Anda di halaman 1dari 15

Faktor Resiko ISPA Pada Balita

Melanjukan tulisan terdahulu tentang ISPA serta klasifikasi ISPA pada Balita, maka kita perlu mengetahui beberapa faktor
resiko ISPA pada Balita. Berbagai publikasi melaporkan tentang faktor resiko yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas
pneumonia. Jika dibuat daftar faktor resiko tersebut adalah sebagai berikut :
a. Faktor resiko yang meningkatkan insiden pneumonia
Umur < 2 bulan
Laki-laki
Gizi kurang
Berat badan lahir rendah
Tidak mendapat ASI memadai
Polusi udara
Kepadatan tempat tinggal
Imunisasi yang tidak memadai
Membedong anak (menyelimuti berlebihan)
Defisiensi vitamin A

b. Faktor resiko yang meningkatkan angka kematian pneumonia
Umur < 2 bulan
Tingkat sosial ekonomi rendah
Gizi kurang
Berat badan lahir rendah
Tingkat pendidikan ibu yang rendah
Tingkat jangkauan pelayanan kesehatan yang rendah
Kepadatan tempat tinggal
Imunisasi yang tidak memadai
Menderita penyakit kronis

Secara umum terdapat 3 (tiga) faktor resiko terjadinya ISPA yaitu faktor lingkungan, faktor individu anak , serta faktor
perilaku.
1. Faktor lingkungan
a. Pencemaran udara dalam rumah
Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak dengan konsentrasi tinggi dapat merusak
mekanisme pertahan paru sehingga akan memudahkan timbulnya ISPA. Hal ini dapat terjadi pada rumah yang
keadaan ventilasinya kurang dan dapur terletak di dalam rumah, bersatu dengan kamar tidur, ruang tempat bayi dan
anak balita bermain. Hal ini lebih dimungkinkan karena bayi dan anak balita lebih lama berada di rumah bersama-
sama ibunya sehingga dosis pencemaran tentunya akan lebih tinggi.
Hasil penelitian diperoleh adanya hubungan antara ISPA dan polusi udara, diantaranya ada peningkatan resiko
bronchitis, pneumonia pada anak-anak yang tinggal di daerah lebih terpolusi, dimana efek ini terjadi pada kelompok
umur 9 bulan dan 6 10 tahun.

b. Ventilasi rumah
Ventilasi yaitu proses penyediaan udara atau pengerahan udara ke atau dari ruangan baik secara alami maupun
secara mekanis. Fungsi dari ventilasi dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Mensuplai udara bersih yaitu udara yang mengandung kadar oksigen yang optimum bagi pernapasan.
2. Membebaskan udara ruangan dari bau-bauan, asap ataupun debu dan zat-zat pencemar lain dengan cara
pengenceran udara.
3. Mensuplai panas agar hilangnya panas badan seimbang.
4. Mensuplai panas akibat hilangnya panas ruangan dan bangunan.
5. Mengeluakan kelebihan udara panas yang disebabkan oleh radiasi tubuh, kondisi, evaporasi ataupun keadaan
eksternal.
6. Mendisfungsikan suhu udara secara merata.

c. Kepadatan hunian rumah
Kepadatan hunian dalam rumah menurut keputusan menteri kesehatan nomor 829/MENKES/SK/VII/1999 tentang
persyaratan kesehatan rumah, satu orang minimal menempati luas rumah 8m. Dengan kriteria tersebut diharapkan
dapat mencegah penularan penyakit dan melancarkan aktivitas.
Keadaan tempat tinggal yang padat dapat meningkatkan faktor polusi dalam rumah yang telah ada. Penelitian
menunjukkan ada hubungan bermakna antara kepadatan dan kematian dari bronkopneumonia pada bayi, tetapi
disebutkan bahwa polusi udara, tingkat sosial, dan pendidikan memberi korelasi yang tinggi pada faktor ini.

2. Faktor individu anak
a. Umur anak
Sejumlah studi yang besar menunjukkan bahwa insiden penyakit pernapasan oleh veirus melonjak pada bayi dan
usia dini anak-anak dan tetap menurun terhadap usia. Insiden ISPA tertinggi pada umur 6 12 bulan.

b. Berat badan lahir
Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) mempunyai resiko kematian yang lebih besar dibandingkan dengan
berat badan lahir normal, terutama pada bulan-bulan pertama kelahiran karena pembentukan zat anti kekebalan
kurang sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit infeksi, terutama pneumonia dan sakit saluran pernapasan
lainnya. Anak-anak dengan riwayat berat badan lahir rendah tidak mengalami rate lebih tinggi terhadap penyakit
saluran pernapasan, tetapi mengalami lebih berat infeksinya.

c. Status gizi
Masukan zat-zat gizi yang diperoleh pada tahap pertumbuhan dan perkembangan anak dipengaruhi oleh : umur,
keadaan fisik, kondisi kesehatannya, kesehatan fisiologis pencernaannya, tersedianya makanan dan aktivitas dari si
anak itu sendiri. Penilaian status gizi dapat dilakukan antara lain berdasarkan antopometri : berat badan lahir,
panjang badan, tinggi badan, lingkar lengan atas.
Keadaan gizi yang buruk muncul sebagai faktor resiko yang penting untuk terjadinya ISPA. Beberapa penelitian
telah membuktikan tentang adanya hubungan antara gizi buruk dan infeksi paru, sehingga anak-anak yang bergizi
buruk sering mendapat pneumonia. Disamping itu adanya hubungan antara gizi buruk dan terjadinya campak dan
infeksi virus berat lainnya serta menurunnya daya tahan tubuh anak terhadap infeksi.
Balita dengan gizi yang kurang akan lebih mudah terserang ISPA dibandingkan balita dengan gizi normal karena
faktor daya tahan tubuh yang kurang. Penyakit infeksi sendiri akan menyebabkan balita tidak mempunyai nafsu
makan dan mengakibatkan kekurangan gizi. Pada keadaan gizi kurang, balita lebih mudah terserang ISPA berat
bahkan serangannya lebih lama.

d. Vitamin A
Sejak tahun 1985 setiap enam bulan Posyandu memberikan kapsul 200.000 IU vitamin A pada balita dari umur satu
sampai dengan empat tahun. Balita yang mendapat vitamin A lebih dari 6 bulan sebelum sakit maupun yang tidak
pernah mendapatkannya adalah sebagai resiko terjadinya suatu penyakit sebesar 96,6% pada kelompok kasus dan
93,5% pada kelompok kontrol.
Pemberian vitamin A yang dilakukan bersamaan dengan imunisasi akan menyebabkan peningkatan titer antibodi
yang spesifik dan tampaknya tetap berada dalam nilai yang cukup tinggi. Bila antibodi yang ditujukan terhadap bibit
penyakit dan bukan sekedar antigen asing yang tidak berbahaya, niscaya dapatlah diharapkan adanya perlindungan
terhadap bibit penyakit yang bersangkutan untuk jangka yang tidak terlalu singkat. Karena itu usaha massal
pemberian vitamin A dan imunisasi secara berkala terhadap anak-anal prasekolah seharusnya tidak dilihat sebagai
dua kegiatan terpisah. Keduanya haruslah dipandang dalam suatu kesatuan yang utuh, yaitu meningkatkan daya
tahan tubuh dan erlindungan terhadap anak Indonesia sehingga mereka dapat tumbuh, berkembang dan berangkat
dewasa dalam keadaan yang sebaik-baiknya.

e. Status Imunisasi
Bayi dan balita yang pernah terserang campak dan selamat akan mendapat kekebalan alami terhadap pneumonia
sebagai komplikasi campak. Sebagian besar kematian ISPA berasal dari jenis ISPA yang berkembang dari penyakit
yang dapat dicegah dengan imunisasi seperti difteri, pertusis, campak, maka peningkatan cakupan imunisasi akan
berperan besar dalam upaya pemberantasan ISPA. Untuk mengurangi faktor yang meningkatkan mortalitas ISPA,
diupayakan imunisasi lengkap. Bayi dan balita yang mempunyai status imunisasi lengkap bila menderita ISPA dapat
diharapkan perkenbangan penyakitnya tidak akan menjadi lebih berat.
Cara yang terbukti paling efektif saat ini adalah dengan pemberian imunisasi campak dan pertusis (DPT). Dengan
imunisasi campak yang efektif sekitar 11% kematian pneumonia balita dapat dicegah dan dengan imunisasi pertusis
(DPT) 6% lematian pneumonia dapat dicegah.

