1981).
Perubahan yang Terjadi Pada Masa Remaja
Pada masa remaja inilah terjadi perubahan yang pesat, baik perubahan
secara fisik, kognitif maupun sosial emosional (Seifert dan Hoffnung 1987).
Begitu pula menurut Papalia, Olds dan Feldman (2008) bahwa masa remaja
merupakan masa transisi seseorang dari masa kanak-kanak menuju masa
dewasa yang ditandai dengan perubahan fisik, kognitif dan psikososial.
Perubahan dalam perkembangan seorang remaja merupakan hasil dari
proses biologis (fisik), kognitif dan sosial yang saling terjalin secara erat. Proses
sosial membentuk proses kognitif, proses kognitif mengembangkan atau
menghambat proses sosial dan proses biologis juga mempengaruhi proses
kognitif. Oleh karenanya semua itu harus dilihat sebagai satu kesatuan yang
utuh dari diri seorang manusia yang terintegrasi, yang hanya mempunyai satu
badan dan satu jiwa yang saling tergantung (Santrock 2003). Perubahan yang
terjadi pada remaja, antara lain adalah: 1) perubahan fisik, 2) perubahan kognitif
dan 3) perubahan psikososial.
Perubahan fisik. Pada aspek fisik, seorang anak yang mulai memasuki
periode remaja, ditandai dengan terjadinya pubertas. Pubertas ini
mengakibatkan pertumbuhan pada tinggi dan berat badan, perubahan pada
bentuk dan proporsi tubuh serta kematangan organ seksual. Perubahan fisik
pada masa pubertas termasuk pertumbuhan payudara, tumbuhnya bulu ketiak
dan bulu pubik, perubahan suara yang lebih berat serta perkembangan otot-otot.
Selain itu, kematangan organ reproduksi mengakibatkan terjadinya menstruasi
pertama kali pada wanita serta produksi sperma pada pria (Papalia et al. 2008).
Produksi kelenjar hormonal bagi sementara remaja juga dapat
menyebabkan timbulnya jerawat pada bagian wajah yang seringkali
menimbulkan kegelisahan, terutama pada remaja putri. Pertumbuhan fisik yang
cepat pada remaja sangat membutuhkan zat-zat pembangun yang diperoleh dari
makanan sehingga remaja pada umumnya memiliki nafsu makan yang tinggi (Ali
12
dapat berfungsi secara efektif dan juga dapat membahayakan orang lain
(Santrock 2003).
Permasalahan lain yang kerap terjadi adalah konflik dengan orang tua.
Konflik yang paling sering terjadi dalam keluarga biasanya ditemui pada saat
anak dalam keluarga tersebut berada di awal masa remaja ketika emosi negatif
mencapai puncaknya. Akan tetapi konflik akan semakin intens pada
pertengahan masa remaja (Papalia, Olds dan Feldman 2008). Dalam
penelitiannya, Aufseeser, Jekjelek dan Brown (2006) menyatakan bahwa remaja
usia 15 tahun paling sering ditemukan kesulitan dalam hal menceritakan hal-hal
yang mengganggu dirinya pada ayah maupun ibunya.
Resiliensi
Pada sub bab resiliensi akan dibahas tentang pengertian resiliensi, faktor-
faktor yang mempengaruhi resiliensi, perkembangan resiliensi pada individu,
penelitian tentang resiliensi dan pengukuran resiliensi. Lingkungan keluarga
sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi resiliensi dibahas juga dalam sub-
sub bab tersendiri dengan mempertimbangkan kedalaman dan keluasan variabel
ini. Dalam sub-sub bab penelitian tentang resiliensi juga akan dibahas tentang
penelitian berdasarkan jenis kelamin dan juga penelitian yang berlatar belakang
budaya.
Pengertian Resiliensi
Resiliensi didefinisikan dengan beberapa cara yang berbeda. Semua
definisi resiliensi meliputi kapasitas untuk menghadapi tantangan dan
kesanggupan untuk menghadapi berbagai kesulitan. Sebagian besar definisi
menekankan bahwa resiliensi bukan sekedar atribut yang menetap, tetapi
merupakan sebuah proses yang dipengaruhi oleh keputusan harian (Masten
2001 diacu dalam LaFromboise et al. 2006).
