Anda di halaman 1dari 48

Cara Menanam Kubis Kol - Kubis atau yang lebih dikenal dengan kol merupakan tanaman

hortikultura jenis sayuran, di Indonesia banyak ditanam didaerah dataran tinggi, kalau didaerah
saya (Jawabarat) akan banyak ditemukan didaerah Cianjur, Bandung (khususnya lembang),
Bogor dan daerah yang memiliki dataran tinggi lainnya. Sementara di Indonesia tanaman jenis
jenis ini akan banyak ditemui di Purbalingga, Wonosobo, Salatiga, Malang dll.

Awalnya tanaman ini adalah termasuk kedalam kategori tanaman pengganggu (hama) bagi
sebaian petani di luar negeri seperti didaerah Eropa, namun kemudian hari tanaman ini dirasakan
manfaatnya sebagai sayuran dan kemudian bisa menyebar keberbagai negara lainnya termasuk
Indonesia yang diperkirakan masuk ke negara Indonesia sekitar pertengahan abad 16.
Cara Budidaya Kubis
Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanamaman kol dengan baik diantaranya adalah; Faktor
Kondisi lahan, Iklim dan cara/teknik budidaya. Untuk mendapatkan hasil yang baik maka petani
harus memperhatikan kondisi lahan yang akan ditanaminya, demikian pula halya Iklim, jika
daerah yang memiliki iklim panas sebaiknya mengurungkan niatnya untuk menanam kubis.
Tanaman kubis dapat bertahan hidup kisaran suhu udara 10-24 derajat Celcius, suhu maksimum
17 derajat C. karena pada dasarnya kubis kebanyakan tahan terhadap cuaca dingin (minus 6-10
derajat C), Selain itu tanaman kubis harus memiliki cadangan air yang cukup, sehingga tanaman
tidak akan kekeringan.

Kemudian faktor lainnya adalah teknik/cara menanam yang baik, saya akan uraikan bagaimana
cara menanam kubis kol yang baik:

A. Pengolahan Tanah

Seperti pada tanaman lain pada umumnya, pengolahan tanah menjadi bagian terpenting dalam
hal budidaya tanaman, karena tanah merupakan salahsatu unsur terpenting dalam berkelanjutan
tumbuhnya tanaman.
Hal yang pertama yang harus dilakukan adalah membersihkan terlebih dahulu, Gulma
dan tanaman pengganggu, bisa saja dari tanaman gulma itu kemudian dijadikan pupuk
kompos.
Gunakan pupuk organik atau pupuk kompos untuk pupuk dasar pada pengolahan
tanaman pertama.
Lakukan pembajakan lahan atau cangkul dengan kedalaman tanah 20-30 cm.


B. Persiapan Benih
Siapkan media untuk persemaian benih yang sebelumnya menggunakan pupuk dasar
kompos terlebih dahulu.
Rendam terlebih dahulu benih untuk menyortir benih yang terbaik dengan cara
merendamnya (benih) selama setengah jam didalam air hangat.
Sebarkan benih yang sudah siap di media persemaian kemudian tutup dengan
menggunakan daun pisang.
Siram dengan air setiap hari
Persemaian biasanya diakukan selama 3-4 hari tanaman kubis akan mulai tumbuh dan
siap ditanam dilahan yang sudah disiapkan sebelumnya.


C. Proses Menanam Kubis

Sebelum proses penanaman bibit atau pemindahan bibit dari persemaian ke lahan berikan
terlebih dahulu pupuk dasar dengan menggunakan pupuk kompos atau pupuk organik, bisa juga
menggunakan pupuk kompos mentah berupa pupuk kandang.

Jarak tanam yang harus dilakukan dalam menanam kol adalah dengan 2 cara, jarak tanam jarang
70 cm x 50 cm sedangkan jarak tanam rapat yaitu 60 x 50 cm. Sedangkan bibit gunkana yang
sudah mempunyai helai daun 4-5 helai dengan usia 3-4 minggu, hal ini dikarenakan untuk
ketahanan bibit di media/lahan baru setelah persemaian.
Selain itu dalam proses tanam perhatikan juga:
Pembuatan lubang tanam yang berbentuk tunggal untuk bibit dengan jarak tanam yang
sudah ditetukan.
Menyortir bibit yang akan digunakan, pilihlah bibit yang bagus dan segar dan tidak
terdapat noda bercak hama.
Siram dengan menggunakan air terlebih dahulu sebelum ditanam pada lubang yang sudah
dibuat.
Lakukan penanaman dengan hati-hati.

D. Proses pemeliharaan

Dalam pemeliharaan tanaman dilakukan pemupukan, penyiraman penyiangan dan perawartan
tanaman secara tepat, lakukan juga pengendalian terhadap hama dan tanaman pengganggu secara
terpadu.

Fase pra pembentukan krop (0-49 hari)
Lakukan pemupukan susulan setelah tanaman berumur 28 hari, dengan menggunakan
pupuk organik cair.
Penyiraman dilakukan setiap pagi atau sore hari
Kemudian lakukan penyiangan secara teratur
Pengendalian hama dilakukan secara terpadu dengan pemantauan yang teratur gunakan
pestisida nabati dalam pengendalian hama, biasanya pada fase ini hama yang menyerang
adalah ulat tanah (agrotis ipsilon hufn.), ulat daun kubis (plutella xylostella l.), ulat krop
kubis (crocidolomia binotalis zell.), dan ulat krop bergaris (hellula undalis f)

Fase Pembentukan Crop (50-90 hari)

Pada fase ini harap diperhatikan hama yang menyerang, lakukan pantauan dan pengendalian
hama secara terpadu, diusahakan jangan menggunakan pestisida yang berbahan kimia, karena ini
akan berakibat (kontak) langsung dengan kubis. Apalagi jika perlakuan dilakukan secara organik
maka bisa saja petani melakukan uji lab di laboratorium organik, jika yang dihasilkan organik
maka tanaman akan bernilai lebih dengan label kubis organik.

E. Panen

Umur panen kubis yaitu berkisar antara 81-105 hari, sedangkan tanda-tanda kubis yang siap
dipanen diantaranya adalah:
Perhatikan pinggir daun jika krop terluar meneutupi keatas
Krop melengkung keluar dan berwana keunguan
Lakukan pemanenan dengan hati-hati, memisahkan (sortir) antara yang busuk dan yang
segar, jangan dilempar dan ditupuk yang akan mengakibatkan kubis rusak dan cepat
busuk, simpan kubis pada suhu 32-35 derajat F dan kelembaban udara 92-95%. Kubis
dapat disimpan 4-6 bulan (kubis kadar air tinggi) dan 12 bulan (kubis kadar air rendah).

Kembang Kol / Blum Kol
( Brassica oleracea var. botrytis L. subvar. cauliflora DC)


I. UMUM

1.1. Sejarah Singkat
Kol bunga putih merupakan tanaman sayur famili Brassicaceae (jenis kol dengan bunga
putih kecil) berupa tumbuhan berbatang lunak. Masyarakat di Indonesia menyebut
kubis bunga sebagai kol kembang atau blumkol (berasal dari bahasa Belanda
Bloemkool). Tanaman ini berasal dari Eropa subtropis di daerah Mediterania. Kubis
bunga yang berwarna putih dengan massa bunga yang kompak seperti yang
ditemukaan saat ini dikembangkan tahun 1866 oleh Mc.Mohan ahli benih dari Amerika.
Diduga kubis bunga masuk ke Indonesia dari India pada abad ke XIX.

