I.PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Protein Berasal dari bahasa yunani yaitu dari kata Proteios yang berarti barisan pertama atau utama yang diciptakan oleh Jons J. Berzelius pada tahun 1983. Protein merupakan komponen utama dalam semua sel hidup dan Protein juga merupakan senyawa makromolekul yang terdapat pada makhluk hidup yang disusun oleh unit asam -amino sengan ikatan polipeptida atau poliamida (Lehninger, 1982). Protein adalah salah satu bio-makromolekul yang penting perananya dalam makhluk hidup. Fungsi dari protein itu sendiri secara garis besar dapat dibagi ke dalam dua kelompok besar, yaitu sebagai bahan struktural dan sebagai mesin yang bekerja pada tingkat molekular. Apabila tulang dan kitin adalah beton, maka protein struktural adalah dinding batu-batanya. Beberapa protein struktural, fibrous protein, berfungsi sebagai pelindung, sebagai contoh dan keratin yang terdapat pada kulit, rambut, dan kuku. Sedangkan protein struktural lain ada juga yang berfungsi sebagai perekat, seperti kolagen.Protein dapat memerankan fungsi sebagai bahan structural karena seperti halnya polimer lain, protein memiliki rantai yang panjang dan juga dapat mengalami cross linking dan lain-lain. Selain itu protein juga dapat berperan sebagai biokatalis untuk reaksi-reaksi kimia dalam sistem makhluk hidup. Makromolekul ini mengendalikan jalur dan waktu metabolisme yang kompleks untuk menjaga kelangsungan hidup suatu organisma. Suatu sistem metabolisme akan terganggu apabila biokatalis yang berperan di dalamnya mengalami kerusakan (Santoso, 2008). Protein merupakan salah satu kelompok bahan makronutrien. Tidak seperti bahan makronuttrien lain (lemak dan karbohidrat), protein ini berperan lebih penting dalam pembentukan biomolekul daripada sebagai sumber energy. Keistimewaan lain dari protein ini adalah strukturnya yang mengandung N, disamping C, H, dan O. Dengan demikian maka salah satu cara terpenting yang cukup spesifik untuk menentukan jumlah-jumlah protein secara kuantitatif adalah dengan penentuan kandungan N yang ada dalam bahan makanan atau bahan lain. Karena molekulnya yang lebih besar (berat molekulnya sampai mencapai jutaan), maka protein mudah 84
Nilah Ratnasari (1010422036) sekali mengalami perubahan bentuk fisik ataupun aktivitas biologisnya. Banyak agensia yang dapat menyebabkan perubahan sifat alamiah protein, misalnya panas, asam, basa, solven organic, garam, logam berat, radiasi sinar radioaktif. Perubahan sifat fisik yang mudah diamati adalah terjadinya penjedalan (menjadi tidak larut) atau pemadatan (Anonimous a, 2007). Lipid adalah senyawa organik yang diperoleh dari proses dehidrogenasi endotermal rangkaian hidrokarbon. Lipid bersifat amfifilik, artinya lipid mampu membentuk struktur seperti vesikel, liposom, atau membran lain dalam lingkungan basah. Lipid biologis seluruhnya atau sebagiannya berasal dari dua jenis subsatuan atau "blok bangunan" biokimia: gugus ketoasil dan gugus isoprena. Dengan menggunakan pendekatan ini, lipid dapat dibagi ke dalam delapan kategori: asil lemak, gliserolipid, gliserofosfolipid, sfingolipid, sakarolipid, dan poliketida (diturunkan dari kondensasi subsatuan ketoasil); serta lipid sterol dan lipid prenol (diturunkan dari kondensasi subsatuan isoprena) (Page, 1997). Lipid mengacu pada golongan senyawa hidrokarbon alifatik nonpolar dan hidrofobik. Karena nonpolar, lipid tidak larut dalam pelarut polar seperti air, tetapi larut dalam pelarut nonpolar, seperti alkohol, eter atau kloroform. Fungsi biologis terpenting lipid di antaranya untuk menyimpan energi, sebagai komponen struktural membran sel, dan sebagai pensinyalan molekul (Poedjiadi, 1994). Hal diatas menjadi alasan untuk diketahui mengenai protein dan lemak yang merupakan senyawa penting dalam makhluk hidup. Dan oleh karena besarnya peranan protein dan lemak dalam kehidupan, maka menjadi dasar dilaksanakannya praktikum ini.