Menurut Kalil (2003), resiliensi adalah sebuah proses dinamis yang
mengarah pada adaptasi positif dalam menghadapi situasi yang sulit Definisi ini
tidak hanya berimplikasi pada tindakan individu menghadapi situasi sulit agar
memperoleh kesejahteraan, namun juga bagaimana individu tersebut
menunjukkan kompetensinya dalam menghadapi kesulitan atau tantangan
tersebut. Resiliensi dapat diartikan sebagai kemampuan mengembalikan diri dari
kesulitan dan perubahan yang terjadi kepada fungsi sebelumnya dan bergerak
15
maju menuju perbaikan. Orang yang dikatakan resilien dapat mengatasi dan
beradapatasi secara efektif terhadap tekanan dan tantangan yang dihadapi serta
belajar dari pengalamannya agar dapat mengelola sebuah situasi secara efektif,
dan mampu mengatasi tekanan dan tantangan di masa yang akan datang.
Tabel 1. Definisi resiliensi menurut beberapa sumber
Teori Sumber Definisi
Gail Wagnild
and Heather
Young
Wagnild, G., & Young, H. (1993).
Development and psychometric
evaluation of the Resilience Scale.
Journal of Nursing Measurement,
1(2), 165-178
Keberhasilan seseorang untuk
mengatasi perubahan atau
ketidakberuntungan
Montheit &
Gilboa
Hutapea EA. 2010. Gambaran
resiliensi pada mahasiswa perantau
tahun pertama perguruan tinggi di
asrama UI: menggunakan
resilience scale. Tesis UI
Karakteristik seseorang untuk
mengembangkan kemampuan
beradaptasi terhadap situasi-
situasi berat dalam hidupnya
Michael
Ungar
Ungar M. 2008. Resilience across
culture. British Journal of Social
Work 38, 218-235
Kemampuan individu untuk
mengatasi kesulitan dan
melanjutkan perkembangan
normalnya seperti semula
Ariel Kalil Kalil A. 2003. Family Resilience
and Good Child Outcomes.
http://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc
Sebuah proses dinamis yang
mengarah pada adaptasi positif
dalam mengahadapi situasi sulit
dan bergerak menuju perbaikan
Edith
Grothberg
Grothberg, E. 1995. A Guide to
Promoting Resilience in Children.
The Hague: Benard van Leer
Voundation
http://resilnet.uiuc.edu/library/grotb9
Kapasitas individu untuk
menghadapi, mengatasi bahkan
menjadi lebih kuat dalam
tekanan hidup yang sulit
Bonnie
Benard
Benard B. 2004. The Foundations
of the Resiliency Framework
From Research to Practice
http://www.resiliency.com/htm/
Kemampuan untuk bangkit
kembali dari kondisi yang sulit
Froma Walsh Walsh, F. (2006) Strengthening
Family Resilience (Second Edition).
New York: The Guilford Press
http://winnebago.uwex.edu/files/201
1/03/FR-KeystoResilience.pdf
kemampuan untuk pulih dari
kesulitan dan melakukan
perubahan positif untuk
mengatasi tantangan secara
lebih efektif
Menurut Ungar (2008), resiliensi memiliki makna sebagai suatu
kemampuan individu untuk mengatasi kesulitan dan melanjutkan perkembangan
normalnya seperti semula. resiliensi dapat dipahami dengan pemahaman
sebagai berikut, pertama, mengarahkan (navigate) sumberdaya fisik, psikologi
dan sosial budaya untuk mempertahankan kesejahteraan dan kedua,
16
dari individu, keluarga dan lingkungan. Faktor resiko yang berasal dari individu
antara lain seperti kelahiran prematur, penyakit kronis atau kejadian buruk yang
dialami dalam kehidupannya. Faktor resiko yang berasal dari keluarga antara
lain seperti penyakit yang dialami orang tua, perceraian atau perpisahan orang
tua, orang tua tunggal, dan ibu yang masih remaja, sedangkan yang termasuk
faktor lingkungan antara lain adalah status sosial ekonomi yang rendah,
peperangan, kesulitan ekonomi dan kemiskinan.
