Anda di halaman 1dari 54

P U T U S A N

No. 94 PK/Pdt. Sus/2011



DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

MAHKAMAH AGUNG
Memeriksa perkara perdata khusus (Kepailitan) dalam peninjauan kembali
telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara :
1. KPP PRATAMA JAKARTA CEMPAKA PUTIH,
berkedudukan di Jl. Kwini No. 7, Senen, Jakarta Pusat;
2. KPP PRATAMA CIBINONG, berkedudukan di Jl. Aman No. 1
Cibinong, Kabupaten Bogor;
1 dan 2 dalam hal ini memberi kuasa kepada: R. FENDY
DHARMA SAPUTRA, SH., LL.M., dan kawan-kawan, berkantor
di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta, Cempaka Putih Jl.
Kwini No.7, Senen, Jakarta Pusat dan Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Cibinong, Jl. Aman No.1, Cibinong, Kabupaten Bogor,
berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 13 Desember 2010 dan
15 Desember 2010;
Para Pemohon Peninjauan Kembali dahulu para Pemohon
Kasasi I dan II/Pemohon I dan II/para Kreditur;
terhadap:
PT. SKYCAMPING INDONESIA (Dalam Pailit) yang diwakili oleh
Tim Kurator MICHAEL MI POHAN, SH., dan kawan, selaku
Kurator, beralamat di Menara Gracia Lantai 6, Jl. HR. Rasuna Said
Kav. C17, Jakarta Selatan, dalam hal ini memberikan kuasa kepada
HARAPAN JAYA SIAHAAN, SH., dari Kantor Advokat &
Konsultan Hukum POHAN & SIREGAR ADVOCATES, beralamat
di Jl. HR. Rasuna Said Kav C17,

Hal. 1 dari 40 hal. Put. No. 94
PK/Pdt. Sus/2011
Jakarta Selatan ;
Termohon Peninjauan Kembali dahulu Termohon
Kasasi/Termohon/Debitur Pailit ;
DAN
1. PT. FAJAR INSAN NUSANTARA LOGISTIC, dalam hal ini
diwakili oleh M. Hendri Yan Nyale selaku FA Manager PT. Fajar
Insan Nusantara Logistic, berkedudukan di Jl. Pejompongan
Dalam No. 2, Jakarta, 10210;
Turut Termohon Peninjauan Kembali dahulu Turut
Termohon Kasasi/Pemohon III/Kreditur Lain;
2. PT. BANK NEGARA INDONESIA (Persero) Tbk.,
berkedudukan di Jl. Jenderal Sudirman Kav. 1, Jakarta Selatan,
diwakili oleh kuasanya DUMA HETAPEA, SH, dan kawan-
kawan, dari LAW FIRM DUMA & CO., beralamat di Jl. Raya
Gading Batavia Blok LC10/30, Kelapa Gading, Jakarta Utara ;
Turut Termohon Peninjauan Kembali/Kreditur Lain ;
Mahkamah Agung tersebut ;
Membaca surat-surat yang bersangkutan ;
Menimbang bahwa dari surat-surat tersebut ternyata bahwa sekarang para
Pemohon Peninjauan Kembali dahulu para Pemohon Kasasi/Pemohon I dan II
telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap putusan Mahkamah
Agung No. 429 K/Pdt. Sus/2010 tanggal 29 Juni 2010 yang telah berkekuatan
hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu
Termohon Kasasi/Termohon dengan posita perkara sebagai berikut ;
Bahwa maksud dan tujuan permohonan Pemohon-pemohon adalah
mengajukan keberatan atas Revisi Daftar Pembagian Tahap Pertama kepada
Kreditur Separatis, didahulukan/di istimewakan PT. Skycamping Indonesia
(Dalam Pailit) dan Daftar Pembagian PT. Skycamping Indonesia

Hal . 2 dar i 40 hal . Put . No. 94
PK/Pdt . Sus / 2011

(Dalam Pailit) kepada Kreditur Separatis (PT. BNI Persero, Tbk) atas penjualan
asset tetap atas nama pihak ketiga (non budel pailit) yang telah disetujui oleh
Hakim Pengawas dan oleh Tim Kurator PT. Skycamping Indonesia (Dalam Pailit)
telah diumumkan pada 2 (dua) harian surat kabar yaitu Harian Warta Kota dan
Bisnis Indonesia dan pada papan pengumuman yang disediakan pada Pengadilan
Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tanggal 30 September 2009
dengan didasarkan pada alasan-alasan sebagai berikut :
Bahwa telah diadakan rapat Kreditur tertanggal 12 Agustus 2009 tentang
pembagian tahap I kepada Kreditur PT. Skycamping Indonesia (Dalam
Pailit);
Bahwa terhadap pembagian tahap I tersebut telah disetujui oleh Hakim
Pengawas dan oleh Tim Kurator tentang pembagian tahap I kepada
Kreditur PT. Skycamping Indonesia (Dalam Pailit) telah diumumkan pada
2 (dua) harian surat kabar yaitu Harian Warta Kota dan Bisnis Indonesia
dan pada papan pengumuman
yang disediakan pada Pengadilan Negeri Niaga pada Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat pada tanggal 18 Agustus 2009;
Bahwa terhadap daftar pembagian tahap I kepada Kreditur PT.
Skycamping Indonesia (Dalam Pailit) tersebut telah diadakan revisi
terhadap daftar pembagian tersebut yaitu revisi terhadap daftar pembagian
tahap pertama kepada Kreditur Separatis didahulukan/diistimewakan PT.
Skycamping Indonesia (Dalam Pailit) dan daftar pembagian PT.
Skycamping Indonesia (Dalam Pailit) kepada Kreditur Separatis (PT. BNI
Persero, Tbk) atas penjualan asset atas nama pihak ketiga (non budel
pailit);
Bahwa terhadap revisi daftar pembagian tersebut yaitu revisi terhadap
daftar pembagian tahap pertama kepada Kreditur Separatis,
didahulukan/diistimewakan PT. Skycamping Indonesia (Dalam Pailit) dan
daftar pembagian PT. Skycamping Indonesia (Dalam Pailit)