1.2 Tujuan Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu untuk mengetahui perubahan struktur protein dan lemak terhadap beberapa perlakuan dan serta kelarutan lemak terhadap pelarut tertentu.
85
Nilah Ratnasari (1010422036) II. TINJAUAN PUSTAKA Protein merupakan makromolekul yang menyusun lebih dari separuh bagian dari sel. Protein menentukan ukuran dan struktur sel, komponen utama dari sistem komunikasi antar sel serta sebagai katalis berbagai reaksi biokimia di dalam sel. Karena itulah sebagian besar aktivitas penelitian biokimia tertuju pada protein khususnya hormon, antibodi dan enzim. Semua jenis protein terdiri dari rangkaian dan kombinasi dari 20 asam amino. Setiap jenis protein mempunyai jumlah dan urutan asam amino yang khas. Di dalam sel, protein terdapat baik pada membrane plasma maupun membran internal yang menyusun organel sel seperti mitokondria, retikulum endoplasma, nukleus dan badan golgi dengan fungsi yang berbeda-beda tergantung pada tempatnya. Protein-protein yang terlibat dalam reaksi biokimia sebagian besar berupa enzim banyak terdapat di dalam sitoplasma dan sebagian terdapat pada kompartemen dari organel sel. Ketika berada di luar makhluk hidup atau sel, protein sangat tidak stabil (Apriyantono,1992). Protein merupakan komponen utama bagi semua benda hidup termasuk mikroorganisme, hewan dan tumbuhan. Protein merupakan rantaian gabungan 22 jenis asam amino. Protein ini memainkan berbagai peranan dalam benda hidup dan bertanggungjawab untuk fungsi dan ciri-ciri benda hidup (Anonimous a, 2007) Keistimewaan lain dari protein ini adalah strukturnya yang mengandung N (15,30-18%), C (52,40%), H (6,90-7,30%), O (21- 23,50%), S (0,8-2%), disamping C, H, O (seperti juga karbohidrat dan lemak), dan S kadang-kadang P, Fe dan Cu (sebagai senyawa kompleks dengan protein). Dengan demikian maka salah satu cara terpenting yang cukup spesifik untuk menentukan jumlah protein secara kuantitatif adalah dengan penentuan kandungan N yang ada dalam bahan makanan atau bahan lain (Sudarmaji, dkk. 1989.). Suhu tinggi dapat mengakibatkan rusaknya ikatan peptida protein serta mengakibatkan denaturasi protein dalam sel. Tingginya suhu yang menyebabkan denaturasi protein terjadi akibat perusakan ikatan hydrogen pada rantai samping struktur tersier. Panas meningkatkan energi kinetik dan menyebabkan molekul mengalami vibrasi sacara cepat atau kondisi mendidih yang dapat menyebabkan 86
Nilah Ratnasari (1010422036) molekul mengalami kerusakan pada rantai panjang asam lemak membran sel (Darmawan, 2008). Santoso (2008), menyatakan ikatan peptida protein tidak seluruhnya dapat terputus akibat denaturasi, karena struktur primer protein tetap sama setelah proses denaturasi. Pada struktur protein tersier terdapat empat jenis interaksi yang membentuk ikatan pada rantai samping seperti; ikatan hidrogen, rantai garam, ikatan disulfida dan interaksi hidrofobik non polar, yang kemungkinan mengalami gangguan. Denaturasi yang umum ditemui adalah proses presipitasi dan koagulasi protein Protein yang terdenaturasi akan berkurang kelarutannya. Lapisan molekul bagian dalam yang bersifat hidrofobik akan keluar sedangkan bagian hidrofilik akan terlipat ke dalam. Pelipatan atau pembalikkan akan terjadi bila protein mendekati pH isoelektris lalu protein akan menggumpal dan mengendap. Viskositas akan bertambah karena molekul mengembang menjadi asimetrik, sudut putaran optis larutan protein juga akan meningkat (Winarno, 1992). Lemak dan minyak merupakan senyawa trigleserida atu trigliserol yang berarti triester dari gliserol, jadi lemak dan minyak juga merupakan senyawa ester. Hidrolisis dari lemak dan minyak akan menghasilkan asam karboksilat dan juga gliserol. Asam karboksilat ini juga disebut dengan asam lemak yang memiliki rantai hidrokarbon yang panjang dan tidak bercabang.Lemak dan minyak sering diberi nama sesuai dengan derivate