Anda di halaman 1dari 27

http://ulumnabawiahmakh.blogspot.com/2011/12/sejarah-imam-nasai-dan-kitabnya.

html
Sejarah imam Nasa'i dan kitabnya



Imam Nasa'i sangat suka tinggal di mesir.kemudian ia tinggal di mesir sehingga setahun
sebelum menjelang kewafatnya maka beliau berpindah ke Damsyik. Ditempat yang baru ini ia
mengalami suatu peristiwa yang sangat tragis menyebabkan imam Nasai menjadi syahid.




Tidak ada kesepakatan pendapat tentang dimana ia meninggal dunia. Imam Daraqutni
menjelaskan bahwa di saat mendapat perkara tragis di Damsyik itu ia meminta supaya di bawa
ke Makkah. Permohonan ini dikabulkan dan ia meninggal di Makkah kemudian di kebumikan di
suatu tempat antara Shofa dan Marwah.pada tahun 303H

Imam az-Zahabi tidak sependapat dengan pendapat diatas. Menurutnya yang benar adalah
bahwa Nasa'i meninggal dunia di Ramlah, suatu tempat di Palestine. Ibnu Yunus dalam
tarikhnya setuju dengan pendapat ini. Selain pendapat ini menyatakan bahwa ia meninggal di
Ramlah, tetapi yang jelas ia dikebumikan di Baitul Maqdis. Ia wafat pada tahun 303 H.

Imam NasaI adalah seorang yang tampan. Warna kulitnya kemerah merahan dan ia suka
mengenakan pakaian garis garis buatan Yaman. Ia adalah seorang yang banyak melakukan
ibadah. Ia sering ikut berperang bersama sama dengan gabenor Mesir.
Imam Nasai tak saja ahli dan penghafal Hadits, ia juga mengetahui para perawi hadith yang
dia meriwayat dan kelemahan kelemahan Hadits yang diriwayatkan, tetapi ia juga ahli fiqih yang
luas pengalamannya. Imam NasaI adalah bermadzhab Syafi'i dan ia mempunyai kitab yang
menerangkan tentang hokum hakam yang ditulis berdasarkan madzhab Safi'i Rahimahullah.

karangan imam Nasa'i yang terkenal adalah:

1. As Sunanul Kuba
2. As Sunanus Sughro, terkenal dengan nama Al Mujtaba
3. Al Khasa'is
4. Fada'ilus Sahabah
5. Al Manasik

http://warungkopiplus.blogspot.com/2009/05/imam-nasai-sejarah-hidup-enam-tokoh.html

Imam Nasa'i - Sejarah Hidup Enam Tokoh
Penghimpun Hadith
Sumber dari segala sumber hukum yang utama atau yang pokok di dalam agama Islam
adalah Al-Qur'an dan As-Sunnah. Selain sebagai sumber hukum, Al-Qur'an dan As-
Sunnah juga merupakan sumber ilmu pengetahuan yang universal. Isyarat sampai
kepada ilmu yg mutakhir telah tercantum di dalamnya. Oleh kerananya siapa yang ingin
mendalaminya, maka tidak akan ada habis-habisnya keajaibannya.

Untuk mengetahui As-Sunnah atau hadith-hadith Nabi, maka salah satu dari beberapa
bahagian penting yang tidak kalah menariknya untuk diketahui adalah mengetahui profil
atau sejarah orang-orang yang mengumpulkan hadith, yang dengan jasa-jasa mereka
kita yang hidup pada zaman sekarang ini dapat dengan mudah memperoleh sumber
hukum secara lengkap dan sistematis serta dapat melaksanakan atau meneladani
kehidupan Rasulullah untuk beribadah seperti yang dicontohkannya.

Untuk itu pada beberapa edisi kali ini, kami sajikan secara berturut-turut Profile Sejarah
Hidup Enam Tokoh Penghimpun Hadith yang paling terkenal serta Sekilas Penjelasan
Tentang Kitab Hadith-nya yang masyhur.

Abad ketiga Hijriah merupakan kurun waktu terbaik untuk menyusun atau menghimpun
Hadith Nabi di dunia Islam. waktu itulah hidup enam penghimpun ternama Hadith
Shahih yaitu:

Imam Bukhari
Imam Muslim
Imam Abu Daud
Imam Tirmidzi
Imam Nasa'i
Imam Ibn Majah





Imam Nasa'i

Imam Nasa'i juga merupakan tokoh ulama kenamaan ahli hadith pada masanya. Selain
Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Jami' At-Tirmidzi, juga karya besar
Imam Nasa'i, Sunan us-Sughra termasuk jajaran kitab hadith pokok yang dapat
dipercayai dalam pandangan ahli hadith dan para kritikus hadith.

Ia adalah seorang imam ahli hadith syaikhul Islam sebagaimana diungkapkan az-
Zahabi dalam Tazkirah-nya Abu 'Abdurrahman Ahmad bin 'Ali bin Syu'aib 'Ali bin Sinan
bin Bahr al-Khurasani al-Qadi, pengarang kitab Sunan dan kitab-kitab berharga lainnya.
Juga ia adalah seorang ulama hadith yang jadi ikutan dan ulama terkemuka melebihi
para ulama yang hidup pada zamannya.

Dilahirkan di sebuah tempat bernama Nasa' pada tahun 215 H. Ada yang mengatakan
pada tahun 214 H.

Pengembaraannya

Ia lahir dan tumbuh berkembang di Nasa', sebuah kota di Khurasan yang banyak
melahirkan ulama-ulama dan tokoh-tokoh besar. Di madrasah negeri kelahirannya
itulah ia menghafal Al-Qur'an dan dari guru-guru negerinya ia menerima pelajaran ilmu-
ilmu agama yang pokok. Setelah meningkat remaja, ia senang mengembara untuk
mendapatkan hadith. Belum lagi berusia 15 tahun, ia berangkat mengembara menuju
Hijaz, Iraq, Syam, Mesir dan Jazirah. Kepada ulama-ulama negeri tersebut ia belajar
hadith, sehingga ia menjadi seorang yang sangat terkemuka dalam bidang hadith yang
mempunyai sanad yang 'Ali (sedikit sanadnya) dan dalam bidang kekuatan periwayatan
hadith.

Nasa'i merasa cocok tinggal di Mesir. Kerananya, ia kemudian menetap di negeri itu, di
jalan Qanadil. Dan seterusnya menetap di kampung itu hingga setahun menjelang
wafatnya. Kemudian ia berpindah ke Damsyik. Di tempatnya yang baru ini ia mengalami
suatu peristiwa tragis yang menyebabkan ia menjadi syahid. Alkisah, ia dimintai
pendapat tentang keutamaan Mu'awiyyah r.a. Tindakan ini seakan-akan mereka minta
kepada Nasa'i agar menulis sebuah buku tentang keutamaan Mu'awiyyah,
sebagaimana ia telah menulis mengenai keutamaan Ali r.a.

Oleh kerana itu ia menjawab kepada penanya tersebut dengan "Tidakkah Engkau
merasa puas dengan adanya kesamaan darjat (antara Mu'awiyyah dengan Ali),
sehingga Engkau merasa perlu untuk mengutamakannya?" Mendapat jawaban seperti
ini mereka naik pitam, lalu memukulinya sampai-sampai buah kemaluannya pun
dipukul, dan menginjak-injaknya yang kemudian menyeretnya keluar dari masjid,
sehingga ia nyaris menemui kematiannya.

Wafatnya

Tidak ada kesepakatan pendapat tentang di mana ia meninggal dunia. Imam Daraqutni
menjelaskan, bahawa di saat mendapat cubaan tragis di Damsyik itu ia meminta
supaya dibawa ke Makkah. Permohonannya ini dikabulkan dan ia meninggal di
Makkah, kemudian dikebumikan di suatu tempat antara Safa dan Marwah. Pendapat
yang sama dikemukakan pula oleh Abdullah bin Mandah dari Hamzah al-'Uqbi al-Misri
dan ulama yang lain.