3. Faktor perilaku
Faktor perilaku dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit ISPA pada bayi dan balita dalam hal ini adalah praktek
penanganan ISPA di keluarga baik yang dilakukan oleh ibu ataupun anggota keluarga lainnya. Keluarga merupakan unit
terkecil dari masyarakat yang berkumpul dan tinggal dalam suatu rumah tangga, satu dengan lainnya saling tergantung
dan berinteraksi. Bila salah satu atau beberapa anggota keluarga mempunyai masalah kesehatan, maka akan
berpengaruh terhadap anggota keluarga lainnya.
Peran aktif keluarga/masyarakat dalam menangani ISPA sangat penting karena penyakit ISPA merupakan penyakit
yang ada sehari-hari di dalam masyarakat atau keluarga. Penyakit ini banyak menyerang balita, keluarga perlu
mengetahui serta mengamati tanda keluhan dini pneumonia dan kapan mencari pertolongan dan rujukan pada sistem
pelayanan kesehatan agar penyakit anak balitanya tidak menjadi lebih berat.
Bronkopneumonia
PENDAHULUAN
Pneumonia merupakan penyakit yang sering terjadi dan setiap tahunnya menyerang sekitar 1% dari seluruh penduduk
Amerika. Meskipun telah ada kemajuan dalam bidang antibiotik, pneumonia tetap merupakan penyebab kematian terbanyak
keenam di Amerika Serikat. Munculnya organisme nosokomial (didapat dari rumah sakit) yang resisten terhadap antibiotik,
ditemukannya organisme-oeganisme yang baru (seperti Legionella), bertambahnya jumlah pejamu yang lemah daya tahan
tubuhnya dan adanya penyakit seperti AIDS semakin memperluas spektrum dan derajat kemungkinan penyebab-penyebab
pneumonia, dan ini juga menjelaskan mengapa pneumonia masih merupakan masalah kesehatan yang mencolok. Bayi dan
anak kecil lebih rentan terhadap penyakit ini karena respon imunitas mereka masih belum berkembang dengan baik.
Pneumonia seringkali merupakan hal yang terakhir terjadi pada orang tua dan orang yang lemah akibat penyakit kronik
tertentu. Pasien peminum alkohol, pasca bedah, dan penderita penyakit pernafasan kronik atau infeksi virus juga mudah
terserang penyakit ini.
1

Pneumonia adalah radang parenkim paru. Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi
ada sejumlah penyebab noninfeksi yang kadang-kadang perlu dipertimbangkan. Pneumonia digolongkan atas dasar anatomi
seperti pneumonia lobaris, pneumonia lobularis (bronkopneumonia) dan pneumonia interstitialis (bronkiolitis). Tetapi,
klasifikasi pneumonia infeksius atas dasar etiologi dugaan atau yang terbukti secara diagnostik atau terapeutik lebih
relevan.
2,3,7

Pnemonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Terjadinya pnemonia pada anak
seringkali bersamaan dengan proses infeksi akut pada bronkus (biasa disebut bronchopneumonia).
4

Bronkopneumonia adalah peradangan paru, biasanya dimulai di bronkioli terminalis. Bronkopneumonia adalah
nama yang diberikan untuk sebuah inflamasi paru-paru yang biasanya dimulai di bronkiolus terminalis. Bronkiolus
terminalis menjadi tersumbat dengan eksudat mukopurulen membentuk bercak-bercak konsolidasi di lobulus yang
bersebelahan. Penyakit ini seringnya bersifat sekunder, mengikuti infeksi dari saluran nafas atas, demam pada infeksi
spesifik dan penyakit yang melemahkan sistem pertahanan tubuh. Pada bayi dan orang-orang yang lemah, Pneumonia dapat
muncul sebagai infeksi primer.
5,6


DEFINISI
Pneumonia bronkopneumonia, pneumonia yang ditandai bercak-bercak infeksi pada berbagai tempat di paru. Bisa kanan
maupun kiri yang disebabkan virus atau bakteri dan sering terjadi pada bayi atau orang tua.
8


EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) sejak 1986 sampai era 2000 an hampir 80 sampai 90 persen
kematian balita akibat serangan ISPA dan pnemonia.

Angka kejadian tertinggi ditemukan pada usia kurang dari 4 tahun dan
mengurang dengan meningkatnya umur. Pneumonia lobaris hampir selalu disebabkan oleh Pneumococcus, ditemukan pada
orang dewasa dan anak besar, sedangkan Bronkopneumonia lebih sering dijumpai pada anak kecil dan bayi.
3

Pneumonia merupakan penyakit yang sering terjadi dan setiap tahunnya menyerang sekitar 1% penduduk amerika.
Meskipun telah ada kemajuan dalam bidang antibiotik, pneumonia tetap sebagai penyebab terbanyak dari kematian di
Amerika.
1


ETIOLOGI
Penyebab bronkopneumonia yang biasa dijumpai adalah faktor infeksi (tersering) :
- Bakteri : Pneumokokus, Streptokokus, Stafilokokus, Hemofilus influenza, Mycobacterium tuberculosa.
- Virus : Respiratory Synctitial Virus, Adenovirus, Cytomegalo virus, Virus infuenza B.
- Jamur : Histoplasmosis, Candida albicans, Aspergillus species dll.
4


KLASIFIKASI
Menurut buku Pneumonia Komuniti, Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia yang dikeluarkan Perhimpunan
Dokter Paru Indonesia, 2003 menyebutkan tiga klasifikasi pneumonia.
1. Berdasarkan klinis dan epidemiologis:
1. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia).
2. Pneumonia nosokomial, (hospital-acquired pneumonia/nosocomial pneumonia).
3. Pneumonia aspirasi.
4. Pneumonia pada penderita immunocompromised.

2. Berdasarkan bakteri penyebab:
1. Pneumonia bakteri/tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang
seseorang yang peka, misalnya klebsiella pada penderita alkoholik, staphyllococcus pada penderita pasca
infeksi influenza. Pneumonia Atipikal disebabkan mycoplasma, legionella, dan chalamydia.
2. Pneumonia virus.
3. Pneumonia jamur, sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada penderita dengan daya
tahan lemah (immunocompromised).

3. Berdasarkan predileksi infeksi:
1. Pneumonia lobaris, pneumonia yang terjadi pada satu lobus (percabangan besar dari pohon bronkus) baik
kanan maupun kiri.
2. Pneumonia bronkopneumonia, pneumonia yang ditandai bercak-bercak infeksi pada berbagai tempat di
paru. Bisa kanan maupun kiri yang disebabkan virus atau bakteri dan sering terjadi pada bayi atau orang tua.
3. Pneumonia interstisial.

