Anda di halaman 1dari 13

ISBD [MANUSIA NILAI MORAL DAN HUKUM]

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan pada hakikatnya adalah upaya untuk menjadikan manusia berbudaya.Budaya dalam
pengertian yang sangat luas mencakup segala aspek kehidupan manusia, yang dimulai dari cara
berpikir,bertingkah laku sampai produk-produk berpikir manusia yang berwujud dalam bentuk
benda (materil)maupun dalam bentuk sistem nilai (in- materil).

Pergaulan antar umat di dunia yang semakin intensif akan melahirkan budaya-budaya baru, baik
berupa pencampuran budaya, penerimaan budaya oleh salah satu pihak atau keduanya, dominasi
budaya, atau munculnya budaya baru.Keseluruhan proses ini tentu saja dipengaruhi oleh proses
pendidikan di masyarakat.
Pemunculan kebudayaan baru tidak sepenuhnya memberikan efek positif terhadap
perkembangan suatu bangsa, tetapi ada juga yang berdampak negative. Untuk menghindari hal-
hal negatif dari suatu kebudayaan baru, diperlukan berbagai upaya untuk mengadakan saringan
kebudayaan yang dianggap paling tepat untuk diterapkan . Oleh karena , pemahaman terhadap
kebudayaan menjadi penting bagi seorang pendidik agar pendidik memahami secara persis
kebudayaan dan pengaruhnya terhadap perkembangan masyarakat.
1.2 Sistem Penulisan
BAB I : PENDAHULUAN
BAB II : PEMBAHSAN
BAB III : PENUTUP

ISBD [MANUSIA NILAI MORAL DAN HUKUM]

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Manusia
Secara bahasa manusia berasal dari kata manu (Sansekerta), mens (Latin), yang berarti
berpikir, berakal budi atau makhluk ang berakal budi (mampu menguasai makhluk lain). Secara
istilah manusia dapat diartikan sebuah konsep atau sebuah fakta, sebuah gagasan atau realitas,
sebuah kelompok (genus) atau seorang individu. Dalam hubungannya dengan lingkungan,
manusia merupakan suatu oganisme hidup (living organism).
Terbentuknya pribadi seseorang dipengaruhi oleh lingkungan bahkan secara ekstrim dapat
dikatakan, setiap orang berasal dari satu lingkungan, baik lingkungan vertikal (genetika, tradisi),
horizontal (geografik, fisik, sosial), maupun kesejarahan. Tatkala seoang bayi lahir, ia merasakan
perbedaan suhu dan kehilangan energi, dan oleh kaena itu ia menangis, menuntut agar perbedaan
itu berkurang dan kehilangan itu tergantikan. Dari sana timbul anggapan dasar bahwa setiap
manusia dianugerahi kepekaan (sense) untuk membedakan (sense of discrimination) dan
keinginan untuk hidup. Untuk dapat hidup, ia membutuhkan sesuatu. Alat untuk memenuhi
kebutuhan itu bersumber dari lingkungan
Manusia adalah makhluk yang tidak dapat dengan segera menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Pada masa bayi sepenuhnya manusia tergantung kepada individu lain. Ia belajar
berjalan,belajar makan,belajar berpakaian,belajar membaca,belajar membuat sesuatu dan
sebagainya,memerlukan bantuan orang lain yang lebih dewasa.
Malinowski(1949), salah satu tokoh ilmu Antropologi dari Polandia menyatakan bahwa
ketergantungan individu terhadap individu lain dalam kelompoknya dapat terlihat dari usaha-
usaha manusia dalam memenuhi kebutuhan biologis dan kebutuhan sosialnya yang dilakukan
melalui perantaraan kebudayaan.
Rasa aman secara khusus tergantung kepada adanya system perlindungan dalam rumah,pakaian
dan peralatan. Perlindungan secara umum, dalam pengertian gangguan/kelompok lain akan lebih
mudah diwujudkan kalau manusia berkelompok. Untuk menghasilkan keamanan dan
kenyamanan hidup berkelompok ini, diciptakan aturan-aturan dan kontrol-kontrol social tentang
apa yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan oleh setiap anggota kelompok. Selain itu
ditentukan pula siapa yang berhak mengatur kehidupan kelompok untuk tercapainya tujuan
bersama.
2.2. Pengertian Nilai
Nilai adalah sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna bagi manusia.
Sesuatu itu bernilai berarti sesuatu itu berharga atau berguna bagi kehidupan manusia.
ISBD [MANUSIA NILAI MORAL DAN HUKUM]

