Anda di halaman 1dari 19

7

BAB II
LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS
PENELITIAN
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Definisi Beton
Kata beton dalam bahasa Indonesia berasal dari kata yang sama
dalam bahasa Belanda. Kata concrete dalam bahasa Inggris berasal dari
bahasa Latin concretus yang berarti tumbuh bersama atau
menggambungkan menjadi satu. Dalam bahasa Jepang digunakan kata
kotau-zai, yang arti harfiahnya material-material seperti tulang, mungkin
karena agregat mirip tulang-tulang hewan. (Teknologi Beton, 2007).
Tri Mulyono (2003) menyebutkan bahwa beton merupakan fungsi
dari bahan penyusunan yang terdiri dari bahan semen hidrolik (portland
cement), agregat kasar, agregat halus, air dan bahan tambah (admixture
atau additive). Beton adalah material komposit (campuran) dari beberapa
batu-batuan yang dieratkan oleh bahan ikat. Beton dibentuk dari
campuran agregat (kasar dan halus), semen, air dengan perbandingan
tertentu dan dapat pula ditambah dengan bahan campuran tertentu apabila
dianggap perlu. Bahan air dan semen disatukan akan membentuk pasta
semen yang berfungsi sebagai bahan pengikat, sedangkan agregat halus
dan agregat kasar sebagai bahan pengisi.
8

Sifatsifat dan karakteristik material penyusun beton akan
mempengaruhi kinerja dari beton yang dibuat. Kinerja dari beton tersebut
berdampak pada kekuatan yang diinginkan, kemudahan dalam
pengerjaannya dan keawetannya dalam jangka waktu tertentu.
Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa beton adalah batuan
buatan berongga yang diisi oleh agregat halus atau pasir yang
mempunyai fungsi dari bahan penyusunnya sendiri dengan atau tanpa
bahan tambahan yang bersifat aditif, sehingga menjadi satu kesatuan
yang homogen. Secara umum kelebihan dan kekurangan beton adalah
sebagai berikut :
Kelebihan beton adalah : Dapat dengan mudah dibentuk sesuai
dengan kebutuhan konstruksi, mampu memikul beban yang berat, tahan
terhadap temperatur yang tinggi, biaya pemeliharaan yang kecil.
Sedangkan kekurangan beton adalah : Bentuk yang telah dibuat sulit untuk
dirubah, pelaksanaan pekerjaan membutuhkan ketelitian yang tinggi, berat,
daya pantul suara yang besar.
Keunggulan lain yang dimiliki beton dibandingkan dengan material
lainnya adalah mempunyai kuat tekan dan stabilitas volume yang baik
dan biaya perawatannya relatif lebih murah.
2.1.1.1 Semen Portland
Menurut SNI 15-2049-2004 semen portland adalah semen hidrolis
yang dihasilkan dengan cara menggiling terak (clinker) semen portland
terutama yang terdiri atas kalsium silikat yang bersifat hidrolis dan
digiling bersama-sama dengan bahan tambahan berupa satu atau lebih
9

bentuk kristal senyawa kalsium sulfat dan boleh ditambah dengan bahan
tambahan lain.
Mulyono (2005) menyatakan semen merupakan bahan ikat yang
penting dan banyak digunakan dalam pembangunan fisik di sektor
konstruksi sipil. Jika ditambah air akan menjadi pasta semen. Jika
ditambah agregat halus, pasta semen akan menjadi mortar yang jika
digabungkan dengan agregat kasar akan menjadi campuran beton segar
yang setelah mengeras akan menjadi beton keras (concrete).
Semen portland yang digunakan untuk konstruksi sipil harus
memenuhi syarat mutu yang telah ditetapkan. Di Indonesia, syarat mutu
yang dipergunakan adalah SNI 15-2049-2004 mengenai Semen
Portland.
Berdasarkan SNI 15-2049-2004, semen portland diklasifikasikan
dalam 5 jenis, yaitu :
Tabel 2.1 Jenis-jenis Semen Portland
Jenis Keterangan
Jenis I
Semen portland untuk penggunaan umum yang tidak
memerlukan persyaratan-persyaratan khusus seperti
disyaratkan pada jenis-jenis lain.
Jenis II
Semen portland yang dalam penggunaannya
memerlukan ketahanan terhadap sulfat atau kalor
hidrasi sedang.
Jenis III
Semen portland yang dalam penggunaannya
memerlukan kekuatan tinggi pada tahap permulaan
10