PATOGENESIS
Pneumococcus masuk ke dalam paru melalui jalan pernafasan secara percikan (droplet). Pneumokokus umumnya mencapai
alveoli lewat percikan mukus atau saliva. Lobus bagian bawah paru paling sering terkena efek gravitasi.
1,3

Agen-agen mikroba yang menyebabkan Pneumonia memiliki 3 bentuk transisi primer :
1. Aspirasi sekret yang berisi mikroorganisme patogen yang telah berkolonisasi pada orofaring
2. Inhalasi aerosol yang infeksius
3. Penyebaran hematogen dari bagian ekstrapulmonal
Aspirasi dan inhalasi agen-agen infeksius adalah dua cara tersering yang menyebabkan pneumonia, sementara
penyebaran cara hematogen lebih jarang terjadi. Akibatnya, faktor-faktor predisposisi termasuk juga berbagai defisiensi
mekanisme pertahanan sistem pernafasan. Kolonisasi basilus gram negatif telah menjadi subjek penelitian akhir-akhir ini.
1

Mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien untuk mencegah infeksi yang terdiri dari :
1. Susunan anatomis rongga hidung
2. Jaringan limfoid di nasofaring
3. Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan sekret lain yang dikeluarkan oleh sel epitel
tersebut
4. Refleks batuk
5. Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi
6. Drainase sistem limfatis dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional
7. Fagositosis aksi limfosit dan respon imunohumoral terutama Ig A
8. Sekresi enzim-enzim dari sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial yang bekerja sebagai anti mikroba yang non
spesifik.
Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan
radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya.
3

Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli mementuk suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu:
1,3,7


A. Stadium I (4 12 jam pertama/kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini
ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan
mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator
tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen
bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas
kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstitium sehingga terjadi
pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak
yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.

B. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh
penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan
leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara
alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak. Stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu
selama 48 jam.

C. Stadium III (3 8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini
endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.
Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah
menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.



D. Stadium IV (7 12 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis
dan diabsorbsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.

GAMBARAN KLINIS
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara
mendadak sampai 3940C dan mungkin disertai kejang karena demam yag tinggi. Anak sangat gelisah, dispnu, pernafasan
cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak
dijumpai di awal penyakit, anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari, dimana pada awalnya berupa batuk kering
kemudian menjadi produktif.
Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung pada luasnya daerah yang terkena. Pada perkusi toraks sering
tidak dijumpai adanya kelainan. Pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronki basah gelembung halus sampai sedang.
Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu (konfluens) mungkin pada perkusi terdengar suara yang meredup dan suara
pernafasan pada auskultasi terdengar mengeras. Pada stadium resolusi ronki dapat terdengar lagi. Tanpa pengobatan
biasanya proses penyembuhan dapat terjadi antara 2-3 minggu.
3


PEMERIKSAAN LABORATORIUM
1. Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000 40.000 / mm
3
dengan pergeseran ke kiri. Jumlah
leukosit yang tidak meningkat berhubungan dengan infeksi virus atau mycoplasma.
2. Nilai Hb biasanya tetap normal atau sedikit menurun.
3. Peningkatan LED.
4. Kultur dahak dapat positif pada 20 50 % penderita yang tidak diobati. Selain kultur dahak, biakan juga dapat
diambil dengan cara hapusan tenggorok (throat swab).
5. Analisa gas darah (AGDA) menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia. Pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis
meyabolik.
3,7


DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang sesuai dengan gejala dan tanda yang
diuraikan sebelumnya disertai pemeriksaan penunjang. Pada bronkopneumonia, bercak-bercak infiltrat didapati pada satu
atau beberapa lobus. Foto rontgen dapat juga menunjukkan adanya komplikasi seperti pleuritis, atelektasis, abses paru,
pneumotoraks atau perikarditis. Gambaran ke arah sel polimorfonuklear juga dapat dijumpai.
Diagnosis etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi serologi, karena pemeriksaan mikrobiologi tidak mudah
dilakukan dan bila dapat dilakukan kuman penyebab tidak selalu dapat ditemukan. Oleh karena itu WHO mengajukan
pedoman diagnosa dan tata laksana yang lebih sederhana. Berdasarkan pedoman tersebut pneumonia dibedakan
berdasarkan:
Pneumonia sangat berat :
bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup minum, maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi
antibiotika.

Pneumonia berat :
bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup minum, maka anak harus dirawat di rumah sakit dan
diberi antibiotika.

Pneumonia :
bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang cepat :
- > 60 x/menit pada anak usia < 2 bulan
- > 50 x/menit pada anak usia 2 bulan 1 tahun
- > 40 x/menit pada anak usia 1 5 tahun

Bukan Pneumonia :
hanya batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti diatas, tidak perlu dirawat dan tidak perlu diberi antibiotika.
3,4


DIAGNOSA BANDING
1. Bronkiolitis
2. TB Paru

PENATALAKSANAAN
Sebaiknya pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tetapi hal ini tidak dapat selalu dilakukan dan
memakan waktu yang cukup lama, maka dalam praktek diberikan pengobatan polifragmasi seperti penisilin diambah dengan
kloramfenikol atau diberi antibiotik yang mempunyai spektrum luas seperti ampicillin. Pengobatan diteruskan sampai anak
bebas demam selama 4 5 hari.
3

Pengobatan dan penatalaksaannya meliputi :
3,7

Bed rest
Anak dengan sesak nafas memerlukan cairan inta vena dan oksigen (1 2 l/mnt). Jenis cairan yang digunakan
adalah campuran Glukosa 5% dan NaCl 0,9% ditambah larutan KCl 10 mEq/500 ml botol infus.
Jumlah cairan disesuaikan dengan berat badan dan kenaikan suhu.
Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit
Pemberian antibiotik sesuai biakan atau berikan :
Untuk kasus pneumonia community base :
- Ampisilin 100 mg/kgBB/hari dalam 4 kali pemberian
- Kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari dalam 4 kali pemberian
Untuk kasus pneumonia hospital base :
- Sefotaksim 100 mg/kgBB/hari dalam 2 kali pemberian
- Amikasin 10-15 mg/kgBB/hari dalam 2 kali pemberian
Antipiretik : paracetamol 10-15 mg/kgBB/x beri
Mukolitik : Ambroxol 1,2-1,6 mg/kgBB/2 dosis/oral
Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai makanan enteral bertahap melalui selang nasogastrik dengan feeding
drip. Jika sesaknya berat maka pasien harus dipuasakan.

Tabel pemilihan antibiotika berdasarkan etiologi :
3

Mikroorganisme Antibiotik
Streptokokus dan StafilokokusM.


Penicilin G 50.000-100.000 unit/hari IV
atauPenicilin Prokain 6.000.000 unit/hari IM atau
Ampicilin 100-200 mg/kgBB/hari atau
Ceftriakson 75-200 mg/kgBB/hari
Pneumonia

Eritromisin 15 mg/kgBB/hari
H. Influenza

Kloramfenikol 50-100 mg/kgBB/hari

Klebsiella dan P. Aeruginosa Sefalosporin

KOMPLIKASI
Dengan penggunaan antibiotika, komplikasi hampir tidak pernah dijumpai. Komplikasi yang dapat dijumpai adalah
empyema dan otitis media akut. Komplikasi lain seperti meningitis, perikarditis, osteomielitis, peritonitis lebih jarang
dilihat.
3


PROGNOSIS
Dengan pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat maka mortalitas dapat diturunkan sampai kurang dari 1%. Mortalitas
bisa lebih tinggi didapatkan pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi protein dan yang datang terlambat untuk
pengobatan.
3


















Askep Bronchopneumonia
A. PENGERTIAN
Bronchopneumonia adalah radang pada paru-paru yang mempunyai penyebaran berbercak, teratur dalam satu area atau lebih
yang berlokasi di dalam bronki dan meluas ke parenkim paru (Brunner dan Suddarth, 2001).
Bronchopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan
adanya bercak-bercak Infiltrat (Whalley and Wong, 1996).
Bronchopneumina adalah frekwensi komplikasi pulmonary, batuk produktif yang lama, tanda dan gejalanya biasanya suhu
meningkat, nadi meningkat, pernapasan meningkat (Suzanne G. Bare, 1993).
Bronchopneumonia disebut juga pneumoni lobularis, yaitu radang paru-paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan
benda-benda asing (Sylvia Anderson, 1994).
Dari beberapa penngertian tersebut dapat disimpulkan,Bronkopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau
beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat yang disebabkan oleh bakteri,virus dan jamur
dan benda asing
C. ETIOLOGI
Pada umumnya tubuh terserang Bronchopneumonia karena disebabkan oleh penurunan mekanisme pertahanan tubuh
terhadap virulensi organisme patogen.Penyebab Bronchopneumonia yang biasa ditemukan adalah:

1. Bakteri : Diplococus Pneumonia, Pneumococcus, Stretococcus Hemoliticus Aureus, Haemophilus Influenza, Basilus
Friendlander (Klebsial Pneumoni), Mycobacterium Tuberculosis.