1.2. Sentra Penanaman
Walaupun tanaman ini adalah tanaman dataran tinggi triopka dan wilayah dengan
lintang lebih tinggi, beberapa kultivar dapat membentuk bunga di dataran rendah sekitar
khatulisiwa.
Daerah dataran tinggi (pegunungan) adalah pusat budidaya kubis bunga. Pusat
Produksi tanaman ini terletak di Jawa Barat yaitu di Lembang, Cisarua, Cibodas. Tetapi
saat ini kubis bunga mulai ditanam di sentra-sentra sayuran lainnya seperti Bukit Tinggi
(Sumatera Barat), Pangalengan, Maja dan Garut (Jawa Barat), Kopeng (Jawa Tengah)
dan Bedugul (Bali).
1.3. Jenis Tanaman
Klasifikasi botani tanaman kubis bunga adalah sebagai berikut:
a) Divisi : Spermatophyta
b) Sub divisi : Angiospermae
c) Kelas : Dicotyledonae
d) Keluarga : Cruciferae
e) Genus : Brassica
f) Spesies : Brassica oleracea var. botrytis L.
g) Sub var : cauliflora DC
Brassica oleracea varitas botrytis terdiri atas 2 subvaritas yaitu cauliflora DC. yang kita
kenal sebagai kubis bunga putih dan cymosa Lamn. yang berbunga hijau dan terkenal
sebagai brokoli. Penentuan kultivar berdasarkan ukuran, kemampatan dan warna
massa bunga.
Kultivar lokal adalah kultivar Cirateun yang banyak ditanam di Lembang, sedangkan
kultivar introduksi adalah kultivar Farmers Early No 2 (umur panen 63 hari) dan
Fengshan Extra Early (umur panen 59 hari) asal Taiwan untuk dataran rendah sampai
medium, Snown Crown asal Jepang untuk dataran menengah dan dataran tinggi serta
Tropical Early asal jepang untuk dataran rendah.
1.4. Manfaat Tanaman
Walaupun biasanya hanya bagian massa bunga yang dimanfaatkan sebagai sayuran
yang mengandung mineral cukup lengkap, daun tanaman ini bisa dimakan dan rasanya
manis tanpa ada rasa pahit.
II. SYARAT PERTUMBUHAN
2.1. Iklim
1. Kubis bunga merupakan tanaman sayuran yang berasal dari daerah sub tropis. Di
tempat itu kisaran temperatur untuk pertumbuhan kubis bunga yaitu minimum 15.5-18
derajat C dan maksimum 24 derajat C
2. Kelembaban optimum bagi tanaman blumkol antara 80-90%.
3. Dengan diciptakannya kultivar baru yang lebih tahan terhadap temperatur tinggi,
budidaya tanaman kubis bunga juga dapat dilakukan di dataran rendah (0-200 m dpl)
dan menengah (200-700 m dpl). Di dataran rendah, temperatur malam yang terlalu
rendah menyebabkan terjadinya sedikit penundaan dalam pembentukan bunga dan
umur panen yang lebih panjang.
2.2. Media Tanam
1. Tanah lempung berpasir lebih baik untuk budidaya kubis bunga daripada tanah
berliat. Tetapi tanaman ini toleran pada tanah berpasir atau liat berpasir.
2. Kemasaman tanah yang baik antara 5,5-6,5 dengan pengairan dan drainase yang
memadai.
3. Tanah harus subur, gembur dan mengandung banyak bahan organik. Tanah tidak
boleh kekurangan magnesium (Mg), molibdenum (Mo) dan Boron (Bo) kacuali jika
ketiga unsur hara mikro tersebut ditambahkan dari pupuk.
2.3. Ketinggian Tempat
Di Indonesia, sebenarnya kubis bunga hanya cocok dibudidayakan di daerah
pegunungan berudara sejuk sampai dingin pada ketinggian 1.000-2.000 m dpl.
III. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA
3.1. Pembibitan
3.1.1. Persyaratan Benih
Benih yang baik harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a) Benih utuh, artinya tidak luka atau tidak cacat.
b) Benih harus bebas hama dan penyakit.
c) Benih harus murni, artinya tidak tercampur dengan biji-biji atau benih lain serta bersih
dari kotoran.
d) Benih diambil dari jenis yang unggul atau stek yang sehat.
e) Mempunyai daya kecambah 80% sehingga untuk satu hektar kebun diperlukan 100-
250 gram tergantung pada ukuran benih
f) Benih yang baik akan tenggelam bila direndam dalam air.
3.1.2. Penyiapan Benih
Penyiapan benih dimaksudkan untuk mempercepat perkecambahan benih dan
meningkatkan daya tahan tanaman terhadap serangan penyakit. Cara-cara penyiapan
adalah sebagai berikut:
1. Sterilisasi benih, dengan merendam benih dalam larutan fungisida dengan dosis
yang dianjurkan atau dengan merendam benih dalam air panas 55 derajat C selama
15-30 menit.
2. Penyeleksian benih, dengan merendam biji dalam air, dimana benih yang baik akan
tenggelam.
3. Rendam benih selama 12 jam atau sampai benih terlihat pecah agar benih cepat
berkecambah.
Benih harus disemai dan dibumbun sebelum dipindahtanam ke lapangan. Penyemaian
dapat dilakukan di bedengan atau langsung di bumbung (koker). Bumbung dapat dibuat
dari daun pisang, kertas makanan berplastik atau polybag kecil.
3.1.3. Teknik Penyemaian Benih
Hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan lokasi persemaian antara lain: (1) tanah
tidak mengandung hama dan penyakit atau faktor-faktor lain yang merugikan; (2) lokasi
mendapat penyinaran cahaya matahari cukup; dan (3) dekat dengan sumber air bersih.
Penyemaian dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Penyemaian di bedengan
Sebelum bedengan dibuat, lahan diolah sedalam 30 cm lalu dibuat bedengan selebar
110-120 cm memanjang dari arah utara ke selatan. Tambahkan ayakan pupuk kandang
halus dan campurkan dengan tanah dengan perbandingan 1:2 atau 1:1. Bedengan
dinaungi dengan naungan plastik, jerami atau daun-daunan setinggi 1,25-1,50 m di sisi
timur dan 0,8-1,0 m di sisi Barat. Penyemaian dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
disebar merata di atas bedengan atau disebar di dalam barisan sedalam 0,2-1,0 cm.
Cara pertama memerlukan benih yang lebih sedikit daripada cara kedua. Sekitar 2
minggu setelah semai, bibit dipindahkan ke dalam bumbung. Bumbung dapat dibuat
dari daun pisang atau kertas berplastik dengan ukuran diameter 4-5 cm dan tinggi 5 cm
atau berupa polibag 7x10 cm yang memiliki dua lubang kecil di kedua sisi bagian
bawahnya. Bumbung diisi media campuran ayakan pupuk kandang matang dan tanah
halus dengan perbandingan 1:2 atau 1:1. Keuntungannya adalah hemat waktu,
permukaan petak semaian sempit dan jumlah benih persatuan luas banyak. Sedangkan
kelemahannya adalah penggunaan benih banyak, penyiangan gulma sukar,
memerlukan tenaga kerja terampil terutama saat pemindahan bibit ke lahan.
2. Penyemaian di bumbung (koker atau polybag)
Dengan cara ini, satu per satu benih dimasukkan ke dalam bumbung yang dibuat
dengan cara seperti di atas. Bumbung dapat terbuat dari daun pisang atau daun kelapa
dengan ukuran diameter dan tinggi 5 cm atau dengan polybag kecil yang berukuran 7-8
cm x 10 cm. Media penyemaian adalah campuran tanah halus dengan pupuk kandang
(2:1) sebanyak 90%. Sebaiknya media semai disterilkan dahulu dengan mengkukus
media semai pada suhu udara 55-100 derajat C selama 30-60 menit atau dengan
menyiramkan larutan formalin 4%, ditutup lembar plastik (24 jam), lalu diangin-
anginkan. Cara lain dengan mencampurkan media semai dengan zat fumigan Basamid-
G (40-60 gram/m2) sedalam 10-15 cm, disiram air sampai basah dan ditutup dengan
lembaran plastik (5 hari), lalu plastik dibuka, dan lahan diangin-anginkan (10-15 hari).
3. Kombinasi cara a) dan b).
Pertama benih disebar di petak persemain, setelah berumur 4-5 hari (berdaun 3-4
helai), dipindahkan ke dalam bumbung.
4. Penanaman langsung.
Yaitu dengan menanam benih langsung ke lahan. Kelebihannya adalah waktu, biaya
dan tenaga lebih hemat, tetapi kelemahannya adalah perawatan yang lebih intensif.
Lahan persemaian dapat diganti dengan kotak persemaian dan dilakukan dengan cara
sebagai berikut: (1) buat medium terdiri dari tanah, pasir dan pupuk kandang (1:1:1); (2)
buat kotak persemaian kayu (50-60 cm x 30-40 cm x 15-20 cm) dan lubangi dasar kotak
untuk drainase;(3) masukkan medium kedalam kotak dengan tebalan 10-15 cm.
3.1.4. Pemeliharaan Pembibitan/Penyemaian
1. Penyiraman dilakukan setiap hari pada pagi dan sore hari tergantung cuaca.
2. Pengatur naungan persemaian dibuka setiap pagi hingga pukul 10.00 dan sore mulai
pukul 15.00. Diluar waktu diatas, cahaya matahari terlalu panas dan kurang
menguntungkan bagi bibit.
3. Penyiangan dilakukan terhadap tanaman lain yang dianggap mengganggu
pertumbuhan bibit, dilakukan dengan mencabuti rumput-rumput/gulma lainnya yang
tumbuh disela-sela tanaman pokok.
4. Dilakukan pemupukan larutan urea dengan konsentrasi 0,5 gram/liter dan
penyemprotan pestisida 1/2 dosis jika diperlukan.
5. Hama yang menyerang biji yang belum tumbuh dan tanaman muda adalah semut,
siput, bekicot, ulat tritip, ulat pucuk, molusca dan cendawan. Sedangkan, penyakit
adalah penyakit layu. Pencegahan dan pemberantasan digunakan Insektisida dan
fungisida seperti Furadan 3 G, Antrocol, Dithane, Hostathion dan lain-lain.
3.1.5. Pemindahan Bibit
Bibit dipindahtanam ke lapangan setelah memiliki 3-4 helai daun atau kira-kira berumur
1 bulan.
3.2. Pengolahan Media Tanam
3.2.1. Pembentukan Bedengan
Lahan dibersihkan dari tanaman liar dan sisa-sisa akar, dicangkul sedalam 40-50 cm,
lalu dibuat bedengan selebar 80-100 cm, tinggi 35 cm dengan jarak antar bedengan 40
cm. Pada lahan miring perlu dibuat parit di antara bedengan tetapi jika lahan datar, parit
ini tidak perlu dibuat.
3.2.2. Pengapuran
Pengapuran hanya dilakukan jika pH tanah lebih rendah dari 5,5 dengan dosis kapur
yang sesuai dengan nilai pH tanah tetapi umumnya berkisar antara 1-2 ton/ha dalam
bentuk kalsit atau dolomit. Kapur dicampurkan merata dengan tanah pada saat
pembuatan bedengan.
3.2.3. Pemupukan
Pada saat pembuatan bedengan berlangsung, campurkan 12,5-17,5 ton/ha pupuk
kandang matang ditambahkan dengan asumsi populasi tanaman per hektar antara
25.000-35.000. Selain itu juga diberikan pupuk dasar berupa ZA, urea, SP-36 dan KCl
dengan dosis masing-masing 250 kg disebar merata dan dicampur dengan tanah di
bedengan. Setelah itu lubang tanam dibuat dengan menggunakan cangkul.
3.3. Teknik Penanaman
3.3.1. Penentuan Pola Tanaman
Jarak tanam kubis bunga adalah 50 x 50 cm untuk kultivar yang tajuknya melebar dan
45 x 65 cm untuk kultivar tegak. Waktu tanam terbaik di pagi hari antara jam 06.00-
09.00 atau sore hari antara jam 03.00-05.00.
3.3.2. Cara Penanaman
Bibit di dalam bumbung daun pisang ditanam langsung tanpa membuang bumbungnya.
Jika digunakan bumbung kertas berplastik atau polibag, bibit dikeluarkan dengan cara
membalikkan bumbung dan mengeluarkan bibit dengan hati-hati tanpa merusak akar.
Satu bibit di tanam di dalam lubang tanam dan segera disiram sampai tanah menjadi
basah benar.
3.4. Pemeliharaan
3.4.1. Penyulaman
Jika ada tanaman yang rusak atau mati, penyulaman dapat dilakukan sampai sebelum
tanaman berumur kira-kira 2 minggu.
3.4.2. Penyiangan
Penyiangan yang bersamaan dengan penggemburan dilakukan bersama-sama dengan
pemupukan susulan yaitu pada 7-10 hari setelah tanam (hst), 20 hst dan 30-35 hst.
Penyiangan dan penggemburan harus dilaksanakan dengan hati-hati dan jangan terlalu
dalam agar tidak merusak akar kubis bunga yang dangkal. Pada akhir pertumbuhan
vegetatif (memasuki masa berbunga) penyiangan dihentikan.
3.4.3. Perempalan
Perempelan tunas cabang dilakukan seawal mungkin supaya ukuran dan kualitas
massa bunga yang terbentuk optimal. Segera setelah terbentuk massa bunga, daun-
daun tua diikat sedemikian rupa sehingga massa bunga ternaungi dari cahaya
matahari. Penutupan ini berfungsi untuk mempertahankan warna bunga supaya tetap
putih.
3.4.4. Pemupukan
Selama masa pertumbuhan tanaman diberi pupuk susulan sebanyak 3 kali.
1. Pupuk susulan I diberikan 7-10 hst terdiri atas ZA 150 kg/ha, Urea 75 kg/ha, SP-36
150 kg/ha dan KCl 75 kg/ha di sekeliling tanaman sejauh 10-15 cm dari batangnya lalu
ditimbun tanah.
2. Pupuk susulan II diberikan 20 hst terdiri atas ZA 150 kg/ha, Urea 75 kg/ha, SP-36 75
kg/ha dan KCl 150 kg/ha di larikan sejauh 20 cm dari batangnya lalu ditimbun tanah.
3. Pupuk susulan III diberikan 30-35 hst terdiri atas ZA 150 kg/ha, Urea 100 kg/ha, dan
KCl 150 kg/ha di larikan sejauh 25 cm dari batangnya lalu ditimbun tanah. Bersamaan
dengan pupuk susulan III tanaman disemprot dengan pupuk daun dengan N dan K
tinggi.
3.4.5. Pengairan dan Penyiraman
Pengairan dilakukan secara rutin di pagi atau sore hari. Pada musim kemarau
penyiraman dilakukan 1-2 kali sehari terutama pada saat tanaman berada pada fase
pertumbuhan awal dan pembentukan bunga.
3.5. Hama dan Penyakit
3.5.1. Hama
1. Ulat Plutella (Plutella xylostella L.)
Ulat yang berwarna hijau ini memakan permukaan daun bagian bawah dengan
meninggalkan tulang-tulang daun sehinggn daun berlubang.
2. Ulat Croci (Crocidolomia binotalis Zeller)
Ulat berwarna hijau bergaris punggung hijau muda dan berwarna kuning di sisi perut.
Akibat serangan ulat ini, massa bunga atau daun disekelilingnya menjadi bolong-
bolong.
3. Ulat tanah (Agrotis ypsilon Hufn.)
Ulat menyerang tanama kubis dengan cara memotong titik tumbuh atau pangkal batang
tanaman sehingga tangkai daun atau batang rebah dan layu terutama di siang hari.
4. Kutu daun (Aphis brassicae)
Kutu daun menghisap cairan sel sehingga daun menguning dan massa bunga berbintik-
bintik kotor. Biasanya, kutu ini hidup berkelompok di permukan bawah daun atau pada
massa bunga. Serangan yang hebat biasanya terjadi di musim kemarau.
5. Ulat jengkal (Trichoplusiana sp.) dan ulat grayak (Spodoptera sp.)
Ulat jengkal berukuran 4 cm, hijau pucat dan berpita merah muda pada tiap sisi
badannya sedangkan ulat grayak memiliki bintik-bintik segitiga berwarna hitam dan
bergaris-garis kekuning-kuningan pada sisinya. Keduanya menyerang daun pada
musim kemarau sehingga daun rusak, bolong-bolong meninggalkan tulang daunnya
saja. Ulat grayak menyerang tanaman beramai-ramai dalam satu kelompok besar.
Pengendalian hama dilakukan dengan cara terpadu: melakukan pergiliran tanaman
dengan tanaman selain famili Cruciferae, menyebarkan mikroba yang menjadi musuh
alami dan menggunakan pestisida baik yang biologis maupun kimiawi.
3.5.2. Penyakit
1. Busuk hitam
Penyebab: bakteri Xanthomonas campestris Dows. Penyakit ini bersifat tular benih
(seed born) yang menyerang semua fase pertumbuhan kubis bunga. Infeksi di
lapangan melalui bekas gigitan serangga atau luka. Gejala: terdapat bercak coklat
kehitam-hitaman pada daun, batang, tangkai, bunga maupun massa bunga. Batang dan
massa bunga menjadi busuk sehingga tidak dapat dipanen.
2. Busuk lunak
Penyebab: bakteri Erwinia carotovora Holland. Penyakit ini menyebabkan busuk lunak
pada tanaman di kebun dan pasca panen. Infeksi terjadi setelah busuk hitam melalui
luka pada pangkal bunga yang hampir dipanen atau melalui akar yang terluka. Gelaja:
busuknya batang atau pangkal bunga dengan tiba-tiba.
3. Akar bengkak
Penyebab: jamur Plasmodiophora brassicae Wor. Gejala: tanaman layu seperti
kekurangan air dan segar kembali di malam hari, lama-lama pertumbuhan terhambat
dan kerdil serta tidak bisa berbunga. Selain akar tanaman membengkak terlihat pula
ada bercak hitam di akar tersebut.
4. Bercak hitam
Penyebab: jamur Alternaria sp. Penyakit tular benih ini menyerang daun dan bagian
tanaman lainnya. Gejala: daun menjadi berbercak coklat muda atau tua bergaris
konsentris. Pada akar, batang dan tangkai terdapat bercak bergaris berwarna kehitam-
hitaman.
5. Semai roboh (damping off)
Penyebab: jamur Rhizoctonia sp. dan Phytium sp. Penyakit ini biasanya menyerang
persemaian menyebabkan busuknya pangkal batang. Pengendalian: dapat dilakukan
dengan melakukan bibit yang bebas penyakit, merendam benih di air panas (50 derajat
C) atau di dalam fungisida/bakterisida selama 15 menit, sanitasi kebun, rotasi tanaman,
menanam kultivar tahan penyakit, menghindari tanaman dari kerusakan mekanis atau
gigitan serangga, melakukan sterilisasi media semai atau lahan kebun (khusus untuk
akar bengkak), pengapuran pada tanah masam dan mencabut tanaman yang telah
terserang penyakit.
Untuk mencegah serangan hama dan penyakit, penyemprotan pestisida telah dilakukan
walaupun belum ada gejala serangan. Penyemprotan dilakukan setiap 2 minggu.
3.6. Panen
3.6.1. Ciri dan Umur Panen
Pemanenan dilakukan saat massa bunga mencapai ukuran maksimal dan mampat.
Umur panen antara 55-100 hari tergantung dari kultivar.
3.6.2. Cara Panen
Sebaiknya panen dilakukan di pagi atau sore hari dengan cara memotong tangkai
bunga bersama sebagian batang dan daunnya sepanjang 25 cm.
3.6.3. Perkiraan Produksi
Hasil panen per hektar antara 15-40 ton tergantung dari kultivar, populasi tanaman dan
pemeliharaan.
3.7. Pascapanen
3.7.1. Pengumpulan
Setelah bunga kubis dipanen, hasil panen disimpan di tempat yang teduh untuk
dilakukan sortasi.
3.7.2. Penyortiran
Sortasi dilakukan berdasarkan diameter kepala bunga yang dibagi menjadi 4 kelas yaitu
> 30 cm, 25-30 cm, 20-25 cm dan 15-20 cm.
3.7.3. Penyimpanan
Penyimpanan terbaik di ruang gelap pada temperatur 20 derajat C, kelembaban 75-
85% atau kamar dingin dengan temperatur 4.4 derajat C dengan kelembaban 85-95%.
Pada ruangan-ruangan tersebut kubis akan tetap segar selama 2-3 minggu.
3.7.4. Pengemasan dan Pengangkutan
Pengemasan dilakukan dalam peti kayu dengan kapasitas 25-30 kg. Untuk transportasi
jarak jauh, sertakan kira-kira 6 helai daun dan daun yang berada di atas massa bunga
dipatahkan untuk menutupi bunga. Untuk transportasi jarak dekat ujung-ujung daun
dipotong.
IV. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN
4.1. Gambaran Peluang Agribisnis
Di Indonesia, kubis bunga termasuk salah satu sayuran yang dikonsumsi oleh kalangan
terbatas karena harganya yang relatif lebih tinggi daripada sayuran lainnya. Budi daya
tanaman kubis bunga dalam skala yang lebih besar agaknya cukup menjanjikan
mengingat saat ini Indonesia sudah mengekspor bunga kol ke Hongkong, Jepang,
Singapura dan Brunei.
Nilai gizi yang dikandung kubis bunga dapat dikatakan istimewa terutama kandungan
mineralnya. Dengan demikian sayuran ini dapat menarik perhatian konsumen terutama
dari kalangan menengah atas yang telah sadar akan arti kualitas makanan.
V. STANDAR PRODUKSI
5.1. Ruang Lingkup
Standar ini meliputi syarat mutu, cara pengujian mutu, cara pengambilan contoh dan
cara pengemasan.
5.2. Deskripsi

5.3. Klasifikasi dan Standar Mutu

5.4. Pengambilan Contoh
Menurut persetujuan pembeli dan penjual.
5.5. Pengemasan
Warna bunga putih bersih, mampat, ukuran bunga sedang 20-25 cm, pengepakan
dalam kadus karton.
VI. REFERENSI
6.1. Daftar Pustaka
1. Rahmat Rukmana, Ir. 1994. Budidaya Kubis Bunga dan Brokoli. Penerbit Kanisius.
Yogyakarta.
2. Williams, C.N., J.O. Uzo, & W.T.H. Peregrine. 1993. Produksi Sayuran di Daerah
Tropika. Gajah Mada University Press. Diterjemahkan oleh Ronoprawiro, S. &
Tjitrosoepomo

MACAM-MACAM PENYAKIT PADA KUBIS






Nama kubis diduga berasal dari bahasa Inggris yaitu cabbage. Di Indonesia, kubis sering uaga
disebut sebagai kol. Tanaman kubis (Brassicae oleraceae) termasuk family Cruciferae, Klas
Dicotyledoneae, Subdivisi Angiospermae dan Divisi Embriophyta (Pracaya, 2001). Kubis
sebagai sayuran mempunyai peran penting untuk kesehatan. Kubis banyak mengandung
vitamin dan mineral yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Sebagai sayuran, kubis dapat
membantu pencernaan, menetralkan zat-zat asam dan memperlancar buang air besar.

Tanaman kubis merupakan tanaman semusim yang di Indonesia banyak ditanam di daerah
pegunungan, dengan ketinggian 800 m di atas permukaan laut (dpl) dan mempunyai
penyebaran hujan yang cukup setiap tahunnya. Sebagian kubis tumbuh baik pada ketinggian
100-200 m dpl, tetapi jumlah varietasnya tidak banyak dan tidak dapat menghasilkan biji. Pada
daerah yang ketinggiannya di bawah 100 m, tanaman kubis tumbuh kurang baik. (Permadi dan
Sastrosiswojo, 1993).

Pada umumnya kubis ditanam dengan pola tanam secara monokultur atau tumpangsari. Waktu
tanam kubis yang paling baik adalah pada awal musim hujan atau awal musim kemarau.
Meskipun demikian, kubis dapat ditanam sepanjang musim atau tahun asalkan kebutuhan
airnya terpenuhi. Cara budidaya tanaman kubis adalah pengolahan tanah atau pembersihan
gulma, penyulaman, pemupukan, pemanenan, dan pergiliran tanaman (Rukmana, 1994).

Secara umum, semua jenis kubis dapat tumbuh dan berkembang pada berbagai jenis tanah.
namun demikian, kubis akan tumbuh optimum bila ditanam pada tanah yang kaya akan bahan
organik. Kecuali itu, dalam hidupnya kubis memerlukan air yang cukup, tetapi tidak boleh
berlebihan. Artinya tanaman kubis akan mati bila kekurangan atau kelebihan air.

Realita yang ada, tidak semua petani di sentra pertanaman kubis menanam kubis. Keengganan
petani menanam kubis dipicu leh alasan klasik, takut terserang hama dan penyakit. Tanaman
kubis yang akan tumbuh baik pada kelembaban yang cukup tinggi (60-69%) dan suhu cukup
rendah memang dapat memunculkan berbagai penyakit, terutama bakteri dan cendawan.
Kedua patogen inilah yang merupakan patogen utama pada kubis (Pracaya, 2001).