Sifat-sifat nilai adalah Sebagai berikut.
1. Nilai itu suatu relitas abstrak dan ad dalam kehidupan manusia. Nilai yang bersifat abstrak
tidak dapat diindra. Hal yang dapat diamati hanyalah objek yang bernilai itu. Misalnya
orang yang memiliki kejujuran. Kejujuran adalah nilai, tetapi kita tidak bias menindra
kejujuran itu.
2. Nilai memiliki sifat normative, artinya nilai mengandung harapan, cita-cita dan suatu
keharusan sehingga nilai memiliki sifat ideal das sollen. Nilai diwujudkan dalam bentuk
norma sebagai landasan manusia dalam bertindak. Misalnya nilai keadilan. Semua orang
berharap manusia dan mendapatkan dan berperilaku yang mencerminkan nilai keadilan.
3. Niliai berfungsi sebagai daya dorong dan manusia adalah pendukung nilai. Manusia
bertindak berdasar dan didorong oleh nilai yang diyakininya. Misalnya nilai ketakwaan.
Adanya nilai ini menjadikan semua orang terdorong untuk bisa mencapai derajat
ketakwaan.
Menurut Cheng(1995): Nilai merupakan sesuatu yang potensial,dalam arti terdapatnya hubungan
yang harmonis dan kreatif ,sehingga berfungsi untuk menyempurnakan manusia ,sedangkan
kualitas merupakan atribut atau sifat yang seharusnya dimiliki(dalam Lasyo,1999,hlm.1).
Menurut Lasyo(1999,hlm.9)sebagai berikut: Nilai bagi manusia merupakan landasan atau
motivasidalam segala tingkah laku atau perbuatannya. Jadi dapat disimpulkan bahwa nilai yaitu
sesuatu yang menjadi etika atau estetika yang menjadi pedoman dalam berperilaku.
Manusia sebagai makhluk yang bernilai akan memaknai nilai dalam dua konteks,pertama akan
memandang nilai sebagai sesuatu yang objektif,apabila dia memandang nilai itu ada meskipun
tanpa ada yang menilainya,bahkan memandang nilai telah ada sebelum adanya manusia
sebagai penilai.Baikdan buruk,benar dan salah bukan hadir karena hasil persepsi dan penafsiran
manusia,tetapi ada sebagai sesuatu yang ada dan menuntun manusia dalam
kehidupannya.Pandangan kedua memandang nilai itu subjektif,artinya nilai sangat tergantung
pada subjek yang menilainya.Jadi nilai memang tidak akan ada dan tidak akan hadir tanpa
hadirnya penilai.Oleh karena itu nilai melekat dengan subjek penilai.

2. Ciri-Ciri Nilai
Menurut Bambang Daroeso (1986) adalah sebagai berikut:
Nilai itu suatu realitas abstrak dan ada dalam kehidupan manusia.
Nilai memiliki sifat normative, artinya nilai mengandung harapan, cita-cita, dan suatu
keharusan sehingga nilai memiliki sifat ideal (das sollen).
Nilai berfungsi sebagai daya dorong atau motivator dan manusia adalah pendukung nilai.

2.3. Pengertian Moral
Moral berasal dari kata bahasa Latin mores yang berarti adat kebiasaan.Kata mores ini
mempunyai sinonim mos,moris,manner mores atau manners,morals.
ISBD [MANUSIA NILAI MORAL DAN HUKUM]

Dalam bahasa Indonesia,kata moral berarti akhlak (bahasa Arab)atau kesusilaan yang
mengandung makna tata tertib batin atau tata tertib hati nurani yang menjadi pembimbing
tingkah laku batin dalamhidup.Kata moral ini dalam bahasa Yunani sama dengan ethos yang
menjadi etika. Secara etimologis ,etika adalah ajaran tentang baik buruk, yang diterima
masyarakat umum tentang sikap,perbuatan,kewajiban,dan sebagainya.
Moral secara ekplisit adalah hal-hal yang berhubungan dengan proses sosialisasi individu tanpa
moral manusia tidak bisa melakukan proses sosialisasi. Moral dalam zaman sekarang
mempunyai nilai implisit karena banyak orang yang mempunyai moral atau sikap amoral itu dari
sudut pandang yang sempit. Moral itu sifat dasar yang diajarkan di sekolah-sekolah dan manusia
harus mempunyai moral jika ia ingin dihormati oleh sesamanya. Moral adalah nilai ke-absolutan
dalam kehidupan bermasyarakat secara utuh. Penilaian terhadap moral diukur dari kebudayaan
masyarakat setempat.
Moral adalah perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam ber interaksi dengan manusia.
apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di masyarakat
tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan masyarakatnya, maka orang itu
dinilai mempunyai moral yang baik, begitu juga sebaliknya.Moral adalah produk dari budaya
dan Agama. Jadi moral adalah tata aturan norma-norma yang bersifat abstrak yang mengatur
kehidupan manusia untuk melakukan perbuatan tertentu dan sebagai pengendali yang mengatur
manusia untuk menjadi manusia yang baik.