2. Virus : Respiratory syntical virus, virus influenza, virus sitomegalik.

3. Jamur : Citoplasma Capsulatum, Criptococcus Nepromas, Blastomices Dermatides, Aspergillus Sp, Candinda Albicans,
Mycoplasma Pneumonia. Aspirasi benda asing.

4. Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya Bronchopnemonia adalah

a) Faktor predisposisi
-usia /umur
-genetik

b) Faktor pencetus
-gizi buruk/kurang
-berat badan lahir rendah (BBLR)
-tidak mendapatkan ASI yang memadai
-imunisasi yang tidak lengkap
-polusi udara
-kepadatan tempat tinggal

E. MANIFESTASI KLINIK
Biasanya didahului infeksi traktus respiratoris atas
Demam (390 400C) kadang-kadang disertai kejang karena demam yang tinggi
Anak sangat gelisah,dan adanya nyeri dada yang terasa ditusuk-tusuk, yang dicetuskan oleh bernapas dan batuk
Pernapasan cepat dan dangkal disertai pernapasan cuping hidung dan sianosis sekitar hidung dan mulut.
Kadang-kadang disertai muntah dan diare
Adanya bunyi tambahan pernapasan seperti ronchi, whezing.
Rasa lelah akibat reaksi peradangan dan hipoksia apabila infeksinya serius.
Ventilasi mungkin berkurang akibat penimbunan mokus yang menyebabkan atelektasis absorbsi.

F. KOMPLIKASI
1. Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps paru merupakan akibat kurangnya
mobilisasi atau refleks batuk hilang.
2. Empisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga pleura terdapat di satu tempat atau
seluruh rongga pleura.
3. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.
4. Infeksi sistemik
5. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.
6. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.



G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan radiologi yaitu pada foto thoraks, konsolidasi satu atau beberapa lobus yang berbercak-bercak infiltrat
Pemeriksaan laboratorium didapati lekositosit antara 15000 sampai 40000 /mm3.
Hitung sel darah putih biasanya meningkat kecuali apabila pasien mengalami imunodefiensi.
Pemeriksaan AGD (analisa gas darah), untuk mengetahui status kardiopulmoner yang berhubungan dengan oksigen.
Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah : diambil dengan biopsi jarum, untuk mengetahui mikroorganisme
penyebab dan obat yang cocok untuk menanganinya.

H. PENATALAKSANAA
A. Farmakologi
Pemberian antibiotik misalnya penisilin G, streptomisin, ampicillin, gentamisin.
Pemilihan jenis antibiotik didasarkan atas umur, keadaan umum penderita, dan dugaan kuman penyebab:
1. Umur 3 bulan-5 tahun,bila toksis disebabkan oleh streptokokus pneumonia, Hemofilus influenza atau
stafilokokus.Pada umumnya tidak diketahui penyebabnya, maka secara praktis dipakai :
Kombinasi : penisilin prokain 50.000-100.000 KI/kg/24 jam IM, 1-2 kali sehari dan Kloramfenikol 50-100
mg/kg/24 jam IV/oral, 4 kali sehari. Atau kombinasi Ampisilin 50-100 mg/kg/24 jam IM/IV, 4 kali sehari dan
Kloksasilin 50 mg/kg/24 jam IM/IV, 4 kali sehari atau kombinasi Eritromisin 50 mg/kg/24 jam, oral 4 kali
sehari dan Kloramfenikol (dosis sama dengan diatas).

2. Anak anak < 5 tahun, yang non toksis, biasanya disebabkan oleh : Streptokokus pneumonia: o Penisilin
prokain IM atau o Fenoksimetilpenisilin 25.000-50.000 KI/24 jam oral, 4 kali sehari o Eritromisin atau o
Kotrimoksazol 6/30 mg/kg/24 jam, oral 2 kali sehari. o Oksigen 1-2 L/menit. IVFD dekstrose 5 % NaCl
0,225% 350cc / 24 jam ASI/PASI 8 x 20cc per sonde B.

B. Non farmakologi
1. Istirahat, umumnya penderita tidak perlu dirawat, cukup istirahat dirumah.
2. Simptomatik terhadap batuk.
3. Batuk yang produktif jangan ditekan dengan antitusif
4. Bila terdapat obstruksi jalan napas, dan lendir serta ada febris, diberikan broncodilator.
5. Pemberian oksigen umumnya tidak diperlukan, kecuali untuk kasus berat. Antibiotik yang paling baik adalah
antibiotik yang sesuai dengan penyebabnya.

I. PENCEGAHAN
Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan penderita atau mengobati secara dini
penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya bronkopneumonia ini. Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan
adalah dengan meningkatkan daya tahan tubuh kita terhadap berbagai penyakit saluran nafas seperti : cara hidup sehat,
makan makanan bergizi dan teratur ,menjaga kebersihan ,beristirahat yang cukup, rajin berolahraga, dll. Melakukan
vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi antara lain: 1. Vaksinasi Pneumokokus 2. Vaksinasi
H. Influenza 3. Vaksinasi Varisela yang dianjurkan pada anak dengan daya tahan tubuh rendah 4. Vaksin influenza yang
diberikan pada anak sebelum anak sakit.

DAFTAR PUSTAKA

Somantri, Irman. 2008. Asuhan keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta : Salemba medika
Doenges. E. Marylin. 1992.Nursing Care Plan. Jakarta: EGC
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fak. Kedokteran Universitas Indonesia. 1985. Ilmu Kesehatan Anak 3. Jakarta
Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
http://teguhsubianto.blogspot.com/2009/08/asuhan-keperawatan-bronchopneumonia.html
http://khaidirmuhaj.blogspot.com/2009/03/askep-bronchopneumonia.html
www.total-health-care.com







PRESENTASI KASUS


I. IDENTITAS
Nama : An. I
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 6,5 tahun
Berat badan : 18 kg
Tinggi badan : 110 cm
Pendidikan : SD
No RM :

II. ANAMNESIS
Tanggal 7 Mei 2009
Keluhan utama : Panas, Batuk dan Sesak
- Riwayat penyakit sekarang : Panas sejak 3 hari, pada malam dan siang hari badan panas, tapi pada pagi hari panas
turun, panas timbul perlahan lahan, os juga batuk sejak 3 hari, batuk kadang kering kadang berdahak, dahak agak
kental, batuk dirasakan pada malam, siang dan pagi, sesek juga dirasakan sudah 1 hari, demam timbul mendadak,
menggigil (-), mengigau (-), kejang (-), berkeringat (-), mimisan (-), pusing (-), Nyeri saat BAB dan BAK (-), BAB
dan BAK lancar/normal, BAB warna kuning, Makan/Minum Mau, Kulit tidak Ada Kemerahan. Pilek (-), BAK
warna bening, muntah (-), mual (-), nyeri perut (-)
- Riwayat penyakit dahulu : os sudah menderita penyakit seperti sejak 2 tahun yang lalu, sering kambuh-
kambuhan dan pernah di bawa ke puskesmas, riwayat alergi dingin (-), alergi obat (-).
- Riwayat penyakit keluarga : Paman juga menderita penyakit serupa, riwayat alergi (-).
- Riwayat kehamilan : tidak pernah ada masalah kehamilan, ANC teratur di bidan, konsumsi obat-obatan
saat kehamilan (-)
- Riwayat persalinan : lahir spontan dengan bidan, 9 bulan, berat badan lahir 3,1 kg
- Riwayat imunisasi : lengkap
- Riwayat makanan : susu formula sampai sekarang, ASI (-)
Bubur susu mulai usia 3 bulan, 3x sehari @ bungkus
Bubur tim mulai usia 6 bulan, 3x sehari @ 1 mangkok kecil
Saat ini makan nasi teratur 3x sehari @ 1 piring.
- Riwayat tumbuh kembang : usia + 13 bulan mulai belajar berjalan, sesuai dengan usia