Kerugian yang dapat ditimbulakan oleh penyakit kubis sangat besar nilainya. Terkadang
serangannya sangat hebat sehingga terjadi gagal panen. Oleh sebab itu pengetahuan
mengenali penyakit-penyakit pada kubis, gejala, dan cara pengendaliannya sangat penting.
Pengetahuan ini khususnya penting diketahui oleh petani kubis atau petani yang tinggal di
daerah yang cocok untuk pertumbuhan kubis agar mereka tetap mau menanam kubis dan
paham cara pengendalian penyakitnya.





AKAR GADA

Clubroot atau Akar Gada merupakan penyakit terpenting pada tanaman kubis-kubisan yang
disebabkan oleh jamur Plasmodiophora brassicae. Penyakit ini menyebar merata diseluruh
areal pertanaman kubis di seluruh dunia khususnya di Eropa dan Amerika Utara. Penyakit ini
sering dijumpai pada daerah dataran rendah dan dataran tinggi. Hampir seluruh tanaman kubis-
kubisan misalnya kubis, sawi putih, dan brussels sprout sangat rentan terkena akar gada.

Penyebab Penyakit

Akar gada menyebabkan kerusakan yang parah pada tanaman rentan tumbuh pada tanah yang
terifeksi. Hal ini disebabkan patogen yang menginfeksi tanah ini tetap menjadi saprofit pada
tanah sehingga kubis-kubisan kurang cocok lagi untuk dibudidayakan di tempat tersebut
(Agrios, 2005).

Plasmodiophora brassicae yang menyerang kubis ini termasuk dalam kelas
plasmodiophoromycetes. Fase somatiknya berupa plasmodium. Plasmodium tumbuh menjadi
zoosporangium atau spora rehat. Pada saat perkecambahan, patogen ini membentuk zoozpora
yang dapat berasal dari spora rehat. Zoospora tunggal dari spora rehat kemudian memenetrasi
akar inang dan tumbuh menjadi plasmodium. Setelah beberapa hari, plasmodium membelah
menjadi beberapa multinukleat yang dibungkus oleh membran sehingga sel-sel akar akan
bertambah besar. Masing-masing bagian tumbuh menjadi zoosporangium. Setiap
zoosporangium terdiri dari empat hingga delapan zoospora yang segera dilepaskan melalui
pori-pori pada dinding sel tanaman inang.

Beberapa dari zoospora kemudian bersatu untuk memproduksi zigot diploid yang dapat
menyebabkan infeksi baru dan plasmodium baru. Zigot ini terdiri dari nucleus yang dikaryotik.
Selanjutnya nukleus ini mangalami fusi (karyogami) yang diikuti meiosis. Akhirnya plasmodium
menjadi spora rehat yang akan disebarkan ke tanah dan dapat menginfeksi tanaman
selanjutnya. Siklus dari patogen ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gejala Penyakit

Gejala yang khas pada tanaman yang terifeksi Plasmodiophora brassicae adalah pembesaran
akar halus dan akar sekunder yang membentuk seperti gada. Bentuk gadanya melebar di
tengah dan menyempit di ujung. Akar yang telah terserang tidak dapat menyerap nutrisi dan air
dari tanah sehingga tanaman menjadi kerdil dan layu jika air yang diberikan untuk tanaman
agak sedikit. Bagian bawah tanaman menjadi kekuningan pada tingkat lanjut serangan
penyakit. Spora dapat bertahan di tanah selama 10 tahun, dan bisa juga terdapat pada rumput-
rumputan.

Penyakit ini bisa menyebar melalui tanah, dalam air tanah, ataupun dari tanaman yang sudah
terkena. Gejala pada permukaan atas tanah dapat dilihat dengan menguningnya daun. Layu
pada siang hari dan akan segar kembali pada malam hari (gambar 2b). Tanaman akan
kelihatan kerdil, tanaman muda yang terserang akan dengan cepat mati sedangkan tanaman
tua dapat bertahan hidup namun tidak dapat menghasilkan krop yang dapat dipasarkan.

Kondisi yang Mendukung Perkembangan Penyakit
Penyakit akar gada berkembang dengan baik pada pH tanah 5,7. Menurun dengan drastis pada
pH tanah 5,8-6,2 dan gagal berkembang pada pH 7,8. Perkecambahan spora terjadi pada pH
5,7-7,5 dan tidak akan berkecambah pada pH 8. Tetapi pH tanah yang rendah tidak menjamin
terjadinya infeksi untuk semua kejadian. Kisaran temperatur yang optimum untuk bagi
perkembangan P. brassicae adalah 17,8-25 oC dengan temperature minium 12,2-27,2 oC.

Kelembaban optimum selama 18-24 jam mengakibatkan perkecambahan dan penetrasi
pathogen ke dalam inang kubis kemudian infeksi hanya terjadi jika kelembaban tanah di atas 45
% dan kelembaban di atas 50 % akan menyebabkan penyakit bertambah cepat. Kelembaban
tanah di bawah 4 % dapat menyebabkan terhambatnya infeksi. Kelembaban yang tinggi dapat
disebakan dengan meningkatnya curah hujan. Intensitas cahaya sangat berpengaruh pula
terhadap perkembangan penyakit.
Intensitas cahaya yang tinggi menyebabkan serangan pathogen akan menurun, sebaliknya
intensitas cahaya yang rendah dapat menyebabkan berkembangnya patogen dengan cepat
sehingga penyakit akibat serangan patogen juga semakin besar.

Jumlah spora rehat akan menentukan tingkat infeksi pada inang. Susensi yang mengandung
paling sedikit 106-108 sel spora setiap ml sangat efektif untuk mengadakan infeksi. Disamping
itu, kondisi inang turut mempengaruhi perkembangan P.brassicae, seperti kisaran inang,inang
yang rentan, dan morfologi dari sistem perakaran serta peran mikroba yang lain.

Siklus Penyakit

Perkembangan penyakit atau siklus penyakit dapat dijelaskan sebagai berikut. Plasmodium
yang berkembang dari zoospora sekunder memenetrasi jaringan akar muda secara langsung.
Hal ini dapat mempertebal akar dan batang luka yang terletak di bawah tanah. Setelah itu,
plasmodium menyebar ke sel kotikal hingga ke kambium. Setelah seluruh kambium terserang,
plasmodium kemudian menyebar ke korteks kemudian ke xilem. Patogen ini kemudian
berkelompok membentuk gelendong yang meluas dan berangsur-angsur menyebar. Jumlah sel
kemudian bertambah banyak dan membesar. Infeksi ini dapat menyebabkan sel 5-12 kali lebih
besar dari sel yang tidak terinfeksi. Sel yang berkembang abnormal ini dapat menjadi stimulus
bagi patogen untuk menyebar lebih cepat dan bahkan dapat menyebabkan sel yang awalnya
tidak terifeksi menjadi terifeksi. Sel yang tumbuh abnormal ini dapat digunakan oleh
plasmodium sebagai sumber makanannya. Skema perkembangan penyakit akar gada dapat
dilihat pada gambar di bawah ini.

Siklus penyakit akar gada (Agrios, 2005)

Infeksi oleh plasmodium tidak hanya menyebabkan terjadinya pertumbuhan abnormal pada
tanaman tetapi juga dapat menyebabkan terhambatnya absorbsi dan translokasi air dan nutrisi
dari dan menuju akar. Hal ini menyebabkan tanaman kerdil san layu secara perlahan-lahan.
Lebih lanjut lagi, pertumbuhan yang cepat dan sel yag membesar dapat menyebabkan tidak
terbentuknya jaringan gabus dan dapat menyebabkan kemudahan bagi mikroorganisme lain
untuk menginfeksi tanaman.

Strategi Pengendalian

Penyakit ini memiliki berbagai bentuk gejala serangan sehingga mendorong untuk memuliakan
tanaman yang tahan terhadap penyakit ini. Pengendalian dilakukan dengan menggunakan bibit
yang bebas hama dan penyakit. Pergiliran tanaman kurang sesuai diterapkan untuk kasus ini
karena sporanya dapat bertahan lama serta gulma yang dapat menyebabkan penyakit ini.
Pengapuran tanah untuk meningkatkan pH menjadi 7.2 sangat efektif untuk mengurangi
perkembangan penyakit. Penyiraman fungisida Promefon 250EC pada lubang tanam yang
dicampur dengan air saat tanam juga dapat mengurangi perkembangan penyakit. Tanaman
yang tahan haruslah diuji di beberapa lokasi karena jenis serangannya yang berbeda-beda di
setiap lokasi (Arismansyah, 2010). Selain itu, penggunaan tanaman perangkap dan perlakuan
tanah pembibitan dengan teknik solarisasi juga teruji mengurangi penyakit dan meningkatkan
hasil panen (Cicu, 2002).


Bercak Daun Alternaria

Bercak daun alternaria merupakan penyakit yang sering ditemukan pada berbagai jenis
tanaman di seluruh dunia diantaranya kubis, tomat, kentang, kacang tanah, tembakau,
geranium, apel, bawang, jeruk lemon, dll. Khusus untuk Alternaria pada kubis yang disebabkan
oleh A. brassicae, pathogen ini sangat banyak tersebar di belahan bumi utara. Patogen ini
sangat dipengaruhi oleh cuaca dengan penyakit tertinggi yang dilaporkan dalam kondisi musim
hujan dan di daerah dengan curah hujan relatif tinggi (Agrios, 2005).

Penyebab Penyakit
Alternaria sp. mempunyai miselium berwarna gelap dan pada jaringan tua memproduksi
konidiofor pendek, sederhana, dan tegak yang dapat menopang konidia. Konidia dari dari
Alternaria sp. cukup besar gelap, panjang, multiselular, dan mempunyai sekat melintang dan
membujur. Konidifor dari Alternaria. brassicae menghasilkan spora aseksual (konidia) dengan
panjang rata-rata antara 160-200 m. Sporulasi terjadi (in vitro) antara suhu 8 sampai 24 oC
dimana spora dewasa dapat terbentuk setelah 14 sampai 24 jam.

Gejala Penyakit

Alternaria brassicae dapat mempengaruhi spesies inang pada semua tahap pertumbuhan,
termasuk biji. Gejala yang ditimbulkan sering terjadi pada daun yang lebih tua, karena mereka
lebih dekat dengan tanah dan lebih mudah terinfeksi sebagai akibat dari percikan hujan atau
hujan ditiup angin. Akhir infeksi, atau infeksi daun yang lebih tua, tidak mengurangi karakteristik
krop, dan dapat dikontrol melalui penghapusan intensif daun terinfeksi. Serangan pada
tanaman di persemaian dapat mengakibatkan damping off atau tanaman kerdil. Bentuk bercak
daun sangat beragam ukurannya dari sebesar lubang jarum hingga yang berdiameter 5 cm.
Umumnya serangan dimulai dengan adanya bercak kecil pada daun yang membesar hingga
kurang lebih berdiamter 1,5 cm dan berwarna gelap dengan lingkaran konsentris. Gejala ini
sering disebut dengan browning. Pada kondisi cuaca yang lembab tampak bulu-bulu halus
kebiruan di pusat bercak yang bercak tersebut sering terdapat cincin-cincin sepusat.

Kondisi yang Mendukung Perkembangan Penyakit

Angin yang sering timbul saat hujan dapat memperparah serangan penyakit. Alternaria
brassicae penyebab bercak daun pada kubis-kubisan ini dapat menyebar cepat dengan
bantuan angin. Serangan semakin parah bila cuaca lembap dan suhu antara 25 30oC.
Temperatur optimum adalah antara 16 dan 24 oC dimana waktu sporulasi hanya berkisar
antara 12 sampai 14 jam. Kelembaban pada kondisi hujan, embun, atau kelembaban yang
tinggi sangat penting untuk infeksi. Hanya dengan waktu minimum 9-18 jam infeksi pada
tanaman oleh A. brassicae dapat terjadi. Ketika terjadi penurunan suhu, jumlah waktu yang
dibutuhkan untuk 98% dari spora untuk tumbuh meningkat (Stephen, 2000).
Alternaria brassicae tetap hidup untuk jangka waktu yang panjang sebagai spora pada kulit biji
atau sebagai miselium dalam benih maupun di bagian atas tanaman terinfeksi. Sampel benih
terinfeksi dengan Alternaria brassicae yang disimpan pada 0 oC selama empat belas bulan
menunjukkan ketahanan pada benih. Dari hasil pengamatan, diketahui bahwa walaupun spora
Alternaria brassicae terkena cuaca di luar ruangan untuk periode enam bulan di mana suhu
berkisar antara 23 sampai 30 oC menunjukkan bahwa spora masih dapat tumbuh.

Alternaria brassicae juga dapat hidup dalam bentuk mikrosklerotia dan klamidospora yang
muncul setelah terinfeksi daun yang sebagian membusuk. Mikrosklerotia dan khlamidospora
dapat dibentuk dalam sel konidia. Mikrosklerotia dan khlamidospora berkembang dengan baik
pada temperatur rendah (3 oC) dan tahan terhadap pembekuan dan desikasi (dalam studi in
vitro). Klamidospora juga bisa berkembang dalam sel konidia di tanah alami pada suhu kamar.
Biji yang terinfeksi, dengan spora dikulit biji atau miselium bawah kulit biji, mungkin sumber
utama transportasi untuk patogen tersebut. Spora dapat disebarkan oleh angin, air, peralatan
dan hewan. Cendawan dapat bertahan dalam gulma rentan atau tanaman tahunan.

Siklus Penyakit

Perkembangan penyakit atau siklus penyakit dimulai ketika konidia dari A. brassicae menempel
pada permukaan inang. Konidia tersebut kemudian membentuk kecambah. Dalam satu konidia,
kecambah yang terbentuk bisa lebih dari satu. Alternaria sp. dapat memarasit tanaman dengan
dua cara yaitu dengan membuat penetrasi langsung pada inang yang berasal dari tabung
kecambah atau masuk ke tubuh inang melalui luka. Penetrasi yang dilakukan sebagian besar
dimulai pada daun. Miselium kemudian menyebar (invasi) ke sel daun secara interselular yaitu
melalui ruang antar sel. Konidia baru kemudian banyak terbentuk di jaringan yang terinfeksi
tersebut. Gejala kemudian menyebar ke batang sehingga menyebabkan batang damping off.
Setelah ke batang, gejala kemudian menyebar ke seluruh bagian tumbuhan. Skema dari
perkembangan penyakit dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Pengendalian Penyakit

Menurut Rebecca (2001), pengendalian terhadap penyakit ini dapat dilakukan dengan
perlakuan kultur teknis dan kimia. Pengendalian dengan kultur teknis diantaranya:
Pengobatan dengan air panas: Perawatan benih dengan air panas adalah salah satu cara
mengendalikan spora pada kulit biji. Namun, pengobatan ini kadang-kadang menekan
perkecambahan.
Tanaman rotasi: Rotasi dengan tanaman bukan kubis dan pemberantasan gulma silangan
dapat membantu mengendalikan patogen. Spora dapat bertahan pada jaringan daun selama 8
sampai 12 minggu dan batang jaringan sampai 23 minggu, pada bidang yang ditanam segera
setelah panen sering bertepatan dengan jumlah besar inokulum yang kemungkinan yang
berefek pada munculnya tanaman dan tahap pertumbuhan awal.

Biologi kontrol: Studi awal dengan jamur actinomycetes, Streptomyces arabicus, menunjukkan
efek antijamur pada Alternaria brassicae pada laboratorium dan studi lapangan sehingga dapat
menekan pertumbuhan spesies cendawan tersebut.