2.4. Pengertian Hukum

Disamping adat istiadat tadi ,ada kaidah yang mengatur kehidupan manusia yaitu hukum, yang
biasanya dibuat dengan sengaja danmempunyai sanksi yang jelas.Hukum dibuat dengan tujuan
untuk mengatur kehidupan masyarakat agar terjadi keserasian diantara wrga masyarakat dan
system social yang dibangun oleh suatu masyarakat.Pada masyarakat modern hukum dibuat oleh
lembaga lembaga yang diberikan wewenang oleh rakyat.
Keseluruhan kaidah dalam masyarakat pada intinya adalah mengatur masyarakat agar mengikuti
pola perilaku yang disepakati oleh system social dan budaya yang berlaku pada masyarakat
tersebut. Pola-pola perilaku merupakan cara-cara masyarakat bertindak atau berkelakuan yang
sama dan harus diikuti oleh semua anggota masyarakat tersebut.Setiap tindakan manusia dalam
masyarakat selalu mengikuti pola-pola perilaku masyarakat tadi.Pola perilaku berbeda dengan
kebiasaan. Kebiasaan merupakan cara bertindak seseorang yang kemudian diakui dan mungkin
diikuti oleh orang lain. Pola perilaku dan norma-norma yang dilakukan dan dilaksanakan pada
khususnya apabila seseorang berhubungan dengan orang lain, dinamakan social organization.

2.5 Manusia, Nilai, Hukum dan Moral

ISBD [MANUSIA NILAI MORAL DAN HUKUM]

Meskipun banyak pakar yang mengemukakan pengertian nilai, namun ada yang telah disepakati
dari semua pengertian itu bahwa nilai berhubungan dengan manusia, dan selanjutnya nilai itu
penting. Pengertian nilai yang telah dikemukakan oleh setiap pakar pada dasarnya adalah upaya
dalam memberikan pengertian secara holistik terhadap nilai, akan tetapi setiap orang tertarik
pada bagian bagian yang relatif belum tersentuh oleh pemikir lain.
Definisi yang mengarah pada pereduksian nilai oleh status benda, terlihat pada pengertian nilai
yang dikemukakan oleh John Dewney yakni, Value Is Object Of Social Interest, karena ia
melihat nilai dari sudut kepentingannya.
Nilai dapat diartikan sebagai sifat atau kualitas dari sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan
manusia baik lahir maupun batin. Bagi manusia nilai dijadikan sebagai landasan, alasan atau
motivasi dalam bersikap dan bertingkah laku, baik disadari maupun tidak.
Nilai itu penting bagi manusia. Apakah nilai itu dipandang dapat mendorong manusia karena
dianggap berada dalam diri manusia atau nilai itu menarik manusia karena ada di luar manusia
yaitu terdapat pada objek, sehingga nilai lebih dipandang sebagai kegiatan menilai. Nilai itu
harus jelas, harus semakin diyakini oleh individu dan harus diaplikasikan dalam perbuatan.
Menilai dapat diartikan menimbang yakni suatu kegiatan manusia untuk menghubungkan sesuatu
dengan sesuatu lainnya yang kemudian dilanjutkan dengan memberikan keputusan. Keputusan
itu menyatakan apakah sesuatu itu bernilai positif (berguna, baik, indah) atau sebaliknya bernilai
negatif. Hal ini dihubungkan dengan unsur-unsur yang ada pada diri manusia yaitu jasmani,
cipta, rasa, karsa, dan kepercayaan.
Nilai memiliki polaritas dan hirarki, antara lain:
1. Nilai menampilkan diri dalam aspek positif dan aspek negatif yang sesuai polaritas seperti
baik dan buruk; keindahan dan kejelekan.
2. Nilai tersusun secara hierarkis yaitu hierarki urutan pentingnya.
Nilai (value) biasanya digunakan untuk menunjuk kata benda abstrak yang dapat diartikan
sebagai keberhargaan (worth) atau kebaikan (goodness). Notonagoro membagi hierarki
nilai pokok yaitu:
3. Nilai material yaitu sesuatu yang berguna bagi unsur jasmani manusia.
4. Nilai vital yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan
kegiatan atau aktivitas.
5. Nilai kerohanian yaitu sesuatu yang berguna bagi rohani manusia.
Nilai kerohanian terbagi menjadi empat macam:
1. Nilai kebenaran yang bersumber pada unsur akal atau rasio manusia
2. Nilai keindahan atau nilai estetis yang bersumber pada unsur perasaan estetis manusia
3. Nilai kebaikan moral yang bersumber pada kehendak atau karsa manusia
ISBD [MANUSIA NILAI MORAL DAN HUKUM]