Faktor protektif dibagi menjadi dua, yaitu internal dan eksternal (Benard
1995 yang diacu dalam Alimi 2005). Faktor internal adalah ketrampilan dan
kemampuan sehat yang dikuasai individu, sedangkan faktor eksternal adalah
karakteristik tertentu dari lingkungan yang dapat menjadikan individu mampu
menghindar dari tekanan hidup dan mampu bertahan kendati berada dalam
kondisi beresiko tinggi. Faktor protektif internal terdiri atas (1) kompetensi sosial
(ketrampilan sosial dan empati), (2) ketrampilan menyelesaikan masalah
(membuat keputusan dan berpikir kritis), (3) otonomi (self esteem, self efficacy,
locus of control), (4) memiliki tujuan. Faktor eksternal yang dimaksud adalah
berupa kesempatan untuk dapat berpartisipasi dalam aktivitas kelompok,
hubungan yang hangat dan harapan yang tinggi dari lingkungan (Benard 1995,
diacu dalam Alimi 2005).
Menurut Sun dan Stewart (2007), faktor internal atau karakteristik individu
yang berpengaruh pada resiliensi, terdiri atas (1) komunikasi dan kerjasama; (2)
self-esteem; (3) empati; (4) help seeking behavior; dan (5) tujuan dan aspirasi,
sedangkan yang termasuk faktor eksternal adalah: (1) dukungan keluarga; (2)
dukungan sekolah; (3) dukungan masyarakat; (4) autonomy experience; (5)
hubungan dengan teman sebaya; (6) partisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler
dan (7) dukungan teman sebaya.
California Healthty Kids Survey menggunakan The Resilience and Youth
Development Module (RYDM) untuk mengukur faktor internal (personal strength)
dan faktor ekstenal (developmental support and opportunities). Faktor internal
terdiri atas 18 item dibangun untuk mengukur 6 aspek inti yang terdapat dalam
Benards Resilience Model (Benard & Slade 2009, diacu dalam Furlong et al
2009). Asset internal dalam Resilience and Youth Development Module adalah
(1) kerjasama dan komunikasi,(2) self efficacy, (3) empati, (4) problem solving,
(5) self-awareness, (6) tujuan dan aspirasi. Faktor eksternal dalam RYDM
18
meliputi hubungan yang baik, harapan yang tinggi dan partisipasi dalam aktivitas
di rumah, sekolah, teman sebaya dan masyarakat.
Dengan demikian secara garis besar, dapat dikatakan bahwa faktor
protektif yang mempengaruhi resiliensi terbagi menjadi 2, yaitu faktor internal dan
faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang ada dalam diri individu (faktor
individu), sedangkan faktor eksternal (faktor di luar individu), yaitu keluarga dan
lingkungan (sekolah, teman sebaya dan masyarakat). Pada Tabel 2 disajikan
beberapa pendapat ahli mengenai faktor yang mempengaruhi resiliensi.
Penelitian ini akan menggunakan faktor internal dan eksternal
berdasarkan acuan dari Resilience and Youth Development Module (Austin et al.
2010). Ada enam faktor internal, yaitu: kerjasama dan komunikasi, self-efficacy,
empati, kemampuan memecahkan masalah, self-awareness dan memiliki tujuan
dan aspirasi.
Kerjasama dan komunikasi yaitu kompetensi sosial yang mengarah
pada fleksibilitas dalam menjalin hubungan, kemampuan untuk bekerja secara
efektif dengan orang lain, mampu saling bertukar informasi dan gagasan serta
mengekspresikan perasaan pada orang lain. Kemampuan individu untuk
bekerjasama dan berkomunikasi ini dapat menjadi sebuah kekuatan dalam
membentuk hubungan yang baik (caring relationship). Sebaliknya, kurangnya
kompetensi sosial ini dapat menyebabkan terjadi kriminalitas, penyakit mental
dan penyalahgunaan obat-obatan terlarang.
Self-efficacy berhubungan dengan kepercayaan seseorang akan
kompetensi yang dimilikinya untuk membuat sesuatu yang berbeda, seperti
kemahirannya dalam melakukan pekerjaan dan kemampuan untuk bekerja
dengan baik.