Pengendalian dengan cara kimiawi dapat dilakukan engan menggunakan fungisida. Tujuh
fungisida sepenuhnya menghambat pertumbuhan patogen dalam budidaya adalah Benlate di
0,1 ai/100 gadis, Dithane-M 45, Dithane-Z 78, Ziram, Difolatan-80 dan Thiram (semua pada
0,2 ai/100 gal), dan Blitox-50 di ai/100 0,3 gal. Sebagai fungisida benih, Benlate di 0,1
ai/100 benih lb memberikan kontrol yang terbaik dengan kerugian rata-rata sebelum munculnya
bibit 4,5 dan 6,5 pasca-munculnya bibit per pot (25 biji ditanam dalam pot masing-masing, 8
pot). Dithane M-45 dan Dithane Z-78, baik diterapkan pada 0,2 lbs ai/100 benih, mengalami
kerugian sebelum munculnya bibit rata-rata 10,5 dan 11,25, masing-masing dan pasca-
munculnya bibit rugi sebesar 11,5 dan 13,75, masing-masing. Sebagai semprot daun, Dithane
M-45 (0,2 ai/100 gal) memberikan kontrol yang lebih baik secara signifikan atas fungisida
lainnya, termasuk Benlate. Dithane M-45 memberikan hasil yang lebih baik dari Dithane Z-78
(0,2 ai/100 gal), meskipun perbedaan itu tidak signifikan. Tanaman diperlakukan dengan
fungisida kedua juga memberikan hasil biji tertinggi.

Iprodione dan fenpropimorph memiliki keduanya menunjukkan sifat hambat tinggi untuk
pertumbuhan Alternaria sp. Dalam budaya dan sebagai perlakuan benih pada benih ai/100
0,25 lb. Dalam sampel benih sampai dengan infeksi 61,5% (35,5% internal yang sakit),
iprodione biasanya menghilangkan jamur dari sampel, tetapi tingkat yang lebih tinggi infeksi
memerlukan dosis yang lebih besar iprodione. Perkecambahan biji yang sehat tidak
terpengaruh oleh pengobatan, dan perkecambahan biji sakit ditingkatkan.


Busuk Hitam

Penyakit busuk hitam adalah salah satu penyakit yang paling merusak kubis dan silangan lain.
Kembang kol, kubis, dan kale adalah salah satu silangan paling rentan terhadap busuk hitam.
Brokoli, kecambah brussels, kubis cina, collard, kohlrabi, mustard, rutabaga, dan lobak juga
rentan. Beberapa gulma silangan juga dapat menjadi inang patogen. Penyakit ini biasanya
paling lazim di daerah yang rendah dan dimana tanaman tetap basah untuk waktu yang lama.
Kondisi yang menguntungkan untuk tersebarnya bakteri menyebabkan kerugian total tanaman
crucifer (Pracaya, 2001).

Bakteri banyak terdapat pada serasah dari tanaman yang terinfeksi, tetapi akan mati jika
serasah tadi melapuk. Bakteri ini juga terdapat pada tanaman kubis-kubisan yang lain dan
tanaman rumput-rumputan serta dapat pula terbawa benih. Bakteri ini berada pada tetesan butir
air dari tanaman yang terluka serta dapat menyebar ke seluruh tanaman melalui manusia
ataupun peralatan yang sering bergerak melintasi lahan saat kondisi tanaman sedang basah.

Penyebab Penyakit

Penyebab penyakit busuk hitam adalah Xanthomonas campestris pv. Campestris. Bakteri ini
bersel tunggal, berbentuk batang, 0,7-3,0 x 0,4-0,5 m, membentuk rantai, berkapsula, tidak
berspora, bersifat gram negatif, bergerak dengan satu flagel polar.

Gejala Penyakit

Tanaman dapat terserang busuk hitam pada setiap tahap pertumbuhan. Pada pembibitan,
infeksi yang pertama kali muncul dengan menghitamkan sepanjang kotiledon. Bibit terserang
patogen akan berwarna kuning sampai coklat, layu, dan runtuh. Pada tanaman yang memasuki
pertumbuhan vegetatif lanjut akan menunjukkan gejala kerdil, layu, daun yang terinfeksi
berbentuk wilayah-V. Wilayah V ini kemudian membesar dan menuju dasar daun, berwarna
kuning sampai coklat, dan kering. Gejala ini dapat muncul pada daun, batang, akar, dan
berubah menjadi hitam akibat patogen yang berkembang biak. Daun muda yang terinfeksi
mengalami pertumbuhan yang terhambat, warna kuning sampai coklat, layu, dan mati sebelum
waktunya. Kadang-kadang, tanaman berpenyakit gundul memiliki panjang tangkai atasnya
dengan seberkas kecil daun.

Bakteri ini dapat menyebar ke jaringan pengangkutan tanaman dan dapat berpindah secara
sistematis dalam jaringan pengangkutan tanaman tersebut. Jaringan angkut yang terserang
warnanya menjadi kehitaman yang dapat dilihat sebagai garis hitam pada luka atau bisa juga
diamati dengan memotong secara melintang pada batang daun atau pada batang yang terkena
infeksi. Busuk hitam juga dapat menyebabkan terjadinya busuk lunak.

Siklus Penyakit

Sumber utama bakteri untuk pengembangan busuk hitam di bidang produksi benih penuh,
transplantasi terinfeksi, dan gulma silangan terinfeksi. Bakteri ini disebarkan dalam panen
terutama oleh angin-angin dan percikan air dan oleh para pekerja, mesin, dan kadang-kadang
serangga. X. campestris dapat bertahan hidup pada permukaan daun selama beberapa hari
sampai tersebar ke hidatoda atau luka di mana infeksi dapat terjadi. Bakteri masuk ke daun
melalui hidatoda saat memancarkan air melalui pori-pori di tepi daun pada malam hari, ditarik
kembali ke dalam jaringan daun pada pagi hari (Soeroto, 1994).

Bakteri dapat masuk ke daun dalam 8 sampai 10 jam, dan gejala yang terlihat layu secepat 5-
15 jam kemudian. Luka, termasuk yang dibuat oleh serangga makan pada daun dan cedera
mekanik ke akar selama tanam, juga menyediakan situs masuk. Gerakan bakteri ke tanaman
melalui hidatoda dibatasi dalam varietas tahan; akibatnya, ada situs infeksi yang lebih sedikit
dan / atau bagian yang terkena jauh lebih kecil dalam varietas tahan daripada varietas rentan.

Kondisi yang Mendukung Perkembangan Penyakit

Pada kondisi yang hangat dan basah kerugian busuk hitam dapat melampaui 50% karena
penyebaran penyakit ini. Hujan dan kabut tebal atau embun dan suhu hari 75 sampai 95 F
yang paling menguntungkan bagi patogen. Di bawah dingin, kondisi basah infeksi dapat terjadi
tanpa gejala perkembangan. Akibatnya, transplantasi tumbuh pada temperature rendah
mungkin terinfeksi tetapi tanpa gejala. Bakteri tidak menyebar di bawah 50 F atau selama
cuaca kering (Permadi,1993).

Strategi Pengendalian Penyakit

Menurut Rukmana (1994), pengendalian dapat dilakukan dengan pergiliran tanaman yang
bukan jenis kubis-kubisan, sehingga akan memberikan waktu yang cukup bagi serasah dari
tanaman kubis-kubisan untuk melapuk. Lalu menggunakan benih bebas hama dan penyakit
yang dihasilkan di iklim yang kering. Hindari untuk bekerja di lahan saat daun tanaman basah.
Tanamlah varietas kubis yang tahan terhadap busuk hitam. Penyemprotan bakterisida Kocide
77 WP sangat dianjurkan, terutama untuk budidaya di musim penghujan. Tanaman dan daun
sakit dipendam dalam tanah. Menutup tanah dengan jerami untuk mengurangi penyakit.

Perlakuan benih dengan cara merendam benih dalam air hangat bersuhu 52C selama 30
menit. Tanaman yang terserang bakteri busuk hitam dicabut dan dimusnahkan. Dalam
pemanenan kubis diikutsertakan dua helai daun hijau untuk melindungi krop. Pemanenan harus
dilakukan dengan hati-hati, agar tidak terjadi luka. Daun-daun yang terinfeksi dikumpulkan
untuk dimusnahkan (Soeroto,1994).


Busuk Basah

Bakteri penyebab busuk basah mempunyai kisaran inang yang luas di antaranya kubis,
kentang, wortel, turnip, seledri, tomat, dan lain-lain. Panyakit ini dapat ditemukan di seluruh
dunia dan dapat menyebabkan gejala serius pada krop di lapangan, di pengangkutan dan di
penyimpanan. Perkembangan serangannya lebih banyak terjadi pada tempat penyimpanan
atau pascapanen dari pada di lapangan. Pada penyimpangan, tanaman krop sehat yang
mangalami kontak langsung dengan tanaman yang sakit dapat dalam beberapa jam saja dapat
tertular penyakit busuk basah ini.
Penyakit busuk lunak ini telah menyebkan kerugian ekonomi yang besar akibat berkurangnya
jumlah produksi yang dapat terjual: rendahnya kualitas; dan besarnya biaya pengendalian.
Bakteri ini dapat mempertahankan diri dalam tanah dan sisa-sisa tanaman di lapangan.

Penyebab Penyakit

Erwinia carotovora merupakan bakteri berbentuk batang, bersifat gram negatif, umumnya
berbentuk rantai, tidak berkapsul dan tidak berspora, dapat bergerak aktif dengan 2-5 flagella.
Ukuran selnya 1,5-2,0 x 0,6-0,9 mikron (Permadi dan Sastroosiswojo, 1993). Suhu minimum
untuk bakteri ini adalah 5oC, optimum 22oC, maksimum 37oC dan akan mati pada suhu 50oC
(Agrios, 2005).

Gejala Penyakit

Gejala awal yang mucul pada tanaman berupa lesio gejala basah yang kecil dan diameter serta
kedalamannya melebar secara cepat. Bagian tanaman yang terkena menjadi lunak dan
berubah warna menjadi gelap apabila serangan terus berlanjut. Warna pada permukaannya
menjadi hijau pucat dan mengkerut. Pada jaringan yang terinfeksi akan berwarna buram dan
kemudian akan berubah menjadi krem dan berlendir. Jika hal ini terjadi, maka pada permukaan
akan tampak cairan berwarna keruh. Perkembangan penyakit hingga tanaman membusuk
hanya butuh waktu 3-5 hari. Tanaman yang terkena busuk lunak kemudian menimbulkan bau
yang khas yang dimungkinkan oleh adanya perkembangan organisme lain setelah pembusukan
terjadi.

Jika akar krop telah terserang, gejala kemudian dapat muncul pada batang berupa batang yang
berair, hitam, dan berkerut. Hal ini juga menyebabkan tanaman kerdil, layu dan mati. Bakteri
busuk lunak dapat timbul dari seresah tanaman yang telah terinfeksi, melalui akar tanaman, dari
tanah, dan beberapa serangga. Luka pada tanaman seperti stomata pada daun, serangan
serangga, kerusakan mekanis, ataupun bekas serangan dari patogen lain merupakan sasaran
yang empuk untuk serangan bakteri (Agrios,2005).

Siklus Penyakit

Siklus penyakit atau perkembangan penyakit dapat dijelaskan sebagai berikut. Bakteri pada
awalnya masuk ke luka pada tanaman. Luka ini dapat disebabkan oleh serangga tersebut
mengimpan telurnya pada tanaman kubis sehingga menyebabkan luka. Bakteri setelah masuk
akan makan dan membelah diri dengan cepat serta merusak sel di sekitarnya. Hal ini
menyebabkan terbentuknya cairan. Selain tiu, bakteri ini menghasilkan enzim pektinase dan
selulase. Enzim peptinase dapat menguraikan peptin yang berfungsi untuk merekatkan dinding
sel yang berdampingan. Dengan terurainya peptin, sel-sel akan terdesintegrasi. Enzim selulase
menyebabkan merusak selulosa dan melunakkan dinding sel. Akibatnya air dari protoplasma
berdifusi ke ruang antar sel. Sel kemudian mengalami plasmolisis, kolaps, dan mati. Bakteri
selanjutnya bergerak menuju ruang antarsel dan membelah diri sambil mengeluarkan enzimnya
sehingga infeksi semakin besar.
Akibat dari hal tersebut di atas, jaringan yang terserang kemudian melunak, berubah bentuk,
dan berlendir. Massa dari bakteri yang terdapat pada cairan dalam sel sangat banyak.
Akibatnya jaringan gabus yang banyak terserag penyakit ini pun rusak sehingga lendir yang
mengandung banyak bakteri tersebar ke dalam tanah atau dalam penyimpanan pasca panen.
Hal ini memungkinkan bakteri mengadakan kontak dengan tanaman yang sehat sehingga
tanaman sehat pun akan mengalami sakit. Skema yang menunjukkan perkembangan penyakit
tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini

Kondisi yang Mendukung Perkembangan Penyakit
Terdapat beberapa hal yang dapat mendukung perkembangan penyakit diantaranya drainasi
yang buruk pada pertanaman, kelembaban yang tinggi, curah hujan tinggi yang dapat
menyebabkan bakteri tersebar dengan cepat, adanya sisa-sisa tanaman terinfeksi di sekitar
daerah penanaman dan suhu yang rendah.

Kondisi yang menyebabkan perkembangan penyakit pada pasca panen adalah luka pada kubis.
Jika luka ini mengadakan kontak dengan tanaman yang terserang, maka dengan mudah kubis
yang luka ini akan terinfeksi E. carotovora.

Strategi Pengendalian

Pengendalian secara preventif bisa ditempuh melalui kebersihan lingkungan dan sistem
budidaya. Menunggu tanah melapukkan sisa-sisa tanaman lama di lahan sebelum menanam
tanaman selanjutnya sangat dianjurkan untuk mengatasi hal ini. Lahan harus memiliki drainase
yang baik untuk mengurangi kelembaban tanah serta jarak tanamnya harus cukup memberikan
pertukaran udara untuk mempercepat proses pengeringan daun saat basah. Pembuatan
pelindung hujan dapat pula menghindari percikan tanah dan pembasahan daun yang akan
mengurangi gejala busuk lunak. Penyemprotan bacterisida seperti Kocide 77WP dengan
interval 10 hari sangat dianjurkan terutama saat penanaman musim hujan. Sanitasi, jarak tanam
tidak terlalu rapat. Menghindari terjadinya luka yang tidak perlu dan pengendalian pasca panen


Kaki Hitam

Penyebab Penyakit
Penyakit kaki hitam disebabkan oleh pathogen Phoma Lingam yang merupakan patogen serius
yang dapat menyebabkan penyakit kaki hitam, kanker , dan busuk kering brassicae dan
silangan lain. Batang dibusukkan / penyakit penipu disebabkan oleh jamur Phoma lingam
ascomycetes. Teleomorf dari penyebab penyakit Phoma lingam adalah Leptosphaeria
maculans. Miselium bersekat bercabang-cabang, pada waktu muda hialin, kelak mempunyai
dinding yang gelap Piknidia bundar untuk subglobose, kuning coklat sampai coklat hitam,
subepidermal, terpisah, unilokular, 130-600 m.. Bentuk dan ukuran piknidium sangat
bervariasi. Biasanya berbentuk botol, berwarna gelap, kadang-kadang dengan paruh atau
ostiola yang menonjol. Konidium (piknidiospora) hialin, tak bersekat, 1-2,5 x 3-6 m. Konidium
terkumpul di dalam piknidium, mongering dalam matriks yang seperti agar-agar. Jika terdapat
air hujan atau embun, matriks meghisap air dengan cepatdan konidium mengembang dalam
bentuk bulu atau benang panjang yang mengandung konidium dan matriks. Matriks akan larut
dalam air sehingga konidium menjadi bebas (Tindall, 1987).

Gejala Penyakit

Gejala yang ditimbulkan penyakit kaki hitam oleh pathogen phoma lingam yaitu Noda pada
batang dan daun, bulat telur sampai yg tersebar luas, pada awalnya kuning kehijauan,
kemudian kelabu kuning, akhirnya abu-abu, depresi, dengan ungu ke perbatasan hitam. Kanker
memanjang pada pangkal batang, mula-mula berwarna coklat muda, kemudian mejadi
kehitaman, yang sering dikelilingi oleh batas berwarna ungu. Di bagian tengah luka terdapat
titik-titik hitam yang terdiri dari piknidium jamur penyebab penyakit. Kanker dapat meluas
sehingga batang bergelang, bagian dalam batang busuk kering berwarna coklat, mula-mula
terdapat becak warna pucat dengan batas kurang jelas yang menjadi becak bulat dengan
warna kelabu ditengah. Daun-daun yang layu biasanya tetap bergantung pada tanaman,
sedangkan daun-daun yang masih segar sering mempunyai tepi berwarna kemerahan. Pada
tanaman penghasil benih, penyakit dapat timbul pada polongan (buah), dan biji yang terinfeksi
menjadi keriput. Perakaran yang sakit akan rusak sedikit demi sedikit sehingga tanaman
menjadi layu dan kemudian mati (Anonim, 2008).