4. Nilai religius yang bersumber pada kepercayaan manusia dengan disertai penghayatan
melalui akal budi dan nuraninya
Hal-hal yang mempunyai nilai tidak hanya sesuatu yang berwujud (benda material) saja, bahkan
sesuatu yang immaterial seringkali menjadi nilai yang sangat tinggi dan mutlak bagi manusia
seperti nilai religius.
Nilai juga berkaitan dengan cita-cita, keinginan, harapan, dan segala sesuatu pertimbangan
internal (batiniah) manusia. Dengan demikian nilai itu tidak konkret dan pada dasarnya bersifat
subyektif. Nilai yang abstrak dan subyektif ini perlu lebih dikonkretkan serta dibentuk menjadi
lebih objektif. Wujud yang lebih konkret dan objektif dari nilai adalah norma/kaedah. Norma
berasal dari bahasa latin yakni norma, yang berarti penyikut atau siku-siku, suatu alat perkakas
yang digunakan oleh tukang kayu.
Dari sinilah kita dapat mengartikan norma sebagai pedoman, ukuran, aturan atau kebiasaan. Jadi
norma ialah sesuatu yang dipakai untuk mengatur sesuatu yang lain atau sebuah ukuran. Dengan
norma ini orang dapat menilai kebaikan atau keburukan suatu perbuatan.
Ada beberapa macam norma/kaedah dalam masyarakat, yaitu:
1. Norma kepercayaan atau keagamaan
2. Norma kesusilaan
3. Norma sopan santun/adab
4. Norma hokum
Dari norma-norma yang ada, norma hukum adalah norma yang paling kuat karena dapat
dipaksakan pelaksanaannya oleh penguasa (kekuasaan eksternal).
Nilai dan norma selanjutnya berkaitan dengan moral. Moral berasal dari bahasa latin yakni mores
kata jamak dari mos yang berarti adat kebiasaan. Sedangkan dalam bahasa Indonesia moral
diartikan dengan susila. Sedangkan moral adalah sesuai dengan ide-ide yang umum diterima
tentang tindakan manusia, mana yang baik dan mana yang wajar. Istilah moral mengandung
integritas dan martabat pribadi manusia. Derajat kepribadian seseorang sangat ditentukan oleh
moralitas yang dimilikinya. Makna moral yang terkandung dalam kepribadian seseorang itu
tercermin dari sikap dan tingkah lakunya. Bisa dikatakan manusia yang bermoral adalah manusia
yang sikap dan tingkah lakunya sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam
masyarakat.
2.6 Hubungan Manusia dengan Moral
Moral memiliki arti yang hampir sama dengan etika. Etika berasal daribahasa kuno yang berarti
ethos dalam bentuk tunggal ethos memiliki banyak artiyaitu tempat tinggal biasa, padang
rumput, kebiasaan, adat, watak sikap , dan caraberfiki. Dalam bentuj jamak ethos (ta etha) yang
ISBD [MANUSIA NILAI MORAL DAN HUKUM]