Empati merupakan kemampuan untuk memahami dan peduli pada
perasaan orang lain dan apa yang dialami orang lain. Empati ini merupakan akar
dari moralitas dan rasa menghormati. Daniel Goleman (1995) menyatakan
bahwa Empathy is the single human quality that leads individuals to override
self-interest and act with compassion and altruism. Penelitian pada bayi
menemukan bahwa bayi berusia dua tahun sudah dapat mengetahui bahwa
perasaan orang lain mungkin saja berbeda dengan dirinya. Kurangnya rasa
empati berhubungan dengan banyaknya tindakan plagiat, bullying, mengganggu
orang lain dan bentuk kekerasan lainnya.
1
9
T
a
b
e
l
2
.
F
a
k
t
o
r
-
f
a
k
t
o
r
y
a
n
g
m
e
m
p
e
n
g
a
r
u
h
i
r
e
s
i
l
i
e
n
s
i
B
o
n
n
i
e
B
e
n
a
r
d
G
r
o
t
b
e
r
g
M
a
s
t
e
n
&
C
o
a
s
t
w
o
r
t
h
S
u
n
&
S
t
e
w
a
r
t
R
Y
D
M
F
a
k
t
o
r
P
r
o
t
e
k
t
i
f
a
d
a
d
u
a
y
a
i
t
u
i
n
t
e
r
n
a
l
d
a
n
e
k
s
t
e
r
n
a
l
F
a
k
t
o
r
I
n
t
e
r
n
a
l
(
i
n
d
i
v
i
d
u
)
:
1
.
K
o
m
p
e
t
e
n
s
i
S
o
s
i
a
l
(
k
e
t
r
a
m
p
i
l
a
n
s
o
s
i
a
l
d
a
n
e
m
p
a
t
i
)
2
.
K
e
t
r
a
m
p
i
l
a
n
m
e
n
y
e
l
e
s
a
i
k
a
n
m
a
s
a
l
a
h
(
m
e
m
b
u
a
t
k
e
p
u
t
u
s
a
n
d
a
n
b
e
r
p
i
k
i
r
k
r
i
t
i
s
)
3
.
O
t
o
n
o
m
i
(
s
e
l
f
e
s
t
e
e
m
,
s
e
l
f
e
f
f
i
c
a
c
y
,
l
o
c
u
s
o
f
c
o
n
t
r
o
l
)
4
.
M
e
m
i
l
i
k
i
t
u
j
u
a
n
(
o
p
t
i
m
i
s
m
e
,
m
o
t
i
v
a
s
i
u
n
t
u
k
b
e
r
p
r
e
s
t
a
s
i
,
m
i
n
a
t
,
k
e
y
a
k
i
n
a
n
)
F
a
k
t
o
r
E
k
s
t
e
r
n
a
l
(
l
i
n
g
k
u
n
g
a
n
)
:
1
.
K
e
s
e
m
p
a
t
a
n
u
n
t
u
k
b
e
r
p
a
r
t
i
s
i
p
a
s
i
2
.
H
u
b
u
n
g
a
n
y
a
n
g
h
a
n
g
a
t
3
.
H
a
r
a
p
a
n
y
a
n
g
t
i
n
g
g
i
1
.
I
A
m
F
a
k
t
o
r
I
A
m
m
e
r
u
p
a
k
a
n
k
e
k
u
a
t
a
n
y
a
n
g
b
e
r
a
s
a
l
d
a
r
i
d
a
l
a
m
d
i
r
i
,
s
e
p
e
r
t
i
p
e
r
a
s
a
a
n
,
t
i
n
g
k
a
h
l
a
k
u
d
a
n
k
e
p
e
r
c
a
y
a
a
n
y
a
n
g
t
e
r
d
a
p
a
t
d
a
l
a
m
d
i
r
i
s
e
s
e
o
r
a
n
g
.