derivate asam lemaknya, yaitu dengan cara menggantikan akhiran at pada asam lemak dengan akhiran -in. misalnya tristearat pada gliserol diberi nama tristearin. Nama sistematik dibuat untuk menunjukkan banyaknya atom C yang menyusunnya (lihat asam alkanoat). Angka di depan nama menunjukkan posisi ikatan ganda setelah atom pada posisi tersebut. Contoh: asam 9-dekanoat, adalah asam dengan 10 atom C dan satu ikatan ganda setelah atom C ke-9 dari pangkal (gugus karboksil). Nama lebih lengkap diberikan dengan memberi tanda delta () di depan bilangan posisi ikatan ganda. Contoh: asam 9-dekanoat. Simbol C diikuti angka menunjukkan banyaknya atom C yang menyusunnya; angka di belakang titikdua menunjukkan banyaknya ikatan ganda di antara rantai C-nya). Contoh: C18:1, berarti asam lemak berantai C sebanyak 18 dengan satu ikatan ganda.Lambang omega () 87
Nilah Ratnasari (1010422036) menunjukkan posisi ikatan ganda dihitung dari ujung (atom C gugus metal) (Lehninger, 1982). Lemak di dalam tubuh dibedakan atas lemak yang merupakan bagian sel, lemak yang merupakan simpanan energi dan lemak metabolik. Lemak yang merupakan bagian sel berfungsi memperkuat selterutama sebagai bagian membran sel. Fosfolipida merupakan bagainterbesar lemak pada membran sel.Lemak yang merupakan simpanan energy berbentuk trigliserida, kebanyakan berupa lemak jenuh dan lemak tak jenuh tunggal. Jenis lemak dalam makanan sehari-hari mempengaruhi susunan lemak simpana. Simpanan energi di dalam tubuh berbentuk lemak karena lemak dapat menyimpan energi lebih dari dua kali energi di dalam karbohidrat sehingga memerlukan tempat yang lebih kecil (Page, 1997). Asam lemak penyusun lipid ada dua macam yaitu asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh. Asam lemak tak jenuh memiliki ikatan rangkap pada rantai karbonnya. Halogen dapat bereaksi cepat dengan atom C pada rantai yang ikatannya tidak jenuh, peristiwa tersebut biasanya disebut juga dengan adisi. Selama penyimpanan lemak atau minyak dapat mengelami ketengikan. Ketengikan ini disebabkan karena adanya pembentukan peroksida pada ikatan rangkap karena bereaksi dengan oksigen dari udara dan selanjutnya terjadi degradasi molekul. Beragam senyawa aldehid, keton, asam, alkohol dengan BM relative rendah dan sebagian bersifat volatile dengan aroma yang tidak sedap (Anonimous b, 2009). Proses oksidasi lemak dan minyak pada prinsipnya merupakan proses pemecahan yang terjadi diisekitar ikatan rangkap (tidak jenuh) dalam molekul gliseraldehida penyusun lemak dan minyak. Tentu saja semakin tidak jenuh atau semakin banyak ikatan rangkap dalam molekulnya ditentukan oleh macam macam lemak penyusun struktur trigliserida maka minyak dan lemak itu sama peka terhadap pemecahan oksidatif. Tahap permulaan oksidasi merupakan pembentukan radikal bebas lemak tak jenuh dari molekul lemak (RH). Hasilnya yang berupa radikal bebas (R) menjadi sangat peka terhadap serangan oksigen atmosfer dan membentuk radikal peroksi tak stabil (ROO). Reaksi antara peroksi radikal (ROO) dengan lemak (RH) menghasilkan hidroperokside (ROOH) dan radikal hidrokarbon baru (R). Hidroksiperoksida kemudian berubah menjadi senyawa organik yang lebih kecil 88
Nilah Ratnasari (1010422036) seperti berbagai aldehida, keton, dan asam yang memberikan bau dan cita rasa tak enak yang dikenal dengan nama tengik (Page, 1997). Lipida baik lemak maupun minyak dapat membentuk noda translucent, sehingga kertas tulis yang tidak tembus pandang menjadi semi transparan.noda yang terbentuk biasanya melebar setelah disirami air dan dikeringkan. Lipida pada umumnya tidak larut dalam air tetapi sedikit larut dalam alkohol dan larut sempurna dalam pelarut organic seperti eter, kloroform dan sebagainya. Asam lemak bersama sama dengan gliserol merupakan penyusun utama minyak nabati atau lemak dan merupakan bahan baku untuk semua lipida pada makhluk hidup (Anonimous b, 2009).