artinya adat kebiasaan. Moralberasal dari bahsa latin yaitu mos (jamaknya mores) yang berarti
adat, cara, dantampat tinggal. Dengan demikian secara etismologi kedua kata tersebut
bermaknasama hannya asal uasul bahasanya yang berbeda dimana etika dari bahasa
yunanisementara moral dari bahasa latin.
Moral yang pengertiaannya sama dengan etika dalam makna nilai-nilaidan orma-norma yang
menjadi pegangan bagi seseorang atau kelompok dalammengatur tingkah lakunya. Dalam ilmu
filsafat moral banyak unsur yang dikajisecara kritis, di landasi rasionalitas manusia seperti sifat
hakiki manusia, prinsipkebaikan, pertimbangan etis dalam pengambilan keputusan terhadap
sesuatu dansebagainya. Moral lebih kepada sifat aplikatif yaitu berupa nasehat tentang hal-
halyang baik.
Ada beberapa unsur dari kaidah moral yaitu :
1. Hati NuraniMerupakan fenomena moral yang sangat hakiki.
Hati nurani merupakanpenghayatan tentang baik atau buruk mengenai perilaku manusia dan hati
nuraniini selalu dihubunngkan dengan kesadaran manusia dan selalu terkait dalamdengan situasi
kongkret. Dengan hati nurani manusia akan sanggupmererfleksikandirinya terutama dalam
mengenai dirinya sendiri atau juga mengenal orang.
1. Kebebasan dan tanggung jawab.
Kebebasan adalah milik individu yang sangat hakiki dan manusiawi dankarena manusia pada
dasar nya adal;ah makhluk bebas. Tetapi didalam kebebasanitu juga terbatas karena tidak boleh
bersinggungan dengan kebebasan orang lainketika mereka melakukan interaksi. Jadi, manusia itu
adalah makhluk bebas yang dibatasi oleh lingkungannya sebagai akibat tidak mampunya ia untuk
hidupsendiri.
1. Nilai dan Norma Moral.
Nilai dan moral akan muncul ketika berada pada orang lain dan ia akanbergabung dengan nilai
lain seperti agama, hukum, dan budaya. Nilai moralterkait dalam tanggung jawab seseorang.
Antara hukum dan moral terdapat hubungan yang erat sekali. Ada pepatah roma yang
mengatakan quid leges sine moribus? (apa artinya undang-undang jika tidak disertai
moralitas?). Dengan demikian hukum tidak akan berarti tanpa disertai moralitas. Oleh karena itu
kualitas hukum harus selalu diukur dengan norma moral, perundang-undangan yang immoral
harus diganti. Disisi lain moral juga membutuhkan hukum, sebab moral tanpa hukum hanya
angan-angan saja kalau tidak di undangkan atau di lembagakan dalam masyarakat.
Meskipun hubungan hukum dan moral begitu erat, namun hukum dan moral tetap berbeda, sebab
dalam kenyataannya mungkin ada hukum yang bertentangan dengan moral atau ada undang-
undang yang immoral, yang berarti terdapat ketidakcocokan antara hukum dan moral. Untuk itu
ISBD [MANUSIA NILAI MORAL DAN HUKUM]

dalam konteks ketatanegaraan indonesia dewasa ini. Apalagi dalam konteks membutuhkan
hukum.
Kualitas hukum terletak pada bobot moral yang menjiwainya. Tanpa moralitas hukum tampak
kosong dan hampa (Dahlan Thaib,h.6). Namun demikian perbedaan antara hukum dan moral
sangat jelas.
Perbedaan antara hukum dan moral menurut K.Berten :
1. Hukum lebih dikodifikasikan daripada moralitas, artinya dibukukan secara sistematis
dalam kitab perundang-undangan. Oleh karena itu norma hukum lebih memiliki kepastian
dan objektif dibanding dengan norma moral. Sedangkan norma moral lebih subjektif dan
akibatnya lebih banyak diganggu oleh diskusi yang yang mencari kejelasan tentang yang
harus dianggap utis dan tidak etis.
2. Meski moral dan hukum mengatur tingkah laku manusia, namun hukum membatasi diri
sebatas lahiriah saja, sedangkan moral menyangkut juga sikap batin seseorang.
3. Sanksi yang berkaitan dengan hukum berbeda dengan sanksi yang berkaitan dengan
moralitas. Hukum untuk sebagian besar dapat dipaksakan,pelanggar akan terkena
hukuman. Tapi norma etis tidak bisa dipaksakan, sebab paksaan hanya menyentuh bagian
luar, sedangkan perbuatan etis justru berasal dari dalam. Satu-satunya sanksi dibidang
moralitas hanya hati yang tidak tenang.
4. Hukum didasarkan atas kehendak masyarakat dan akhirnya atas kehendak negara.
Meskipun hukum tidak langsung berasal dari negara seperti hukum adat, namun hukum itu
harus di akui oleh negara supaya berlaku sebagai hukum.moralitas berdasarkan atas
norma-norma moral yang melebihi pada individu dan masyarakat. Dengan cara demokratis
atau dengan cara lain masyarakat dapat mengubah hukum, tapi masyarakat tidak dapat
mengubah atau membatalkan suatu norma moral. Moral menilai hukum dan tidak
sebaliknya.
Sedangkan Gunawan Setiardja membedakan hukum dan moral :
1. Dilihat dari dasarnya, hukum memiliki dasar yuridis, konsesus dan hukum alam sedangkan
moral berdasarkan hukum alam.
2. Dilihat dari otonominya hukum bersifat heteronom (datang dari luar diri manusia),
sedangkan moral bersifat otonom (datang dari diri sendiri).
3. Dilihat dari pelaksanaanya hukum secara lahiriah dapat dipaksakan,
4. Dilihat dari sanksinya hukum bersifat yuridis. moral berbentuk sanksi kodrati, batiniah,
menyesal, malu terhadap diri sendiri.
5. Dilihat dari tujuannya, hukum mengatur kehidupan manusia dalam kehidupan bernegara,
sedangkan moral mengatur kehidupan manusia sebagai manusia.
6. Dilihat dari waktu dan tempat, hukum tergantung pada waktu dan tempat, sedangkan
moral secara objektif tidak tergantung pada tempat dan waktu (1990,119).