F
a
k
t
o
r
I
A
m
t
e
r
d
i
r
i
d
a
r
i
b
a
n
g
g
a
p
a
d
a
d
i
r
i
s
e
n
d
i
r
i
,
p
e
r
a
s
a
a
n
d
i
c
i
n
t
a
i
d
a
n
s
i
k
a
p
y
a
n
g
m
e
n
a
r
i
k
,
i
n
d
i
v
i
d
u
d
i
p
e
n
u
h
i
h
a
r
a
p
a
n
,
i
m
a
n
,
d
a
n
k
e
p
e
r
c
a
y
a
a
n
,
m
e
n
c
i
n
t
a
i
,
e
m
p
a
t
i
d
a
n
a
l
t
r
u
i
s
t
i
c
,
y
a
n
g
t
e
r
a
k
h
i
r
a
d
a
l
a
h
m
a
n
d
i
r
i
d
a
n
b
e
r
t
a
n
g
g
u
n
g
j
a
w
a
b
.
2
.
I
H
a
v
e
A
s
p
e
k
i
n
i
m
e
r
u
p
a
k
a
n
b
a
n
t
u
a
n
d
a
n
s
u
m
b
e
r
d
a
r
i
l
u
a
r
y
a
n
g
m
e
n
i
n
g
k
a
t
k
a
n
r
e
s
i
l
i
e
n
s
i
.
F
a
k
t
o
r
I
H
a
v
e
t
e
r
d
i
r
i
d
a
r
i
m
e
m
b
e
r
i
s
e
m
a
n
g
a
t
a
g
a
r
m
a
n
d
i
r
i
,
s
t
r
u
k
t
u
r
d
a
n
a
t
u
r
a
n
r
u
m
a
h
,
R
o
l
e
M
o
d
e
l
s
,
a
d
a
n
y
a
h
u
b
u
n
g
a
n
.
3
.
I
C
a
n
F
a
k
t
o
r
I
C
a
n
a
d
a
l
a
h
k
o
m
p
e
t
e
n
s
i
s
o
s
i
a
l
d
a
n
i
n
t
e
r
p
e
r
s
o
n
a
l
s
e
s
e
o
r
a
n
g
.
B
a
g
i
a
n
-
b
a
g
i
a
n
d
a
r
i
f
a
k
t
o
r
i
n
i
a
d
a
l
a
h
m
e
n
g
a
t
u
r
b
e
r
b
a
g
a
i
p
e
r
a
s
a
a
n
d
a
n
r
a
n
g
s
a
n
g
a
n
,
m
e
n
c
a
r
i
h
u
b
u
n
g
a
n
y
a
n
g
d
a
p
a
t
d
i
p
e
r
c
a
y
a
,
k
e
t
e
r
a
m
p
i
l
a
n
b
e
r
k
o
m
u
n
i
k
a
s
i
,
m
e
n
g
u
k
u
r
t
e
m
p
e
r
a
m
e
n
d
i
r
i
s
e
n
d
i
r
i
d
a
n
o
r
a
n
g
l
a
i
n
,
k
e
m
a
m
p
u
a
n
m
e
m
e
c
a
h
k
a
n
m
a
s
a
l
a
h
.
A
d
a
3
f
a
k
t
o
r
p
e
l
i
n
d
u
n
g
:
1
.
F
a
k
t
o
r
i
n
d
i
v
i
d
u
K
e
m
a
m
p
u
a
n
i
n
t
e
l
e
k
t
u
a
l
,
s
o
c
i
a
b
l
e
,
s
e
l
f
c
o
n
f
i
d
e
n
t
,
s
e
l
f
e
f
f
i
c
a
c
y
,
m
e
m
i
l
i
k
i
b
a
k
a
t
2
.
F
a
k
t
o
r
K
e
l
u
a
r
g
a
:
H
u
b
u
n
g
a
n
y
a
n
g
d
e
k
a
t
,
k
e
p
e
d
u
l
i
a
n
,
p
e
r
h
a
t
i
a
n
,
p
o
l
a
a
s
u
h
y
a
n
g
h
a
n
g
a
t
,
h
u
b
u
n
g
a
n
y
a
n
g
h
a
r
m
o
n
i
s
3
.
F
a
k
t
o
r
M
a
s
y
a
r
a
k
a
t
:
P
e
r
h
a
t
i
a
n
d
a
r
i
l
i
n
g
k
u
n
g
a
n
,
a
k
t
i
f
d
a
l
a
m
o
r
g
a
n
i
s
a
s
i
k
e
m
a
s
y
a
r
a
k
a
t
a
n
F
a
k
t
o
r
i
n
d
i
v
i
d
u
:
1
.