Imam az-Zahabi tidak sependapat dengan pendapat di atas. Menurutnya yang benar
ialah bahawa Nasa'i meningal di Ramlah, suatu tempat di Palestina. Ibn Yunus dalam
Tarikhnya setuju dengan pendapat ini, demikian juga Abu Ja'far at-Tahawi dan Abu
Bakar bin Naqatah. Selain pendapat ini menyatakan bahawa ia meninggal di Ramlah,
tetapi yang jelas ia dikebumikan di Baitul Maqdis. Ia wafat pada tahun 303 H.

Sifat-sifatnya

Ia bermuka tampan. Warna kulitnya kemerah-merahan dan ia senang mengenakan
pakaian garis-garis buatan Yaman. Ia adalah seorang yang banyak melakukan ibadah,
baik di waktu malam atau siang hari, dan selalu beribadah haji dan berjihad.
Ia sering ikut bertempur bersama-sama dengan gabenor Mesir. Mereka mengakui
kesatriaan dan keberaniannya, serta sikap konsistensinya yang berpegang teguh pada
sunnah dalam menangani masalah penebusan kaum Muslimin yang tetangkap lawan.
Dengan demikian ia dikenal senantiasa "menjaga jarak" dengan majlis sang Amir,
padahal ia tidak jarang ikut bertempur besamanya. Demikianlah. Maka, hendaklah para
ulama itu senantiasa menyebar luaskan ilmu dan pengetahuan. Namun ada panggilan
untuk berjihad, hendaklah mereka segera memenuhi panggilan itu. Selain itu, Nasa'i
telah mengikuti jejak Nabi Dawud, sehari puasa dan sehari tidak.

Fiqh Nasa'i

Ia tidak saja ahli dan hafal hadith, mengetahui para perawi dan kelemahan-kelemahan
hadith yang diriwayatkan, tetapi ia juga ahli fiqh yang berwawasan luas.
Imam Daraqutni pernah berkata mengenai Nasa'i bahawa ia adalah salah seorang
Syaikh di Mesir yang paling ahli dalam bidang fiqh pada masanya dan paling
mengetahui tentang hadith dan perawi-perawi.

Ibnul Asirr al-Jazairi menerangkan dalam mukadimah Jami'ul Usul-nya, bahawa Nasa'i
bermazhab Syafi'i dan ia mempunyai kitab Manasik yang ditulis berdasarkan mazhab
Safi'i, rahimahullah.

Karya-karyanya

Imam Nasa'i telah menusil beberapa kitab besar yang tidak sedikit jumlahnya. Di
antaranya:

As-Sunan ul-Kuba.
As-Sunan us-Sughra, tekenal dengan nama Al-Mujtaba.
Al-Khasa'is.
Fada'ilus-Sahabah.
Al-Manasik.

Di antara karya-karya tersebut, yang paling besar dan bemutu adalah Kitab As-Sunan.


Sekilas tentang Sunan An-Nasa'i

Nasa'i menerima hadith dari sejumlah guru hadith terkemuka. Di antaranya ialah
Qutaibah Imam Nasa'i Sa'id. Ia mengunjungi kutaibah ketika berusia 15 tahun, dan
selama 14 bulan belajar di bawah asuhannya. Guru lainnya adalah Ishaq bin Rahawaih,
al-Haris bin Miskin, 'Ali bin Khasyram dan Abu Dawud penulis as-Sunan, serta Tirmidzi,
penulis al-Jami'.

Hadith-hadithnya diriwayatkan oleh para ulama yang tidak sedikit jumlahnya. Antara lain
Abul Qasim at-Tabarani, penulis tiga buah Mu'jam, Abu Ja'far at-Tahawi, al-Hasan bin
al-Khadir as-Suyuti, Muhammad bin Mu'awiyyah bin al-Ahmar al-Andalusi dan Abu
Bakar bin Ahmad as-Sunni, perawi Sunan Nasa'i.

Ketika Imam Nasa'i selesai menyusun kitabnya, As-Sunan ul-Kubra, ia lalu
menghadiahkannya kepada Amir ar-Ramlah. Amir itu bertanya: "Apakah isi kitab ini
shahih seluruhnya?" "Ada yang shahih, ada yang hasan dan ada pula yang hampir
serupa dengan keduanya," jawabnya. "Kalau demikian," kata sang Amir, "Pisahkan
hadith-hadith yang shahih saja." Atas permintaan Amir ini maka Nasa'i berusaha
menyeleksinya, memilih yang shahih-shahih saja, kemudian dihimpunnya dalam suatu
kitab yang dinamakan As-Sunan us-Sughra. Dan kitab ini disusun menurut sistematika
fiqh sebagaimana kitab-kitab Sunan yang lain.

Imam Nasa'i sangat teliti dalam menyususn kitab Sunan us-Sughra. Kerananya ulama
berkata: "Kedudukan kitab Sunan Sughra ini di bawah darjat Shahih Bukhari dan
Shahih Muslim, kerana sedikit sekali hadith dha'if yang tedapat di dalamnya."

Oleh kerana itu, kita dapatkan bahawa hadith-hadith Sunan Sughra yang dikritik oleh
Abul Faraj ibnul al-Jauzi dan dinilainya sebagai hadith maudhu kepada hadith-hadith
tersebut tidak sepenuhnya dapat diterima. As-Suyuti telah menyanggahnya dan
mengemukakan pandangan yang berbeda dengannya mengenai sebahagian besar
hadith yang dikritik itu. Dalam Sunan Nasa'i terdapat hadith-hadith shahih, hasan, dan
dha'if, hanya saja hadith yang dha'if sedikit sekali jumlahnya. Adapun pendapat
sebahagian ulama yang menyatakan bahawa isi kitab Sunan ini shahih semuanya,
adalah suatu anggapan yang terlalu sembrono, tanpa didukung oleh penelitian
mendalam. Atau maksud pernyataan itu adalah bahawa sebahagian besar ini Sunan
adalah hadith shahih.

Sunan us-Sughra inilah yang dikategorikan sebagai salah satu kitab hadith pokok yang
dapat dipercaya dalam pandangan ahli hadith dan para kritikus hadith. Sedangkan
Sunan ul-Kubra, metode yang ditempuh Nasa'i dalam penyusunannya adalah tidak
meriwayatkan sesuatu hadith yang telah disepakati oleh ulama kritik hadith untuk
ditinggalkan.

Apabila sesuatu hadith yang dinisbahkan kepada Nasa'i, misalnya dikatakan, "hadith
riwayat Nasa'i", maka yang dimaksudkan ialah "riwayat yang di dalam Sunan us-
Sughra, bukan Sunan ul-Kubra", kecuali yang dilakukan oleh sebahagian kecil para
penulis. Hal itu sebagaimana telah diterangkan oleh penulis kitab 'Aunul-Ma'bud Syarhu
Sunan Abi Dawud pada bahagian akhir huraiannya: "Ketahuilah, pekataan al-Munziri
dalam Mukhtasar-nya dan perkataan al-Mizzi dalam Al-Atraf-nya, hadith ini diriwayatkan
oleh Nasa'i", maka yang dimaksudkan ialah riwayatnya dalam As-Sunan ul-Kubra,
bukan Sunan us-Sughra yang kini beredar di hampir seluruh negeri, seperti India,
Arabia, dan negeri-negeri lain. Sunan us-Sughra ini merupakan ringkasan dari Sunan
ul-Kubra dan kitab ini hampir-hampir sulit ditemukan. Oleh kerana itu hadith-hadith yang
dikatakan oleh al-Munziri dan al-Mizzi, "diriwayatkan oleh Nasa'i" adalah tedapat dalam
Sunan ul-Kubra. Kita tidak perlu bingung dengan tiadanya kitab ini, sebab setiap hadith
yang tedapat dalam Sunan us-Sughra, terdapat pula dalam Sunanul-Kubra dan tidak
sebaliknya.

Mengakhiri pengkajian ini, perlu ditegaskan kembali, bahawa Sunan Nasa'i adalah
salah satu kitab hadith pokok yang menjadi pegangan.