Siklus Penyakit

Penyebab penyakit ini mempertahankan diri dari musim ke musim dalam kulit biji dan dalam
sisa-sisa tanaman sakit. Pada biji yang terinfeksi, tetapi masih dapat berkecambah, kulit biji
akan terangkat ke atas tanah dan melekat pada salah satu keeping biji (kotiledon). Keping biji
akan akan terinfeksi, jamur berkembang ke batang semai (hipokotil) sehingga semai mati.
Semai seperti ini biasanya mati di persemaian tanpa diketahui, namun di sini jamur sempat
membentuk tubuh buah (piknidium) yang menghasilkan konidium. Konidium hanya akan
terbebas bila ada air, dan pemencarannya tergantung dari air hujan yang memercik. Air yang
mengalir di permukaan tanah pun dapat mengangkut konidium dari sisa-sisa tanaman sakit ke
persemaian.
Siklus penyakit dapat dilihat pada skema di bawah ini.

Kondisi yang Mendukung Perkembangan Penyakit
Penyakit ini menyerang tanaman kubis pada kondisi tanah-tanah yang basa atau alkalis (pH
lebih besar dari 6,5). Hujan dan basah cuaca, yang telah terjadi dalam beberapa hari sangat
ideal untuk penyebaran jamur ini. Penyakit ini dapat bertahan hidup dalam residu tanaman
setidaknya selama tiga tahun, sehingga rotasi selalu disarankan (menghindari silangan dalam
rotasi sangat penting). Kondisi lain yang mendukung perkembangan penyakit yaitu tergantung
dari curah hujan. Patogen juga
seedborne dan dapat disebarkan oleh angin dalam jarak jauh.

Strategi Pengendalian

Teknik pengendalian yang dapat dilakukan untuk mengendalikan penyakit kaki hitam yaitu
pemencaran penyakit ke daerah yang belum terjangkit harus dicegah, menanam benih yang
sehat yang dihasilkan oleh daerah-daerah yang kering, khususnya yang mempunyai cuaca
kering pada waktu tanaman membentuk buah. Sanitasi pertanaman, sisa-sisa tanaman,
khususnya tanaman sakit, dipendam dalam tanah cukup dalam, agar tidak menjadi sumber
infeksi bagi pertanaman yang akan datang atau pertanaman sekitarnya. Tidak membuat
persemaian di tanah yang mungkin mengandung penyebab penyakit, di daerah yang sudah
terjangkit dan penggunaan fungisida secara efisien (Anonim,2009).

Tanah yang memiliki pH di ata 6,5 perlu penanganan dengan pengapuran pada tanah asam
atau pemberian pupuk belerang (S) untuk tanah basa. Kebutuhan kapur pertanian untuk
menaikkan tanah tergantung dari jenis tanah dan derajat keasaman tanah. Untuk lahan kering
sekitar 4 ton/hektar, sedangkan pada tanah gambut mencapai 19 ton/hektar. Pada tanah-tanah
basa, misalnya pH 8,5-9,0 dapat diberikan tepung belerang atau gipsum sekitar 6 ton/hektar
untuk menurunkan pH mendekati netral.
Pembahasan Umum

Penyakit-penyakit pada kubis yang telah disebutkan diatas, secara garis besar disebabkan oleh
dua patogen yaitu cendawan dan bakteri. Untuk dapat membedakan secara langsung dari
seluruh gejala, pengendalian teknis yang tepat, dan bakterisida yang dapat digunakan maka
pada sub bab ini akan dijelaskan perbedaan dari keseluruhan penyakit untuk masing-masing
patogen.

Penyakit yang disebabkan oleh cendawan ada tiga yaitu akar gada, bercak daun, dan kaki
hitam. Dari tiga penyakit ini, penyakit terbesar disebabkan akar gada. Hal ini disebabkan karena
penyakit ini berkembang dengan sangat cepat di area pertanaman kubis dan dapat bertahan
selama 10 tahun di dalam tanah. Akar yang membengkak menyebabkan pengangkutan nutrisi
terhambat. Gejala ini sangat berbeda dengan dua penyakit lainnya oleh cendawan. Contohnya
penyakit bercak daun yang gejalanya berawal dari daun bukan dari akar. Gejalanya pun sangat
khas yaitu berupa bercak konsentris kecil berwarna gelap kemudian membesar pada daun.
Bercak yang terjadi di daun pada penyakit kaki hitam pun berbeda. Bercak yang ditimbulkan
berwarna kuning, berkembang menjadi abu-abu kemudian ungu kehitam-hitaman. Bercak oleh
penyakit kaki hitam ini dapat meluas ke batang berupa kanker memanjang berwarna hitam.

Pengendalian secara kultur teknis untuk ketiga penyakit oleh cendawan ini un meiliki
perbedaan. Pengendalian untuk mengatasi penyakit akar gada salah satunya dengan
pemberian kapur atau pupuk pada area pertanaman sehingga pH meningkat hingga 7,2. Pada
pH ini, perkecambahan cendawan akan terhambat sehingga serangan peyakit dapat berkurang.
Hal ini sangat berbeda dengan penyakit kanker batang yang disebabkan oleh Phoma lingam.
Cendawan penyakit ini akan menyerang tanaman dan berkembang baik pada tanah-tanah yang
basah dengan pH di atas 6,5. Sehingga pengendalian kultur teknis yang di lakukan kebalikan
dari pengandalian pada penyakit akar gada. Pengendalian dilakukan dengan pemberian pupuk
belerang pada tanah basa sehingga pH turun. Namun pemupukan belerang juga jangan
berlebihan. Jika ini terjadi maka pH tanah akan rendah sehingga tanah masam yang
menyebabkan pertumbuhan kubis terhambat.

Pengendalian yang tepat untuk penyakit bercak daun alternaria adalah dengan melakukan
rotasi tanaman. Hal ini cukup efektif jika dilakukan karena patogennya hanya dapat bertahan
paling lama 23 minggu. Rotasi tanaman ini cukup tepat pula untuk pengendalian kaki hitam.
Namun untuk penyakit akar gada kurang tepat karena P. brassicae dapat bertahan selama
paling lama 10 tahun dalam tanah. Sanitasi area penanaman dan irigasi yang baik sangat
penting untuk pengendalian tiga penyakit oleh cendawan di atas. Hal ini disebabkan karena
patogen dapat bertahan pada sisa-sisa tanaman dan dapat berkembang dengan cepat pada
daerah air yang tergenang. Pengendalian dengan bahan kimia untuk setiap penyakit dapat
menggunakan fungisida promefon 250 EC.
Secara umum, perbedaan antara ketiga penyakit pada kubis di atas dapat dilihat pada tabel di
bawah ini.

Penyakit pada kubis oleh patogen bakteri yang dibahas ada dua yaitu busuk hitam dan busuk
basak. Kerugian terbesar antara kedua penyakit ini adalah penyakit busuk basah oleh E.
carotovora. Kerugian yang besar ini terjadi pada pengangkutan pascapanen. Bakteri ini akan
dengan cepat menyebar melalui luka dari krop kubis yang sakit ke krop kubis yang sehat.
Gejala khas yang membedakan antara busuk hitam dengan busuk basah adalah pada busuk
basah terjadi pelunakan hingga berledir kemudian berbau akibat asosiasi dengan
mikroorganisme lain. Gejala ini tidak ditemukan pada busuk hitam. Gejala khas di daun pada
penyakit busuk hitam yang dapat membedakannya dengan penyakit lain adalah bercak kuning
berbentuk V. Bercak ini kemudian dapat menyebar ke seluruh daun dan tanaman. Bakteri dapat
pula menyebabkan pembuluh menghitam, pengangkutan nutrisi terhambat, dan krop hitam.

Pengendalian yang cocok untuk mencegah terjadinya busuk hitam adalah dengan rotasi
tanaman. Hal ini disebabkan bakteri dapat bertahan selama 3 tahun di area infeksi. Sedangkan
untuk busuk basah lebih pada sanitasi sisa-sisa tanaman di sekitar daerah penanaman,
menjaga kelembaban dengan mengatur jarak tanam, dan yang terpenting mengindari luka pada
pascapanen. Sanitasi dan penggunaan benih yang sehat juga efektif untuk pengendalian
penyakit busuk hitam dan busuk basah. Pengendalian dengan kimia untuk kedua penyakit
dapat menggunakan bakterisida Kocide 77WP. Namun pengendalian dengan bakterisida sebisa
mungkin dihindari dan lebih mengutamakan pengendalian kultur teknis (Agrios, 2005).

Secara umum, perbedaan antara kedua penyakit pada kubis di atas dapat dilihat pada tabel di
bawah ini.

KESIMPULAN

Patogen utama penyebab penyakit pada tanaman kubis berasal dari cendawan setelah itu
bakteri. Penyakit ini akan menyebar dan berkembang dengan baik pada saat musim hujan
dimana kelembaban cukup tinggi dan pada saat suhu rendah. Sanitasi dan rotasi tanaman
sangat penting sebagai pengendalian secara kultur teknis untuk menghindari tersebarnya
penyakit ini kecuali pada penyakit akar gada. Hal ini disebabkan karena spora pada akar gada
dapat bertahan lama pada tanah.

Secara umum, patogen dapat menyerang dapat menyerang pada berbagai tingkat tanaman.
Penyakit yang menyebabkan kerugian terbesar pada saat pascapanen adalah busuk lunak oleh
bakteri Erwinia carotovora. Untuk mencegah tersebarnya penyakit ini perlu dilakukan
pencegahan agar tidak terjadi luka pada krop kubis. Penyakit yang menyebabkan kerugian
yang tidak terlalu besar di Indonesia adalah penyakit kanker batang. Hal ini disebabkan karena
patogen penyebab penyakit ini akan berkembang baik pada tanah basa sedangkan tanah di
Indonesia sebagian besar tanah asam.
Daftar Pustaka

Agrios, George W. 1997. Plant Pathology Fourth Edition.New York: Academic Press.

Arismansyah, Erlan Ardian. 2010. Penyakit akar gada (Plasmodiophora brassicae Wor) pada
kubis-kubisan dan upaya pengendaliannya. [terhubung
berkala].http://erlanardianarismansyah.wordpress.com/2010/01/07/penyakit-akar-gada
plasmodiophora-brassicae-wor-pada-kubis-kubisan-dan-upaya pengendalian-nya. [5 April
2010].

Campbell, NA, dkk. 2000. Biologi Edisi Lima. Rahayu Lestari, dkk, penerjemah; Amalia Safitri,
editor. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Biology 5th Edition.

Cicu, 2002. Pengelolaan Penyakit Akar Gada (Plasmodiophora brassicae) pada Tanaman
Kubis dengan Tanaman Perangkap dan Perlakuan Tanah Pembibitan [tesis]. Bogor: Program
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Mangun, Wardoyo. 2009. Busuk Hitam Kubis. [terhubung berkala]. http://journal.ui.ac.id //
Transformasi%20fragmen_Mangunwardoyo.pdf. [17 Mei 2010].
Permadi, A. H. dan S. sastrosiswojo.1993. Kubis. Kejasama antara Badan Penellitian dan
Perkembangan Pertanian. Lembang: Balai Penelitian Holtikultura.

Pracaya, Ir. 2001. Kol alias Kubis Edisi Revisi. Jakarta: Penebar Swadaya.

Rebecca A. Boley. 2003. Educational Specialist Plant Pathology. Manoa: University of Hawaii.

Rumahlewang, Wilhemnia. 2008. Penyakit-Penyakit Penting Tanaman Kubis. [terhubung
berkala]. http://kliniktanaman.blogspot. com/2008/12/penyakit-penyakit-penting-tanaman
kubis.html.[2 April 2010]

Rukmana, R. 1994. Bertanam Kubis. Yogyakarta: Kanisius.

Soeroto, dkk. 1994. Pengelolaan Organisme Pengganggu Tumbuhan Secara Terpadu pada
Tanaman Kubis. Jakarta: Direktorat Jenderal Pertanian Tanaman Pangan Direktorat Bina
Perlindungan Tanaman.

Stephen, A Ferreira. 2006. Extension Plant Pathologist.

Tindal, H.D. (1987). Zwartrot van kool. Landblouw 21:259.