setelah pengikatan terjadi.
Jenis IV
Semen portland yang dalam penggunaannya
memerlukan kalor hidrasi rendah.
Jenis V
Semen portland yang dalam penggunaannya
memerlukan ketahanan tinggi terhadap sulfat.

Sebagian besar semen modern mempunyai kandungan kapur yang
tinggi, dan biasanya melampaui 65%. Semen dengan kandungan kapur
dibawah 65%, pengerasannya seringkali agak lambat. Kandungan kapur
maksimum dibatasi oleh kebutuhan untuk menghindari kapur bebas
dalam semen. Dalam proses hidrasi dan pengerasan semen, kapur dan
silica akan menjadi penyumbang kekuatan yang terbesar, sedangkan
alumina dan oksida besi akan bertindak sebagai suatu media pembakaran
yang berfungsi untuk mengurangi tingkat suhu pembakaran semen.
Komposisi senyawa kimia pada semen sebagai berikut :
Tabel 2.2 Komposisi Senyawa Kimia Semen
Komponen Kadar (% berat )
Kapur (CaO) 60 - 65
Silika (SiO
2
) 17 - 25
Alumina (Al
2
O
3
) 3 - 8
Besi (Fe
2
O
3
) 0,5 - 6
Magnesia (MgO) 0,5 - 4
Sulfur (SO
3
) 1 - 2
Sumber : Tjokrodimuljo, 1998
11

Walaupun demikian pada dasarnya ada 4 unsur paling penting yang
menyusun semen portland, yaitu :
a. Trikalsium Silikat (3CaCo.SiO
2
) yang disingkat menjadi C
3
S
memiliki kadar rata-rata 50%.
b. Dikalsium Silikat (2CaO.SiO
2
) yang disingkat menjadi C
2
S
memiliki kadar rata-rata 25%.
c. Trikalsium Aluminat (3CaO.Al
2
O
3
) yang disingkat menjadi C
3
A
memiliki kadar rata-rata 12%.
d. Tetrakalsium Aluminoferrit (4CaO.Al
2
O
3
.Fe
2
O
3
) yang disingkat
menjadi C
4
AF memiliki kadar rata-rata 8%.
e. Gypsum (CaSO
4
.2H
2
O) yang disingkat menjadi CSH
2
memiliki
kadar rata-rata 3,5%.

Senyawa tersebut menjadi kristal-kristal yang paling
mengikat/mengunci ketika menjadi klinker. Komposisi C
3
S dan C
2
S
adalah 70% - 80% dari berat semen dan merupakan bagian yang paling
dominan memberikan simat semen (Tjokrodimuljo, 2004). Semen dan air
saling bereaksi, persenyawaaan ini dinamakan proses hidrasi, dan
hasilnya dinamakan hidrasi semen.
2.1.1.2 Portland Composite Cement
Semen adalah perekat hidrolis bahan bangunan, artinya akan jadi
perekat bila bercampur dengan air. Bahan dasar semen pada umumnya
ada 3 macam yaitu kliker/terak (70% hingga 95% merupakan hasil olahan
pembakaran batu kapur, pasir silica, pasir besi dan lempung), gypsum
(sekitar 5% sebagai zat pelambat pengerasan) dan material ketiga seperti
batu kapur, pozzolan, abu terbang, dan lain-lain. Bila kandungan material
ketiga lebih tinggi hingga sekitar 25% maksimum, maka semen tersebut
akan berganti tipe menjadi PCC (Portland Composite Cemen) (SNI 15-
7064-2004).
12