Hal. 3 dari 40 hal. Put. No. 94
PK/Pdt. Sus/2011
kepada Kreditur Separatis (PT. BNI Persero, Tbk) atas penjualan asset
tetap atas nama pihak ketiga (non budel pailit) yang telah disetujui oleh
Hakim Pengawas dan oleh Tim Kurator PT. Skycamping Indonesia
(Dalam Pailit) telah diumumkan pada 2 (dua) harian surat kabar yaitu
Harian Warta Kota dan Bisnis Indonesia dan pada papan pengumuman
yang disediakan pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tanggal 30
September 2009;
Bahwa terhadap revisi daftar pembagian tersebut terdapat pihak-pihak
yang mengajukan keberatan yaitu:
1. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Cempaka Putih;
2. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cibinong;
3. PT. Fajar Insan Nusantara Logistic;
Menimbang bahwa keberatan-keberatan yang diajukan oleh para
Pemohon Kasasi dahulu Pemohon (para Kreditur) terhadap sekarang Termohon
Kasasi dahulu sebagai Termohon (Debitur Pailit) di muka persidangan Pengadilan
Niaga Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada pokoknya atas dalil dalil:
I. Alasan keberatan dari Pemohon I (KPP Pratama Cempaka Putih);
1. Bahwa besarnya utang pajak PT. Skycamping Indonesia adalah sebesar Rp
4.405.282.872,- (empat milyar empat ratus lima juta dua ratus delapan
puluh dua ribu delapan ratus tujuh puluh dua rupiah) yang pada waktu
rapat pencocokan piutang pada tanggal 28 April 2008 telah diakui oleh
pihak Debitur dan Tim Kurator PT. Skycamping Indonesia dengan rincian
sebagai berikut:
No. Nomor Ketetapan Tanggal
SK
Rp Jumlah
Tunggakan
1 00002/101/05/057/07 23-04-2007 Rp 600.000
2 00003/101/05/057/07 23-04-2007 Rp 100.000
3 00005/101/07/057/07 23-04-2007 Rp 50.000
4 00006/109/03/057/07 23-04-2007 Rp 28.387.523

Hal. 4 dari 40 hal. Put. No. 94
PK/Pdt. Sus/2011
5 00007/101/07/057/07 23-04-2007 Rp 50.000
6 00007/109/03/057/07 23-04-2007 Rp 872.429.050
7 00008/109/03/057/07 23-04-2007 Rp 163.655.172
8 00014/106/05/057/07 23-04-2007 Rp 100.000
9 00015/106/05/057/07 23-04-2007 Rp 350.000
10 00015/109/04/057/07 23-04-2007 Rp 6.454.284
11 00016/109/04/057/07 23-04-2007 Rp 15. 072. 690
12 00017/109/07/057/07 23-04-2007 Rp 4.089.600
13 00018/109/04/057/07 23-04-2007 Rp 29.497.425
14 00030/277/03/057/05 28-09-2007 Rp 2.423.441.805
15 00041/101/06/057/07 23-04-2007 Rp 600.000
16 00045/101/06/057/07 23-04-2007 Rp 100.000
17 00045/240/04/057/06 29-09-2006 Rp 34.080.000
18 00046/201/04/057/06 29-09-2006 Rp 125.605.746
19 00052/106/06/057/07 15-09-2007 Rp 50.000
20 00072/203/04/057/06 29-09-2006 Rp 245.811.876
21 00097/203/03/057/05 28-09-2005 Rp 454.597.701
22 00114/107/06/057/07 15-02-2007 Rp 50.000
23 00207/106/06/057/07 23-04-2007 Rp 100.000
Jumlah Utang Pajak

Rp 4.405.282.872

2. Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP- 35/PJ/2008
tanggal 25 Maret 2008 tentang Pemindahan Wajib Pajak yang semula
Terdaftar dan/atau Pengusaha Kena Pajak yang semula melaporkan
usahanya pada Kantor Pelayanan Pajak di Lingkungan Kantor Wilayah
Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus Tahap I, pengawasan atas PT.
Skycamping Indonesia dipindahkan dari KPP PMA Empat ke KPP
Pratama Jakarta Cempaka Putih terhitung bulan Juni 2008;