2.7 Hubungan Manusia dengan Hukum
ISBD [MANUSIA NILAI MORAL DAN HUKUM]

Hukum dalam masyarakat merupakan tuntutan, mengingat bahwa kita tidak mungkin
menggambarkan hidup manusia tanpa atau di luar masyarakat. Maka manusia, masyarakat, dan
hukum merupakan pengertian yang tidak bisa dipisahkan. Untuk mencapai ketertiban dalam
masyarakat, diperlukan adanya kepastian dalam pergaulan antar-manusia dalam masyarakat.
Kepastian ini bukan saja agar kehidupan masyarakat menjadi teratur akan tetapi akan
mempertegas lembaga-lembaga hukum mana yang melaksanakannya.
Hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup (the living law) dalam
masyarakat, yang tentunya sesuai pula atau merupakan pencerminan dari nilai-nilai yang berlaku
dalam masyarakat tersebut.
Manusia dan hukum adalah dua entitas yang tidak bisa dipisahkan. Bahkan dalam ilmu hukum,
terdapat adagium yang terkenal yang berbunyi: Ubi societas ibi jus (di mana ada masyarakat di
situ ada hukumnya). Artinya bahwa dalam setiap pembentukan suatu bangunan struktur sosial
yang bernama masyarakat, maka selalu akan dibutuhkan bahan yang bersifat sebagai semen
perekat atas berbagai komponen pembentuk dari masyarakat itu, dan yang berfungsi sebagai
semen perekat tersebut adalah hukum.
Untuk mewujudkan keteraturan, maka mula-mula manusia membentuk suatu struktur tatanan
(organisasi) di antara dirinya yang dikenal dengan istilah tatanan sosial (social order) yang
bernama: masyarakat. Guna membangun dan mempertahankan tatanan sosial masyarakat yang
teratur ini, maka manusia membutuhkan pranata pengatur yang terdiri dari dua hal: aturan
(hukum) dan si pengatur(kekuasaan).
2.8 Tujuan Hukum
Banyak teori atau pendapat mengenai tujuan hukum. Berikut teori-teori dari para ahli :
1. Prof. Subekti, SH: Hukum itu mengabdi pada tujuan negara yaitu mencapai kemakmuran
dan kesejahteraan rakyatnya dengan cara menyelenggarakan keadilan. Keadilan itu
menuntut bahwa dalam keadaan yang sama tiap orang mendapat bagian yang sama pula.
2. Prof. Mr. Dr. LJ. van Apeldoorn: Tujuan hukum adalah mengatur hubungan antara sesama
manusia secara damai. Hukum menghendaki perdamaian antara sesama. Dengan
menimbang kepentingan yang bertentangan secara teliti dan seimbang.
3. Geny : Tujuan hukum semata-mata ialah untuk mencapai keadilan. Dan ia kepentingan
daya guna dan kemanfaatan sebagai unsur dari keadilan.
4. Roscoe Pound berpendapat bahwa hukum berfungsi sebagai alat merekayasa masyarakat
(law is tool of social engineering).
5. Muchatr Kusumaatmadja berpendapat bahwa tujuan pokok dan utama dari hukum adalah
ketertiban. Kebutuhan akan ketertiban ini merupakan syarat pokok bagi adanya suatu
masyarakat manusia yang teratur.
ISBD [MANUSIA NILAI MORAL DAN HUKUM]

Tujuan hukum menurut hukum positif Indonesia termuat dalam pembukaan UUD 1945 alinea
keempat yang berbunyi ..untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Pada umumnya hukum bertujuan menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat. Selain
itu, menjaga dan mencegah agar tiap orang tidak menjadi hakim atas dirinya sendiri, namun tiap
perkara harus diputuskan oleh hakim berdasarkan dengan ketentuan yang sedang berlaku.