Sumber: Kitab Hadith Shahih yang Enam, Muhammad Muhammad Abu Syuhbah.


Imam Ibn Majah

Ibn Majah adalah seorang kepercayaan yang besar, yang disepakati tentang kejujurannya,
dapat dijadikan argumentasi pendapat-pendapatnya. Ia mempunyai pengetahuan luas dan
banyak menghafal hadith.

Imam Abu Abdullah Muhammad bin Yazid bin Majah ar-Rabi'i al-Qarwini, pengarang kitab As-
Sunan dan kitab-kitab bemanfaat lainnya. Kata "Majah" dalam nama beliau adalah dengan
huruf "ha" yang dibaca sukun; inilah pendapat yang shahih yang dipakai oleh mayoritas ulama,
bukan dengan "ta" (majat) sebagaimana pendapat sementara orang. Kata itu adalah gelar ayah
Muhammad, bukan gelar kakeknya, seperti diterangkan penulis Qamus jilid 9, hal. 208. Ibn
Katsr dalam Al-Bidayah wan-Nibayah, jilid 11, hal. 52.

Imam Ibn Majah dilahirkan di Qaswin pada tahun 209 H, dan wafat pada tanggal 22 Ramadhan
273 H. Jenazahnya dishalatkan oleh saudaranya, Abu Bakar. Sedangkan pemakamannya
dilakukan oleh kedua saudaranya, Abu Bakar dan Abdullah serta putranya, Abdullah.

Pengembaraannya

Ia berkembang dan meningkat dewasa sebagai orang yang cinta mempelajari ilmu dan
pengetahuan, teristimewa mengenai hadith dan periwayatannya. Untuk mencapai usahanya
dalam mencari dan mengumpulkan hadith, ia telah melakukan lawatan dan berkeliling di
beberapa negeri. Ia melawat ke Irak, Hijaz, Syam, Mesir, Kufah, Basrah dan negara-negara
serta kota-kota lainnya, untuk menemui dan berguru hadith kepada ulama-ulama hadith. Juga ia
belajar kepada murid-murid Malik dan al-Lais, rahimahullah, sehingga ia menjadi salah seorang
imam terkemuka pada masanya di dalam bidang ilmu nabawi yang mulia ini.

Aktivitas Periwayatannya

Ia belajar dan meriwayatkan hadith dari Abu Bakar bin Abi Syaibah, Muhammad bin Abdullah
bin Numair, Hisyam bin 'Ammar, Muhammad bin Ramh, Ahmad bin al-Azhar, Bisyr bin Adan
dan ulama-ulama besar lain.
Sedangkan hadith-hadithnya diriwayatkan oleh Muhammad bin 'Isa al-Abhari, Abul Hasan al-
Qattan, Sulaiman bin Yazid al-Qazwini, Ibn Sibawaih, Ishak bin Muhammad dan ulama-ulama
lainnya.

Penghargaan Para Ulama Kepadanya

Abu Ya'la al-Khalili al-Qazwini berkata: "Ibn Majah adalah seorang kepercayaan yang besar,
yang disepakati tentang kejujurannya, dapat dijadikan argumentasi pendapat-pendapatnya. Ia
mempunyai pengetahuan luas dan banyak menghafal hadith."
Zahabi dalam Tazkiratul Huffaz, melukiskannya sebagai seorang ahli hadith besarm mufasir,
pengarang kitab sunan dan tafsir, serta ahli hadith kenamaan negerinya.
Ibn Kasir, seorang ahli hadith dan kritikus hadith berkata dalam Bidayah-nya: "Muhammad bin
Yazid (Ibn Majah) adalah pengarang kitab sunan yang masyhur. Kitabnya itu merupakan bukti
atas amal dan ilmunya, keluasan pengetahuan dan pandangannya, serta kredibilitas dan
loyalitasnya kepada hadith dan usul dan furu'."

Karya-karyanya

Imam Ibn Majah mempunyai banyak karya tulis, di antaranya:

Kitab As-Sunan, yang merupakan salah satu Kutubus Sittah (Enam Kitab Hadith yang Pokok).
Kitab Tafsir Al-Qur'an, sebuah kitab tafsir yang besar manfatnya seperti diterangkan Ibn Kasir.
Kitab Tarikh, berisi sejarah sejak masa sahabat sampai masa Ibn Majah.


Sekilas Tentang Sunan Ibn Majah

Kitab ini adalah salah satu kitab karya Imam Ibn Majah terbesar yang masih beredar hingga
sekarang. Dengan kitab inilah, nama Ibn Majah menjadi terkenal.

Ia menyusun sunan ini menjadi beberapa kitab dan beberapa bab. Sunan ini terdiri dari 32
kitab, 1.500 bab. Sedan jumlah hadithnya sebanyak 4.000 buah hadith.
Kitab sunan ini disusun menurut sistematika fiqh, yang dikerjakan secara baik dan indah. Ibn
Majah memulai sunan-nya ini dengan sebuah bab tentang mengikuti sunnah Rasulullah SAW.
Dalam bab ini ia menguraikan hadith-hadith yang menunjukkan kekuatan sunnah, kewajiban
mengikuti dan mengamalkannya.

Kedudukan Sunan Ibn Majah di antara Kitab-kitab Hadith

Sebahagian ulama tidak memasukkan Sunan Ibn Majah ke dalam kelompok "Kitab Hadith
Pokok" mengingat darjat Sunan ini lebih rendah dari kitab-kitab hadith yang lima.

Sebahagian ulama yang lain menetapkan, bahawa kitab-kitab hadith yang pokok ada enam
kitab (Al-Kutubus Sittah/Enam Kitab Hadith Pokok), yaitu:

Shahih Bukhari, karya Imam Bukhari.
Shahih Muslim, karya Imam Muslim.
Sunan Abu Dawud, karya Imam Abu Dawud.
Sunan Nasa'i, karya Imam Nasa'i.
Sunan Tirmidzi, karya Imam Tirmidzi.
Sunan Ibn Majah, karya Imam Ibn Majah.

Ulama pertama yang memandang Sunan Ibn Majah sebagai kitab keenam adalah al-Hafiz Abul-
Fardl Muhammad bin Tahir al-Maqdisi (wafat pada 507 H) dalam kitabnya Atraful Kutubus
Sittah dan dalam risalahnya Syurutul 'A'immatis Sittah.

Pendapat itu kemudian diikuti oleh al-Hafiz 'Abdul Gani bin al-Wahid al-Maqdisi (wafat 600 H)
dalam kitabnya Al-Ikmal fi Asma' ar-Rijal. Selanjutnya pendapat mereka ini diikuti pula oleh
sebahagian besar ulama yang kemudian.

Mereka mendahulukan Sunan Ibn Majah dan memandangnya sebagai kitab keenam, tetapi
tidak mengkategorikan kitab Al-Muwatta' karya Imam Malik sebagai kitab keenam, padahal kitab
ini lebih shahih daripada Sunan Ibn Majah, hal ini mengingat bahawa Sunan Ibn Majah banyak
zawa'idnya (tambahannya) atas Kutubul Khamsah. Berbeda dengan Al-Muwatta', yang hadith-
hadith itu kecuali sedikit sekali, hampir seluruhnya telah termuat dalam Kutubul Khamsah.

Di antara para ulama ada yang menjadikan Al-Muwatta' susunan Imam Malik ini sebagai salah
satu Usul us-Sittah (Enam Kitab Pokok), bukan Sunan Ibn Majah. Ulama pertama yang
berpendapat demikian adalah Abul Hasan Ahmad bin Razin al-Abdari as-Sarqisti (wafat sekitar
tahun 535 H) dalam kitabnya At-Tajrid fil Jam'i Bainas-Sihah. Pendapat ini diikuti oleh Abus
Sa'adat Majduddin Ibnul Asir al-Jazairi asy-Syafi'i (wafat 606 H). Demikian pula az-Zabidi asy-
Syafi'i (wafat 944 H) dalam kitabnya Taysirul Wusul.