Hal. 5 dari 40 hal. Put. No. 94
PK/Pdt. Sus/2011

3. Bahwa pada tanggal 12 Agustus 2009, pada saat rapat Kreditur PT.
Skycamping Indonesia (Dalam Pailit), dinyatakan bahwa KPP Pratama
Jakarta Cempaka Putih d/h KPP PMA Empat memperoleh pembagian
budel pailit sebesar Rp 3.794.824.874,- (tiga milyar tujuh ratus sembilan
puluh empat juta delapan ratus dua puluh empat ribu delapan ratus tujuh
puluh empat rupiah), bahwa sesuai Revisi Daftar Pembagian Tahap
Pertama Kepada Kreditur Separatis, didahulukan/diistimewakan PT.
Skycamping Indonesia (Dalam Pailit) dan Daftar Pembagian PT.
Skycamping Indonesia (Dalam Pailit) kepada Kreditur Separatis [PT. BNI
(Persero, Tbk)] atas pejualan asset tetap atas nama pihak ketiga (non budel
pailit) tertanggal 7 September 2009 yang dimuat di Harian Warta Kota
tanggal 30 September 2009, KPP Pratama Jakarta Cempaka Putih d/h KPP
PMA Empat mendapat bagian budel pailit sebesar Rp 28.230.465,- (dua
puluh delapan juta dua ratus tiga puluh ribu empat ratus enam puluh lima
rupiah) tanpa ada penjelasan yang transparan kepada kami mengenai
adanya perubahan bagian yang semula Rp. 3.794.824,874,- menjadi Rp
28.230.465, - ;
4. Bahwa dengan adanya perubahan tersebut kami menanyakan atas alas hak
apakah Kurator/Hakim Pengawas dapat mengubah secara serta merta
pembagian budel pailit tanpa adanya penjelasan yang dapat diterima
secara hukum;
5. Bahwa Kurator harus menjelaskan secara transparan terinci dengan disertai
alasan- alasan yang bisa dipertanggungjawabkan secara hukum atas asset
PT BNI (Persero) yang merupakan budel pailit sebagaimana tercantum
dalam Daftar Pembagian Harta Pailit dalam Perkara Kepailitan PT
Skycamping Indonesia (Dalam Pailit) yang disampaikan pada saat rapat
Kreditur tanggal 12 Agustus 2009 akan tetapi sampai saat ini kami tidak

Hal. 6 dari 40 hal. Put. No. 94
PK/Pdt. Sus/2011
mendapatkan penjelasan mengapa hal tersebut terjadi sehingga
mengakibatkan tagihan utang pajak menjadi sebesar Rp. 28.230.465,- (dua
puluh delapan juta dua ratus tiga puluh ribu empat ratus enam puluh lima
rupiah);
6. Bahwa Kurator dalam melaksanakan tugasnya harus melakukan
pencatatan/inventarisasi harta pailit dan mengamankan kekayaan milik
Debitur dengan penuh ketelitian dan disertai data yang akurat sesuai Pasal
98, Pasal 100, Pasal 102 dan Pasal 103 Undang-Undang No. 37 Tahun
2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
(UU Kepailitan);
7. Bahwa KPP Pratama Jakarta Cempaka Putih juga telah mengajukan
keberatan atas Daftar Pembagian Harta Pailit Tahap I melalui surat
Nomor: S225M/PJ.06/KP. 0604/2009 tanggal 18 Agustus 2009 perihal
Keberatan atas Pengumuman Daftar Pembagian Harta Pailit dalam Perkara
Kepailitan No. 01/Pembatalan Perjanjian Perdamaian/2008/PN.Niaga.
Jkt.Pst. yang sampai saat ini belum dilakukan pemeriksaan keberatan;
8. Bahwa berdasarkan Pasal 193 ayat (1) Undang-Undang No. 37 Tahun
2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
(UU Kepailitan) selama tenggang waktu sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 192 ayat (1), kami mengajukan perlawanan atas pembagian tersebut;
9. Bahwa wajib pajak (badan) yang dinyatakan pailit dalam menjalankan hak
dan kewajiban diwakili oleh Kurator. Wakil (Kurator) bertanggungjawab
secara pribadi dan/atau secara tanggung renteng atas pembayaran pajak
yang terutang, kecuali apabila dapat membuktikan dan meyakinkan
Direktur Jenderal Pajak bahwa mereka dalam kedudukannya benar- benar
tidak mungkin untuk dibebani tanggungjawab atas pajak yang terutang
tersebut sesuai Pasal 32 ayat (1) huruf b dan ayat (2) UU KUP;



Hal. 7 dari 40 hal. Put. No. 94
PK/Pdt. Sus/2011
10. Bahwa selain itu Kurator bertanggungjawab terhadap kesalahan atau
kelalaiannya dalam melaksanakan tugas pengurusan dan/atau pemberesan
yang menyebabkan kerugian terhadap harta pailit sesuai Pasal 72 UU
Kepailitan;
11. Bahwa negara mempunyai hak mendahulu untuk tagihan pajak atas
barang-barang milik Penanggung Pajak sesuai Pasal 21 ayat (1) dan ayat
(4) UU KUP;
12. Bahwa hutang pajak PT. Skycampi ng Indonesia (Dalam Pailit) timbul
sebagai akibat diterbitkannya SKPKB sebagaimana disebutkan pada angka
1 di atas, hal ini sesuai dengan Pasal 13 ayat (1) UU KUP. Bahwa SKPKB
tersebut merupakan dasar penagihan pajak sebagaimana diatur dalam
Pasal 18 ayat (1) UU KUP;
13. Bahwa Pasal 56 ayat 1 UU Kepailitan menyatakan bahwa hak eksekusi
Kreditur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) dan hak pihak
ketiga untuk menuntut hartanya yang berada dalam penguasaan Debitur
Pailit atau Kurator, ditangguhkan untuk jangka waktu paling lama 90
(sembilan puluh) hari sejak tanggal putusan pernyataan pailit itu
diucapkan;
14. Bahwa tindakan Kurator yang dengan sengaja tidak menuruti perintah atau
permintaan yang dilakukan menurut undang-undang, atau dengan sengaja
mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan dalam
melaksanakan ketentuan undang-undang yang dilakukan oleh Jurusita
Pajak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan 2 (dua)
minggu dan denda paling banyak Rp 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah),
sesuai Pasal 41A ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang
Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 (UU PPSP);