III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : compos mentis
Status gizi : Baik
Vital sign : N : 120 x/menit
R : 32 x/menit S : 37, 7
0
C
Leher : limfonodi tidak teraba
Kulit : turgor baik, UKK tidak ada
Thorax : simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi (+)
Jantung : S1-S2 reguler, bising (-)
Paru : Ronkhi basah halus (+), wheezing (-)
Abdomen : meteorismus (-), timpani, bunyi usus normal, nyeri tekan (-), Hepar, lien tidak membesar
Ekstremitas : akral hangat, perfusi baik
Kepala : mata : Conjuntiva Anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-), mata cekung (-)
Hidung : sekret (+), nafas cuping hidung (+)
Telinga : sekret (-)
Mulut : bibir kering (-), faring hiperemis (+), lidah kotor (-)

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah rutin:
AL : 19,9 x 10
3
/L
AE : 4,7 x 10
6
/L
Hb : 13,3 g/dL
Ht : 38,7 %
MCV : 81,6 fL
MCH : 28,0 pg
MCHC : 34,3 g/dL
AT : 352 x 10
3
/L
Tes widal:
TY. O : - TY. H : -
P TY A-O : 1/80 P TY A-H : -
P TY B-O : 1/80 P TY B-H : -
P TY C-O : - P TY C-H : 1/80
Rontgen Thorax: Bronkopneumoni

VI. DIAGNOSIS
Bronkopneumoni

DD : Batuk dan Sesak
Bronkhitis
ISPA
Asma
PKTB
Bronkiolitis

DD : Obs. Febris
Typhoid Fever
DF
DHF
Malaria
ISK
Meningitis
Ensefalitis

VII. SIKAP
- monitor KU, VS
- Inj. Ceftriaxone 2 x 400 gr
- infus D5% 12 tpm
- Dexamethasone IV 3 x 0,4 ml
- O
2
2 L/mnt
- Ambroxol tab
Pulv 3 x 1
- Paracetamol 200 mg
- Diet TKTP

LATAR BELAKANG
Pneumonia adalah suatu sindrom yang disebabkan oleh infeksi akut, biasanya disebabkan oleh bakteri yang
mengakibatkan adanya konsolidasi sebagian dari salah satu atau kedua paru.
(1)
Bronkopneumonia sebagai penyakit yang
menimbulkan gangguan pada sistem pernafasan, merupakan salah satu bentuk pneumonia yang terletak pada alveoli paru.
(2)

Bronkopneumonia lebih sering menyerang bayi dan anak kecil. Hal ini dikarenakan respon imunitas mereka masih belum
berkembang dengan baik. Tercatat bakteri sebagai penyebab tersering bronkopneumonia pada bayi dan anak adalah
Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus influenzae.
(3)

Anak dengan daya tahan terganggu akan menderita bronkopneumonia berulang atau bahkan bisa anak tersebut tidak
mampu mengatasi penyakit ini dengan sempurna. Selain faktor imunitas, faktor iatrogen juga memacu timbulnya penyakit
ini, misalnya trauma pada paru, anestesia, pengobatan dengan antibiotika yang tidak sempurna.
(4)

Penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan yang mencolok walaupun ada berbagai kemajuan dalam bidang
antibiotik. Hal di atas disebabkan oleh munculnya organisme nosokomial (didapat dari rumah sakit) yang resisten terhadap
antibiotik. Adanya organisme-organisme baru dan penyakit seperti AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) yang
semakin memperluas spektrum dan derajat kemungkinan terjadinya bronkopneumonia ini.
(2)








BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Bronkopneumonia adalah peradangan pada paru dimana proses peradangannya ini menyebar membentuk bercak-bercak
infiltrat yang berlokasi di alveoli paru dan dapat pula melibatkan bronkiolus terminal.
(2,5)


B. Etiologi
Bronkopneumonia lebih sering ditimbulkan oleh invasi bakteri. Bakteri-bakteri ini menginvasi paru melalui 2 jalur, yaitu
dengan :
1. Inhalasi melalui jalur trakeobronkial.
2. Sistemik melalui arteri-arteri pulmoner dan bronkial.
(6)

Bakteri-bakteri yang sering menyebabkan ataupun didapatkan pada kasus bronkopneumonia adalah :
1. Bakteri gram positif
a. Pneumococcus
b. Staphylococcus aureus
c. Streptococcus hemolyticus
2. Bakteri gram negatif
a. Haemophilus influenzae
b. Klebsiella pneumoniae

C. Bakteri Gram Positif
1. Pneumococcus
Merupakan bakteri patogen yang paling sering ditemukan yang bertanggung jawab atas lebih dari 90% kasus
bronkopneumonia pada masa kanak-kanak.
(7)
Pneumococcus jarang yang menyebabkan infeksi primer, biasanya
menimbulkan peradangan pada paru setelah adanya infeksi atau kerusakan oleh virus atau zat kimia pada saluran
pernafasan.
(8)

Angka kejadiannya meningkat atau paling sering terjadi pada akhir musim dingin dan awal musim semi. Insidens tertinggi
pada masa kanak-kanak usia 4 tahun pertama kehidupan. Hal ini mungkin disebabkan oleh penyebarannya yang cenderung
meningkat di dalam suatu populasi yang relatif tertutup (seperti taman kanak-kanak, rumah penitipan anak).
(7)

? Patofisiologi
Organisme ini teraspirasi ke bagian tepi paru dari saluran nafas bagian atas atau nasofaring. Awalnya terjadi edema reaktif
yang mendukung multiplikasi organisme-organisme ini serta penyebarannya ke bagian paru lain yang berdekatan.
(7)

Umumnya bakteri ini mencapai alveoli melalui percikan mukus atau saliva dan tersering mengenai lobus bagian bawah paru
karena adanya efek gravitasi. Organisme ini setelah mencapai alveoli akan menimbulkan respon yang khas yang terdiri dari
4 tahap yang berurutan, yaitu :
1) Kongesti (4 s/d 12 jam pertama)
Eksudat serosa masuk ke dalam alveoli melalui pembuluh darah yang berdilatasi dan bocor.
2) Hepatisasi merah (48 jam berikutnya)
Paru-paru tampak merah dan bergranula karena sel-sel darah merah, fibrin dan lekosit polimorfonuklear mengisi alveoli.
3) Hepatisasi kelabu (3 s/d 8 hari)
Paru-paru tampak kelabu karena lekosit dan fibrin mengalami konsolidasi di dalam alveoli yang terserang.
4) Resolusi (7 s/d 11 hari)
Eksudat mengalami lisis dan direabsorpsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali pada strukturnya semula.
(2,4,7)

Bercak-bercak infiltrat yang terbentuk adalah bercak-bercak yang difus, mengikuti pembagian dan penyebaran bronkus dan
ditandai dengan adanya daerah-daerah konsolidasi terbatas yang mengelilingi saluran-saluran nafas yang lebih kecil.
(2,4)