2.1.1.3 Agregat
Kandungan dalam agregat dalam campuran beton biasanya cukup
tinggi. Komposisi agregat dalam campuran beton sekitar 60-70% dari
berat campuran beton. Agregat termasuk bahan yang penting dalam
campuran beton karena komposisinya yang cukup dominan dalam
campuran beton.
Agregat kasar adalah batuan yang ukuran butirnya lebih besar dari
4.80 mm (British Standard) atau 4.75 mm (standar ASTM) dan agregat
halus adalah batuan yang lebih kecil dari 4.80 mm (Mulyono, 2003).
Agregat dengan ukuran lebih besar dari 4.80 mm dibagi lagi menjadi dua
yang berdiameter antara 4.80-40 mm disebut kerikil beton dan yang lebih
dari 40 mm disebut kerikil kasar.
Tabel 2.3 Syarat Mutu Agregat Halus Menurut SNI 03-1750-1990
Ukuran Lubang Ayakan Persentase Lolos Kumulatif
9,5 100

4,75 95 - 100


2,36 80 - 100


1,18 50 - 85


0,6 25 - 60


0,3 10 - 30

0,15 2 - 10
Sumber : SNI 03-1750-1990 Agregat Beton, Mutu dan Cara Uji
Menurut SNI 03-1750-1990, gradasi agregat kasar (kerikil/batu pecah)
yang baik, sebaiknya masuk dalam batas yang tercantum dalam Tabel 2.4.

13

Tabel 2.4 Syarat Agregat Kasar Menurut SNI 03-1750-1990
Lubang Persen Butir Lewat Ayakan, Besar Butir Maksimal

Ayakan
(mm) 40 mm 20 mm 12,5 mm
38,10 95 -100 100 -

19,00 35 - 70 95 - 100 100

9,52 10 - 40 30 - 60 50 - 85
4,76 0 - 5 0 -10 0 -10
Sumber : SNI 03-1750-1990 Agregat Beton, Mutu dan Cara Uji
Agregat normal harus memenuhi syarat SNI 03-1750-1990 yang
dikutip Mulyono (2003)
a. Syarat Agregat Halus :
1) Modulus halus 2.3 smpai 3.1
2) Kadar lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 70 mikron
(0,074 mm atau No.200) dalam persen berat maksimum.
- Untuk beton yang mengalami abrasi seberat 3,0%
- Untuk beton jenis lainnya sebesar 5%
3) Kadar gumpalan tanah liat dan partikel yang mudah dirapikan
maksimum 3%.
4) Kandungan arang dan lignit
- Bila tampak permukaan beton dipandang penting (beton akan
diekspos), maksimum 0,5%.
- Beton jeis lainnya, maksimum 1,0%.
5) Kadar zat organik yang ditentukan dengan mencampur
agregat halus dengan larutan natrium sulfat (NaSO4) 3%,
14

tidak menghasilkan warna standar. Jika warnanya lebih tua
maka ditolak kecuali :
- Warna lebih tua timbul karena sedikit adanya arang lignit
atau yang sejenis.
- Ketika diuji dengan uji perbandingan kuat tekan beton yang
dibuat dengan pasir standar silika hasilnya menunjukkan nilai
lebih besar dari 90%. Uji kuat tekan sesuai dengan cara SNI.
6) Tidak boleh bersifat reaktif terhadap alkali jika dipakai untuk
beton yang berhubungan dengan basah dan lembab atau yang
berhubungan dengan bahan yang bersifat reaktif terhadap
alakali semen, dimana penggunaan semen yang mengandung
natrium oksida tidak lebih dari 0,6%.
7) Kekekalan jika diuji dengan natrium sulfat bagian yang
hancur maksimum 10%, dan jika dipakai magnesium sulfat
maksimum 15%.
b. Syarat Agregat Kasar :
1) Modulus halus butir 6.0 sampai 7.1.
2) Kadar lumpur maksimum 1%.
3) Kadar bagian yang lemah jika diuji dengan goresan batang
tembaga maksimum 5%.
4) Kekekalan jika diuji dengan natrium sulfat bagian yang
hancur maksimum 12%, dan jika dipakai magnesium sulfat
bagian yang hancur 18%.
15