Hal. 8 dari 40 hal. Put. No. 94
PK/Pdt. Sus/2011
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka dengan ini kami sampaikan:
a. KPP Pratama Jakarta Cempaka Putih d/h KPP PMA Empat
mengajukan keberatan atas revisi daftar pembagian tahap pertama
kepada Kreditur Separatis, didahulukan/diistimewakan PT.
Skycamping Indonesia (Dalam Pailit) dan Daftar Pembagian PT.
Skycamping Indonesia (Dalam Pailit) kepada Kreditur Separatis
(PT. BNI (Persero), Tbk) atas penjualan asset tetap atas nama pihak
ketiga (non budel pailit) sesuai Pasal 193 ayat (1) UU Kepailitan;
b. Kurator PT Skycamping Indonesia tidak berwenang dan telah
menyalahi ketentuan hukum yang berlaku serta melampaui
kewenangan dalam menentukan pembagian harta pailit kepada
KPP Pratama Jakarta Cempaka Putih d/h KPP PMA Empat dari
semula Rp3.794.824.874,- menjadi sebesar Rp 28.230.465,- (dua
puluh delapan juta dua ratus tiga puluh ribu empat ratus enam
puluh lima rupiah) dari jumlah utang pajak PT Skycamping
Indonesia Rp 4.405.282.872,- (empat milyar empat ratus lima juta
dua ratus delapan puluh dua ribu delapan ratus tujuh puluh dua
rupiah) tanpa adanya penjelasan yang transparan dan dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum. Oleh karena itu kami
berpendapat bahwa piutang pajak yang seharusnya diterima oleh
KPP Pratama Jakarta Cempaka Putih d/h KPP PMA Empat adalah
sejumlah Rp 4.405.282.872,- (empat milyar empat ratus lima juta
dua ratus delapan puluh dua ribu delapan ratus tujuh puluh dua
rupiah) atau setidak-tidaknya sejumlah Rp 3.794.824.874, - sesuai
dengan jumlah yang telah disepakati pada rapat Kreditur tanggal 12
Agustus 2009;



Hal. 9 dari 40 hal. Put. No. 94
PK/Pdt. Sus/2011

Demikian keberatan ini disampaikan, untuk dapat diketahui dan dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
II. Alasan keberatan dari Pemohon II (KPP Pratama Cibinong);
1. Bahwa KPP Pratama Cibinong tidak pernah mengajukan
penarikan tagihan atau menugaskan pegawai kami untuk
melakukan penarikan tersebut;
2. Bahwa atas tagihan tersebut kami telah mengirimkan surat
kepada Tim Kurator dengan perincian sebagai berikut:
a. Surat No S-117/WPJ.22/KP.0808/2008 tanggal 25 April 2008
tentang Data Utang Pajak;
b. Surat No. S-39/WPJ.22/KP0804/2008 tanggal 12 Mei 2008
tentang Pencocokan Piutang;
c. Surat No. S195/WPJ.22/KP.0804/ 009 tanggal 6 Agustus
2009 tentang Lelang Eksekusi Harta Pailit PT. SkyCamping
Indonesia;
3. Pasal 32 ayat (1) huruf b dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 6
Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 (UU KUP) mengatur
bahwa dalam menjalankan hak dan kewajiban sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, wajib
pajak diwakili dalam hal badan yang dinyatakan pailit oleh
Kurator. Wakil (Kurator) bertanggung jawab secara pribadi
dan/atau secara renteng atas pembayaran pajak yang terutang,
kecuali apabila dapat membuktikan dan meyakinkan Direktur
Jenderal Pajak bahwa mereka dalam kedudukannya benar-benar
tidak mungkin untuk dibebani tanggungjawab atas pajak yang
terutang tersebut;


Hal. 10 dari 40 hal. Put. No. 94
PK/Pdt. Sus/2011
4. Pasal 72 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU
Kepailitan) mengatur bahwa Kurator bertanggungjawab
terhadap kesalahan atau kelalaiannya dalam melaksanakan tugas
pengurusan dan/atau pemberesan yang menyebabkan kerugian
terhadap harta pailit;
5. Pasal 21 ayat (1) dan ayat (3a) UU KUP mengatur bahwa negara
mempunyai hak mendahulu untuk utang pajak atas barang-
barang milik penanggung pajak. Dalam hal wajib pajak
dinyatakan pailit, bubar, atau dilikuidasi maka Kurator,
Likuidator, atau orang at au badan yang ditugasi untuk
melakukan pemberesan dilarang membagikan harta wajib pajak
dalam pailit, pembubaran atau likuidasi kepada pemegang
saham atau Kreditur lainnya sebelum menggunakan harta
tersebut untuk membayar utang wajib pajak tersebut;
6. Pasal 41A ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997
tentang Penagihan Pajak dengan surat paksa sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 (UU
PPSP) mengatur bahwa setiap orang yang dengan sengaja tidak
menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut
undang-undang, atau dengan sengaja mencegah, menghalang-
halangi atau menggagalkan tindakan dalam melaksanakan
ketentuan undang-undang yang dilakukan oleh Jurusita Pajak,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan 2
(dua) minggu dan denda paling banyak Rp 10.000.000,-
(sepuluh juta rupiah);