K
o
m
u
n
i
k
a
s
i
d
a
n
k
e
r
j
a
s
a
m
a
2
.
S
e
l
f
e
s
t
e
e
m
3
.
E
m
p
a
t
i
4
.
H
e
l
p
s
e
e
k
i
n
g
b
e
h
a
v
i
o
r
5
.
T
u
j
u
a
n
d
a
n
a
s
p
i
r
a
s
i
F
a
k
t
o
r
e
k
s
t
e
r
n
a
l
:
1
.
D
u
k
u
n
g
a
n
k
e
l
u
a
r
g
a
2
.
D
u
k
u
n
g
a
n
s
e
k
o
l
a
h
3
.
D
u
k
u
n
g
a
n
m
a
s
y
a
r
a
k
a
t
4
.
A
u
t
o
n
o
m
y
e
x
p
e
r
i
e
n
c
e
5
.
H
u
b
u
n
g
a
n
d
e
n
g
a
n
t
e
m
a
n
s
e
b
a
y
a
6
.
P
a
r
t
i
s
i
p
a
s
i
d
a
l
a
m
k
e
g
i
a
t
a
n
7
.
D
u
k
u
n
g
a
n
t
e
m
a
n
s
e
b
a
y
a
A
d
a
2
k
o
m
p
o
n
e
n
y
a
n
g
m
e
m
p
e
n
g
a
r
u
h
i
r
e
s
i
l
i
e
n
s
i
y
a
i
t
u
a
s
e
t
i
n
t
e
r
n
a
l
d
a
n
a
s
s
e
t
e
k
s
t
e
r
n
a
l
.
F
a
k
t
o
r
i
n
t
e
r
n
a
l
:
1
.
K
e
r
j
a
s
a
m
a
d
a
n
k
o
m
u
n
i
k
a
s
i
2
.
S
e
l
f
e
f
f
i
c
a
c
y
3
.
E
m
p
a
t
i
4
.
P
r
o
b
l
e
m
s
o
l
v
i
n
g
5
.
S
e
l
f
a
w
a
r
e
n
e
s
s
6
.
T
u
j
u
a
n
d
a
n
a
s
p
i
r
a
s
i
F
a
k
t
o
r
e
k
s
t
e
r
n
a
l
:
1
.
H
u
b
u
n
g
a
n
y
a
n
g
b
a
i
k
.
2
.
H
a
r
a
p
a
n
y
a
n
g
t
i
n
g
g
i
.
3
.
P
a
r
t
i
s
i
p
a
s
i
.
D
a
r
i
k
e
l
u
a
r
g
a
,
t
e
m
a
n
,
s
e
k
o
l
a
h
d
a
n
m
a
s
y
a
r
a
k
a
t
19
20
oleh ikatan perkawinan (pertalian antar suami dan istri), darah (hubungan antara
orang tua dan anak) atau adopsi; (b) anggota-anggota keluarga ditandai dengan
hidup bersama di bawah satu atap dan merupakan susunan satu rumah tangga;
(c) keluarga merupakan kesatuan dari orang-orang yang berinteraksi dan
berkomunikasi yang menciptakan peranan-peranan sosial; (d) keluarga adalah
pemelihara suatu kebudayaan bersama yang diperoleh dari kebudayaan umum.
Keluarga merupakan institusi pertama dan utama pembangunan sumber
daya manusia. Pertama adalah karena dalam keluargalah, seorang individu
tumbuh berkembang, dimana tingkat pertumbuhan dan perkembangan tersebut
menentukan kualitas individu yang kelak akan menjadi pemimpin masyarakat
bahkan pemimpi negara. Alasan kedua adalah karena di keluargalah aktivitas
utama kehidupan seorang individu berlangsung (Sunarti 2008).
Sehubungan dengan kesehatan reproduksi remaja (KRR) diketahui
bahwa akses remaja terhadap peningkatan pengetahuan tentang masalah
reproduksi lebih banyak diperoleh dari media elektronik, media cetak dan teman
sebaya dibandingkan dari orang tua atau keluarga, padahal pesan tentang
kesehatan reproduksi remaja dari orang tua dinilai lebih baik karena
mengikutsertakan nilai moral dan agama (Sunarti 2008).