? Gambaran Klinis
Biasanya didahului dengan adanya infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa hari. Pada bayi bisa disertai dengan
hidung tersumbat, rewel serta nafsu makan yang menurun. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39
o
C atau lebih. Anak
sangat gelisah, dispnu. Kesukaran bernafas yang disertai adanya sianosis di sekitar mulut dan hidung. Tanda kesukaran
bernafas ini dapat berupa bentuk nafas berbunyi (ronki dan friction rub di atas jaringan yang terserang), pernafasan cuping
hidung, retraksi-retraksi pada daerah supraklavikuler, interkostal dan subkostal. Pada awalnya batuk jarang ditemukan, tapi
dapat dijumpai pada perjalanan penyakit lebih lanjut serta sputum yang berwarna seperti karat. Lebih lanjut lagi bisa terjadi
efusi pleura dan empiema, sehingga perlu dilakukan torasentesis sesegera mungkin.
(4,7,8)

Hasil pemeriksaan fisik tergantung dari luas daerah yang terkena. Pada perkusi bisa ditemukan adanya suara redup yang
terlokalisasi. Pada auskultasi mungkin ditemukan adanya ronki basah halus ataupun adanya suara-suara pernafasan yang
melemah. Tanpa pengobatan biasanya penyembuhan dapat terjadi sesudah 2 3 minggu.
(4,7)

? Diagnosis
Biasanya jumlah lekosit meningkat mencapai 15.000 40.000/mmk dengan jumlah sel polimorfonuklear terbanyak,
sedangkan bila didapatkan jumlah lekosit kurang dari 5.000/mmk sering berhubungan dengan prognose penyakit yang
buruk. Nilai hemoglobin bisa normal atau sedikit menurun.
Pemeriksaan sputum harus didapatkan dari sekresi batuk dalam dan aspirasi trakea yang dilakukan dengan hati-hati. Jenis
pemeriksaan berupa pemeriksaan makroskopik, mikroskopik dan biakan. Selain itu biakan juga bisa didapatkan dari darah
atau dari cairan pleura yang didapatkan dengan melakukan torasentesis.
(7,8)

Gambaran radiologis dapat berupa adanya bercak-bercak infiltrat pada 1 atau beberapa kasus. Sangat penting untuk
mendapatkan gambaran radiologis dari resolusi sempurna, 3 4 minggu setelah semua gejala menghilang. Apabila respon
klinis yang diberikan penderita lambat, maka terdapat indikasi untuk membuat serangkaian rntgenogram.
(4,7)

? Penatalaksanaan
Penisilin merupakan terapi yang spesifik karena kebanyakan pneumococcus sangat peka terhadap obat tersebut. Pada bayi
dan anak-anak, pengobatan awal dimulai dengan pemberian penisilin G dengan dosis 50.000 unit/kgBB/hari secara
intramuskular tanpa penyulit. Terapi ini dilanjutkan sampai 10 hari atau paling tidak sampai 2 hari setelah suhu badan pasien
normal. Bila didapatkan penderita alergi penisilin maka diberikan sefalosporin dengan dosis 50 mg/kgBB/hari.
Asupan cairan per oral secara bebas dan pemberian aspirin untuk mengatasi demam tinggi, merupakan tambahan utama
untuk pengobatan penyakit ini. Pemberian oksigen segera untuk penderita dengan kesukaran bernafas sebelum menjadi
sianosis. Indikasi pemberian vaksin polivalen pneumococcus polisakarida bermanfaat pada populasi penderita tertentu,
misalnya penderita dengan anemia sel sabit.
(4,7,8)

? Prognosis
Dengan pemberian antibiotika yang memadai dan dimulai secara dini pada perjalanan penyakit tersebut, maka mortalitas
bronkopneumonia akibat bakteri pneumococcus selama masa bayi dan masa kanak-kanak sekarang menjadi kurang dari 1%
dan selanjutnya morbiditas yang berlangsung lama juga menjadi rendah.
(7)


2. Staphylococcus aureus
Infeksi yang disebabkan oleh organisme ini merupakan infeksi berat yang cepat menjadi progresif dan resisten terhadap
pengobatan, serta bila tidak segera diobati dengan semestinya akan berhubungan dengan kesakitan yang berkepanjangan dan
mempunyai angka mortalitas tinggi. Penyakit bronkopneumonia akibat organisme ini jarang ditemukan.
Sepeti pada infeksi pneumococcus, infeksi staphylococcus ini sering didahului dengan infeksi virus pada saluran pernafasan
bagian atas. Pada umumnya terjadi pada setiap umur, 30% dari semua penderita berumur di bawah 3 bulan dan 70%
berumur di bawah 1 tahun. Epidemi penyakit ini terjadi di dalam ruang perawatan bayi, biasanya berhubungan dengan
strain-strain organisme patologis spesifik, yang biasanya resisten terhadap berbagai antibiotika. Bayi akan memperlihatkan
penyakit dalam beberapa hari setelah dikolonisasi atau setelah beberapa minggu kemudian. Infeksi virus pada saluran
pernafasan memegang peranan penting dalam memajukan penyebaran staphylococcus, di antara bayi-bayi dan dalam
mengubah kolonisasi menjadi penyakit.
(7)

? Patofisiologi
Staphylococcus menghasilkan bermacam-macam toksin dan enzim misalnya hemolisin, lekosidin, stafilokinase dan
koagulase. Koagulase akan mengadakan interaksi dengan suatu faktor plasma untuk menghasilkan suatu zat aktif yang
mengubah fibrinogen menjadi fibrin dan selanjutnya menyebabkan pembentukan koagulan.
Bronkopneumonia akibat organisme ini bersifat unilateral atau lebih menonjol pada satu sisi dibandingkan dengan sisi yang
lain. Ditandai dengan daerah-daerah luas yang mengalami nekrosis perdarahan serta daerah-daerah pembentukan rongga-
rongga yang tidak beraturan. Permukaan pleura biasanya diselubungi oleh lapisan eksudat fibropurulen tebal, sehingga
menimbulkan abses yang mengandung koloni staphylococcus, lekosit, eritrosit dan debris nekrosis. Bila abses ini pecah
maka dapat terbentuk trombus-trombus sepsis pada daerah-daerah yang mengalami kerusakan dan peradangan luas.
(7,8)

? Gambaran Klinis
Adanya riwayat lesi-lesi kulit penderita atau anggota keluarga lain yang disebabkan oleh staphylococcus disertai gejala-
gejala infeksi saluran pernafasan bagian atas atau bawah selama beberapa hari sampai 1 minggu. Penderita mengalami
demam bersuhu tinggi, batuk dan tanda kesukaran pernafasan seperti takipneu, suara pernafasan yang menungkat, retraksi
dada dan subkostal, nafas cuping hidung, sianosis dan kecemasan. Pada beberapa penderita dapat mengalami gangguan
saluran cerna yang ditandai dengan muntah-muntah, anoreksia, diare serta distensi abdomen.
Pemeriksaan fisik pada awal perjalanan penyakit, suara-suara pernafasan yang menurun, ronkhi yang tersebar dan suara-
suara pernafasan bronkhial. Bila terjadi efusi atau empiema, pada perkusi didapatkan suara redup serta getaran-getaran suara
yang berkurang pada auskultasi.
(4,7)

? Diagnosis
Didapatkan adanya lekositosis terutama sel-sel polimorfonuklear, sedangkan bila didapatkan lekopeni maka prognosisnya
buruk. Biakan didapatkan dari aspirasi trakea atau sadapan pleura. Pada cairan pleura menunjukkan adanya eksudat dengan
jumlah se-sel polimorfonuklear berkisar dari 300 100.000/mmk, protein di atas 2,5 g/dl dan kadar glukosa rendah yang
relatif sama dengan kadar glukosa dalam darah.
(7)

Gambaran radiologis berupa bercak-bercak dan terbatas dalam perluasannya dan melibatkan seluruh lobus paru.
Perkembangan dari bronkopneumonia menjadi efusi atau empiema sangat mengarahkan petunjuk pada suatu pneumonia
staphylococcus.
(7,8)