Hal. 11 dari 40 hal. Put. No. 94
PK/Pdt. Sus/2011


Berdasarkan keseluruhan uraian di atas, maka dengan ini kami simpulkan:
a. Pembagian tetap dan berhak atas tagihan pajak sebesar Rp
1.102.885.716,- (satu milyar seratus dua juta delapan ratus delapan
puluh lima ribu tujuh ratus enam belas rupiah);
b. Mengingat bahwa negara mempunyai hak mendahulu untuk utang
pajak atas barang-barang milik penanggung pajak, dalam hal wajib
pajak dinyatakan pailit, maka Kurator yang ditugasi untuk
meIakukan pemberesan dilarang membagikan harta wajib pajak
dalam pailit, kepada pemegang saham atau Kreditur lainnya wajib
pajak tersebut;
c. Apabila Kurator tidak memenuhi kewajiban pelunasan utang pajak
sebagaimana tersebut diatas makaberdasarkan ketentuan Pasal 41A
ayat (3) UU PPSP dapat dikenakan sanksi pidana;
III. Alasan keberatan dari Pemohon III (PT. Fajar Insan Nusantara Logistic);
Menunjuk berita pengumuman pada surat kabar Warta Kota tanggal 30
September 2009 mengenai peletakan revisi daftar pembagian tahap pertama
kepada Kreditur Separatis, didahulukan/diistimewakan PT. Skycamping
Indonesia (Dalam Pailit) dengan ini kami selaku kreditur Konkuren
mengajukan keberatan dengan alasan tidak memenuhi unsur keadilan;
Kami mohon kepada Hakim Pengawas untuk dapat meninjau kembali putusan
dan menunda pelaksanaan pembagian tahap pertama sebagaimana berita
pengumuman tersebut di atas, karena tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 189
ayat 2 UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang;
Bahwa selaku Hakim Pengawas PT. Skycamping Indonesia (Dalam Pailit)
dalam menentukan dan menetapkan putusan, berdasarkan asas dan unsur
keadilan terhadap semua pihak;



Hal. 12 dari 40 hal. Put. No. 94
PK/Pdt. Sus/2011
Menimbang, berdasarkan laporan Hakim Pengawas tanggal 23 Februari
2010, Hakim Pengawas telah berusaha mendamaikan perselisihan tentang
keberatan revisi pembagian harta pailit kepada Kreditur PT. Skycamping
Indonesia (Dalam Pailit) tersebut, tetapi tidak berhasil;
Menimbang, selanjutnya hal tersebut, maka Hakim Pengawas
menyerahkan sepenuhnya tentang hari, tanggal, waktu dan tempat
penyelenggaraan sidang ditetapkan terhadap penyelenggaraan sidang tentang
pergantian Kurator tersebut;
Menimbang, bahwa amar putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat No. 01/Pembatalan Perjanjian Perdamaian/2008/PN.
Niaga.JKT.PST tanggal 29 Maret 2010 adalah sebagai berikut :
1. Menolak permohonan keberatan Pemohon I KPP Pratama Jakarta
Cempaka Putih, Pemohon II KPP Pratama Cibinong dan Pemohon III
PT. Fajar Insan Nusantara Logistic atas revisi daftar pembagian tahap
pertama kepada Kreditur Separatis didahulukan/diistimewakan PT
Skycamping Indonesia (Dalam Pailit);
2. Menetapkan sah revisi daftar pembagian tahap pertama yang dibuat
oleh Tim Kurator PT. Skycamping Indonesia pada tanggal 7 September
2009;
3. Membebankan biaya perkara ini kepada boedel pailit;
Menimbang, bahwa amar putusan Mahkamah Agung RI No. 429
K/Pdt.Sus/2010 tanggal 29 Juni 2010 yang telah berkekuatan hukum tetap
tersebut adalah sebagai berikut:
- Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi I :
KPP PRATAMA JAKARTA CEMPAKA PUTIH dan Pemohon Kasasi I:
KPP PRATAMA CIBINONG tersebut;
- Menghukum Pemohon Kasasi I, II/Pemohon I, II untuk membayar biaya
perkara dalam tingkat kasasi ini sebesar Rp 5. 00.000,- (lima juta rupiah);


Hal. 13 dari 40 hal. Put. No. 94
PK/Pdt. Sus/2011
Menimbang, bahwa sesudah putusan Mahkamah Agung No. 429
K/Pdt.Sus/2010 tanggal 29 Juni 2010 yang telah berkekuatan hukum tetap
tersebut diberitahukan kepada para Pemohon Kasasi dahulu Pemohon I dan
II/para Kreditur pada tanggal 18 November 2011 kemudian terhadapnya oleh para
Pemohon Kasasi dahulu Pemohon I dan II/para Kreditur dengan perantaraan
kuasanya, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 13 Desember 2010 dan 15
Desember 2010, diajukan permohonan peninjauan kembali secara lisan di
Kepaniteraan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada
tanggal 20 Mei 2011 sebagaimana ternyata dalam Tanda Terima Permohonan
Peninjauan Kembali dan Memori Peninjauan Kembali Kepailitan No. 15
PK/Pailit/2011/PN.Niaga.Jkt.Pst. jo. Nomor 429 K/Pdt. Sus/2010 jo. No.
01/Pembatalan Perdamaian/2008/PN.Niaga.Jkt.Pst., permohonan mana disertai
dengan alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Niaga pada
Pengadilan Negeri tersebut pada tanggal 20 Mei 2011;
Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah
diberitahukan kepada pihak lawan dengan seksama pada tanggal 20 Mei 2011,
kemudian terhadapnya oleh pihak lawan telah diajukan jawaban yang diterima di
Kepaniteraan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada
tanggal 30 Mei 2011;
Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-
alasannya diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan
undang-undang, oleh karena itu formil dapat diterima;
Menimbang, bahwa para Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan
alasan-alasan peninjauan kembali pada pokoknya sebagai berikut:
A. Bahwa para Pemohon Peninjauan Kembali menemukan
novum yang dapat membantah pertimbangan judex
juris halaman 54 alinea terakhir sampai dengan
halaman 55 alinea pertama putusan Nomor 429
K/Pdt.Sus/2010 tanggal 29 Juni 2010 sebagai berikut :