5) Tidak mengandung butiran yang panjang dan pipih lebih dari
20%.
6) Syarat mutu kekuatan agregat halus sesuai SII.0052-80.
7) Memiliki gradasi yang baik.
2.1.1.4 Air
Tjokrodimuljo (2004: IV-1), menyebutkan bahwa air merupakan
bahan dasar untuk pembuatan beton atau mortar yang penting, namun
harganya paling murah. Air yang memenuhi persyaratan sebagai air
minimum, memenuhi syarat pula sebagai bahan campuran.
Mulyono (2003) mengatakan air yang dapat diminum pada
umumnya dapat digunakan sebagai campuran beton. Air yang
mengandung senyawa-senyawa berbahaya, yang tercemar garam,
minyak, gula, atau bahan kimia lainnya, bila dipakai dalam campuran
beton akan menurunkan kualitas beton, bahkan dapat mengubah sifat-
sifat beton yang dihasilkan.
Untuk air yang tidak memenuhi syarat mutu, kekuatan beton pada
umur 7 hari atau 28 hari tidak boleh kurang dari 90% jika dibandingkan
dengan kekuatan beton yang menggunakan air standar/suling (SNI 03-
2847-2002). SNI 03-2847-2002 menetapkan syarat-syarat mutu air,
yaitu :
a. Air yang digunakan pada campuran beton harus bersih dan bebas
dari baan-bahan yang merusak beton, seperti mengandung oli,
asam, alkali, garam, dan bahan organik.
16

b. Air yang tidak dapat diminum tidak boleh digunakan pada beton
kecuali setelah melalui pengujian kualitas air.
c. Pemilihan proporsi campuran beton harus didasarkan pada
campuran beton yang menggunakan air dari sumber yang sama.
Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa air yang dapat
digunakan sebagai campuran beton adalah air hujan, air tanah, air
permukaan, air laut maupun air limbah asalkan memenuhi syarat mutu
yang telah ditetapkan.
2.1.2 Abu Kulit Kerang
2.1.2.1 Kulit Kerang
Kerang merupakan salah satu komoditi perikanan yang telah lama
dibudidayakan sebagai salah satu usaha sampingan masyarakat pesisir.
Teknik budidayanya mudah dikerjakan, tidak memerlukan modal besar
dan dapat dipanen setelah berumur 6 7 bulan. Hasil panen kerang per
hektar per tahun dapat mencapai 200 300 ton kerang utuh atau sekitar
60 100 ton daging kerang (Siregar, 2009). Ada dua jenis kerang yang
sangat dikenal yaitu kerang dagu dan kerang bulu. Perbedaan nyata dari
kedua jenis ini adalah dari lapisan kulitnya. Pada jenis kerang bulu
lapisan terluar kulitnya masih terdapat rambut, bentuk kulitnya licin.
Sedangkan pada kerang dagu kulitnya berjalur-jalur.
17


Gambar 2.1 Kulit Kerang
Kulit kerang berbentuk seperti hati, bersimetri dan mempunyai
tetulang di luar. Kekerasan kulit kerang tidak bergantung dari usia kerang
tersebut, artinya kerang yang masih muda maupun yang sudah tua
mempunyai kekerasan yang sama.
2.1.2.2 Proses Menjadi Abu Kulit Kerang
Abu kulit kerang merupakan abu yang berasal dari pengolahan
limbah kulit kerang yang di bersihkan lalu dijemur dibawah terik
matahari kemudian dihaluskan dengan cara di tumbuk menjadi serpihan
kecil, setelah kerang menjadi serpihan kecil kemudian dihaluskan dengan
menggunakan blender sampai menjadi abu.
Kandungan senyawa kimia pada abu kulit kerang bersifat
Pozzolan, yaitu mengandung zat kapur (CaO), alumina dan senyawa
silika sehingga dapat digunakan sebagai pengganti sebagian semen.
Penambahan abu kulit kerang yang homogen akan menjadikan campuran
beton yang lebih reaktif (Ade Sri Rezki, 2009). Dampak tahap awal yang
diharapkan dari penggunaan abu kulit kerang ini adalah didapatnya nilai
18