89
Nilah Ratnasari (1010422036) III. PELAKSANAAN PRAKTIKUM 3.1 Waktu dan Tempat Praktikum Analisis Protein dan Lemak ini dilaksanakan pada hari Kamis, 6 Oktober 2011 di Laboratorium Biokimia Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,Universitas Andalas. 3.2 Alat dan Bahan Alat alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah tabung reaksi, pipet tetes, penangas air. Sedangkan bahan bahan yang digunakan adalah aquades, minyak kelapa, santan, susu murni, asam cuka telur, dan alkohol. 3.3 Cara kerja 3.3.1 Analisis Protein Disediakan 6 buah tabung reaksi dan diberi label masing masing tabungnya. Pada tabung pertama diisi dengan susu ditambah santan dan dipanaskan beberapa saat. Tabung dua diisi dengan susu ditambah santan dan diberi asam cuka. Tabung ketiga diisi dengan susu ditambah santan dan diberi asam cuka kemudian dipanaskan. Amati masing masing tabung dan catat hasilnya. 3.3.2 Uji Kelarutan Lemak Tabung keempat diisi dengan kuning telur ayam yang ditambah minyak kemudian dihomogenkan. Tabung kelima diisi kuning telur ayam dan ditambah dengan alkohol dan dihomogenkan. Dan tabung keenam diisi dengan kuning telur ayam ditambah air, kemudian dihomogenkan. Masing masing tabung diamati dan dicatat hasilnya.
90
Nilah Ratnasari (1010422036) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Dari praktikum yang telah dilaksanakan didapatkan hasil sebagai berikut: Tabel 1. Analisa protein Perlakuan Pengamatan Susu Santan Susu + Santan menyatu (homogen) menyatu (homogen) Susu + Santan + Asam cuka (suhu kamar) Terbentuk dua lapisan Susu tampak menggumpal Terbentuk dua lapisan Santan menyatu dengan susu Susu + Santan + Asam Cuka (dipanaskan) Susu menggumpal Santan menyatu dengan susu
Tabel 2. Analisa lemak Perlakuan Pengamatan Kuning telur + minyak kelapa Telur mengental Terbentuk dua lapisan yang terpisah Kuning telur + alcohol Kuning telur mengental seperti mentega Kuning telur + air Kuning ayam bercampur dengan air (terjadi homogenisasi). Tampak lebih encer.