Hal. 14 dari 40 hal. Put. No. 94
PK/Pdt. Sus/2011
1. Surat PT Skycamping Indonesia Nomor 009/SCI/ACC/L006/III/2 000
tanggal 20 Maret 2000 tentang Pemberitahuan Pelaksanaan Revaluasi
Aktiva Tetap beserta lampirannya ditujukan kepada Kepala KPP PMA I
(Novum PK- 1);
2. Satu set berkas Penilaian Aktiva Tetap PT Skycamping Indonesia yang
di lakukan oleh PT Indusma Kreasi Consult File No. 017- P/IKC/VI/99
tanggal 30 Agustus 1999 (Novum PK- 2);
3. Laporan Keuangan PT Skycamping Indonesia untuk tahun yang
berakhir 31 Desember 1999 dan Laporan Auditor Independen, Kantor
Akuntan "Dra. Ellya Noorlisyati & Rekan" LAI No. 20130 tanggal 20
Maret 2000 (Novum PK- 3);
4. Laporan Keuangan PT Skycamping Indonesia untuk tahun yang
berakhir 31 Desember 2003 dan 31 Desember 2004 dan Laporan
Auditor Independen, Kantor Akuntan "Hendra Winata, Gani dan
Rekan" No: SCI-04/1.3/RS/05 tanggal 27 Juni 2005 (Novum PK- 4);
Bahwa novum PK-1sampai dengan novum PK-4, masing-masing membuktikan
hal-hal sebagai berikut:
a. Surat PT Skycamping Indonesia Nomor 009/SCI/ACC/L006/III/2
000 tanggal 20 Maret 2000 tentang Pemberitahuan Pelaksanaan
Revaluasi Aktiva Tetap beserta lampirannya ditujukan kepada
Kepala KPP PMA I (Novum PK1), membuktikan sebagai berikut:
1) Bahwa Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor 384/KMK.04/1998 tentang Penilaian Kembali Aktiva
Tetap Perusahaan Menteri Keuangan Republik Indonesia,
mengatur sebagai berikut:





Hal. 15 dari 40 hal. Put. No. 94
PK/Pdt. Sus/2011
Pasal 5 ayat (1)
Wajib Pajak yang melakukan penilaian kembali aktiva tetap wajib
menyampaikan pemberitahuan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak
tempat Wajib Pajak yang bersangkutan terdaftar, dengan melampirkan
laporan penilaian, neraca penyesuaian yang telah diaudit akuntan
publik, penghitungan selisih lebih karena penilaian kembali aktiva tetap
dan penghitungan besarnya pajak penghasilan yang terutang serta Surat
Setoran Pajak (SSP)";
2) Bahwa sebagai bagian dari pelaksanaan ketentuan tersebut, pada
tanggal 20 Maret 2000 PT Skycamping Indonesia
memberitahukan kepada Kepala KPP PMA I perihal telah
dilakukannya revaluasi aktiva tetap (penilaian kembali aktiva
tetap) berupa mesin produksi, mesin genset, bangunan pabrik,
dan tanah milik perusahaan;
3) Bahwa lokasi tanah PT Skycamping Indonesia yang disebutkan
dalam novum tersebut pada halaman dua menyebutkan
diantaranya berlokasi di Jalan Mercedes Bens KM 03, Cicadas,
Gunung Putri, Bogor yang bersesuaian dengan lokasi:
- SHM No. 570 seluas 14.100 m berlokasi di Jalan
Mercedes Bens KM 03, Cicadas, Gunung Putri, Bogor;
- SHM No. 445 seluas 1.100 m berlokasi di Jalan
Mercedes Bens KM 03, Cicadas, Gunung Putri, Bogor;
- SHM No. 795 seluas 1.590 m berlokasi di Jalan
Mercedes Bens KM 03, Cicadas, Gunung Putri, Bogor;
- SHM No. 878 seluas 1.690 m berlokasi di Jalan
Mercedes Bens KM 03, Cicadas, Gunung Putri, Bogor;
- SHGB No. 406 seluas 6.775 m berlokasi di Jalan
Mercedes Bens KM 03, Cicadas, Gunung Putri, Bogor;


Hal. 16 dari 40 hal. Put. No. 94
PK/Pdt. Sus/2011
- SHGB No. 86 seluas 13.620 m berlokasi di Jalan
Mercedes Bens KM 03, Cicadas, Gunung Putri, Bogor;
4) Berdasarkan novum PK-1 tersebut, terbukti bahwa keenam aset
tanah tersebut merupakan aset PT Skycamping Indonesia (dalam
pailit) dan oleh karenanya terdapat kekeliruan pertimbangan
Hakim Agung dalam putusannya yang menganggap tanah
tersebut sebagai harta non budel pailit;
b. Penilaian aktiva tetap PT Skycamping Indonesia yang dilakukan
oleh PT Indusma Kreasi Consult File No. 017P/IKC/VI/99 tanggal
30 Agustus 1999 (Novum PK2), membuktikan sebagai berikut:
1) Hasil penilaian aktiva tetap PT Skycamping Indonesia
(Novum PK- 2) halaman 8 angka 1 dan 2 menyatakan
bahwa aktiva tetap PT Skycamping Indonesia yang
dilakukan revaluasi antara lain:
a. aktiva tetap sebagaimana dimaksud dalam Sertifikat Hak Milik No.
50/Cicadas dengan luas 14.100 m;
b. aktiva tetap sebagaimana dimaksud dalam Akte Jual Beli
207/2/Gunung Putri/1997 tanggal 6 Mei 1997 dibuat oleh PPAT Ny.
Lindasari Bachroem, SH., dengan luas 1.690 m;
2) Bahwa berdasarkan PSAK (Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan) 16 Revisi 1994 tentang Aktiva
Tetap dan Aktiva Lain-lain, yang dimaksud dengan
aktiva tetap adalah :
"aktiva berwujud yang diperoleh oleh perusahaan dalam bentuk siap
pakai atau dengan dibangun lebih dahulu, yang digunakan dalam operasi
perusahaan, tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan
normal perusahaan dan mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun";