Orang tua sebagai pengasuh anak akan memainkan peranan yang
menentukan dalam perkembangan anak. Orang tua yang permisif akan
menghasilkan anak yang memiliki regulasi emosi yang rendah, pemberontak,
menunjukkan tingkah laku yang antisocial dan memiliki ketahanan yang rendah
dalam menghadapi hal-hal yang menantang, sementara itu orang tua yang
otoritatif akan menghasilkan anak bahagia, memiliki rasa percaya diri, memiliki
regulasi emosi dan kemampuan sosial yang baik (Brooks 2001).
Moos dan Moos (2009) membagi lingkungan keluarga dalam 3 dimensi
utama dan 10 sub skala. Tiga dimensi yang dimaksud adalah dimensi
hubungan, perkembangan personal dan sistem pemeliharaan. Dimensi
hubungan (relationship) merupakan evaluasi lingkungan keluarga dalam hal
hubungan antar anggota keluarga yang terdiri dari 3 sub skala yaitu: (1) Kohesi
(cohesion) yang menunjukkan komitmen dan dukungan antaranggota keluarga;
(2) Ekspresif (expressiveness) yang berhubungan dengan tindakan anggota
keluarga untuk mengekspresikan perasaan mereka secara langsung, dan (3)
Konflik (conflict) yang berhubungan dengan tindakan anggota keluarga
22
keyakinan, dan semua produk lain dari sekelompok manusia yang diteruskan dari
generasi ke generasi. Contohnya adalah ideologi, agama, etnik.
Sistem yang kelima dalam teori ekologi bronfenbrenner adalah
kronosistem yang meliputi pemolaan peristiwa-peristiwa lingkungan dan transisi
sepanjang rangkaian kehidupan dan keadaan-keadaan sosiohistoris. Dengan
kata lain, sistem ini merupakan hasil dari pengalaman-pengalaman individu
semasa hidupnya termasuk kejadian-kejadian yang terjadi di lingkungan dan
transisi dalam kehidupan serta sejarah individu itu sendiri. Misalnya, dengan
mempelajari dampak perceraian terhadap anak-anak, para peneliti menemukan
bahwa dampak negatif sering memuncak pada tahun pertama setelah perceraian
dan dampaknya lebih negatif bagi anak laki-laki daripada anak perempuan
(Hetherington 1989, diacu dalam Bronfenbrenner 2002).
Resiliensi berhubungan dengan sumber-sumber faktor pelindung dan
peningkatan kesehatan yang mencakup kesempatan yang dimiliki oleh individu,
hubungan kekerabatan keluarga yang erat dan kesempatan individu dan orang
tua dalam mendapatkan dukungan dari lingkungan masyarakat (Wolfe & Mash
2005, diacu dalam Nurfadillah 2006). Hal ini sejalan dengan teori ekologi yang
menekankan bahwa seseorang tidak dianggap terpisah dari lingkungannya,
melainkan merupakan bagian yang integral dari lingkungan dimana ia berada.
Faktor resiko yang saling terkait dan bertumpuk-tumpuk semakin
memudahkan berkembangnya permasalahan dan akan semakin menyulitkan
individu untuk mendapatkan pijakan yang positif dalam rangka membalikkan
keadaan negatif menjadi potensi yang menguntungkan bagi dirinya. Jika
pengalaman ini terus berlangsung maka akumulasi resiko semakin bertambah
sehingga akan semakin memperburuk kondisi remaja (Davis 1999).
Faktor internal yang berkembang pada individu sesuai dengan dukungan
dari lingkungan maupun karakteristik pada individu yang bersifat genetik
kemudian berinteraksi dengan faktor protektif eksternal untuk membentuk suatu
mekanisme perlindungan dan meningkatkan resiliensi individu terhadap
pengaruh negatif dari faktor resiko (Craig 1999, diacu dalam Chugani 2006).
25
Gambar 1. Sistem lapisan dalam teori ekologi Bronfenbrenner
(Sumber: http://www.des.emory.edu/mfp)
Penelitian tentang Resiliensi
Pada awalnya penelitian tentang resiliensi terfokus pada faktor resiko,
defisiensi dan patologis seperti anak-anak yang lahir pada kondisi yang beresiko
tinggi, yakni keluarga yang mengkonsumsi minum minuman keras, cenderung
melakukan abuse terhadap anak, melakukan tindakan kriminal, pada masyarakat
miskin atau pada situasi perang. Namun pada saat ini fokus riset mengenai
resiliensi telah beralih dan menekankan pada identifikasi proses yang dapat
meningkatkan resiliensi ketika berada dalam kondisi normatif (Davey et al. 2003).