? Penatalaksanaan
Terapi pilihan yaitu dengan pemberian methisilin dengan dosis 50 70 mg/kgBB/6 jam secara intravena. Bila dari biakan
didapatkan staphylococcus positif maka methicilin dihentikan, kemudian diberikan penisilin G dengan dosis 25.000
50.000 unit/kgBB/6 jam secara intravena. Cefuroxime diberikan sebagai obat tunggal efektif untuk bronkopneumonia
dengan dosis 75 mg/kgBB/hari.
Selain itu bisa pula dilakukan drainase pus yang terkumpul, pemberian oksigen disertai posisi penderita setengah miring
untuk mengurangi sianosis dan kecemasan. Bila paru sudah mulai mengembang, maka pipa-pipa drainase bisa dilepaskan.
Hal ini dikarenakan pipa-pipa tersebut tidak boleh berada di dalam rongga toraks lebih dari 5 7 hari.
(7)

? Prognosis
Angka kesembuhan penderita mengalami kemajuan besar dengan penatalaksanaan sekarang, angka mortalitas berkisar dari
10 30% dan bervariasi dengan lamanya sakit yang dialami sebelum penderita dirawat, umur penderita, pengobatan yang
memadai serta adanya penyakit yang menyertai. Semua penderita dengan hasil biakan staphylococcus yang positif
sebaiknya harus diuji terhadap kemungkinan fibrosis kistik dan terhadap penyakit defisiensi imunologis.
(7)


3. Streptococcus hemolyticus
Streptococcus grup A paling sering mengakibatkan infeksi traktus respiratorius bagian atas, tapi kadang juga dapat
menimbulkan infeksi ke daerah-daerah lain tubuh termasuk traktus respiratorius bagian bawah. Penyakit ini paling sering
ditemukan pada anak berumur 3 5 tahun dan jarang dijumpai pada bayi-bayi. Penyakit ini sering timbul dengan
dipermudah oleh adanya infeksi-infeksi virus terutama eksantema-eksantema dan influenza epidemis.
(8)

? Patofisiologi
Infeksi traktus respiratorius akibat bakteri ini menimbulkan terjadinya trakeitis, bronkiolitis yang selanjutnya menjadi
bronkopneumonia. Lesi-lesi terjadi pada mukosa trakeobronkial menjadi nekrosis disertai dengan pembentukan ulkus-ulkus
yang tidak beraturan dan adanya sejumlah besar eksudat, edema dan perdarahan yang terisolasi. Proses ini kemudian
menyebar luas ke sekat-sekat antar alveolus dan pembuluh-pembuluh limfonodi, yang selanjutnya secara limfogen
menyebar ke mediastinum dan hilus dan mencapai permukaan pleura dan menjadi pleuritis. Eksudat ini kandungan fibrinnya
lebih sedikit bila dibanding dengan eksudat yang diakibatkan oleh pneumococcus.
(8)

? Gambaran Klinis
Gejala-gejala yang ditimbulkan hampir sama dengan bronkopneumonia oleh pneumococcus. Awalnya terjadi secara tiba-
tiba yang ditandai demam tinggi, menggigil, tanda-tanda kesukaran bernafas serta kadang-kadang adanya kelemahan
badan.
(8)

? Diagnosis
Adanya lekositosis seperti pada kasus pneumococcus. Selain itu ditegakkan dari kenaikan titer antistreptolisin serum. Biakan
bakteri ini positif didapatkan dari hapusan tenggorok, sekresi nasofaring, tapi yang lebih positif lagi ditemukannya bakteri
ini dalam cairan pleura, darah atau dari cairan aspirasi paru.
Pada gambaran radiologis didapatkan bronkopneumonia difus yang disertai efusi pleura yang luas, kaang bisa terlihat suatu
adenopati di daerah hilus paru-paru.
(7,8)

? Penatalaksanaan
Obat pilihan yang diberikan adalah penisilin G dengan dosis 100.000 unit/kgBB/hari. Awal pemberiannya secara parenteral,
kemudian disempurnakan dengan pemberian oral selama 2 3 minggu setelah terlihat adanya kemajuan klinis. Cefuroxime
bisa diberikan sebelum kultur bakteri dilakukan dengan dosis 75 mg/kgBB/hari, ini merupakan terapi yang efektif dan
sebaiknya dilanjutkan selama 10 hari.
Bila pada penderita sudah terjadi empiema, maka harus dilakukan torasentesis untuk tujuan penegakan diagnosa dan
mengeluarkan cairan supaya paru-paru dapat kembali mengembang secara optimal.
(7,8)

? Prognosis
Angka mortalitas dan morbiditas menurun setelah pengobatan dengan antibiotika yang sesuai segera diberikan. Selebihnya
penyebaran penyakit selanjutnya jarang terjadi.
(8)


D. Bakteri Gram Negatif
1. Haemophilus influenzae
Infeksi yang serius akibat bakteri patogen ini lebih banyak ditemukan pada anak-anak dan sangat berhubungan dengan
adanya riwayat meningitis, otitis media, infeksi traktus respiratorius dan epiglotitis. Organisme patogen yang sering
ditemukan adalah Haemophilus influenzae tipe b dan termasuk bakteri gram negatif.
(8)

? Patofisiologi
Penyebaran dari infeksi di tempat lain adalah secara hematogen. Daerah yang terinfeksi memperlihatkan adanya reaksi
peradangan dengan sel-sel lekosit polimorfonuklear ataupun sel-sel limfosit disertai dengan penghancuran sel-sel epitel
bronkiolus secara meluas. Peradangan ini selanjutnya menimbulkan edema yang disertai dengan perdarahan.
(6,7,8)

? Gambaran Klinis
Gejala klinis yang ditimbulkan tidak jauh berbeda dengan gambaran klinis yang diakibatkan oleh pneumococcus. Batuk
hampir selalu dijumpai tapi mungkin tidak produktif. Pada penderita di sini juga dijumpai adanya demam serta tanda
kesukaran bernafas.
Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan suara redup yang terlokalisasi saat perkusi serta adanya suara pernafasan yang
tubuler saat auskultasi.
(6,7,8)

? Diagnosis
Adanya biakan bakteri ini yang memberikan arti positif. Kultur didapatkan dari darah, cairan pleura maupun dari aspirasi
paru yang memperlihatkan adanya lekositosis sedang disertai dengan limfopenia relatif. Selain itu bisa pula dengan
pemeriksaan elektroforesis imunologis berlawanan (counter immunoelectrophoresis) pada sekresi-sekresi trakea, darah, air
kemih dan cairan pleura untuk menegakkan diagnosis lebih dini.
(6,8)

? Penatalaksanaan
Obat antibiotika pilihan adalah kloramfenikol dengan dosis 100 mg/kgBB/hari. Pemberian kloramfenikol ini dikatakan
efektif karena obat sangat aktif mengatasi hasil produksi bakteri ini yaitu berupa beta laktamase dan tidak menimbulkan efek
pada cairan serebrospinal serta memberikan efek bakterisidal yang lebih bagus dibanding dengan ampicillin atau
cefomandole.
? Prognosis
Bila respon awal terhadap pengobatan baik maka diharapkan bakteri penyebab akan melemah dan tidak mampu lagi
menyebar terlalu jauh. Namun apabila terdapat penyakit penyerta seperti bakteremia, empiema maka hal tersebut akan
memperburuk prognosisnya.
(8)