Hal. 17 dari 40 hal. Put. No. 94
PK/Pdt. Sus/2011
3) Bahwa terdapat kesesuaian antara lokasi dan luas tanah
SHM No. 570 seluas 14.100 m tertulis a/ n. Danny
Soetanto (d/ h. Tan Choe Yi n) dengan lokasi dan luas
tanah yang tertuang dalam Novum PK-2 halaman 8
angka 1, yang dicatat sebagai aktiva tetap PT
Skycamping Indonesia yang dilakukan penilaian
kembali;
4) Bahwa terdapat kesesuaian antara lokasi dan luas tanah
dalam SHM No.878 luas 1.690 m a/ n. Terry Kassen
Tonizar dengan lokasi dan luas tanah yang tertuang
dalam Novum PK-2 halaman 8 angka 2, yang dicatat
sebagai aktiva tetap PT Skycamping Indonesia yang
dilakukan penilaian kembali;
5) Bahwa selain itu, dalam novum PK-2 terdapat lampiran
yang menunjukkan gambar lokasi obyek serta denah
bangunan/ruang yang berdiri di atas obyek tersebut.
Obyek tersebut merupakan lokasi pabrik PT Skycamping
Indonesia. Dalam novum PK-2 juga dilampirkan foto
bangunan pabrik serta jalan di depan pabrik PT
Skycamping Indonesia;
6) Bahwa hal tersebut membuktikan bahwa tanah dan
bangunan serta aktiva tetap lainnya yang dilakukan
revaluasi oleh PT Skycamping Indonesia merupakan
aset/aktiva yang diperoleh oleh PT Skycamping
Indonesia dalam rangka operasi perusahaan, sehingga
sangat jelas tanah dan bangunan serta aktiva tetap
lainnya yang dilakukan revaluasi oleh PT Skycamping
Indonesia bukan merupakan harta pribadi
pengurus/pemegang saham PT Skycamping Indonesia;

Hal. 13 dari 40 hal. Put. No. 94
PK/Pdt. Sus/2011
7) Bahwa salah satu lampiran novum PK-2 yang
disampaikan PT Skycamping Indonesia dalam
melaporkan pelaksanaan revaluasi aktiva tetap (penilaian
kembali aktiva tetap) adalah fotocopy Akte Jual Beli
207/2/Gunung Putri/1997 tanggal 6 Mei 1997 yang
dibuat oleh PPAT Ny. Lindasari Bachroem, SH., ;
8) Bahwa lampiran novum PK-2 berupa Akte Jual Beli
207/2/Gunung Putri/1 997 tanggal 6 Mei 1997 yang
dibuat oleh PPAT Ny. Lindasari Bachroem, SH.,
menerangkan bahwa :
"Antara Salim Natawijaya sebagai pihak I dengan Terry Kassen Tanizar
sebagai pihak II, dengan ini pihak I menjual sebidang tanah SPPT No.
32.03.140.005.003-0009.0/96-01 dalam surat luasnya 1.351 m dalam akta
jual beli dinyatakan luasnya 1.100 m SPPT Nomor 32.03.140.005.003-
0009.0 dengan harga Rp. 133.500.000,- "
9) Bahwa lokasi dan luas tanah dalam akta tersebut terdapat
kesesuaian dengan lokasi dan luas tanah SHM No. 445
seluas 1.100 m yang berlokasi di Jalan Mercedes Bens
KM 03, Cicadas, Gunung Putri, Bogor ;
10) Berdasarkan novum PK-2 tersebut, terbukti bahwa kedua
aset tanah tersebut merupakan aktiva tetap PT
Skycamping Indonesia (dalam pailit) dan oleh karenanya
terdapat kekeliruan pertimbangan Hakim Agung dalam
putusannya yang menganggap tanah seluas 14.100 m
dalam SHM No. 570 dan tanah seluas 1.690 m dalam
SHM No. 878 sebagai harta non budel pailit;