perilaku mekanik beton yang setara ataupun mendekati dengan beton
normal.
Pozzolan adalah material yang bila dikombinasikan dengan
kalsium hidroksida, untuk bahan tambahan semen. Pozzolan biasanya
digunakan sebagai penambah (ekstender semen) untuk campuran semen
portland beton untuk meningkatkan kekuatan jangka panjang dan sifat
material lain dari beton semen portland, dan dalam beberapa hal
mengurangi biaya bahan beton.. Abu kulit kerang mempunyai komposisi
kimia sebagai berikut :
Tabel 2.5 Komposisi kimia kulit kerang
Komponen Kadar (% berat)
CaO 66,70
SiO
2
7,88
Al
2
O
3
1,25
Fe
2
O
3
0,03
MgO 22,28
Sumber : Shinta Marito Siregar, 2009
2.1.3 Pembuatan Adukan Beton
Proses pembuatan beton sebagai bahan konstruksi umumnya
melewati tahapan kerja yang teratur dan terkontrol. Pemilihan bahan
baku merupakan langkah awal yang perlu diperhatikan, karena akan
mempengaruhi mutu beton yang dihasilkan. Karakteristik beton harus
memenuhi persyaratan teknis yang spesifik terutama untuk aplikasi
tertentu. Perhitungan dan penakaran bahan baku harus dilakukan seakurat
19

mungkin, sesuai dengan perhitungan rancangan kekuatan yang
diinginkan. Alat ukur timbangan sebaiknya dikalibrasi secara periodik,
gunanya untuk menjamin bahwa bahan baku yang ditimbang jumlahnya
tepat sesuai dengan hasil perhitungan.
Langkah selanjutnya adalah proses pencampuran bahan baku.
Dilakukan secara berurutan, sehingga diperoleh spesifikasi beton plastis
dan bersifat homogen. Selanjutnya, bahan diangkut dari tempat adukan
untuk dituangkan kedalam cetakan. Selama proses penuangan, diikuti
dengan proses pemadatan yang baik supaya terhindar dari kropos sedikit
rongga. Tahapan terakhir adalah curing atau perawatan yang
dimaksudkan untuk menjaga suhu dan kelembapan beton pada periode
tertentu tetap stabil. Dengan adanya perawatan, reaksi hidrasi antara
semen dan air dapat berjalan sempurna dan menghasilkan beton sesuai
dengan kebutuhan (Syarif Hidayat,2009).
Tabel 2.6 Komposisi Rencana Adukan Beton
Nama Bahan
Massa / Volume
(kgm
-3
)
Perbandingan
Semen 367,1 1
Pasir 720,5 2
Krikil 1127,0 3
Air 185,0 0,5
Sumber : Tri Mulyono, 2005


20

2.1.3.1 Slump
Slump merupakan besarnya nilai keutuhan beton secara vertikal
yang diakibatkan karena beton memiliki batas tegangan yang cukup
untuk menahan berat sendiri karena ikatan antar partikelnya masih lemah
sehingga tidak mampu untuk mempertahankan ikatan semulanya. Nilai
dapat menggambarkan tingkat kecelakaan dari beton tersebut. Beton
segar seiring dengan pertambahan waktu akan mengalami kehilangan
slump dan akan berakhir pada nilai slump nol secara otomatis juga
kehilangan kecelakaannya (loss workability). Nilai slump ini dapat hilang
karena pertambahan waktu pada selang waktu tertentu. Hilangnya slump
disebabkan karena terjadinya proses pengikatan pada beton yang semakin
kuat.
2.1.4 Kinerja Beton
Sampai saat ini beton masih menjadi pilihan utama dalam
pembuatan struktur bangunan yang ada di dunia. Selain karena
memudahkan dalam mendapatkan material penyusunnya, hal itu juga
disebabkan oleh penggunaan tenaga kerja yang cukup besar sehingga
dapat mengurangi masalah penyediaan lapangan kerja. Sifat-sifat dan
karakteristik material penyusun beton akan mempengaruhi tingkat
kekuatan dan kinerja beton tetapi harus disesuaikan dengan kelas dan
mutu beton tersebut. Kinerja beton ini harus disesuaikan dengan kategori
struktur atau bangunan yang hendak kita buat. Sehingga beton dengan
kinerja dan mutu yang baik sudah menjadi pilihan dewasa sekarang ini.
21