Penyakit-Penyakit Penting pada Tanaman Kubis
Disusun oleh:
Anita Widyawati A34080018
Rizky Irawan A34080019
Putri Setya Utami A34080021
Hamdayanty A34080022
Dosen Pembimbing:
Dr. Abdjad Asih Nawangsih, MSi
Dr. Tri Asmira Damayanti, MSc
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Nama kubis diduga berasal dari bahasa Inggris yaitu cabbage. Di Indonesia, kubis sering uaga
disebut sebagai kol. Tanaman kubis (Brassicae oleraceae) termasuk family Cruciferae, Klas
Dicotyledoneae, Subdivisi Angiospermae dan Divisi Embriophyta (Pracaya, 2001). Kubis
sebagai sayuran mempunyai peran penting untuk kesehatan. Kubis banyak mengandung vitamin
dan mineral yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Sebagai sayuran, kubis dapat membantu
pencernaan, menetralkan zat-zat asam dan memperlancar buang air besar.
Tanaman kubis merupakan tanaman semusim yang di Indonesia banyak ditanam di daerah
pegunungan, dengan ketinggian 800 m di atas permukaan laut (dpl) dan mempunyai
penyebaran hujan yang cukup setiap tahunnya. Sebagian kubis tumbuh baik pada ketinggian
100-200 m dpl, tetapi jumlah varietasnya tidak banyak dan tidak dapat menghasilkan biji. Pada
daerah yang ketinggiannya di bawah 100 m, tanaman kubis tumbuh kurang baik. (Permadi dan
Sastrosiswojo, 1993).
Pada umumnya kubis ditanam dengan pola tanam secara monokultur atau tumpangsari. Waktu
tanam kubis yang paling baik adalah pada awal musim hujan atau awal musim kemarau.
Meskipun demikian, kubis dapat ditanam sepanjang musim atau tahun asalkan kebutuhan airnya
terpenuhi. Cara budidaya tanaman kubis adalah pengolahan tanah atau pembersihan gulma,
penyulaman, pemupukan, pemanenan, dan pergiliran tanaman (Rukmana, 1994).
Secara umum, semua jenis kubis dapat tumbuh dan berkembang pada berbagai jenis tanah.
namun demikian, kubis akan tumbuh optimum bila ditanam pada tanah yang kaya akan bahan
organik. Kecuali itu, dalam hidupnya kubis memerlukan air yang cukup, tetapi tidak boleh
berlebihan. Artinya tanaman kubis akan mati bila kekurangan atau kelebihan air.
Realita yang ada, tidak semua petani di sentra pertanaman kubis menanam kubis. Keengganan
petani menanam kubis dipicu leh alasan klasik, takut terserang hama dan penyakit. Tanaman
kubis yang akan tumbuh baik pada kelembaban yang cukup tinggi (60-69%) dan suhu cukup
rendah memang dapat memunculkan berbagai penyakit, terutama bakteri dan cendawan. Kedua
patogen inilah yang merupakan patogen utama pada kubis (Pracaya, 2001).
Kerugian yang dapat ditimbulakan oleh penyakit kubis sangat besar nilainya. Terkadang
serangannya sangat hebat sehingga terjadi gagal panen. Oleh sebab itu pengetahuan mengenali
penyakit-penyakit pada kubis, gejala, dan cara pengendaliannya sangat penting. Pengetahuan ini
khususnya penting diketahui oleh petani kubis atau petani yang tinggal di daerah yang cocok
untuk pertumbuhan kubis agar mereka tetap mau menanam kubis dan paham cara pengendalian
penyakitnya.
1.2. Tujuan
1. Mengetahui penyakit-penyakit yang menyerang tanaman kubis dan patogen penyebab
penyakit tersebut.
2. Mengetahui gejala dari berbagai penyakit pada tanaman kubis
3. Mamahami siklus penyakit dari patogen penyebab penyakit pada tanaman kubis.
4. Mampu menganalis strategi pengendalian yang tepat untuk mencegah terjadinya atau
berkembangnya penyakit-penyakit pada tanaman kubis.
BAB 2. ISI
2.1. Akar Gada
Clubroot atau Akar Gada merupakan penyakit terpenting pada tanaman kubis-kubisan yang
disebabkan oleh jamur Plasmodiophora brassicae. Penyakit ini menyebar merata diseluruh areal
pertanaman kubis di seluruh dunia khususnya di Eropa dan Amerika Utara. Penyakit ini sering
dijumpai pada daerah dataran rendah dan dataran tinggi. Hampir seluruh tanaman kubis-kubisan
misalnya kubis, sawi putih, dan brussels sprout sangat rentan terkena akar gada.
a. Penyebab Penyakit
Akar gada menyebabkan kerusakan yang parah pada tanaman rentan tumbuh pada tanah yang
terifeksi. Hal ini disebabkan patogen yang menginfeksi tanah ini tetap menjadi saprofit pada
tanah sehingga kubis-kubisan kurang cocok lagi untuk dibudidayakan di tempat tersebut (Agrios,
2005).
Plasmodiophora brassicae yang menyerang kubis ini termasuk dalam kelas
plasmodiophoromycetes. Fase somatiknya berupa plasmodium. Plasmodium tumbuh menjadi
zoosporangium atau spora rehat. Pada saat perkecambahan, patogen ini membentuk zoozpora
yang dapat berasal dari spora rehat. Zoospora tunggal dari spora rehat kemudian memenetrasi
akar inang dan tumbuh menjadi plasmodium. Setelah beberapa hari, plasmodium membelah
menjadi beberapa multinukleat yang dibungkus oleh membran sehingga sel-sel akar akan
bertambah besar. Masing-masing bagian tumbuh menjadi zoosporangium. Setiap zoosporangium
terdiri dari empat hingga delapan zoospora yang segera dilepaskan melalui pori-pori pada
dinding sel tanaman inang.
Beberapa dari zoospora kemudian bersatu untuk memproduksi zigot diploid yang dapat
menyebabkan infeksi baru dan plasmodium baru. Zigot ini terdiri dari nucleus yang dikaryotik.
Selanjutnya nukleus ini mangalami fusi (karyogami) yang diikuti meiosis. Akhirnya plasmodium
menjadi spora rehat yang akan disebarkan ke tanah dan dapat menginfeksi tanaman selanjutnya.
Siklus dari patogen ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 1. Siklus hidup Plasmodiophora brassicae
(Sumber: Campbell, 2000)
b. Gejala Penyakit
Gejala yang khas pada tanaman yang terifeksi Plasmodiophora brassicae adalah pembesaran akar
halus dan akar sekunder yang membentuk seperti gada. Bentuk gadanya melebar di tengah dan
menyempit di ujung. Akar yang telah terserang tidak dapat menyerap nutrisi dan air dari tanah
sehingga tanaman menjadi kerdil dan layu jika air yang diberikan untuk tanaman agak sedikit.
Bagian bawah tanaman menjadi kekuningan pada tingkat lanjut serangan penyakit. Spora dapat
bertahan di tanah selama 10 tahun, dan bisa juga terdapat pada rumput-rumputan.
Gambar 2a . Gejala pada akar Gambar 2b. Gejala di permukaan tanah
(Sumber: Arismansyah, 2010).
Penyakit ini bisa menyebar melalui tanah, dalam air tanah, ataupun dari tanaman yang sudah
terkena. Gejala pada permukaan atas tanah dapat dilihat dengan menguningnya daun. Layu pada
siang hari dan akan segar kembali pada malam hari (gambar 2b). Tanaman akan kelihatan kerdil,
tanaman muda yang terserang akan dengan cepat mati sedangkan tanaman tua dapat bertahan
hidup namun tidak dapat menghasilkan krop yang dapat dipasarkan.
c. Kondisi yang Mendukung Perkembangan Penyakit
Penyakit akar gada berkembang dengan baik pada pH tanah 5,7. Menurun dengan drastis pada
pH tanah 5,8-6,2 dan gagal berkembang pada pH 7,8. Perkecambahan spora terjadi pada pH 5,7-
7,5 dan tidak akan berkecambah pada pH 8. Tetapi pH tanah yang rendah tidak menjamin
terjadinya infeksi untuk semua kejadian. Kisaran temperatur yang optimum untuk bagi
perkembangan P. brassicae adalah 17,8-25 oC dengan temperature minium 12,2-27,2 oC.
Kelembaban optimum selama 18-24 jam mengakibatkan perkecambahan dan penetrasi pathogen
ke dalam inang kubis kemudian infeksi hanya terjadi jika kelembaban tanah di atas 45 % dan
kelembaban di atas 50 % akan menyebabkan penyakit bertambah cepat. Kelembaban tanah di
bawah 4 % dapat menyebabkan terhambatnya infeksi. Kelembaban yang tinggi dapat disebakan
dengan meningkatnya curah hujan. Intensitas cahaya sangat berpengaruh pula terhadap
perkembangan penyakit. Intensitas cahaya yang tinggi menyebabkan serangan pathogen akan
menurun, sebaliknya intensitas cahaya yang rendah dapat menyebabkan berkembangnya patogen
dengan cepat sehingga penyakit akibat serangan patogen juga semakin besar.
Jumlah spora rehat akan menentukan tingkat infeksi pada inang. Susensi yang mengandung
paling sedikit 106-108 sel spora setiap ml sangat efektif untuk mengadakan infeksi. Disamping
itu, kondisi inang turut mempengaruhi perkembangan P.brassicae, seperti kisaran inang,inang
yang rentan, dan morfologi dari sistem perakaran serta peran mikroba yang lain.
d. Siklus Penyakit
Perkembangan penyakit atau siklus penyakit dapat dijelaskan sebagai berikut. Plasmodium yang
berkembang dari zoospora sekunder memenetrasi jaringan akar muda secara langsung. Hal ini
dapat mempertebal akar dan batang luka yang terletak di bawah tanah. Setelah itu, plasmodium
menyebar ke sel kotikal hingga ke kambium. Setelah seluruh kambium terserang, plasmodium
kemudian menyebar ke korteks kemudian ke xilem. Patogen ini kemudian berkelompok
membentuk gelendong yang meluas dan berangsur-angsur menyebar. Jumlah sel kemudian
bertambah banyak dan membesar. Infeksi ini dapat menyebabkan sel 5-12 kali lebih besar dari
sel yang tidak terinfeksi. Sel yang berkembang abnormal ini dapat menjadi stimulus bagi patogen
untuk menyebar lebih cepat dan bahkan dapat menyebabkan sel yang awalnya tidak terifeksi
menjadi terifeksi. Sel yang tumbuh abnormal ini dapat digunakan oleh plasmodium sebagai
sumber makanannya. Skema perkembangan penyakit akar gada dapat dilihat pada gambar di
bawah ini.
Gambar 3. Siklus penyakit akar gada (Agrios, 2005)
Infeksi oleh plasmodium tidak hanya menyebabkan terjadinya pertumbuhan abnormal pada
tanaman tetapi juga dapat menyebabkan terhambatnya absorbsi dan translokasi air dan nutrisi
dari dan menuju akar. Hal ini menyebabkan tanaman kerdil san layu secara perlahan-lahan.
Lebih lanjut lagi, pertumbuhan yang cepat dan sel yag membesar dapat menyebabkan tidak
terbentuknya jaringan gabus dan dapat menyebabkan kemudahan bagi mikroorganisme lain
untuk menginfeksi tanaman.
e. Strategi Pengendalian
Penyakit ini memiliki berbagai bentuk gejala serangan sehingga mendorong untuk memuliakan
tanaman yang tahan terhadap penyakit ini. Pengendalian dilakukan dengan menggunakan bibit
yang bebas hama dan penyakit. Pergiliran tanaman kurang sesuai diterapkan untuk kasus ini
karena sporanya dapat bertahan lama serta gulma yang dapat menyebabkan penyakit ini.
Pengapuran tanah untuk meningkatkan pH menjadi 7.2 sangat efektif untuk mengurangi
perkembangan penyakit. Penyiraman fungisida Promefon 250EC pada lubang tanam yang
dicampur dengan air saat tanam juga dapat mengurangi perkembangan penyakit. Tanaman yang
tahan haruslah diuji di beberapa lokasi karena jenis serangannya yang berbeda-beda di setiap
lokasi (Arismansyah, 2010). Selain itu, penggunaan tanaman perangkap dan perlakuan tanah
pembibitan dengan teknik solarisasi juga teruji mengurangi penyakit dan meningkatkan hasil
panen (Cicu, 2002).
2.2. Bercak Daun Alternaria
Bercak daun alternaria merupakan penyakit yang sering ditemukan pada berbagai jenis tanaman
di seluruh dunia diantaranya kubis, tomat, kentang, kacang tanah, tembakau, geranium, apel,
bawang, jeruk lemon, dll. Khusus untuk Alternaria pada kubis yang disebabkan oleh A.
brassicae, pathogen ini sangat banyak tersebar di belahan bumi utara. Patogen ini sangat
dipengaruhi oleh cuaca dengan penyakit tertinggi yang dilaporkan dalam kondisi musim hujan
dan di daerah dengan curah hujan relatif tinggi (Agrios, 2005).
a. Penyebab Penyakit
Alternaria sp. mempunyai miselium berwarna gelap dan pada jaringan tua memproduksi
konidiofor pendek, sederhana, dan tegak yang dapat menopang konidia. Konidia dari dari
Alternaria sp. cukup besar gelap, panjang, multiselular, dan mempunyai sekat melintang dan
membujur. Konidifor dari Alternaria. brassicae menghasilkan spora aseksual (konidia) dengan
panjang rata-rata antara 160-200 m. Sporulasi terjadi (in vitro) antara suhu 8 sampai 24 oC
dimana spora dewasa dapat terbentuk setelah 14 sampai 24 jam.
b. Gejala Penyakit
Alternaria brassicae dapat mempengaruhi spesies inang pada semua tahap pertumbuhan,
termasuk biji. Gejala yang ditimbulkan sering terjadi pada daun yang lebih tua, karena mereka
lebih dekat dengan tanah dan lebih mudah terinfeksi sebagai akibat dari percikan hujan atau
hujan ditiup angin. Akhir infeksi, atau infeksi daun yang lebih tua, tidak mengurangi
karakteristik krop, dan dapat dikontrol melalui penghapusan intensif daun terinfeksi. Serangan
pada tanaman di persemaian dapat mengakibatkan damping off atau tanaman kerdil. Bentuk
bercak daun sangat beragam ukurannya dari sebesar lubang jarum hingga yang berdiameter 5
cm. Umumnya serangan dimulai dengan adanya bercak kecil pada daun yang membesar hingga
kurang lebih berdiamter 1,5 cm dan berwarna gelap dengan lingkaran konsentris. Gejala ini
sering disebut dengan browning. Pada kondisi cuaca yang lembab tampak bulu-bulu halus
kebiruan di pusat bercak yang bercak tersebut sering terdapat cincin-cincin sepusat.
Gambar 4a. Gejala pada daun. Gambar 4b. Mikroskopis A. brassicae
(Sumber: Anonim, 2008)
c. Kondisi yang Mendukung Perkembangan Penyakit
Angin yang sering timbul saat hujan dapat memperparah serangan penyakit. Alternaria brassicae
penyebab bercak daun pada kubis-kubisan ini dapat menyebar cepat dengan bantuan angin.
Serangan semakin parah bila cuaca lembap dan suhu antara 25 30oC. Temperatur optimum
adalah antara 16 dan 24 oC dimana waktu sporulasi hanya berkisar antara 12 sampai 14 jam.
Kelembaban pada kondisi hujan, embun, atau kelembaban yang tinggi sangat penting untuk
infeksi. Hanya dengan waktu minimum 9-18 jam infeksi pada tanaman oleh A. brassicae dapat
terjadi. Ketika terjadi penurunan suhu, jumlah waktu yang dibutuhkan untuk 98% dari spora
untuk tumbuh meningkat (Stephen, 2000).
Alternaria brassicae tetap hidup untuk jangka waktu yang panjang sebagai spora pada kulit biji
atau sebagai miselium dalam benih maupun di bagian atas tanaman terinfeksi. Sampel benih
terinfeksi dengan Alternaria brassicae yang disimpan pada 0 oC selama empat belas bulan
menunjukkan ketahanan pada benih. Dari hasil pengamatan, diketahui bahwa walaupun spora
Alternaria brassicae terkena cuaca di luar ruangan untuk periode enam bulan di mana suhu
berkisar antara 23 sampai 30 oC menunjukkan bahwa spora masih dapat tumbuh.
Alternaria brassicae juga dapat hidup dalam bentuk mikrosklerotia dan klamidospora yang
muncul setelah terinfeksi daun yang sebagian membusuk. Mikrosklerotia dan khlamidospora
dapat dibentuk dalam sel konidia. Mikrosklerotia dan khlamidospora berkembang dengan baik
pada temperatur rendah (3 oC) dan tahan terhadap pembekuan dan desikasi (dalam studi in
vitro). Klamidospora juga bisa berkembang dalam sel konidia di tanah alami pada suhu kamar.
Biji yang terinfeksi, dengan spora dikulit biji atau miselium bawah kulit biji, mungkin sumber
utama transportasi untuk patogen tersebut. Spora dapat disebarkan oleh angin, air, peralatan dan
hewan. Cendawan dapat bertahan dalam gulma rentan atau tanaman tahunan.
d. Siklus Penyakit