91
Nilah Ratnasari (1010422036) 4.2 Pembahasan 4.2.1 Analisa Protein Pada praktikum analisis protein ini diguanakan santan dan susu sebagai sumber protein yang akan diuji. Protein ini diberikan beberapa perlakuan untuk mengamati proses denaturasi protein dan sebagai kontrolnya santan dan sussu tidak diberikan perlakuan. Perlakuan pertama yaitu dengan menambahkan asam pada susu dan santan namun pada suhu kamar. Dapat dilihat dari percobaan ini tampak terbentuk dua lapisan dan setelah tiga puluh menit dua lapisan tersebut tampak lebih jelas dan nyata. Dan pada perlakuan kedua yaitu dengan perlakuan yang hampir serupa dengan perlakuan pertama namun pada suhu yang berbeda (dipanaskan). Dapat dilihat bahwa dalam waktu yang tak terlalu lama tampak terbentuk dua lapisan. Adanya dua lapisan tersebut menandakan adanya proses denaturasi pada protein. Pada susu tampak dengan jelas proses denaturasi protein, sedangkan pada santan tidak. Hal tersebut dikarenakan pada santan mengandung lipid lebih banyak dari pada proteinnya sehingga proses denaturasi pada santan agak sulit diamati. Dari paraktikum yang telah dilakukan sebelumnya ternyata perlakuan pada protein dapat menyebabkan terjadinya denaturasi. Denaturasi protein dapat diartikan suatu perubahan atau modifikasi terhadap struktur sekunder, tersier dan kuartener molekul protein tanpa terjadinya pemecahan ikatan-ikatan kovelen. Karena itu, denaturasi dapat diartikan suatu proses terpecahnya ikatan hidrogen, interaksi hidrofobik, ikatan garam dan terbukanya lipatan atau wiru molekul protein (Winarno, 1992). Ada dua macam denaturasi protein, yaitu pengembangan rantai peptida dan pemecahan protein menjadi unit yang lebih kecil tanpa disertai pengembangan molekul. Terjadinya kedua jenis denaturasi ini tergantung pada keadaan molekul. Yang pertama terjadi pada rantai polipeptida, sedangkan yang kedua terjadi pada bagian-bagian molekul yang tergabung dalam ikatan sekunder. Ikatan - ikatan yang dipengaruhi oleh proses denaturasi ini adalah ikatan hidrogen, Ikatan hidrofobik misalnya pada leusin, valin, fenilalanin, triptofan yang saling berikatan membentuk suatu misell dan tidak larut dalam air, ikatan ionik antara gugus bermuatan positif dan gugus bermuatan negatif, dan ikatan intramolekuler seperti yang terdapat pada gugus disulfida dalam sistin (Santoso, 2008). 92
Nilah Ratnasari (1010422036) Protein yang terdenaturasi akan mengendap karena gugus-gugus yang bermuatan positif dan negatif dalam jumlah yang sama atau netral atau dalam keadaan titik isoelektrik. Pada denaturasi terjadi pemutusan ikatan hidrogen, interaksi hidrofobik dan ikatan garam hingga molekul protein tidak punya lipatan lagi. Pengembangan molekul protein yang terdenaturasi akan membuka gugus reaktif yang ada pada rantai polipeptida. Selanjutnya akan terjadi pengikatan kembali pada gugus reaktif yang sama atau berdekatan. Bila unit ikatan yang terbentuk cukup banyak sehingga protein tidak lagi terdispersi sebagai suatu koloid, maka protein akan mengalami koagulasi. Apabila ikatan-ikatan antara gugus-gugus reaktif protein tersebut menahan seluruh cairan, akan terbentuklah gel. Sedangkan bila cairan terpisah dari protein yang terkoagulasi itu, maka protein akan mengendap (Lestari, 1996). Protein yang