2.9 Penegakan Hukum
Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat), bukan berdasarkan kekuasaan
(machstaat) apalagi bercirikan negara penjaga malam (nachtwachterstaat). Sejak awal
kemerdekaan, para bapak bangsa ini sudah menginginkan bahwa negara Indonesia harus dikelola
berdasarkan hukum.
Ketika memilih bentuk negara hukum, otomatis keseluruhan penyelenggaraan negara ini harus
sedapat mungkin berada dalam koridor hukum. Semua harus diselenggarakan secara teratur (in
order) dan setiap pelanggaran terhadapnya haruslah dikenakan sanksi yang sepadan.
Penegakkan hukum, dengan demikian, adalah suatu kemestian dalam suatu negara hukum.
Penegakan hukum adalah juga ukuran untuk kemajuan dan kesejahteraan suatu negara. Karena,
negara-negara maju di dunia biasanya ditandai, tidak sekedar perekonomiannya maju, namun
juga penegakan hukum dan perlindungan hak asasi manusia (HAM) nya berjalan baik. Dalam
menegakkan hukum ada tiga unsur yang harus diperhatikan yaitu kepastian hukum, kemanfaatan
dan keadilan.
Friedmann berpendapat bahwa efektifitas hukum ditentukan oleh tiga komponen, yaitu:
1. Substansi hokum yaitu materi atau muatan hukum. Dalam hal ini peraturan haruslah
peraturan yang benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat untuk mewujudkan ketertiban
bersama.
2. Aparat Penegak Hukum agar hukum dapat ditegakkan, diperlukan pengawalan yang
dilaksanakan oleh aparat penegak hukum yang memiliki komitmen dan integritas tinggi
terhadap terwujudnya tujuan hukum.
3. Budaya Hukum yaitu budaya hukum yang dimaksud adalah budaya masyarakat yang
tidak berpegang pada pemikiran bahwa hukum ada untuk dilanggar, sebaliknya hukum ada
untuk dipatuhi demi terwujudnya kehidupan bersama yang tertib dan saling menghargai
sehingga harmonisasi kehidupan bersama dapat terwujud.
Banyak pihak menyoroti penegakan hukum di Indonesia sebagai jalan di tempat ataupun
malah tidak berjalan sama sekali. Pendapat ini mengemuka utamanya dalam fenomena
ISBD [MANUSIA NILAI MORAL DAN HUKUM]

pemberantasan korupsi dimana tercipta kesan bahwa penegak hukum cenderung tebang
pilih, alias hanya memilih kasus-kasus kecil dengan penjahat-penjahat kecil daripada
buronan kelas kakap yang lama bertebaran di dalam dan luar negeri.
Pendapat tersebut bisa jadi benar kalau penegakan hukum dilihat dari sisi korupsi saja. Namun
sesungguhnya penegakan hukum bersifat luas. Istilah hukum sendiri sudah luas. Hukum tidak
semata-mata peraturan perundang-undangan namun juga bisa bersifat keputusan kepala adat.
Hukum-pun bisa diartikan sebagai pedoman bersikap tindak ataupun sebagai petugas.
Dalam suatu penegakkan hukum, sesuai kerangka Friedmann, hukum harus diartikan sebagai
suatu isi hukum (content of law), tata laksana hukum (structure of law) dan budaya hukum
(culture of law). Sehingga, penegakan hukum tidak saja dilakukan melalui perundang-undangan,
namun juga bagaimana memberdayakan aparat dan fasilitas hukum. Juga, yang tak kalah
pentingnya adalah bagaimana menciptakan budaya hukum masyarakat yang kondusif untuk
penegakan hukum.
Contoh paling aktual adalah tentang Perda Kawasan Bebas Rokok misalnya. Peraturan ini secara
normatif sangat baik karena perhatian yang begitu besar terhadap kesehatan masyarakat. Namun,
apakah telah berjalan efektif? Ternyata belum. Karena, fasilitas yang minim, juga aparat
penegaknya yang terkadang tidak memberikan contoh yang baik. Sama halnya dengan
masyarakat perokok, kebiasaan untuk merokok di tempat-tempat publik adalah suatu budaya
yang agak sulit diberantas.
Oleh karenanya, penegakan hukum menuntut konsistensi dan keberanian dari aparat. Juga,
hadirnya fasilitas penegakan hukum yang optimal adalah suatu kemestian. Misalnya, perda
kawasan bebas rokok harus didukung dengan memperbanyak tanda-tanda larangan merokok,
atau menyediakan ruangan khusus perokok, ataupun memasang alarm di ruangan yang sensitif
dengan asap.
Masyarakatpun harus senantiasa mendapatkan penyadaran dan pembelajaran yang kontinyu.
Maka, program penyadaran, kampanye, pendidikan, apapun namanya, harus terus menerus
digalakkan dengan metode yang partisipatif. Karena, adalah hak dari warganegara untuk
mendapatkan informasi dan pengetahuan yang tepat dan benar akan hal-hal yang penting dan
berguna bagi kelangsungan hidupnya.
2.10 Problematika Hukum
Problema paling mendasar dari hukum di Indonesia adalah manipulasi atas fungsi hokum oleh
pengemban kekuasaan.
Problem akut dan mendapat sorotan lain adalah:
ISBD [MANUSIA NILAI MORAL DAN HUKUM]

