Anda di halaman 1dari 9

PRPOSAL PENELITIAN

TINGKAT EFEKTIVITAS VAKSINASI


BRUCELLOSIS PADA SAPI YANG TERINFEKSI DI
KABUPATEN WAJO

OLEH :
BESSE RADITA DEWISARI NUR
O111 12 003

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014

HALAMAN PENGESAHAN
TINGKAT EFEKTIVITAS VAKSINASI
BRUCELLOSIS PADA SAPI YANG TERINFEKSI DI
KABUPATEN WAJO
Disusun dan diajukan oleh :
Nama : BESSE RADITA DEWISARI NUR
No. Pokok : O111 12 003
Progrma Studi : KEDOKTERAN HEWAN
Fakultas : KEDOKTERAN

Menyetujui
Komisi Penasehat









KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Alla SWT. Karena
dengan izin dan ridho-Nya, Proposal Penelitian ini dapat penyusun rampungkan.
Sholawat dan salam semoga tetap dilimpahkan kepada junjungan Nabi
Muhammad SAW. yang telah membawa kedamaian dan rahmat bagi semesta
alam.
Proposal Penelitian ini disusun untuk memenuhi tugas mandiri dari mata
Kuliah Metodologi Penelitian. Dan terimakasih kami ucapkan kepada dosen
pengampu, dan teman-teman yang ikut serta dalam penyusunan Proposal yang
mengambil kajian tentang Tingkat Efektifitas Vaksinasi Brucellosis pada Sapi
yang Terinfeksi Di Kabupaten Wajo.
Kami berharap proposal penelitian ini sedikit banyaknya memberikan
manfaat khususnya bagi penyusun sendiri umumnya bagi semuanya. Akhirnya
kepada Allah jua penyusun memohon ampun, kalau sampai terjadi kesalahan dan
kekurangan dalam penyusunan proposal ini. Besar harapan kami atas masukan
guna perbaikan isi materi dari proposal ini. Semoga apa yang kami susun
bermanfaat. Aamiin ya Robalalamin.

Makassar, 20 Oktober 2014


Penyusun






DAFTAR PUSTAKA
Halaman
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penelitian
1.4 Manfaat Penelitian
BAB II TINJAUAN PUSTAKA







BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Secara serologis, brucellosis di Indonesia diketahui pertama
kali pada tahun 1935, ditemukan pada sapi perah di Grati, Pasuruan,
Jawa Timur. Kuman B. abortus berhasil diisolasi pada tahun 1938
(Roza, 1958). Saat ini penyakit brucellosis sudah diketahui terdapat di
seluruh Indonesia, kecuali di Bali dan Lombok. Penyakit ini bersifat
endemis dan kadang-kadang muncul sebagai epidemik pada banyak
peternakan sapi perah di Jakarta, Bandung, Jawa Tengah dan Jawa
Timur (Sulaiman, 2005).
Kabupaten Wajo adalah salah satu daerah tingkat
II di provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak
di Sengkang. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 2.056,19 km dan
berpenduduk sebanyak kurang lebih 400.000 jiwa.Topografi Kabupaten
Wajo merupakan daerah yang datar , berbukit dan pesisir.Daerah
Kabupaten Wajo beriklim tropis dengan musim kemarau yang panjang
dibandingkan musim hujan.Populasi Sapi bali di Kabupaten Wajo adalah
30.000 ekor dengan pertumbuhan populasi sebesar 4.1 s/d 5,2 %.
Sapi Bali merupakan salah satu potensi peternakan yang menjadi
unggulan di Propensi Sulawesi Selatan terutama Kabupaten
Wajo.Beternak sapi bagi masyarakat Kabupaten Wajo bukan merupakan
suatu hal baru tetapi telah menjadi suatu tradisi yang diwariskan secara
turun temurun.peternak memelihara secara ekstensif dengan jumlah
pemilikan puluhan bahkan ratusan ekor.seiring dengan perkembangan
penduduk,terbatasnya lahan dan kurangnya ketersediaan pakan maka
jumlah kepemilikan pun berkurang dan pola pemeliharaan kini mulai
beralih ke semi intensif.Ternak digembalakan dipadang pengembalaan
secara berkelompok pada siang hari dan dikandangkan pada malam

hari.Akan tetapi ada juga peternak yang masih beternak dengan sistem
ekstensif tradisional yang melepaskan ternak tanpa dikandangkan yang
biasanya pada daerah terpencil yang jauh dari pemukiman masyarakat
Brucellosis adalah penyakit menular pada hewan dan manusia
yang disebabkan oleh bakteri Brucella abortus dan hampir seluruh
propinsi di Indonesia sudah tertular oleh penyakit ini. (Toharmat et al.,
2009). Penyakit ini sudah bersifat endemik di Kabupaten Wajo. Penyakit
inilah yang sering menimbulkan terjadinya gangguan reproduksi dan
keguguran pada kebuntingan 5-7 bulan. Keguguran merupakan gejala
klinis yang patognomonis (gejala utama) pada awal infeksi. Setelah
beberapa kali keguguran, atau adanya gangguan kelahiran, perlekatan
plasenta jug sering terjadi.Keberadaan penyakit ini di Kabupaten Wajo
sangat berdampak pada penurunan produksi Sapi Bali dan menjadi
ancaman bagi perkembangan populasi Sapi Bali di Kabupaten Wajo
walaupun dampak langsung berupa abortus, lahir lemah, dan kemajiran
umumnya tidak di rasakan langsung oleh peternak.
Brucellosis ditemukan pertama kali di Provinsi Sulawesi Selatan
tepatnya di Kabupaten Sidrap pada tahun 1977, kemudian menyebar ke
beberapa kabupaten khusunya di Kabupaten Wajo pada tahun 2009 dan
2010 ( Sulaiman,1994 ).Hasil Prasurvei Dinas Peternakan dan Pertanian
(Distanak) Kabupaten Wajo pada tahun 2010 menyatakan bahwa
Prevalensi Brucellosis di Kabupaten Wajo adalah 12 %.Evaluasi pada
tahun 2013 pasca 3 tahun vaksinasi di peroleh hasil prevalensi 9,7 %
dengan Complement Fixation Test ( CFT ).
Program pengendalian dan pemberantasan Brucellosis pada sapi
telah dilakukan oleh pemerintah dengan program vaksinasi dan potong
bersyarat (test and slaughter) namun kenyataannya penyebaran
penyakit ini dari tahun ke tahun semakin meningkat. Meningkatnya
penyebaran Brucellosis pada sapi ini dapat dikarenakan adanya mutasi
ternak yang kurang dapat dipantau oleh petugas peternakan, biaya
kompensasi pengganti sapi reaktor positif sangat mahal dan