Tiga kinerja yang dibutuhkan dalam pembuatan beton adalah (STP169C,
Concrete and concrete-making materials) :
1. Memenuhi kriteria konstruksi yaitu dapat dengan mudah dikerjakan
dan dibentuk serta mempunyai nilai ekonomis.
2. Kekuatan tekan, dan
3. Durabilitas atau keawetan yang dimiliki memiliki kriteria yang dapat
menjadi nilai lebih dari beton tersebut. (Tri Mulyono, 2003:6)
2.1.5 Pengujian Pada Beton
2.1.5.1 Kuat Tekan Beton
Kuat tekan beton mengidentifikasikan mutu dari sebuah struktur.
Semakin tinggi tingkat kekuatan struktur yang dikehendaki, semakin
tinggi pula mutu yang dihasilkan. Kekuatan tekan beton dinotasikan
sebagai berikut (PB, 1989 : 16).
fc = kekuatan tekan beton yang diisyaratkan (Mpa)
fc = kekuatan tarik dari hasil uji belah silinder beton (Mpa)
fcr = kekuatan tekan beton rata-ratayang dibutuhkan, sebagai
dasar pemilihan perancangan campuran beton (Mpa)
Sd = Deviasi Standar (s) (Mpa)

Kuat tekan harus memenuhi 0,85 fc untuk kuat tekan rata-rata dua
silinder dan memenuhi fc + 0,82 s untuk rata-rata empat buah benda uji
yang berpasangan.
Menurut SNI-2847-2002 kekuatan material beton dinyatakan oleh
kuat tekan benda uji berbentuk silinder dengan simbol fc dengan satuan
Mpa. Perubahan ini disebabkan pada saat ini (SNI 2847) peraturan beton
mengacu kepada peraturan ACI 318.
22

Menurut SNI 1947:2011, untuk menghitung kuat tekan benda uji
dengan membagi beban maksimum yang diterima oleh benda uji selama
pengujian dengan luas penampang melintang rata yang ditentukan, yaitu :
Kuat tekan beton =


Keterangan :
Kuat tekan beton dengan benda uji silinder (Mpa atau N/mm
2
)
P = gaya tekan aksial, dinyatakan dalam Newton (N).
A = luas penampang melintang benda uji , dinyatakan dalam mm
2
.


Standar Deviasi dihitung berdasarkan rumus :




Keterangan : S : Standar deviasi
Xi

: kekuatan tekan masing-masing benda uji (kg/cm
2
)
Xrt

: kekuatan tekan beton rata-rata (kg/cm
2
)
N : jumlah total benda uji hasil pemeriksaan

2.2 Penelitian Yang Relevan
Beberapa penelitian yang relevan dijadikan referensi pada
penelitian ini diantaranya :
1) Penelitian yang dilakukan oleh Ade Sri Rezki (2009) dengan judul
Pengaruh Abu Kulit Kerang Terhadap Sifat Mekanik Beton.
Hasil penelitian yang dilakukan dengan menggunakan variasi
campuran abu kulit kerang sebagai pengganti sebagian semen
terhadap kuat tekan beton sebesar 10%, 15%, 20%. Dari persentase
komposisi bahan pengganti sebagian tersebut didapatkan rata-rata
kuat tekan beton berturut-turut 23,53 MPa, 19,86 MPa, 18,22 MPa
mengalami penurunan pada setiap penambahan campuran abu kulit
kerang dari beton normal 20,23 MPa pada setiap variasinya.
23