1. Aparatur penegak hukum ditengarai kurang banyak diisi oleh sumber daya manusia yang
berkualitas. Padahal SDM yang sangat ahli serta memiliki integritas dalam jumlah yang
banyak sangat dibutuhkan.
2. Peneggakkan hukum tidak berjalan sebagaimana mestinya karena sering mengalami
intervensi kekuasaan dan uang. Uang menjadi permasalahan karena negara belum mampu
mensejahterakan aparatur penegak hukum.
3. Kepercayaan masyarakat terhadap aparatur penegak hukum semakin surut. Hal ini
berakibat pada tindakan anarkis masyarakat untuk menentukan sendiri siapa yang
dianggap adil.
4. Para pembentuk peraturan perundang-undangan sering tidak memerhatikan keterbatasan
aparatur. Peraturan perundang-undangan yang dibuat sebenarnya sulit untuk dijalankan.
5. Kurang diperhatikannya kebutuhan waktu untuk mengubah paradigma dan pemahaman
aparatur. Bila aparatur penegak hukum tidak paham betul isi peraturan perundang-
undangan tidak mungkin ada efektivitas peraturan di tingkat masyarakat.
Problem berikutnya adalah hukum di Indonesia hidup di dalam masyarakat yang tidak
berorientasi kepada hukum. Akibatnya hukum hanya dianggap sebagai representasi dan
simbol negara yang ditakuti. Keadilan kerap berpihak pada mereka yang memiliki status
sosial yang lebih tinggi dalam masyarakat. Contoh kasus adalah kasus ibu Prita Mulyasari.
Pekerjaan besar menghadang bangsa Indonesia di bidang hukum. Berbagai upaya perlu
dilakukan agar bangsa dan rakyat Indonesia sebagai pemegang kedaulatan dapat merasakan apa
yang dijanjikan dalam hukum.

ISBD [MANUSIA NILAI MORAL DAN HUKUM]

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Manusia, nilai, moral dan hukum adalah suatu hal yang saling berkaitan dan saling menunjang.
Sebagai warga negara kita perlu mempelajari, menghayati dan melaksanakan dengan ikhlas
mengenai nilai, moral dan hukum agar terjadi keselarasan dan harmoni kehidupan.

3.2 Saran
Penegakan hukum harus memperhatikan keselarasan antara keadilan dan kepastian hukum.
Karena, tujuan hukum antara lain adalah untuk menjamin terciptanya keadilan (justice),
kepastian hukum (certainty of law), dan kesebandingan hukum (equality before the law).
Penegakan hukum-pun harus dilakukan dalam proporsi yang baik dengan penegakan hak asasi
manusia. Dalam arti, jangan lagi ada penegakan hukum yang bersifat diskriminatif,
menyuguhkan kekerasan dan tidak sensitif jender. Penegakan hukum jangan dipertentangkan
dengan penegakan HAM. Karena, sesungguhnya keduanya dapat berjalan seiring ketika para
penegak hukum memahami betul hak-hak warga negara dalam konteks hubungan antara negara
hukum dengan masyarakat sipil.

Anda mungkin juga menyukai