Nilai Hadith-hadith Sunan Ibn Majah

Sunan Ibn Majah memuat hadith-hadith shahih, hasan, dan da'if (lemah), bahkan hadith-hadith
munkar dan maudhu meskipun dalam jumlah sedikit.

Martabat Sunan Ibn Majah ini berada di bawah martabat Kutubul Khamsah (Lima Kitab Pokok).
Hal ini kerana kitab sunan ini yang paling banyaknya hadith-hadith da'if di dalamnya.

Oleh kerana itu tidak sayugianya kita menjadikan hadith-hadith yang dinilai lemah atau palsu
dalam Sunan Ibn Majah ini sebagai dalil. Kecuali setelah mengkaji dan meneliti terlebih dahulu
mengenai keadaan hadith-hadith tersebut. Bila ternyata hadith dimaksud itu shahih atau hasan,
maka ia boleh dijadikan pegangan. Jika tidak demikian adanya, maka hadith tersebut tidak
boleh dijadikan dalil.

Sulasiyyat Ibn Majah

Ibn Majah telah meriwayatkan beberapa buah hadith dengan sanad tinggi (sedikit sanadnya),
sehingga antara dia dengan Nabi SAW hanya terdapat tiga perawi. Hadith semacam inilah yang
dikenal dengan sebutan Sulasiyyat.


Sumber: Kitab Hadith Shahih yang Enam, Muhammad Muhammad Abu Syuhbah.


http://warungkopiplus.blogspot.com/2009/05/imam-ibn-majah-sejarah-hidup-enam-tokoh.html


http://waroengpodjok-g.blogspot.com/2010/09/riwayat-hidup-imam-nasai.html
Riwayat Hidup Imam An Nasa'i

Nama lengkap Imam al-Nasai adalah Abu Abd al-Rahman Ahmad bin Ali
bin Syuaib bin Ali bin Sinan bin Bahr al-khurasani al-Qadi. Lahir di
daerah Nasa pada tahun 215 H. Ada juga sementara ulama yang
mengatakan bahwa beliau lahir pada tahun 214 H. Beliau dinisbahkan
kepada daerah Nasa (al-Nasai), daerah yang menjadi saksi bisu kelahiran
seorang ahli hadis kaliber dunia. Beliau berhasil menyusun sebuah kitab
monumental dalam kajian hadis, yakni al-Mujtaba yang di kemudian hari
kondang dengan sebutan Sunan al-Nasai.

Pengembaraan intelektual

Pada awalnya, beliau tumbuh dan berkembang di daerah Nasa. Beliau
berhasil menghafal al-Quran di Madrasah yang ada di desa kelahirannya.
Beliau juga banyak menyerap berbagai disiplin ilmu keagamaan dari para
ulama di daerahnya. Saat remaja, seiring dengan peningkatan kapasitas
intelektualnya, beliaupun mulai gemar melakukan lawatan ilmiah ke
berbagai penjuru dunia. Apalagi kalau bukan untuk guna memburu ilmu-
ilmu keagamaan, terutama disiplin hadis dan ilmu Hadis.

Belum genap usia 15 tahun, beliau sudah melakukan mengembar ke
berbagai wilayah Islam, seperti Mesir, Hijaz, Iraq, Syam, Khurasan, dan lain
sebagainya. Sebenarnya, lawatan intelektual yang demikian, bahkan
dilakukan pada usia dini, bukan merupakan hal yang aneh dikalangan para
Imam Hadis. Semua imam hadis, terutama enam imam hadis, yang
biografinya banyak kita ketahui, sudah gemar melakukan perlawatan ilmiah
ke berbagai wilayah Islam semenjak usia dini. Dan itu merupakan ciri khas
ulama-ulama hadis, termasuk Imam al-Nasai.

Kemampuan intelektual Imam al-Nasai menjadi kian matang dan berisi
dalam masa pengembaraannya. Namun demikian, awal proses
pembelajarannya di daerah Nasa tidak bisa dikesampingkan begitu saja,
karena justru di daerah inilah, beliau mengalami proses pembentukan
intelektual, sementara masa pengembaraannya dinilai sebagai proses
pematangan dan perluasan pengetahuan.

Guru dan murid

Seperti para pendahulunya: Imam al-Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu
Dawud, dan Imam al-Tirmidzi, Imam al-Nasai juga tercatat mempunyai
banyak pengajar dan murid.
Para guru beliau yang nama harumnya tercatat oleh pena sejarah antara
lain; Qutaibah bin Said, Ishaq bin Ibrahim, Ishaq bin Rahawaih, al-Harits
bin Miskin, Ali bin Kasyram, Imam Abu Dawud (penyusun Sunan Abi
Dawud), serta Imam Abu Isa al-Tirmidzi (penyusun al-Jami/Sunan al-
Tirmidzi).

Sementara murid-murid yang setia mendengarkan fatwa-fatwa dan
ceramah-ceramah beliau, antara lain; Abu al-Qasim al-Thabarani
(pengarang tiga buku kitab Mujam), Abu Jafar al-Thahawi, al-Hasan bin al-
Khadir al-Suyuti, Muhammad bin Muawiyah bin al-Ahmar al-Andalusi, Abu
Nashr al-Dalaby, dan Abu Bakrbin Ahmad al-Sunni. Nama yang disebut
terakhir, disamping sebagai murid juga tercatat sebagai penyambung lidah
Imam al-Nasai dalam meriwayatkan kitab Sunan al-Nasai.

Sudah mafhum dikalangan peminat kajian hadis dan ilmu hadis, para imam
hadis merupakan sosok yang memiliki ketekunan dan keuletan yang patut
diteladani. Dalam masa ketekunannya inilah, para imam hadis kerap kali
menghasilkan karya tulis yang tak terhingga nilainya.

Tidak ketinggalan pula Imam al-Nasai. Karangan-karangan beliau yang
sampai kepada kita dan telah diabadikan oleh pena sejarah antara lain; al-
Sunan al-Kubra, al-Sunan al-Sughra (kitab ini merupakan bentuk
perampingan dari kitab al-Sunan al-Kubra), al-Khashais, Fadhail al-
Shahabah, dan al-Manasik. Menurut sebuah keterangan yang diberikan oleh
Imam Ibn al-Atsir al-Jazairi dalam kitabnya Jami al-Ushul, kitab ini disusun
berdasarkan pandangan-pandangan fiqh mazhab Syafii.

Kitab al-Mujtaba

Sekarang, karangan Imam al-Nasai paling monumental adalah Sunan al-
Nasai. Sebenarnya, bila ditelusuri secara seksama, terlihat bahwa
penamaan karya monumental beliau sehingga menjadi Sunan al-
Nasai sebagaimana yang kita kenal sekarang, melalui proses panjang,
dari al-Sunan al-Kubra, al-Sunan al-Sughra, al-Mujtaba, dan terakhir
terkenal dengan sebutan Sunan al-Nasai.

Untuk pertama kali, sebelum disebut dengan Sunan al-Nasai, kitab ini
dikenal dengan al-Sunan al-Kubra. Setelah tuntas menulis kitab ini, beliau
kemudian menghadiahkan kitab ini kepada Amir Ramlah (Walikota Ramlah)
sebagai tanda penghormatan. Amir kemudian bertanya kepada al-Nasai,
Apakah kitab ini seluruhnya berisi hadis shahih? Beliau menjawab dengan
kejujuran, Ada yang shahih, hasan, dan adapula yang hampir serupa
dengannya.

Kemudian Amir berkata kembali, Kalau demikian halnya, maka pisahkanlah
hadis yang shahih-shahih saja. Atas permintaan Amir ini, beliau kemudian
menyeleksi dengan ketat semua hadis yang telah tertuang dalam kitab al-
Sunan al-Kubra. Dan akhirnya beliau berhasil melakukan perampingan
terhadap al-Sunan al-Kubra, sehingga menjadi al-Sunan al-Sughra. Dari segi
penamaan saja, sudah bisa dinilai bahwa kitab yang kedua merupakan
bentuk perampingan dari kitab yang pertama.