Menurut Neil (2006) diacu dalam Sanni (2009) resiliensi bukanlah suatu
kebetulan yang menguntungkan, resiliensi muncul pada orang yang telah terlatih
keras, mempunyai sikap yang istimewa, kemampuan kognitif yang baik, emosi
dan ketetapan hati yang teguh untuk mengatasi tantangan berat. Ada beberapa
faktor yang berperan dalam pengembangan resiliensi antara lain adalah social
support yang termasuk di dalamnya pengaruh budaya, community support dan
personal support. Budaya dan komunitas dimana seseorang itu tinggal sangat
mempengaruhi kemampuan resiliensi seseorang. Para remaja sadar akan
pentingnya kebudayaan sebagai tolak ukur terhadap tingkah laku sendiri.
Kebudayaan memberikan pengaruh pada perkembangan remaja. Pada
gilirannya akan terjadi remaja yang berbeda-beda pola tingkah lakunya antara
26
satu masyarakat dengan masyarakat yang lain (Holaday & McPhearson 1997,
diacu dalam Santrock 2003).
Dukungan sosial termasuk dukungan keluarga memberikan manfaat bagi
remaja antara lain meningkatkan kesejahteraan psikologis dan penyesuaian diri
dengan menyediakan rasa memiliki, memperjelas identitas diri, menambah harga
diri dan mengurangi stress. Meningkatkan dan memelihara kesehatan fisik.
Semakin tinggi dukungan sosial yang diterima seorang remaja, semakin besar
resiliensi remaja tersebut (Johnson & Johnson 1991, diacu dalam Sanni 2009).
Orang tua, anak dan remaja berlatar belakang penghasilan rendah,
beresiko tinggi untuk mengalami masalah kesehatan mental (McLoyd 1993).
Kesulitan dalam adaptasi sosial dan masalah sosial dan masalah psikologis
seperti depresi, rendah diri, konflik dengan teman sebaya dan kenakalan remaja
lebih banyak terjadi pada remaja miskin dibanding dengan yang lebih berada
(Gibbs dan Huang 1989 diacu dalam Santrock 2003). Meskipun masalah
psikologis lebih sering terjadi pada remaja miskin, fungsi intelektual dan
psikologis mereka cukup bervariasi. Misalnya, ketika remaja miskin memperoleh
prestasi di sekolah, adalah umum bila ditemukan bahwa orang tuanya berkorban
cukup banyak untuk menghidupi keluarga dan mendukung keberhasilan sekolah
anaknya. Hal ini dapat diartikan bahwa lingkungan keluarga yang dimiliki remaja
tersebut mendukung untuk terpenuhinya hak-hak anak yang menyebabkan ia
mampu untuk berprestasi walau dalam kondisi yang sulit.
Menurut Werner dan Smith (1982) dalam Benard (2007), hasil penelitian
longitudinal yang dilakukan selama 50 tahun tentang resiliensi di pulau Kauai,
faktor protektif dalam diri individu (temperamen dan kemampuan nalar yang
baik, self-esteem, dan internal locus control) secara konsisten cenderung
memberikan dampak yang lebih besar pada kualitas koping wanita dibanding
pada laki-laki. Pada saat remaja, perempuan memiliki lebih beragam faktor
protektif seperti kemampuan memecahkan masalah, ukuran keluarga yang lebih
kecil dan memiliki ibu yang gainfully and steadily employed. Pada usia 17-18
tahun memiliki rencana pendidikan dan vokasional dan konsep diri yang positif
menjadi faktor yang terpenting. Dalam keluarga, remaja memiliki status urutan
kelahiran sebagai anak tunggal, sulung, tengah dan bungsu yang memiliki
karakteristik yang berbeda. Namun dalam penelitian Rosyidah (2010) tidak
terlihat perbedaan resiliensi remaja berdasarkan urutan kelahiran.
27