2. Klebsiella pneumoniae
Organisme ini termasuk gram negatif yang ditemukan pada traktus respiratorius dan traktus gastrointestinal pada beberapa
anak sehat. Organisme ini jarang menimbulkan infeksi pada anak-anak. Infeksi akibat Klebsiella pneumoniae ini bisa timbul
sebagai kasus sporadis pada neonatus. Banyak bayi mengandung organisme ini dalam nasofaring mereka tanpa
memperlihatkan adanya tanda-tanda sakit klinis hanya sesekali saja seorang bayi mengalami sakit berat. Bahan-bahan yang
menyebarkan infeksi sehingga menularkan adalah peralatan yang dipakai di dalam ruang pemeliharaan bayi dan alat
pelembab udara sebagai sumber-sumber utama infeksi nosokomial dengan organisme tersebut.
(8)

? Patofisiologi
Infeksi nosokomial yang timbul dari aspirasi orofaringeal. Nakteri ini memasuki alveoli melalui peralatan yang dipakai
dengan kecenderungan merusak dinding alveolar. Daerah yang terinfeksi benar-benar mengalami nekrosis disertai dengan
adanya sejumlah pus yang banyak dan bahkan jaringan setempat sudah fibrosis.
(6)

? Gambaran Klinis
Keadaan pasien akibat infeksi Klebsiella pneumoniae ini adalah kekakuan yang multipel pada onset yang mendadak,
demam, batuk yang produktif, nyeri pleuritis dan kelemahan yang tiba-tiba, serta dapat terjadi hemoptisis.
Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan adanya suara redup saat perkusi dan adanya ronki basah kasar saat auskultasi akibat
banyaknya sekresi pus pada kavitas paru.
(6,8)


? Diagnosis
Ditegakkan dengan pemeriksaan radiologis dengan gambaran adanya infiltrasi pada lobus paru dan pleura-pleura yang
menonjol. Kultur bakteri yang positif didapatkan dari darah, pus di trakea serta hasil aspirasi paru.
? Penatalaksanaan
Penggunaan antibiotik baru berupa sefalosporin generasi ketiga sangat dianjurkan karena obat ini terbukti efektif dalam
melawan bakteri ini. Kanamisin merupakan obat pilihan yang digunakan pada neonatus. dosis yang digunakan 15 20
mg/kgBB/hari secara intramuskuler setiap 8 jam selama minimal 10 14 hari. Terapi yang diperpanjang diindikasikan untuk
penyebaran infeksi pada kavitas paru.
Bila sudah terdapat empiema, drainase perlu dilakukan untuk fungsi pengembangan parunya.
(6,8)

? Prognosis
Adanya penyakit penyerta seperti bakteremia, empiema dan kerusakan parenkim sisa bisa memperburuk keadaan dan
meningkatkan angka kematian.
(8)

? Diet
o Makanan tidak berserat dan mudah dicerna
Setelah demam reda, dapat segera diberikan makanan yang lebih padat dengan kalori cukup





BAB III
KESIMPULAN

1. Bronkopneumonia adalah proses peradangan pada paru membentuk bercak-bercak infiltrat dan berlokasi di alveoli.
2. Bronkopneumonia timbul disebabkan oleh invasi bakteri baik bakteri gram positif maupun bakteri gram negatif.
3. Secara garis besar proses patofisiologi dari masing-masing strain bakteri adalah sama yaitu adanya respon khas setelah
bakteri-bakteri ini mencapai alveoli meliputi 4 tahap yang terdiri dari :
a. Kongesti (4 12 jam pertama)
b. Hepatisasi merah (48 jam berikutnya)
c. Hepatisasi kelabu (3 8 hari)
d. Resolusi (7 11 hari)
4. Gambaran klinis secara umum berupa adanya infeksi traktus respiratorius yang selanjutnya menimbulkan demam
mendadak, adanya tanda kesukaran bernafas, batuk yang dalam perjalanan lanjut menjadi batuk yang produktif. Disertai
dengan adanya pemeriksaan fisik berupa suara redup saat perkusi dan ronki basah halus saat auskultasi.
5. Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya :
a. Lekositosis
b. Kultur bakteri yang positif dari pemeriksaan darah, cairan aspirasi paru.
6. Penatalaksanaan bronkopneumonia secara umum adalah dengan pemberian preparat antibiotika yang efektif sesuai
dengan hasil biakan bakteri.
7. Secara umum pemberian antibiotik secara dini pada kasus bronkopneumonia pada bayi dan anak-anak memberikan
prognosis yang baik.




PEMBAHASAN

Berdasarkan gejala-gejala yang diperoleh dari anamnesa ( Panas sejak 3 hari, pada malam dan siang hari badan
panas, tapi pada pagi hari panas turun, panas timbul perlahan lahan, juga terdapat batuk sejak 3 hari, batuk kadang kering
kadang berdahak, dahak agak kental, batuk dirasakan pada malam, siang dan pagi, serta demam yang timbul mendadak,
sesek juga dirasakan ) dapat dimungkinkan pasien menderita Bronchopneumonia, ini diperjelas dengan hasil Pemeriksaan
Penunjang dari Rontgen Thorak yang didapatkan yaitu adanya gambaran infiltrat dan tidak adanya pembesaran jantung
apalagi hal ini dapat diperjelas dengan adanya pemeriksaan fisik dengan inspeksi yaitu nafas cuping hidung positif (+) yang
mengarah ke bronchopneumonia, Dengan gambaran klinis secara umum berupa adanya infeksi traktus respiratorius yang
selanjutnya menimbulkan demam mendadak, adanya tanda kesukaran bernafas, batuk yang dalam perjalanan lanjut menjadi
batuk yang produktif. Disertai dengan adanya pemeriksaan fisik berupa suara redup saat perkusi dan ronki basah halus saat
auskultasi.
Penatalaksanaan bronkopneumonia secara umum adalah dengan pemberian preparat antibiotika yang efektif sesuai
dengan hasil biakan bakteri.
Untuk pemenuhan cairan diperoleh dari cairan peroral dan parenteral. Kebutuhan perharinya sebanyak 1400 ml/hari.
Dengan pemasukan peroral diperkirakan sebanyak 400 ml, dan sisanya melalui parenteral. Sehingga didapatkan pemeberian
infus sebanyak 12 tetes/menit.





DAFTAR PUSTAKA


1. Soedarmo SS, Garna H, Hadinegoro SR, Satari HI. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. Ikatan Dokter Anak
Indonesia: Jakarta. 2008.
2. Pusponegoro HD, dkk. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Ikatan Dokter Anak Indonesia: Jakarta. 2004.
3. Hasan R, dkk. Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta. 2002.
4. Mansjoer A, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.
2000.
5. Behrman RE, Kliegman R, Arvin AM. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. EGC: Jakarta. 2000.
6. Budiono E, Hidyam B, 2000, Berkala Ilmu Kedokteran, dalam Pola Kuman Pneumonia pada Penderita di RSUP Dr.
Sardjito 1995 1998, Vol. 32, No. 3, Penerbit FK UGM, Yogyakarta, hal: 161-164.
7. Price SA, Wilson LM, 1995, Pathophysiology: Clinical Concepts of Disease Processes (Patofisiologi: Konsep Klinis
Proses-Prose Penyakit), Edisi 4, Penerbit EGC, Jakarta, hal: 709-712.
8. Soeparman, Waspadji S (ed), 1999, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, hal: 695-705.
9. Alatas H, Hasan R (ed), 1986, Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak, Percetakan Infomedika, Jakarta, hal: 1228-1235.
10. Kumala P, dkk (ed), 1998, Kamus Saku Kedokteran Dorland, Edisi 25, Penerbit EGC, Jakarta, hal: 167.
11. Bordow RA, Moser KM (ed), 1986, Manual of Clinical Problems in Pulmonary Medicine with Annotated Key
References, 2
nd
edition, Little Brown & Co (Inc.), USA, pp: 85-105.
12. Behrman RE, Vaughan VC, 1992, Nelson Ilmu Kesehatan Anak, Bagian II, Edisi 12, Penerbit EGC, Jakarta, hal: 617-
628.

Anda mungkin juga menyukai