2) Penelitian yang dilakukan oleh Shinta Marito Siregar (2009)
dengan judul Pemanfaatan Kulit Kerang dan Resin Epoksi
Terhadap Karakteristik Beton. Beton alternatif tanpa semen
dengan bahan baku kulit kerang, pasir silika, dan resin epoksi,
beton dikeringkan selama 8 jam pada suhu 60
o
. Hasil pengujian
kualitas beton optimum pada 80% kulit kerang dan 20% (volume)
resin epoksi. Kuat tekan 56,9 Mpa, kuat patah 34 Mpa, dan kuat
tarik 46 Mpa.
2.3 Kerangka Berpikir
Dewasa ini industri konstruksi di Indonesia mengalami
pertumbuhan dan peningkatan yang sangat pesat. Dimana hampir 70%
bahan material yang banyak dipergunakan untuk industri adalah beton
yang dipadukan dengan baja atau jenis lainnya. Dilakukan berbagai
upaya untuk menghasilkan beton yang memiliki kinerja lebih maksimum
dengan biaya yang lebih rendah antara lain dengan mencampur beton
dengan bahan tambah (additive) atau dengan mengganti bahan utama
(subtitutive).
Penggunaan bahan tambah ataupun bahan pengganti bukanlah hal
yang baru dilakukan dalam konstruksi saat ini. Semen merupakan bahan
penyusun utama pada beton. Dimana semen adalah bahan pengikat antara
bahan penyusun lain untuk menjadikannya beton mutu tinggi. Material
ini dinilai sangat vital penggunaannya dalam pembuatan beton, tetapi
dengan berkembangnya konstruksi pada sekarang ini semen dipastikan
akan mengalami kenaikan harga yang cukup tinggi dan untuk
24

mengurangi pencemaran udara yang dihasilkan dalam pembuatan semen.
Untuk mengatasi permasalahan semen tersebut maka penggunaan bahan
pengganti semen dalam pembuatan beton perlu diteliti tetapi tetap pada
standar kekuatan beton yang telah dibuat.
Salah satu alternatif peningkatan mutu dan kualitas adalah dengan
menambahkan abu kulit kerang. Abu kulit kerang selama ini belum
dimanfaatkan secara optimal khususnya pada pembuatan beton. Lebih
sering kita jumpai limbah kulit kerang hanya dimanfaatkan sebagai
hiasan dan abu kulit kerang sebagai makanan ternak.
Abu kulit kerang pada penelitian kali ini dipergunakan sebagai
bahan pengganti sebagian semen dengan persentasi yang telah
direncanakan. Sifat abu kulit kerang dengan semen banyak memiliki
kemiripan yaitu mengandung zat kapur (CaO), alumina, dan senyawa
silika, sehingga senyawa yang sama akan saling mengikat sebagai bahan
penyusun beton, kemudian abu kulit kerang dengan semen sama-sama
lolos saringan no. 100 sehingga dalam mengisi rongga yang ada pada
beton akan mempunyai kepadatan yang sama.
Sesuai dengan hal-hal yang telah dikemukakan di atas maka
perlunya diteliti lebih lanjut mengenai fungsi abu kulit kerang sebagai
pengganti sebagian semen pada pembuatan beton. Diharapkan penelitian
ini dapat diketahui sejauh mana pengaruh pemanfaatan abu kulit kerang
sebagai pengganti sebagian semen terhadap pembuatan beton sesuai
ketentuan yang direncanakan.

25

2.4 Hipotesis penelitian
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas maka
dirumuskan hipotesis sebagai berikut :
Diduga limbah abu kulit kerang dapat digunakan sebagai pengganti
sebagian semen pada pembuatan beton dan dapat menaikan kuat
tekan beton.

Anda mungkin juga menyukai