Imam al-Nasai sangat teliti dalam menyeleksi hadis-hadis yang termuat
dalam kitab pertama. Oleh karenanya, banyak ulama berkomentar
Kedudukan kitab al-Sunan al-Sughra dibawah derajat Shahih al-
Bukhari dan Shahih Muslim. Di dua kitab terakhir, sedikit sekali hadis dhaif
yang terdapat di dalamnya. Nah, karena hadis-hadis yang termuat di dalam
kitab kedua (al-Sunan al-Sughra) merupakan hadis-hadis pilihan yang telah
diseleksi dengan super ketat, maka kitab ini juga dinamakan al-Mujtaba.
Pengertian al-Mujtaba bersinonim dengan al-Maukhtar(yang terpilih), karena
memang kitab ini berisi hadis-hadis pilihan, hadis-hadis hasil seleksi dari
kitab al-Sunan al-Kubra.

Disamping al-Mujtaba, dalam salah satu riwayat, kitab ini juga dinamakan
denganal-Mujtana. Pada masanya, kitab ini terkenal dengan sebutan al-
Mujtaba, sehingga nama al-Sunan al-Sughra seperti tenggelam ditelan
keharuman nama al-Mujtaba. Dari al-Mujtaba inilah kemudian kitab ini
kondang dengan sebutan Sunan al-Nasai, sebagaimana kita kenal sekarang.
Dan nampaknya untuk selanjutnya, kitab ini tidak akan mengalami
perubahan nama seperti yang terjadi sebelumnya.

Kritik Ibn al-Jauzy

Kita perlu menilai jawaban Imam al-Nasai terhadap pertanyaan Amir
Ramlah secara kritis, dimana beliau mengatakan dengan sejujurnya bahwa
hadis-hadis yang tertuang dalam kitabnya tidak semuanya shahih, tapi
adapula yang hasan, dan ada pula yang menyerupainya. Beliau tidak
mengatakan bahwa didalamnya terdapat hadis dhaif (lemah)
atau maudhu (palsu). Ini artinya beliau tidak pernah memasukkan sebuah
hadispun yang dinilai sebagai hadis dhaif atau maudhu, minimal menurut
pandangan beliau.

Apabila setelah hadis-hadis yang ada di dalam kitab pertama diseleksi
dengan teliti, sesuai permintaan Amir Ramlah supaya beliau hanya
menuliskan hadis yang berkualitas shahih semata. Dari sini bisa diambil
kesimpulan, apabila hadis hasan saja tidak dimasukkan kedalam kitabnya,
hadis yang berkualitas dhaif danmaudhu tentu lebih tidak berhak untuk
disandingkan dengan hadis-hadis shahih.
Namun demikian, Ibn al-Jauzy pengarang kitab al Maudhuat (hadis-hadis
palsu), mengatakan bahwa hadis-hadis yang ada di dalam kitab al-Sunan al-
Sughra tidak semuanya berkualitas shahih, namun ada
yang maudhu (palsu). Ibn al-Jauzy menemukan sepuluh hadis maudhu di
dalamnya, sehingga memunculkan kritik tajam terhadap kredibilitas al-
Sunan al-Sughra. Seperti yang telah disinggung dimuka, hadis itu semua
shahih menurut Imam al-Nasai. Adapun orang belakangan menilai hadis
tersebut ada yang maudhu, itu merupakan pandangan subyektivitas penilai.
Dan masing-masing orang mempunyai kaidah-kaidah mandiri dalam menilai
kualitas sebuah hadis. Demikian pula kaidah yang ditawarkan Imam al-
Nasai dalam menilai keshahihan sebuah hadis, nampaknya berbeda dengan
kaidah yang diterapkan oleh Ibn al-Jauzy. Sehingga dari sini akan
memunculkan pandangan yang berbeda, dan itu sesuatu yang wajar terjadi.
Sudut pandang yang berbeda akan menimbulkan kesimpulan yang berbeda
pula.

Kritikan pedas Ibn al-Jauzy terhadap keautentikan karya monumental Imam
al-Nasai ini, nampaknya mendapatkan bantahan yang cukup keras pula dari
pakar hadis abad ke-9, yakni Imam Jalal al-Din al-Suyuti, dalam Sunan al-
Nasai, memang terdapat hadis yang shahih, hasan, dan dhaif. Hanya saja
jumlahnya relatif sedikit. Imam al-Suyuti tidak sampai menghasilkan
kesimpulan bahwa ada hadis maudhu yang termuat dalam Sunan al-
Nasai, sebagaimana kesimpulan yang dimunculkan oleh Imam Ibn al-Jauzy.
Adapun pendapat ulama yang mengatakan bahwah hadis yang ada di dalam
kitab Sunan al-Nasai semuanya berkualitas shahih, ini merupakan
pandangan yang menurut Muhammad Abu Syahbah_tidak didukung oleh
penelitian mendalam dan jeli. Kecuali maksud pernyataan itu bahwa
mayoritas (sebagian besar) isi kitab Sunan al-Nasaiberkualitas shahih.

Komentar Ulama

Imam al-Nasai merupakan figur yang cermat dan teliti dalam meneliti dan
menyeleksi para periwayat hadis. Beliau juga telah menetapkan syarat-
syarat tertentu dalam proses penyeleksian hadis-hadis yang diterimanya.
Abu Ali al-Naisapuri pernah mengatakan, Orang yang meriwayatkan hadis
kepada kami adalah seorang imam hadis yang telah diakui oleh para ulama,
ia bernama Abu Abd al Rahman al-Nasai.

Lebih jauh lagi Imam al-Naisapuri mengatakan, Syarat-syarat yang
ditetapkan al-Nasai dalam menilai para periwayat hadis lebih ketat dan
keras ketimbang syarat-syarat yang digunakan Muslim bin al-Hajjaj. Ini
merupakan komentar subyektif Imam al-Naisapuri terhadap pribadi al-Nasai
yang berbeda dengan komentar ulama pada umumnya.
Ulama pada umumnya lebih mengunggulkan keketatan penilaian Imam
Muslim bin al-Hajjaj ketimbang al-Nasai. Bahkan komentar mayoritas ulama
ini pulalah yang memposisikan Imam Muslim sebagai pakar hadis nomer
dua, sesudah al-Bukhari.

Namun demikian, bukan berarti mayoritas ulama merendahkan kredibilitas
Imam al-Nasai. Imam al-Nasai tidak hanya ahli dalam bidang hadis dan
ilmu hadis, namun juga mumpuni dalam bidang figh. Al-Daruquthni pernah
mengatakan, beliau adalah salah seorang Syaikh di Mesir yang paling ahli
dalam bidang figh pada masanya dan paling mengetahui tentang Hadis dan
para rawi. Al-Hakim Abu Abdullah berkata, Pendapat-pendapat Abu Abd al-
Rahman mengenai fiqh yang diambil dari hadis terlampau banyak untuk
dapat kita kemukakan seluruhnya. Siapa yang menelaah dan mengkaji
kitab Sunan al-Nasai, ia akan terpesona dengan keindahan dan kebagusan
kata-katanya.

Tidak ditemukan riwayat yang jelas tentang afiliansi pandangan fiqh beliau,
kecuali komentar singkat Imam Madzhab Syafii. Pandangan Ibn al-Atsir ini
dapat dimengerti dan difahami, karena memang Imam al-Nasai lama
bermukim di Mesir, bahkan merasa cocok tinggal di sana. Beliau baru
berhijrah dari Mesir ke Damsyik setahun menjelang kewafatannya.

Karena Imam al-Nasai cukup lama tinggal di Mesir, sementara Imam al-
Syafii juga lama menyebarkan pandangan-pandangan fiqhnya di Mesir
(setelah kepindahannya dari Bagdad), maka walaupun antara keduanya
tidak pernah bertemu, karena al-Nasai baru lahir sebelas tahun setelah
kewafatan Imam al-Syafii, tidak menutup kemungkinan banyak pandangan-
pandangan fiqh Madzhab Syafii yang beliau serap melalui murid-murid
Imam al-Syafii yang tinggal di Mesir. Pandangan fiqh Imam al-Syafii lebih
tersebar di Mesir ketimbang di Baghdad. Hal ini lebih membuka peluang bagi
Imam al-Nasai untuk bersinggungan dengan pandangan fiqh Syafii. Dan ini
akan menguatkan dugaan Ibn al-Atsir tentang afiliasi mazhab fiqh al-Nasai.