menggumpal atau mengendap merupakan salah satu ciri fisik dari terdenaturasinya suatu protein. Terjadinya denaturasi pada protein ini dapat disebabkan oleh banyak faktor, seperti pengaruh pemanasan, asam atau basa, garam, dan pengadukan. Masing-masing cara mempunyai pengaruh yang berbeda-beda terhadap denaturasi protein. Protein akan mengalami denaturasi apabila dipanaskan pada suhu 500C sampai 800C. Laju denaturasi protein dapat mencapai 600 kali untuk tiap kenaikan 10oC. Koagulasi ini hanya terjadi apabila larutan protein berada pada titik isoelektriknya. Protein yang terdenaturasi pada titik isoelektriknya masih dapat larut pada pH di luar titik isoelektrik tersebut. Air ternyata diperlukan untuk proses denaturasi oleh panas (Poedjiadi, 1994). Sejalan dengan pendapat Winarno (1992), yang menyatakan perlakuan panas dapat memberikan pengaruh yang menguntungkan dan merugikan terhadap protein. Pengaruh yang menguntungkan yaitu meningkatnya daya guna protein, sebab adanya pemanasan pada proses pengolahan dapat menginaktifkan atau menurunkan protein inhibitor. Pemanasan akan membuat protein bahan terdenaturasi sehingga kemampuan mengikat airnya menurun. Asam sitrat merupakan asam lemah, dan mempunyai daya koagulasi , dan menghasilkan endapat protein yang rendah, yang rendah berkisar 54,73 %- 61,94 %. sehingga hanya dapat menyebabkan denaturasi protein dalam jumlah yang lebih sedikit. dengan sifat keelektronegatifannya yang rendah. Penambahan asam cuka 93
Nilah Ratnasari (1010422036) dalam larutan protein pada praktikum ini dapat menyebabkan denaturasi protein. Seperti yang terlihat pada pengamatan penambahan santan dan susu dengan cuka menyebabkan adanya dua lapisan atau bagian yang terpisah, dan pemisahan tersebut tampak lebih jelas dengan adanya pemanasan (Lestari, 1996). Menurut Winarno (1992) hal ini terjadi karena asam asetat tidak dapat terionisasi sempurna dengan sifat keelektronegatifannya yang lebih kecil dibandingkan asam klorida Penambahan asam asetat pada filtrat yang telah dipanaskan berarti menambahkan konsentrasi dari ion H + yang kemudian akan mengadakan reaksi dengan muatan negatif protein yang berasal dari gugus hiroksil bebasnya. Semakin banyak konsentrasi H + yang ditambahkan maka semakin banyak pula penurunan pH dari filtrat sehingga titik isoelektriknya semakin dekat. Apabila pH isoelektrik sudah tercapai maka muatan yang saling berlawanan akan saling menetralkan sehingga akan terbentuk gumpalan. Semakin kecil pH buffer asetatnya, semakin banyak endapannya. Karena pH yang kecil akan banyak membentuk endapan berarti selisih muatan listriknya antara yang positif dan negatif sama. Sehingga, tidak dapat bergerak dan membentuk endapan atau warna keruh. Sejalan dengan pendapat Lehninger (1982), yang menyatakan pengaruh pH didasarkan pada adanya perbedaan muatan antara asam-asam amino penyusun protein, daya tarik - menarik yang paling kuat antar protein yang sama terjadi pada pH isoelektrik. Sedangkan pada pH di atas dan di bawah titik isoelektrik protein akan mengalami perubahan muatan yang menyebabkan menurunnya daya tarik menarik antar molekul protein, sehingga molekul lebih mudah terurai. Semakin jauh perbedaan pH dari titik isoelektrik maka kelarutan protein akan semakin meningkat.