Perkembangan penyakit atau siklus penyakit dimulai ketika konidia dari A. brassicae menempel
pada permukaan inang. Konidia tersebut kemudian membentuk kecambah. Dalam satu konidia,
kecambah yang terbentuk bisa lebih dari satu. Alternaria sp. dapat memarasit tanaman dengan
dua cara yaitu dengan membuat penetrasi langsung pada inang yang berasal dari tabung
kecambah atau masuk ke tubuh inang melalui luka. Penetrasi yang dilakukan sebagian besar
dimulai pada daun. Miselium kemudian menyebar (invasi) ke sel daun secara interselular yaitu
melalui ruang antar sel. Konidia baru kemudian banyak terbentuk di jaringan yang terinfeksi
tersebut. Gejala kemudian menyebar ke batang sehingga menyebabkan batang damping off.
Setelah ke batang, gejala kemudian menyebar ke seluruh bagian tumbuhan. Skema dari
perkembangan penyakit dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 5. Perkembangan penyakit oleh Alternaria sp.
(Sumber: Agrios, 2005)
e. Pengendalian Penyakit
Menurut Rebecca (2001), pengendalian terhadap penyakit ini dapat dilakukan dengan perlakuan
kultur teknis dan kimia. Pengendalian dengan kultur teknis diantaranya:
Pengobatan dengan air panas: Perawatan benih dengan air panas adalah salah satu cara
mengendalikan spora pada kulit biji. Namun, pengobatan ini kadang-kadang menekan
perkecambahan.
Tanaman rotasi: Rotasi dengan tanaman bukan kubis dan pemberantasan gulma silangan dapat
membantu mengendalikan patogen. Spora dapat bertahan pada jaringan daun selama 8 sampai 12
minggu dan batang jaringan sampai 23 minggu, pada bidang yang ditanam segera setelah panen
sering bertepatan dengan jumlah besar inokulum yang kemungkinan yang berefek pada
munculnya tanaman dan tahap pertumbuhan awal.
Biologi kontrol: Studi awal dengan jamur actinomycetes, Streptomyces arabicus, menunjukkan
efek antijamur pada Alternaria brassicae pada laboratorium dan studi lapangan sehingga dapat
menekan pertumbuhan spesies cendawan tersebut.
Pengendalian dengan cara kimiawi dapat dilakukan engan menggunakan fungisida. Tujuh
fungisida sepenuhnya menghambat pertumbuhan patogen dalam budidaya adalah Benlate di 0,1
ai/100 gadis, Dithane-M 45, Dithane-Z 78, Ziram, Difolatan-80 dan Thiram (semua pada 0,2
ai/100 gal), dan Blitox-50 di ai/100 0,3 gal. Sebagai fungisida benih, Benlate di 0,1 ai/100
benih lb memberikan kontrol yang terbaik dengan kerugian rata-rata sebelum munculnya bibit
4,5 dan 6,5 pasca-munculnya bibit per pot (25 biji ditanam dalam pot masing-masing, 8 pot).
Dithane M-45 dan Dithane Z-78, baik diterapkan pada 0,2 lbs ai/100 benih, mengalami
kerugian sebelum munculnya bibit rata-rata 10,5 dan 11,25, masing-masing dan pasca-
munculnya bibit rugi sebesar 11,5 dan 13,75, masing-masing. Sebagai semprot daun, Dithane M-
45 (0,2 ai/100 gal) memberikan kontrol yang lebih baik secara signifikan atas fungisida
lainnya, termasuk Benlate. Dithane M-45 memberikan hasil yang lebih baik dari Dithane Z-78
(0,2 ai/100 gal), meskipun perbedaan itu tidak signifikan. Tanaman diperlakukan dengan
fungisida kedua juga memberikan hasil biji tertinggi.
Iprodione dan fenpropimorph memiliki keduanya menunjukkan sifat hambat tinggi untuk
pertumbuhan Alternaria sp. Dalam budaya dan sebagai perlakuan benih pada benih ai/100 0,25
lb. Dalam sampel benih sampai dengan infeksi 61,5% (35,5% internal yang sakit), iprodione
biasanya menghilangkan jamur dari sampel, tetapi tingkat yang lebih tinggi infeksi memerlukan
dosis yang lebih besar iprodione. Perkecambahan biji yang sehat tidak terpengaruh oleh
pengobatan, dan perkecambahan biji sakit ditingkatkan.
2.3. Busuk Hitam
Penyakit busuk hitam adalah salah satu penyakit yang paling merusak kubis dan silangan lain.
Kembang kol, kubis, dan kale adalah salah satu silangan paling rentan terhadap busuk hitam.
Brokoli, kecambah brussels, kubis cina, collard, kohlrabi, mustard, rutabaga, dan lobak juga
rentan. Beberapa gulma silangan juga dapat menjadi inang patogen. Penyakit ini biasanya paling
lazim di daerah yang rendah dan dimana tanaman tetap basah untuk waktu yang lama. Kondisi
yang menguntungkan untuk tersebarnya bakteri menyebabkan kerugian total tanaman crucifer
(Pracaya, 2001).
Bakteri banyak terdapat pada serasah dari tanaman yang terinfeksi, tetapi akan mati jika serasah
tadi melapuk. Bakteri ini juga terdapat pada tanaman kubis-kubisan yang lain dan tanaman
rumput-rumputan serta dapat pula terbawa benih. Bakteri ini berada pada tetesan butir air dari
tanaman yang terluka serta dapat menyebar ke seluruh tanaman melalui manusia ataupun
peralatan yang sering bergerak melintasi lahan saat kondisi tanaman sedang basah.
a. Penyebab Penyakit
Penyebab penyakit busuk hitam adalah Xanthomonas campestris pv. Campestris. Bakteri ini
bersel tunggal, berbentuk batang, 0,7-3,0 x 0,4-0,5 m, membentuk rantai, berkapsula, tidak
berspora, bersifat gram negatif, bergerak dengan satu flagel polar.
Gambar 6. Mikroskopis X. campestris
(Sumber: Mangun, 2009)
b. Gejala Penyakit
Tanaman dapat terserang busuk hitam pada setiap tahap pertumbuhan. Pada pembibitan, infeksi
yang pertama kali muncul dengan menghitamkan sepanjang kotiledon. Bibit terserang patogen
akan berwarna kuning sampai coklat, layu, dan runtuh. Pada tanaman yang memasuki
pertumbuhan vegetatif lanjut akan menunjukkan gejala kerdil, layu, daun yang terinfeksi
berbentuk wilayah-V. Wilayah V ini kemudian membesar dan menuju dasar daun, berwarna
kuning sampai coklat, dan kering. Gejala ini dapat muncul pada daun, batang, akar, dan berubah
menjadi hitam akibat patogen yang berkembang biak. Daun muda yang terinfeksi mengalami
pertumbuhan yang terhambat, warna kuning sampai coklat, layu, dan mati sebelum waktunya.
Kadang-kadang, tanaman berpenyakit gundul memiliki panjang tangkai atasnya dengan seberkas
kecil daun.
Gambar 7a . Wilayah V pada daun Gambar 7b. Busuk hitam pada krop
(Sumber: Rumahlewang, 2008)
Bakteri ini dapat menyebar ke jaringan pengangkutan tanaman dan dapat berpindah secara
sistematis dalam jaringan pengangkutan tanaman tersebut. Jaringan angkut yang terserang
warnanya menjadi kehitaman yang dapat dilihat sebagai garis hitam pada luka atau bisa juga
diamati dengan memotong secara melintang pada batang daun atau pada batang yang terkena
infeksi. Busuk hitam juga dapat menyebabkan terjadinya busuk lunak.
c. Siklus Penyakit
Sumber utama bakteri untuk pengembangan busuk hitam di bidang produksi benih penuh,
transplantasi terinfeksi, dan gulma silangan terinfeksi. Bakteri ini disebarkan dalam panen
terutama oleh angin-angin dan percikan air dan oleh para pekerja, mesin, dan kadang-kadang
serangga. X. campestris dapat bertahan hidup pada permukaan daun selama beberapa hari sampai
tersebar ke hidatoda atau luka di mana infeksi dapat terjadi. Bakteri masuk ke daun melalui
hidatoda saat memancarkan air melalui pori-pori di tepi daun pada malam hari, ditarik kembali
ke dalam jaringan daun pada pagi hari (Soeroto, 1994).
Bakteri dapat masuk ke daun dalam 8 sampai 10 jam, dan gejala yang terlihat layu secepat 5-15
jam kemudian. Luka, termasuk yang dibuat oleh serangga makan pada daun dan cedera mekanik
ke akar selama tanam, juga menyediakan situs masuk. Gerakan bakteri ke tanaman melalui
hidatoda dibatasi dalam varietas tahan; akibatnya, ada situs infeksi yang lebih sedikit dan / atau
bagian yang terkena jauh lebih kecil dalam varietas tahan daripada varietas rentan.
d. Kondisi yang Mendukung Perkembangan Penyakit
Pada kondisi yang hangat dan basah kerugian busuk hitam dapat melampaui 50% karena
penyebaran penyakit ini. Hujan dan kabut tebal atau embun dan suhu hari 75 sampai 95 F yang
paling menguntungkan bagi patogen. Di bawah dingin, kondisi basah infeksi dapat terjadi tanpa
gejala perkembangan. Akibatnya, transplantasi tumbuh pada temperature rendah mungkin
terinfeksi tetapi tanpa gejala. Bakteri tidak menyebar di bawah 50 F atau selama cuaca kering
(Permadi,1993).
e. Strategi Pengendalian Penyakit
Menurut Rukmana (1994), pengendalian dapat dilakukan dengan pergiliran tanaman yang bukan
jenis kubis-kubisan, sehingga akan memberikan waktu yang cukup bagi serasah dari tanaman
kubis-kubisan untuk melapuk. Lalu menggunakan benih bebas hama dan penyakit yang
dihasilkan di iklim yang kering. Hindari untuk bekerja di lahan saat daun tanaman basah.
Tanamlah varietas kubis yang tahan terhadap busuk hitam. Penyemprotan bakterisida Kocide 77
WP sangat dianjurkan, terutama untuk budidaya di musim penghujan. Tanaman dan daun sakit
dipendam dalam tanah. Menutup tanah dengan jerami untuk mengurangi penyakit.
Perlakuan benih dengan cara merendam benih dalam air hangat bersuhu 52C selama 30 menit.
Tanaman yang terserang bakteri busuk hitam dicabut dan dimusnahkan. Dalam pemanenan kubis
diikutsertakan dua helai daun hijau untuk melindungi krop. Pemanenan harus dilakukan dengan
hati-hati, agar tidak terjadi luka. Daun-daun yang terinfeksi dikumpulkan untuk dimusnahkan
(Soeroto,1994).
2.4. Busuk Basah
Bakteri penyebab busuk basah mempunyai kisaran inang yang luas di antaranya kubis, kentang,
wortel, turnip, seledri, tomat, dan lain-lain. Panyakit ini dapat ditemukan di seluruh dunia dan
dapat menyebabkan gejala serius pada krop di lapangan, di pengangkutan dan di penyimpanan.
Perkembangan serangannya lebih banyak terjadi pada tempat penyimpanan atau pascapanen dari
pada di lapangan. Pada penyimpangan, tanaman krop sehat yang mangalami kontak langsung
dengan tanaman yang sakit dapat dalam beberapa jam saja dapat tertular penyakit busuk basah
ini.
Penyakit busuk lunak ini telah menyebkan kerugian ekonomi yang besar akibat berkurangnya
jumlah produksi yang dapat terjual: rendahnya kualitas; dan besarnya biaya pengendalian.
Bakteri ini dapat mempertahankan diri dalam tanah dan sisa-sisa tanaman di lapangan.
a. Penyebab Penyakit
Erwinia carotovora merupakan bakteri berbentuk batang, bersifat gram negatif, umumnya
berbentuk rantai, tidak berkapsul dan tidak berspora, dapat bergerak aktif dengan 2-5 flagella.
Ukuran selnya 1,5-2,0 x 0,6-0,9 mikron (Permadi dan Sastroosiswojo, 1993). Suhu minimum
untuk bakteri ini adalah 5oC, optimum 22oC, maksimum 37oC dan akan mati pada suhu 50oC
(Agrios, 2005).
Gambar 8. Mikroskopis E. carotovora
(Sumber: Anonim, 2008)
b. Gejala Penyakit
Gejala awal yang mucul pada tanaman berupa lesio gejala basah yang kecil dan diameter serta
kedalamannya melebar secara cepat. Bagian tanaman yang terkena menjadi lunak dan berubah
warna menjadi gelap apabila serangan terus berlanjut. Warna pada permukaannya menjadi hijau
pucat dan mengkerut. Pada jaringan yang terinfeksi akan berwarna buram dan kemudian akan
berubah menjadi krem dan berlendir. Jika hal ini terjadi, maka pada permukaan akan tampak
cairan berwarna keruh. Perkembangan penyakit hingga tanaman membusuk hanya butuh waktu
3-5 hari. Tanaman yang terkena busuk lunak kemudian menimbulkan bau yang khas yang
dimungkinkan oleh adanya perkembangan organisme lain setelah pembusukan terjadi.
Jika akar krop telah terserang, gejala kemudian dapat muncul pada batang berupa batang yang
berair, hitam, dan berkerut. Hal ini juga menyebabkan tanaman kerdil, layu dan mati. Bakteri
busuk lunak dapat timbul dari seresah tanaman yang telah terinfeksi, melalui akar tanaman, dari
tanah, dan beberapa serangga. Luka pada tanaman seperti stomata pada daun, serangan serangga,
kerusakan mekanis, ataupun bekas serangan dari patogen lain merupakan sasaran yang empuk
untuk serangan bakteri (Agrios,2005).
Gambar 9a. Busuk basah pada permukaan Gambar 9b. Busuk basah bagian dalam
(Sumber: Rumahlewang, 2008)
c. Siklus Penyakit
Siklus penyakit atau perkembangan penyakit dapat dijelaskan sebagai berikut. Bakteri pada
awalnya masuk ke luka pada tanaman. Luka ini dapat disebabkan oleh serangga tersebut
mengimpan telurnya pada tanaman kubis sehingga menyebabkan luka. Bakteri setelah masuk
akan makan dan membelah diri dengan cepat serta merusak sel di sekitarnya. Hal ini
menyebabkan terbentuknya cairan. Selain tiu, bakteri ini menghasilkan enzim pektinase dan
selulase. Enzim peptinase dapat menguraikan peptin yang berfungsi untuk merekatkan dinding
sel yang berdampingan. Dengan terurainya peptin, sel-sel akan terdesintegrasi. Enzim selulase
menyebabkan merusak selulosa dan melunakkan dinding sel. Akibatnya air dari protoplasma
berdifusi ke ruang antar sel. Sel kemudian mengalami plasmolisis, kolaps, dan mati. Bakteri
selanjutnya bergerak menuju ruang antarsel dan membelah diri sambil mengeluarkan enzimnya
sehingga infeksi semakin besar.
Akibat dari hal tersebut di atas, jaringan yang terserang kemudian melunak, berubah bentuk, dan
berlendir. Massa dari bakteri yang terdapat pada cairan dalam sel sangat banyak. Akibatnya
jaringan gabus yang banyak terserag penyakit ini pun rusak sehingga lendir yang mengandung
banyak bakteri tersebar ke dalam tanah atau dalam penyimpanan pasca panen. Hal ini
memungkinkan bakteri mengadakan kontak dengan tanaman yang sehat sehingga tanaman sehat
pun akan mengalami sakit. Skema yang menunjukkan perkembangan penyakit tersebut dapat
dilihat pada gambar di bawah ini
Gambar 10. Siklus penyakit busuk lunak oleh E. carotovora
(Sumber: Agrios, 2005).
d. Kondisi yang Mendukung Perkembangan Penyakit
Terdapat beberapa hal yang dapat mendukung perkembangan penyakit diantaranya drainasi yang
buruk pada pertanaman, kelembaban yang tinggi, curah hujan tinggi yang dapat menyebabkan
bakteri tersebar dengan cepat, adanya sisa-sisa tanaman terinfeksi di sekitar daerah penanaman
dan suhu yang rendah.
Kondisi yang menyebabkan perkembangan penyakit pada pasca panen adalah luka pada kubis.
Jika luka ini mengadakan kontak dengan tanaman yang terserang, maka dengan mudah kubis
yang luka ini akan terinfeksi E. carotovora.
e. Strategi Pengendalian
Pengendalian secara preventif bisa ditempuh melalui kebersihan lingkungan dan sistem
budidaya. Menunggu tanah melapukkan sisa-sisa tanaman lama di lahan sebelum menanam
tanaman selanjutnya sangat dianjurkan untuk mengatasi hal ini. Lahan harus memiliki drainase
yang baik untuk mengurangi kelembaban tanah serta jarak tanamnya harus cukup memberikan
pertukaran udara untuk mempercepat proses pengeringan daun saat basah. Pembuatan pelindung
hujan dapat pula menghindari percikan tanah dan pembasahan daun yang akan mengurangi
gejala busuk lunak. Penyemprotan bacterisida seperti Kocide 77WP dengan interval 10 hari
sangat dianjurkan terutama saat penanaman musim hujan. Sanitasi, jarak tanam tidak terlalu
rapat. Menghindari terjadinya luka yang tidak perlu dan pengendalian pasca panen
2.5. Kaki Hitam
a. Penyebab Penyakit
Penyakit kaki hitam disebabkan oleh pathogen Phoma Lingam yang merupakan patogen serius