Pandangan Syafii di Mesir ini kemudian dikenal dengan qaul
jadid (pandangan baru). Dan ini seandainya dugaan Ibn al-Atsir benar,
mengindikasikan bahwa pandangan fiqh Syafii dan al-Nasai lebih
didominasi pandangan baru (Qaul Jadid, Mesir) ketimbang pandangan klasik
(Qaul Qadim, Baghdad).

Namun demikian, tidak menutup kemungkinan bahwa Imam al-Nasai
merupakan sosok yang berpandangan netral, tidak memihak salah satu
pandangan mazhab fiqh manapun, termasuk pandangan Imam al-Syafii. Hal
ini seringkali terjadi pada imam-imam hadis sebelum al-Nasai, yang hanya
berafiliasi pada mazhab hadis. Dan independensi pandangan ini merupakan
ciri khas imam-imam hadis. Oleh karena itu, untuk mengklaim pandangan
Imam al-Nasai telah terkontaminasi oleh pandangan orang lain, kita perlu
menelusuri sumber sejarah yang konkrit, bukannya hanya berdasarkan
dugaan.

Tutup Usia

Setahun menjelang kemangkatannya, beliau pindah dari Mesir ke Damsyik.
Dan tampaknya tidak ada konsensus ulama tentang tempat meninggal
beliau. Al-Daruqutni mengatakan, beliau di Makkah dan dikebumikan
diantara Shafa dan Marwah. Pendapat yang senada dikemukakan oleh
Abdullah bin Mandah dari Hamzah al-Uqbi al-Mishri.
Sementara ulama yang lain, seperti Imam al-Dzahabi, menolak pendapat
tersebut. Ia mengatakan, Imam al-Nasai meninggal di Ramlah, suatu
daerah di Palestina. Pendapat ini didukung oleh Ibn Yunus, Abu Jafar al-
Thahawi (murid al-Nasai) dan Abu Bakar al-Naqatah. Menurut pandangan
terakhir ini, Imam al-Nasai meninggal pada tahun 303 H dan dikebumikan
di Bait al-Maqdis, Palestina.Inna lillah wa Inna Ilai Rajiun. Semoga jerih
payahnya dalam mengemban wasiat Rasullullah guna menyebarluaskan
hadis mendapatkan balasan yang setimpal di sisi Allah. Amiiin.
Free Template Blogger collection template Hot
Deals BERITA_wongANteng SEO


http://sejarahahlulhadits.blogspot.com/2011/12/sejarah-singkat-imam-nasai.html

Sejarah Singkat Imam An Nasa'i
Diposkan oleh Ashidiq Nugraha di 07.56
Pertumbuhan beliau

Nama: Ahmad bin Syuaib bin Ali bin Sinan bin Bahr

Kuniyah beliau: Abu Abdirrahman

Nasab beliau: An Nasa`i dan An Nasawi, yaitu nisbah kepada negri asal beliau, tempat
beliau di lahirkan. Satu kota bagian dari Khurasan.

Tanggal lahir: tahun 215 hijriah

Sifat-sifat beliau: An Nasa`i merupakan seorang lelaki yang ganteng, berwajah bersih
dan segar, wajahnya seakan-akan lampu yang menyala. Beliau adalah sosok yang
karismatik dan tenang, berpenampilan yang sangat menarik.

Kondisi itu karena beberapa faktor, diantaranya; dia sangat memperhatikan
keseimbangan dirinya dari segi makanan, pakaian, dan kesenangan, minum sari buah
yang halal dan banyak makan ayam.

Aktifitas beliau dalam menimba ilmu

Imam Nasa`i memulai menuntut ilmu lebih dini, karena beliau mengadakan perjalanan
ke Qutaibah bin Said pada tahun 230 hijriah, pada saat itu beliau berumur 15 tahun.
Beliau tinggal di samping Qutaibah di negrinya Baghlan selama setahun dua bulan,
sehingga beliau dapat menimba ilmu darinya begitu banyak dan dapat meriwayatkan
hadits-haditsnya.

Imam Nasa`i mempunyai hafalan dan kepahaman yang jarang di miliki oleh orang-
orang pada zamannya, sebagaimana beliau memiliki kejelian dan keteliatian yang
sangat mendalam. maka beliau dapat meriwayatkan hadits-hadits dari ulama-ulama
kibar, berjumpa dengan para imam huffazh dan yang lainnya, sehingga beliau dapat
menghafal banyak hadits, mengumpulkannya dan menuliskannya, sampai akhirnya
beliau memperoleh derajat yang pantas dalam disiplin ilmu ini.

Beliau telah menulis hadits-hadits dlaif, sebagaimana beliaupun telah menulis hadits-
hadits shahih, padahal pekerjaan ini hanya di lakukan oleh ulama pengkritik hadits,
tetapi imam Nasa`i mampu untuk melakukan pekerjaan ini, bahkan beliau memiliki
kekuatan kritik yang detail dan akurat, sebagaimana yang di gambarkan oleh al Hafizh
Abu Thalib Ahmad bin Sazhr; siapa yang dapat bersabar sebagaimana kesabaran An
Nasa`i? dia memiliki hadits Ibnu Lahiah dengan terperinci - yaitu dari Qutaibah dari
Ibnu Lahiah-, maka dia tidak meriwayatkan hadits darinya. Maksudnya karena kondisi
Ibnu Lahiah yang dlaif.

Dengan ini menunjukkan, bahwa tendensi beliau bukan hanya memperbanyak riwayat
hadits semata, akan tetapi beliau berkeinginan untuk memberikan nasehat dan
menseterilkan syareaat (dari bidah dan hal-hal yang diada-adakan)

Sebagaimana imam Nasa`i selalu berhati-hati dalam mendengar hadits dan selalu
selektif dalam meriwayatkannya. Maka ketika beliau mendengar dari Al Harits bin
Miskin, dan banyak meriwayatkan darinya, akan tetapi beliau tidak mengatakan; telah
menceritakan kepada kami, atau telah mengabarkan kepada kami, secara
serampangan, akan tetapi dia selalu berkata; dengan cara membacakan kepadanya dan
aku mendengar. Para ulama menyebutkan, bahwa faktor imam Nasa`i melakukan hal
tersebut karena terdapat kerenggangan antara imam Nasa`i dengan Al Harits, dan tidak
memungkinkan baginya untuk menghadiri majlis Al Harits, kecuali beliau mendengar
dari belakang pintu atau lokasi yang memungkinkan baginya untuk mendengar bacaan
qari` dan beliau tidak dapat melihatnya.

Rihlah beliau

Imam Nasa`i mempunyai lawatan ilmiah cukup luas, beliau berkeliling kenegri-negri
Islam, baik di timur maupun di barat, sehingga beliau dapat mendengar dari banyak
orang yang mendengar hadits dari para hafizh dan syaikh.

Diantara negri yang beliau kunjungi adalah sebagai berikut;

1. Khurasan

2. Iraq; Baghdad, Kufah dan Bashrah

3. Al Jazirah; yaitu Haran, Maushil dan sekitarnya.

4. Syam

5. Perbatasan; yaitu perbatasan wilayah negri islam dengan kekuasaan Ramawi

6. Hijaz

7. Mesir

Guru-guru beliau

Kemampuan intelektual Imam Nasai menjadi matang dan berisi dalam masa lawatan
ilmiahnya. Namun demikian, awal proses pembelajarannya di daerah Nasa tidak bisa
dikesampingkan begitu saja, karena di daerah inilah, beliau mengalami proses
pembentukan intelektual, sementara masa lawatan ilmiahnya dinilai sebagai proses
pematangan dan perluasan pengetahuan.