4.1.2 Analisa Lemak Pada praktikum analisa lemak digunakan kuning telur sebagai sumber lemak karena didalam kuning telur banyak mengandung kolesterol yang tinggi. Pada praktikun ini diberikan beberapa perlakuan yaitu seperti penambahan minyak kelapa, alcohol dan air. Dari praktikun ini akan dilihat uji kelarutan pada lemak. Pada percobaan pertama yaitu pencampuran antara kuning telur dengan minyak, ternyata kuning telur tampak lebih mengental dan tidak menyatu dengan minyak kelapa. Sedangkan pada percobaan kedua yaitu penambahan kuning telur dengan alkohol, ternyata kuning 94
Nilah Ratnasari (1010422036) telur langsung mengental dan berbentuk seperti mentega. Dan pada percobaan ketiga yaitu pencampuran kuning telur dengan air ternyata setelah dihomogenkan, air dan kuning telur tersebut dapat menyatu dan kuning telur pun tampak lebih encer. Hal ini disebabkan karena lemak tidak dapat larut pada pelarut nonpolar. Pada gliserol dan asam oleat pada lemak mempunyai kepala polar berupa gugus -OH yang dapat berikatan hidrogen dengan molekul air ataupun alkohol. Lemak hewan dan minyak kelapa tengik dapat terdispersi menjadi misel yang megubah asam-asam lemak penyusunnya menjadi sabun. Lemak dan minyak merupakan salah satu kelompok yang termasuk golongan lipid, yaitu senyawa organic yang terdapat di alam yang tidak larut dalam air, tetapi terlarut dalam pelarut organik nonpolar misalnya dietil eter (C 2 H 5 OC 2 H 5 ), Kloroform (CHCl 3 ), benzene dan hidrokarbon lainnya,Lemak dan minyak dapat larut dalam pelarut tersebut karena lemak dan minyak mempunyai polaritas yang sama dengan pelarut pelarut tersebut (Lestari, 1996). Lemak tersusun dari unsur C, H, O serta P dan N. lemak juga terdiri dari ester gliserol dan asam minyak yang disebut trigliserit. Fungsi lemak sendiri adalah penghasil kalori tunggal, pelarut vitamin A, D, E, dan K, pembawa zat makanan esensial dan sebagai pelindung alat alat tubuh. Pengertian lemak sendiri digunakan untuk menunjuk trigliserida yang berbentuk padat atau setengah padat pada suhu biasa, sedang minyak dipergunakan untuk menunjukkan trigliserida yang berwujud cair pada suhu kamar (Aninomous, 2011 c).
95
Nilah Ratnasari (1010422036) V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan Dari praktikum yang telah dilakukan sebelumnya dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Dengan adanya penambahan asam dan dipanaskan protein dapat mengalami denaturasi.Protein akan menggumpal saat mengalami denaturasi. 2. Kandungan protein pada santan lebih sedikit bila dibandingkan kandungan lipidnya sehingga agak sulit mengamati denaturasi proteinnya. 3. Lipid tidak larut pada air, namun larut pada pelarut organik nonpolar seperti dietil eter, kloroform, benzena,dan sebagainya.
5.2 Saran Saat pelaksanaan praktikum disarankan membawa bahan praktikum, masuk tepat waktu, serius dalam praktikum agar data yang diperoleh valid serta membersihkan alat alat praktikum sebelum dan sesudah meaksanakan praktikum.
96
Nilah Ratnasari (1010422036) DAFTAR PUSTAKA Anonimous a. 2007. Manfaat Protein dalam Kehidupan Seharihari. http://www.blogger.com diakses tanggal 29 November 20011 Anonimous b. 2009. Lipid. http://www.scribd.com/doc/7674101/Makalah-Lipid. Diakses tanggal 12 Desember 2011. Aninomous c. 2011. Protein dan Lemak Revisi. http://www.scribd.com /doc/71926700/Protein-Dan-Lemak-Revissi. Diakses pada 19 Desember 2011. Apriyantono, S. dkk. 1992. Analisis Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB : Bogor. Darmawan., 2008. Amino dan Protein. http://www.darmaqua.blogspot.com. Akses 29 November 2011 Lehninger, A.L. 1982. Principle Of Biochemistry. Worth Publ. Inc., NewYork. Lestari, I. 1996. Mempelajari Formulasi Food Ingridients Dari Isolat Protein Kedelai dengan Modifikasi Kimiawi, skripsi, Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB : Bogor. Page, D.S. 1997. Prinsip-prinsip Biokimia. Erlangga: Jakarta. Poedjiadi, A. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Penerbit UI-Press: . Jakarta Santoso, H. 2008. Protein dan Enzim. http://www.heruswn.teachnology.com. Diakses tanggal 29 November 2011. Winarno. 1992 . Biofermentasi dan Biosintesa Protein. PT. Angkasa : Bandung.
97
Nilah Ratnasari (1010422036) LAMPIRAN Uji Protein
Gambar 1.a Susu tanpa perlakuan, 1b. Santan tanpa perlakuan
Gambar 2a. Susu ditambah dengan cuka, 2b. Santan ditambah dengan cuka