yang dapat menyebabkan penyakit kaki hitam, kanker , dan busuk kering brassicae dan silangan
lain. Batang dibusukkan / penyakit penipu disebabkan oleh jamur Phoma lingam ascomycetes.
Teleomorf dari penyebab penyakit Phoma lingam adalah Leptosphaeria maculans. Miselium
bersekat bercabang-cabang, pada waktu muda hialin, kelak mempunyai dinding yang gelap
Piknidia bundar untuk subglobose, kuning coklat sampai coklat hitam, subepidermal, terpisah,
unilokular, 130-600 m.. Bentuk dan ukuran piknidium sangat bervariasi. Biasanya berbentuk
botol, berwarna gelap, kadang-kadang dengan paruh atau ostiola yang menonjol. Konidium
(piknidiospora) hialin, tak bersekat, 1-2,5 x 3-6 m. Konidium terkumpul di dalam piknidium,
mongering dalam matriks yang seperti agar-agar. Jika terdapat air hujan atau embun, matriks
meghisap air dengan cepatdan konidium mengembang dalam bentuk bulu atau benang panjang
yang mengandung konidium dan matriks. Matriks akan larut dalam air sehingga konidium
menjadi bebas (Tindall, 1987).
Gambar 11a. Piknidium Phoma lingam Gambar 11b. Miselium Phoma lingam
(Sumber: Anonim, 2007)
b. Gejala Penyakit
Gejala yang ditimbulkan penyakit kaki hitam oleh pathogen phoma lingam yaitu Noda pada
batang dan daun, bulat telur sampai yg tersebar luas, pada awalnya kuning kehijauan, kemudian
kelabu kuning, akhirnya abu-abu, depresi, dengan ungu ke perbatasan hitam. Kanker memanjang
pada pangkal batang, mula-mula berwarna coklat muda, kemudian mejadi kehitaman, yang
sering dikelilingi oleh batas berwarna ungu. Di bagian tengah luka terdapat titik-titik hitam yang
terdiri dari piknidium jamur penyebab penyakit. Kanker dapat meluas sehingga batang
bergelang, bagian dalam batang busuk kering berwarna coklat, mula-mula terdapat becak warna
pucat dengan batas kurang jelas yang menjadi becak bulat dengan warna kelabu ditengah. Daun-
daun yang layu biasanya tetap bergantung pada tanaman, sedangkan daun-daun yang masih segar
sering mempunyai tepi berwarna kemerahan. Pada tanaman penghasil benih, penyakit dapat
timbul pada polongan (buah), dan biji yang terinfeksi menjadi keriput. Perakaran yang sakit akan
rusak sedikit demi sedikit sehingga tanaman menjadi layu dan kemudian mati (Anonim, 2008).
Gambar 12a. Gejala pada daun Gambar 12b. Gejala pada batang
Gambar 12. Gejala kaki kitam penyakit oleh Phoma lingam
(Sumber: Anonim, 2008)
c. Siklus Penyakit
Penyebab penyakit ini mempertahankan diri dari musim ke musim dalam kulit biji dan dalam
sisa-sisa tanaman sakit. Pada biji yang terinfeksi, tetapi masih dapat berkecambah, kulit biji akan
terangkat ke atas tanah dan melekat pada salah satu keeping biji (kotiledon). Keping biji akan
akan terinfeksi, jamur berkembang ke batang semai (hipokotil) sehingga semai mati. Semai
seperti ini biasanya mati di persemaian tanpa diketahui, namun di sini jamur sempat membentuk
tubuh buah (piknidium) yang menghasilkan konidium. Konidium hanya akan terbebas bila ada
air, dan pemencarannya tergantung dari air hujan yang memercik. Air yang mengalir di
permukaan tanah pun dapat mengangkut konidium dari sisa-sisa tanaman sakit ke persemaian.
Siklus penyakit dapat dilihat pada skema di bawah ini.
Gambar 13. Siklus penyakir kaki hitam
(Sumber: Anonim, 2009)
d. Kondisi yang Mendukung Perkembangan Penyakit
Penyakit ini menyerang tanaman kubis pada kondisi tanah-tanah yang basa atau alkalis (pH lebih
besar dari 6,5). Hujan dan basah cuaca, yang telah terjadi dalam beberapa hari sangat ideal untuk
penyebaran jamur ini. Penyakit ini dapat bertahan hidup dalam residu tanaman setidaknya
selama tiga tahun, sehingga rotasi selalu disarankan (menghindari silangan dalam rotasi sangat
penting). Kondisi lain yang mendukung perkembangan penyakit yaitu tergantung dari curah
hujan. Patogen juga
seedborne dan dapat disebarkan oleh angin dalam jarak jauh.
f. Strategi Pengendalian
Teknik pengendalian yang dapat dilakukan untuk mengendalikan penyakit kaki hitam yaitu
pemencaran penyakit ke daerah yang belum terjangkit harus dicegah, menanam benih yang sehat
yang dihasilkan oleh daerah-daerah yang kering, khususnya yang mempunyai cuaca kering pada
waktu tanaman membentuk buah. Sanitasi pertanaman, sisa-sisa tanaman, khususnya tanaman
sakit, dipendam dalam tanah cukup dalam, agar tidak menjadi sumber infeksi bagi pertanaman
yang akan datang atau pertanaman sekitarnya. Tidak membuat persemaian di tanah yang
mungkin mengandung penyebab penyakit, di daerah yang sudah terjangkit dan penggunaan
fungisida secara efisien (Anonim,2009).
Tanah yang memiliki pH di ata 6,5 perlu penanganan dengan pengapuran pada tanah asam atau
pemberian pupuk belerang (S) untuk tanah basa. Kebutuhan kapur pertanian untuk menaikkan
tanah tergantung dari jenis tanah dan derajat keasaman tanah. Untuk lahan kering sekitar 4
ton/hektar, sedangkan pada tanah gambut mencapai 19 ton/hektar. Pada tanah-tanah basa,
misalnya pH 8,5-9,0 dapat diberikan tepung belerang atau gipsum sekitar 6 ton/hektar untuk
menurunkan pH mendekati netral.
2.6. Pembahasan Umum
Penyakit-penyakit pada kubis yang telah disebutkan diatas, secara garis besar disebabkan oleh
dua patogen yaitu cendawan dan bakteri. Untuk dapat membedakan secara langsung dari seluruh
gejala, pengendalian teknis yang tepat, dan bakterisida yang dapat digunakan maka pada sub bab
ini akan dijelaskan perbedaan dari keseluruhan penyakit untuk masing-masing patogen.
Penyakit yang disebabkan oleh cendawan ada tiga yaitu akar gada, bercak daun, dan kaki hitam.
Dari tiga penyakit ini, penyakit terbesar disebabkan akar gada. Hal ini disebabkan karena
penyakit ini berkembang dengan sangat cepat di area pertanaman kubis dan dapat bertahan
selama 10 tahun di dalam tanah. Akar yang membengkak menyebabkan pengangkutan nutrisi
terhambat. Gejala ini sangat berbeda dengan dua penyakit lainnya oleh cendawan. Contohnya
penyakit bercak daun yang gejalanya berawal dari daun bukan dari akar. Gejalanya pun sangat
khas yaitu berupa bercak konsentris kecil berwarna gelap kemudian membesar pada daun.
Bercak yang terjadi di daun pada penyakit kaki hitam pun berbeda. Bercak yang ditimbulkan
berwarna kuning, berkembang menjadi abu-abu kemudian ungu kehitam-hitaman. Bercak oleh
penyakit kaki hitam ini dapat meluas ke batang berupa kanker memanjang berwarna hitam.
Pengendalian secara kultur teknis untuk ketiga penyakit oleh cendawan ini un meiliki perbedaan.
Pengendalian untuk mengatasi penyakit akar gada salah satunya dengan pemberian kapur atau
pupuk pada area pertanaman sehingga pH meningkat hingga 7,2. Pada pH ini, perkecambahan
cendawan akan terhambat sehingga serangan peyakit dapat berkurang. Hal ini sangat berbeda
dengan penyakit kanker batang yang disebabkan oleh Phoma lingam. Cendawan penyakit ini
akan menyerang tanaman dan berkembang baik pada tanah-tanah yang basah dengan pH di atas
6,5. Sehingga pengendalian kultur teknis yang di lakukan kebalikan dari pengandalian pada
penyakit akar gada. Pengendalian dilakukan dengan pemberian pupuk belerang pada tanah basa
sehingga pH turun. Namun pemupukan belerang juga jangan berlebihan. Jika ini terjadi maka pH
tanah akan rendah sehingga tanah masam yang menyebabkan pertumbuhan kubis terhambat.
Pengendalian yang tepat untuk penyakit bercak daun alternaria adalah dengan melakukan rotasi
tanaman. Hal ini cukup efektif jika dilakukan karena patogennya hanya dapat bertahan paling
lama 23 minggu. Rotasi tanaman ini cukup tepat pula untuk pengendalian kaki hitam. Namun
untuk penyakit akar gada kurang tepat karena P. brassicae dapat bertahan selama paling lama 10
tahun dalam tanah. Sanitasi area penanaman dan irigasi yang baik sangat penting untuk
pengendalian tiga penyakit oleh cendawan di atas. Hal ini disebabkan karena patogen dapat
bertahan pada sisa-sisa tanaman dan dapat berkembang dengan cepat pada daerah air yang
tergenang. Pengendalian dengan bahan kimia untuk setiap penyakit dapat menggunakan
fungisida promefon 250 EC.
Secara umum, perbedaan antara ketiga penyakit pada kubis di atas dapat dilihat pada tabel di
bawah ini.
Tabel 1. Perbedaan penyakit yang disebabkan oleh cendawan pada tanaman kubis
Pembeda Akar gada Bercak daun Kaki hitam
Gejala Akar membengkak, daun layu pada siang hari dan segar kembali malam hari. Diawali
dengan bercak kecil pada daun, membesar d=1,5 cm dan berwarna gelap dengan lingkaran
konsentris. Kanker batang yang meluas berwarna coklat tua. Daun berbercak kuning keabu-
abuan.
Kultur teknis yang tepat Pengapuran hingga pH 7,2. Benih direndam pada air panas, rotasi
tanaman Sanitasi sisa ta-naman sakit, rotasi, pengapuran S.
Bahan kimia sintetik Fungisida Promefon 250EC Fungisida Promefon 250EC, Iprodione dan
fenpropimorph Fungisida promefon 250 EC
Penyakit pada kubis oleh patogen bakteri yang dibahas ada dua yaitu busuk hitam dan busuk
basak. Kerugian terbesar antara kedua penyakit ini adalah penyakit busuk basah oleh E.
carotovora. Kerugian yang besar ini terjadi pada pengangkutan pascapanen. Bakteri ini akan
dengan cepat menyebar melalui luka dari krop kubis yang sakit ke krop kubis yang sehat. Gejala
khas yang membedakan antara busuk hitam dengan busuk basah adalah pada busuk basah terjadi
pelunakan hingga berledir kemudian berbau akibat asosiasi dengan mikroorganisme lain. Gejala
ini tidak ditemukan pada busuk hitam. Gejala khas di daun pada penyakit busuk hitam yang
dapat membedakannya dengan penyakit lain adalah bercak kuning berbentuk V. Bercak ini
kemudian dapat menyebar ke seluruh daun dan tanaman. Bakteri dapat pula menyebabkan
pembuluh menghitam, pengangkutan nutrisi terhambat, dan krop hitam.
Pengendalian yang cocok untuk mencegah terjadinya busuk hitam adalah dengan rotasi tanaman.
Hal ini disebabkan bakteri dapat bertahan selama 3 tahun di area infeksi. Sedangkan untuk busuk
basah lebih pada sanitasi sisa-sisa tanaman di sekitar daerah penanaman, menjaga kelembaban
dengan mengatur jarak tanam, dan yang terpenting mengindari luka pada pascapanen. Sanitasi
dan penggunaan benih yang sehat juga efektif untuk pengendalian penyakit busuk hitam dan
busuk basah. Pengendalian dengan kimia untuk kedua penyakit dapat menggunakan bakterisida
Kocide 77WP. Namun pengendalian dengan bakterisida sebisa mungkin dihindari dan lebih
mengutamakan pengendalian kultur teknis (Agrios, 2005).
Secara umum, perbedaan antara kedua penyakit pada kubis di atas dapat dilihat pada tabel di
bawah ini.
Tabel 2. Perbedaan penyakit yang disebabkan oleh bakteri.
Pembeda Busuk hitam Busuk basah
Gejala Wilayah kuning berbentuk V pada daun, pembuluh menghitam,krop menghitam Lesion
kecil kemudian tanaman khusunya krop menjadi lunak dan basah
Kultur teknis yang tepat Rotasi tanam, penggunaan benih yang di hasilkan di iklim kering
Sanitasi, drainasi yang bagus, hindari luka pasca panen
Bahan kimia sintetik Bakterisida Kocide 77WP Bakterisida koccide 77WP
BAB 3. KESIMPULAN
Patogen utama penyebab penyakit pada tanaman kubis berasal dari cendawan setelah itu bakteri.
Penyakit ini akan menyebar dan berkembang dengan baik pada saat musim hujan dimana
kelembaban cukup tinggi dan pada saat suhu rendah. Sanitasi dan rotasi tanaman sangat penting
sebagai pengendalian secara kultur teknis untuk menghindari tersebarnya penyakit ini kecuali
pada penyakit akar gada. Hal ini disebabkan karena spora pada akar gada dapat bertahan lama
pada tanah.
Secara umum, patogen dapat menyerang dapat menyerang pada berbagai tingkat tanaman.
Penyakit yang menyebabkan kerugian terbesar pada saat pascapanen adalah busuk lunak oleh
bakteri Erwinia carotovora. Untuk mencegah tersebarnya penyakit ini perlu dilakukan
pencegahan agar tidak terjadi luka pada krop kubis. Penyakit yang menyebabkan kerugian yang
tidak terlalu besar di Indonesia adalah penyakit kanker batang. Hal ini disebabkan karena
patogen penyebab penyakit ini akan berkembang baik pada tanah basa sedangkan tanah di
Indonesia sebagian besar tanah asam.
Daftar Pustaka
Agrios, George W. 1997. Plant Pathology Fourth Edition.New York: Academic Press.
Anonim, 2007. Kaki Hitam Phoma lingam. [terhubung berkala]. http://gwdu05.
gwdg.de/~instphyt/app/research/images/phoma/ascosporen.jpg. [17 Mei 2010]
Anonim. 2008. Bercak Daun Alternaria. [terhubung berkala]. http://translate.
google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://nhb.gov.in/bulletin_files/vegetable/cabbag
e/cab002.pdf. [16 Mei 2010].
Anonim. 2008. Busuk Basah Erwinia carotovora. [terhubung berkala]. http://www. google.co.id/
imglanding?q=erwinia%20carotovora&imgurl.com. [17 Mei 2010].
Anonim, 2008. Penyakit-Penyakit Penting Tanaman Kubis. [terhubung berkala].
http://kliniktanaman.blogspot.com/2008/12/penyakit-penyakit-penting-tanaman kubis.html.[2
April 2010].
Anonim. 2009. Siklus Penyakit Phoma Lingam. [terhubung berkala]. www.apsnet.
org/education/Lessonsycle.html. [5 April 2010].
Arismansyah, Erlan Ardian. 2010. Penyakit akar gada (Plasmodiophora brassicae Wor) pada
kubis-kubisan dan upaya pengendaliannya. [terhubung berkala].
http://erlanardianarismansyah.wordpress.com/2010/01/07/penyakit-akar-gada plasmodiophora-
brassicae-wor-pada-kubis-kubisan-dan-upaya pengendalian-nya. [5 April 2010].
Campbell, NA, dkk. 2000. Biologi Edisi Lima. Rahayu Lestari, dkk, penerjemah; Amalia Safitri,
editor. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Biology 5th Edition.
Cicu, 2002. Pengelolaan Penyakit Akar Gada (Plasmodiophora brassicae) pada Tanaman Kubis
dengan Tanaman Perangkap dan Perlakuan Tanah Pembibitan [tesis]. Bogor: Program
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Mangun, Wardoyo. 2009. Busuk Hitam Kubis. [terhubung berkala]. http://journal.ui.ac.id //
Transformasi%20fragmen_Mangunwardoyo.pdf. [17 Mei 2010].
Permadi, A. H. dan S. sastrosiswojo.1993. Kubis. Kejasama antara Badan Penellitian dan
Perkembangan Pertanian. Lembang: Balai Penelitian Holtikultura.
Pracaya, Ir. 2001. Kol alias Kubis Edisi Revisi. Jakarta: Penebar Swadaya.
Rebecca A. Boley. 2003. Educational Specialist Plant Pathology. Manoa: University of Hawaii.
Rumahlewang, Wilhemnia. 2008. Penyakit-Penyakit Penting Tanaman Kubis. [terhubung
berkala]. http://kliniktanaman.blogspot. com/2008/12/penyakit-penyakit-penting-tanaman
kubis.html.[2 April 2010]
Rukmana, R. 1994. Bertanam Kubis. Yogyakarta: Kanisius.
Soeroto, dkk. 1994. Pengelolaan Organisme Pengganggu Tumbuhan Secara Terpadu pada
Tanaman Kubis. Jakarta: Direktorat Jenderal Pertanian Tanaman Pangan Direktorat Bina
Perlindungan Tanaman.
Stephen, A Ferreira. 2006. Extension Plant Pathologist.
Tindal, H.D. (1987). Zwartrot van kool. Landblouw 21:259.

Anda mungkin juga menyukai