Diantara guru-guru beliau, yang teradapat didalam kitab sunannya adalah sebagai
berikut;

1. Qutaibah bin Said

2. Ishaq bin Ibrahim

3. Hisyam bin Ammar

4. Suwaid bin Nashr

5. Ahmad bin Abdah Adl Dabbi

6. Abu Thahir bin as Sarh

7. Yusuf bin Isa Az Zuhri

8. Ishaq bin Rahawaih

9. Al Harits bin Miskin

10. Ali bin Kasyram

11. Imam Abu Dawud

12. Imam Abu Isa at Tirmidzi

Dan yang lainnya.

Murid-murid beliau

Murid-murid yang mendengarkan majlis beliau dan pelajaran hadits beliau adalah;

1. Abu al Qasim al Thabarani

2. Ahmad bin Muhammad bin Ismail An Nahhas an Nahwi

3. Hamzah bin Muhammad Al Kinani

4. Muhammad bin Ahmad bin Al Haddad asy Syafii

5. Al Hasan bin Rasyiq

6. Muhmmad bin Abdullah bin Hayuyah An Naisaburi

7. Abu Jafar al Thahawi

8. Al Hasan bin al Khadir Al Asyuti

9. Muhammad bin Muawiyah bin al Ahmar al Andalusi

10. Abu Basyar ad Dulabi

11. Abu Bakr Ahmad bin Muhammad as Sunni.

Dan yang lainnya

Persaksian para ulama terhadap beliau

Dari kalangan ulama seperiode beliau dan murid-muridnya banyak yang memberikan
pujian dan sanjungan kepada beliau, diantara mereka yang memberikan pujian kepada
beliau adalah;

1. Abu Ali An Naisaburi menuturkan; beliau adalah tergolong dari kalangan imam
kaum muslimin. Sekali waktu dia menuturkan; beliau adalah imam dalam bidang
hadits dengan tidak ada pertentangan.

2. Abu Bakr Al Haddad Asy SyafiI menuturkan; aku ridla dia sebagai hujjah antara aku
dengan Allah Taala.

3. Manshur bin Ismail dan At Thahawi menuturkan; beliau adalah salah seorang imam
kaum muslimin.

4. Abu Said bin yunus menuturkan; beliau adalah seorang imam dalam bidang hadits,
tsiqah, tsabat dan hafizh.

5. Al Qasim Al Muththarriz menuturkan; beliau adalah seorang imam, atau berhak
mendapat gelar imam.

6. Ad Daruquthni menuturkan; Abu Abdirrahman lebih di dahulukan dari semua orang
yang di sebutkan dalam disiplin ilmu ini pada masanya.

7. Al Khalili menuturkan; beliau adalah seorang hafizh yang kapabel, di ridlai oleh para
hafidzh, para ulama sepakat atas kekuatan hafalannya, ketekunannya, dan
perkataannya bisa dijadikan sebagai sandaran dalam masalah jarhu wa tadil.

8. Ibnu Nuqthah menuturkan; beliau adalah seorang imam dalam disiplin ilmu ini.

9. Al Mizzi menuturkan; beliau adalah seorang imam yang menonjol, dari kalangan
para hafizh, dan para tokoh yang terkenal.

Hasil karya beliau

Imam Nasa`i mempunyai beberapa hasil karya, diantaranya adalah;

1. As Sunan Ash Shughra

2. As Sunan Al Kubra

3. Al Kuna

4. Khasha`isu Ali

5. Amalu Al Yaum wa Al Lailah

6. At Tafsir

7. Adl Dluafa wa al Matrukin

8. Tasmiyatu Fuqaha`i Al Amshar

9. Tasmiyatu man lam yarwi anhu ghaira rajulin wahid

10. Dzikru man haddatsa anhu Ibnu Abi Arubah

11. Musnad Ali bin Abi Thalib

12. Musnad Hadits Malik

13. Asma`u ar ruwah wa at tamyiz bainahum

14. Al Ikhwah

15. Al Ighrab

16. Musnad Manshur bin Zadzan

17. Al Jarhu wa tadil

Wafatnya beliau

Setahun menjelang kemangkatannya, beliau pindah dari Mesir ke Damsyik. Dan
tampaknya tidak ada konsensus ulama tentang tempat meninggal beliau. Al-Daruqutni
mengatakan, beliau di Makkah dan dikebumikan diantara Shafa dan Marwah. Pendapat
yang senada dikemukakan oleh Abdullah bin Mandah dari Hamzah al-Uqbi al-Mishri.

Sementara ulama yang lain, seperti Imam al-Dzahabi, menolak pendapat tersebut. Ia
mengatakan, Imam al-Nasai meninggal di Ramlah, suatu daerah di Palestina. Pendapat
ini didukung oleh Ibn Yunus, Abu Jafar al-Thahawi (murid al-Nasai) dan Abu Bakar al-
Naqatah. Menurut pandangan terakhir ini, Imam al-Nasai meninggal pada tahun 303
H dan dikebumikan di Bait al-Maqdis, Palestina. Inna lillah wa Inna Ilai Rajiun. Semoga
jerih payahnya dalam mengemban wasiat Rasullullah guna menyebarluaskan hadis
mendapatkan balasan yang setimpal di sisi Allah. Amiiin.


http://rifaielhafeez354.blogspot.com/2012/07/biografi-imam-annasai.html
Nama: Imam Alhafiz Abi Abdirrahman Ahmad bin syu'aib Annasa'i
Kunniyah beliau: Abi Abdirrahman
Nasab beliau: An Nasa `i dan An Nasawi, iaitu nisbah kepada negeri asal beliau, tempat
beliau di lahirkan. Satu bandar bahagian dari Khurasan.
Tarikh lahir: Tahun 215 hijriah

-Sifat-sifat beliau:
Imam An Nasa `i merupakan seorang lelaki yang tampan, berwajah bersih dan segar,
wajahnya seakan-akan lampu yang menyala. Beliau adalah seorang tokoh yang
berkarisma dan tenang, berpenampilan yang sangat menarik.
Keadaan itu kerana beberapa faktor, antaranya, dia sangat memperhatikan
keseimbangan dirinya dari segi makanan, pakaian, dan kesenangan, minum sari
intipatii buah-buahan yang baik dan banyak makan ayam.

-Aktiviti beliau dalam menimba ilmu :
Imam Nasa `i memulakan menuntut ilmu lebih awal, kerana beliau mengadakan
perjalanan ke Qutaibah bin Sa'id pada tahun 230 hijriah, pada waktu itu beliau berumur
15 tahun. Beliau tinggal di sisi Qutaibah di negerinya Baghlan selama setahun dua
bulan, sehingga beliau boleh menimba ilmu darinya begitu banyak dan boleh
meriwayatkan hadis-hadisnya.
Imam Nasa `i mempunyai hafalan dan kefahaman yang jarang dimiliki oleh orang-orang
pada zamannya, sebagaimana beliau mempunyai kesedaran dan ketelitian yang sangat
dalam. maka beliau boleh meriwayatkan hadis-hadis dari ulama-ulama kibar, berjumpa
dengan para imam huffazh dan yang lain, sehingga beliau dapat menghafal banyak
hadis, mengumpulkannya dan menuliskannya, sehingga akhirnya beliau memperoleh
darjat yang sesuai dalam disiplin ilmu ini.
Beliau telah menulis hadis-hadis dha'if, sebagaimana beliau pun telah menulis hadis-
hadis sahih, padahal pekerjaan ini hanya dilakukan oleh ulama pengkritik hadith, tetapi
imam Nasa `i mampu untuk melakukan pekerjaan ini, bahkan beliau memiliki kekuatan
kritikan yang detail dan tepat , sebagaimana yang di gambarkan oleh al Hafizh Abu
Talib Ahmad bin Sazhr; 'siapa yang dapat bersabar sebagaimana kesabaran An Nasa
`i? dia memiliki hadis Ibnu Lahi'ah dengan terperinci - iaitu dari Qutaibah dari Ibnu
Lahi'ah-, maka dia tidak meriwayatkan hadis darinya. 'Maksudnya kerana keadaan Ibnu
Lahi'ah yang dha'if.
Dengan ini menunjukkan, bahawa kecenderungan beliau bukan hanya
memperbanyakkan riwayat hadits semata-mata, akan tetapi beliau berkeinginan untuk
memberikan nasihat dan mensterilkan syari'at (dari bid'ah dan hal-hal yang diada-
adakan)
Sebagaimana imam Nasa `i selalu berhati-hati dalam mendengar hadis dan selalu
selektif dalam meriwayatkannya. Maka ketika beliau mendengar dari al-Haris bin
Miskin, dan banyak meriwayatkan darinya, akan tetapi beliau tidak mengatakan; 'telah
menceritakan kepada kami,' atau 'telah mengkhabarkan kepada kami,' secara tidak
teratur, akan tetapi dia selalu berkata; 'dengan cara membacakan kepadanya dan aku
mendengar. 'Para ulama menyebutkan, bahawa faktor imam Nasa `i melakukan perkara
tersebut kerana terdapat kerenggangan antara imam Nasa` i dengan al-Haris, dan tidak
membolehkan baginya untuk menghadiri majlis al-Haris, kecuali beliau mendengar dari
belakang pintu atau lokasi yang membolehkan baginya untuk mendengar bacaan qari
'dan beliau tidak dapat melihatnya.