kurangnya kesadaran dan pengetahuan peternak. Oleh karena itu,
Brucellosis menjadi salah satu prioritas nasional untuk dilakukan
pencegahan, pengendalian dan pemberantasannya, karena dampak
kerugian ekonomi yang ditimbulkan ditaksir mencapai Rp. 138,5
milliyar setiap tahunnya akibat tingginya angka keguguran, lahir mati,
lahir lemah, infertilitas dan sterilitas pada sapi (Anonimus, 1998).
Gangguan reproduksi yang sering dikeluhkan peternak
diantaranya: masalah umur betina mulai beranak, jarak induk beranak
kembali, kawin berulang, abortus,kelemahan anak yang baru dilahirkan
dan lain sebagainya yang menyangkut hewan betina (Abdul A. 2004).
Gangguan reproduksi pada sapi dapat diakibatkan oleh berbagai faktor,
diantaranya adalah yang bersifat tidak menulari (non infectious agent)
dan yang bersifat menular (infectious agent). Khusus untuk gangguan
reproduksi yang diakibatkan oleh agen infeksius atau penyakit
menular, Bearden dan Fuquay (1997) menerangkan bahwa penyakit
reproduksi menular dapat mengakibatkan abortus, pyometra,
endometritis, kematian embrio, kemajiran, plasenta tertahan, kerusakan
syaraf pusat dari fetus, sterilitas pada pejantan. Dengan demikian
akibatnya gangguan reproduksi pada ternak akan merugikan para
peternak dan secara nasional tentunya akan rnemperlambat laju
peningkatan populasi ternak di dalam negeri .
Program pengendalian Brucellosis sejak tahun 2010 diprioritaskan
untuk Sapi Bali di Kabupaten Wajo melalui program vaksinasi untuk
daerah tertular dengan prevalensi lebih dari 2% dan sapi potong
bersyarat untuk daerah dengan prevalensi kurang dari 2%. Pemerintah
saat ini memfokuskan pemakaian vaksin B. abortus S 19 untuk
pengendalian Brucellosis pada Sapi Bali . Data epidemiologi
Brucellosis pada saat ini belum menunjukkan gambaran prevalensi yang
jelas di masing-masing daerah terutam Kecamatan di beberapa Kabupaten
,sehingga sulit untuk menentukan langkah yang diambil dalam
pencegahan dan pemberantasan Brucellosis.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat efektivitas
pengaruh vaksinasi RB51 dan S19 terhadap sapi yang terinfeksi
Brucellosis ,dengan harapan dapat dipergunakan sebagai bahan
pertimbangan dalam upaya pencegahan dan pemberantasan Brucellosis
di Kabupaten Wajo.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas , maka
masalah pokok dalam penelitian ini adalah :
1.2.1 Bagaimana tingkat efektivitas vaksin RB 51 dan S19 terhadap sapi
yang terinfeksi ?
1.2.2 Bagaimana respon tubuh terhadap Vaksin RB 51 dan S 19 ?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari dilakasanakan penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui tingkat efektivitas vaksinasi Brucellosis pada
sapi yang terinfeksi di Kabupaten Wajo .
1.3.2 Tujuan Khusus
Untuk mengetahui tingkat efektiftas vaksin RB 51 dan S19
terhadap sapi yang terinfeksi.
Untuk mengetahui respon tubuh terhadap Vaksin RB 51 dan S19.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang di harapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah
sebagai berikut adalah :
1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini dapat memperkaya ilmu pengetahuan dalam
bidang kedokteran hewan, terutama dalam penanganan
Brucellosis pada Sapi Bali.Hasil penelitian ini dapat di jadikan
bahan informasi dalam penelitian selanjutnya dan dapat
menegtahui keefektivan vaksin yang di gunakan dalam
pengendalain penyakit Brucellosis.

1.4.2 Manfaat Aplikasi
1. Untuk Intansi Distanak
Sebagai bahan pertimbangan dan acuan dalam penggunaan
Vaksin RB 51 dan S19 dalam penanganan penyakit
Brucellosis pada masing-masing daerah.
2. Untuk Masyarakat
Peternak dapat mengetahui akibat dan kerugian yang
ditimbulkan oleh penyakit Brucelosis.
Peternak lebih memperhatikan kondisi lingkungan dan
Sanitasi kandang dalam mencegah penyakit Brucellosis.

Anda mungkin juga menyukai