-Rehlah beliau
Imam Nasa `i mempunyai lawatan ilmiah yang cukup luas, beliau berkeliling
kebeberapa negeri-negeri Islam, baik di timur mahupun di barat, sehingga beliau dapat
mendengar dari banyak orang yang mendengar hadis dari para hafiz dan syeikh.
Di antara negeri yang beliau lawati adalah seperti berikut;
1. Khurasan
2. Iraq; Baghdad, Kufah dan Basrah
3. Al Jazirah; iaitu Haran, Maushil dan sekitarnya.
4. Syam
5. Sempadan; iaitu sempadan wilayah negeri Islam dengan kuasa Ramawi
6. Hijaz
7. Mesir

-Guru-guru beliau
Kemampuan intelektual Imam Nasa'i menjadi amat berharga dalam masa lawatan
ilmiahnya. Namun demikian, awal proses pembelajarannya di daerah Nasa ' tidak boleh
ditepikan begitu saja, kerana di kawasan inilah, beliau mengalami proses pembentukan
intelektual, sementara masa lawatan ilmiahnya dinilai sebagai proses dan
perkembangan pengetahuan.
Di antara guru-guru beliau, yang teradapat di dalam kitab sunannya adalah seperti
berikut;
1. Qutaibah bin Sa'id
2. Ishaq bin Ibrahim
3. Hisyam bin 'Ammar
4. Suwaid bin Nasr
5. Ahmad bin 'Abdah Adl Dabbi
6. Abu Thahir bin as Sarh
7. Yusuf bin 'Isa Az Zuhri
8. Ishaq bin Rahawaih
9. Al-Harith bin Miskin
10. Ali bin Kasyram
11. Imam Abu Dawud
12. Imam Abu Isa at Tirmidzi
Dan yang lain.

-Murid-murid beliau :
Murid-murid yang mendengar majlis ilmu beliau dan pelajaran hadis beliau adalah;
1. Abu al Qasim al Thabarani
2. Ahmad bin Muhammad bin Isma'il An Nahhas an Nahwi
3. Hamzah bin Muhammad Al Kinani
4. Muhammad bin Ahmad bin Al Haddad asy Syafie
5. Al Hasan bin Rasyiq
6. Muhmmad bin Abdullah bin Hayuyah An Naisaburi
7. Abu Ja'far al-Thahawi
8. Al Hasan bin al Khadir Al Asyuti
9. Muhammad bin Muawiyah bin al Ahmar al Andalusi
10. Abu basyar ad Dulabi
11. Abu Bakr Ahmad bin Muhammad as Sunni.
Dan yang lain .

Pandangan para ulama terhadap beliau
Dari kalangan ulama sezaman beliau dan murid-muridnya banyak yang memberikan
pujian dan sanjungan kepada beliau, di antara mereka yang memberikan pujian kepada
beliau adalah;
1. Abu 'Ali An Naisaburi menuturkan;' beliau adalah tergolong dari kalangan imam kaum
muslimin. 'Sekali waktu dia menuturkan; beliau adalah imam dalam bidang hadith
dengan tidak ada pertentangan.'
2. Abu Bakr Al Haddad Asy Syafi 'menuturkan;' aku redha dia sebagai hujjah antara aku
dengan Allah Taala. '
3. Manshur bin Ismail dan At Thahawi menuturkan; 'beliau adalah salah seorang imam
kaum muslimin.'
4. Abu Sa'id bin yunus menuturkan; 'beliau adalah seorang imam dalam bidang hadith,
tsiqah, tsabit dan hafiz.'
5. Al Qasim Al Muththarriz menuturkan; 'beliau adalah seorang imam, atau berhak
mendapat gelaran imam.'
6. Ad-Daruquthni menuturkan; 'Abu Abdirrahman lebih di dahulukan dari semua orang
yang di sebutkan dalam disiplin ilmu ini pada masanya.'
7. Al Khalili menuturkan; 'beliau adalah seorang hafiz yang kuat hafalannya
(berkemampuan), di redhai oleh para hafidzh, para ulama sepakat atas kekuatan
hafalannya, ketekunannya, dan perkataannya boleh dijadikan sebagai sandaran dalam
masalah jarhu wa ta'dil.'
8. Ibnu Nuqthah menuturkan; 'beliau adalah seorang imam dalam disiplin ilmu ini.'
9. Al Mizzi menuturkan; 'beliau adalah seorang imam yang menonjol, dari kalangan
para hafiz, dan para tokoh yang terkenal.

Hasil karya beliau
Imam Nasa `i mempunyai beberapa hasil karya, antaranya adalah;
1. As Sunan As Shughra
2. As Sunan Al Kubra
3. Al Kuna
4. Khasha `isu 'Ali
5. 'Amalu Al Yaum wa Al Lailah
6. At Tafsir
7. Adl Dlu'afa wa al Matrukin
8. Tasmiyatu Fuqaha `i Al Amshar
9. Tasmiyatu man lam yarwi 'anhu ghaira rajulin wahid
10. Dzikru man haddatsa 'anhu Ibnu Abi Arubah
11. Musnad 'Ali bin Abi Talib
12. Musnad Hadis Malik
13. Asma `u ar Ruwah wa at tamyiz bainahum
14. Al Ikhwah
15. Al Ighrab
16. Musnad Manshur bin Zadzan
17. Al Jarhu wa ta'di

-Kewafatan beliau
Setahun menjelang kewafatannya, beliau berpindah dari Mesir ke Damsyik. Dan
nampaknya tidak ada persetujuan ulama tentang tempat meninggal beliau. Al-Daruqutni
berkata, beliau di Makkah dan dikebumikan di antara Safa dan Marwah. Pendapat yang
senada dikemukakan oleh Abdullah bin Mandah dari Hamzah al-'Uqbi al-Mishri.
Sementara ulama yang lain, seperti Imam al-Dzahabi, menolak pendapat tersebut.
Beliau berkata, Imam al-Nasa'i meninggal di Ramlah, suatu daerah di Palestin.
Pendapat ini disokong oleh Ibn Yunus, Abu Ja'far al-Thahawi (murid al-Nasa'i) dan Abu
Bakar al-Naqatah.
Menurut pandangan terakhir ini, Imam al-Nasa'i meninggal pada tahun 303 H dan
dikebumikan di Bait al-Maqdis, Palestin. Inna lillah wa Inna Ilaihi Rajiun. Semoga segala
usaha-usahanya dalam memikul wasiat Rasullullah menyebarluaskan hadis
mendapatkan balasan yang setimpal di sisi Allah. Amiiin. . .

Anda mungkin juga menyukai