Hal. 19 dari 40 hal. Put. No. 94
PK/Pdt. Sus/2011
c. Laporan Keuangan PT Skycamping Indonesia untuk tahun yang
berakhir 31 Desember 1999 dan Laporan Auditor Independen,
Kantor Akuntan "Dra. Ellya Noorlisyati & Rekan" LAI No. 20130
tanggal 20 Maret 2000 (Novum PK-3), membuktikan sebagai
berikut:
1) Bahwa novum PK-3 halaman 18, menerangkan bahwa :
"Perusahaan memperoleh pinjaman dari Bank Niaga sebesar USD 7.240.000
(1998: USD 9.940.000). Jaminan atas fasilitas pinjaman yang diterima, yaitu :
1. Akta Pembebanan Hak Tanggungan (APHT) atas tanah SHM No. 570
beserta bangunan di atasnya yang terletak di JI. Mercedes Benz Km. 3,
Kelurahan Cicadas, Kecamatan Gunung Putri, Bogor, sebesar Rp.
5.200.000.000,- ;
2. Akta Pembebanan Hak Tanggungan I (APHT I) atas SHGB No. 5512
beserta bangunan di atasnya yang terletak di Desa Jatimulya Bekasi
sebesar Rp. 4.500.000.000,- ;
3. Akta Pembebanan Hak Tanggungan I (APHT I) atas SHM No. 552 beserta
bangunan di atasnya yang terletak di JI. Cempaka Putih Tengah 270 No.
23 J Jakarta sebesar Rp. 400.000.000,- ;
4. FTO atas mesin dan peralatannya di lokasi pabrik yang terletak di atas
SHGB No. 570;
5. FTO atas inventory di lokasi pabrik yang terletak di atas SHGB No. 570;
6. Personal Guarantee dari Bapak Danny Soetanto dan Dr. Tan Chuan Cheng
secara tanggung renteng sebesar out standing pinjaman";
2) Dalam novum PK-3 tersebut di atas jelas terlihat bahwa
adanya pembebanan hak tanggungan atas SHM No. 570
di Jalan Mercedes Benz Km. 3, Ds. Cicadas, Kec.
Gunung Putri, Bogor bukan merupakan jaminan pribadi
pemegang saham dan Direksi melainkan merupakan
jaminan PT Skycamping Indonesia (dalam pailit);

Hal. 20 dari 40 hal. Put. No. 94
PK/Pdt. Sus/2011
3) Bahwa adanya personal guarantee Danny Soetanto dan
Dr. Tan Chuan Cheng sebagai salah satu jaminan atas
pinjaman bank niaga tersebut adalah tidak menunjuk
pada tanah SHM No. 570 dan merupakan jaminan lain di
luar lima jaminan pada nomor 1 - 5 novum PK-3
halaman 18 yang telah diuraikan di atas;
4) Jaminan personal guarantee Danny Soetanto dan Dr. Tan
Chuan Cheng tersebut dimaksudkan apabila lima
jaminan pada nomor 1 - 5 novum PK-3 halaman 18 yang
telah diuraikan di atas tidak mencukupi untuk
memenuhi kewajiban PT Skycamping Indonesia
dikemudian hari, maka Danny Soetanto dan Dr. Tan
Chuan Cheng akan bertanggungjawab secara personal
atas pinjaman tersebut;
5) Berdasarkan novum PK-3 tersebut, terbukti bahwa aset
tanah SHM No. 570 beserta bangunan di atasnya bukan
merupakan aset pribadi pemegang saham dan direksi
dan oleh karenanya terdapat kekeliruan pertimbangan
Hakim Agung dalam putusannya yang menganggap aset
tersebut sebagai jaminan pr ibadi dan harta non budel
pailit;
d. Laporan Keuangan PT Skycamping Indonesia untuk tahun yang berakhir
31 Desember 2003 dan 31 Desember 2004 dan Laporan Auditor
Independen, Kantor Akuntan "Hendra Winata, Gani dan Rekan" No: SCI-
04/1.3/ RS/05 tanggal 27 Juni 2005 (Novum PK-4), membuktikan sebagai
berikut :




Hal. 21 dari 40 hal. Put. No. 94
PK/Pdt. Sus/2011

1) Novum PK-4 halaman 10 angka 6 menyebutkan bahwa :
6. AKTIVA LANCAR LAINNYA

2005
Rp.
2003
Rp.
Piutang Karyawan 4.400.000 26.900.000
Uang muka pembelian bahan 523.156.706 1.298.388.341
Uang muka pembelian tanah 40.941.550.000
Piutang lain-lain: Pihak
ketiga
575.935.665 146.956
Pihak yang mempunyai
hubungan istimewa (catatan
18d)
551.494.409 492.028.265
42.596.536.780 1.817.463.562

Uang muka pembelian tanah
Merupakan uang muka atas pembelian tanah seluas 64.282 m di
daerah Bogor dan Bekasi. Tanah ini dijadikan sebagai jaminan atas
pinjaman yang diperoleh dari Bank BNI (lihat catatan 24;
2) Novum PK-4 halaman 24 angka 24 menyebutkan
bahwa 24. KEJADIAN SETELAH TANGGAL
NERACA
Pada tanggal 13 Januari 2005, perusahaan memperoleh fasilitas kredit
dari Bank BNI dengan rincian sebagai berikut:
1. Kredit Modal Kerja Ekspor (KMKE) dengan plafond USD
6.500.000 untuk keperluan tambahan modal kerja industry
garment, tenda dan tas termasuk pengambilalihan fasilitas kredit
di Bank NISP Korean Exchange Bank Danamon untuk jangka
waktu 12 bulan dan tingkat bunga 8% per tahun;
2. L/C-Import dengan plafond USD 7.000.000 dengan bentuk Sight
atau Usance UC dengan jangka waktu usance selama 180 hari dan
tingkat bunga 8% per tahun;

Hal. 21 dari 40 hal. Put. No. 94
PK/Pdt. Sus/2011
Fasilitas kredit tersebut dijamin dengan tanah dan bangunan pabrik
perusahaan, harta pemegang saham dan pihak yang mempunyai
hubungan istimewa, persediaan dan jaminan pribadi dari pemegang
saham. Selain itu, perusahaan diwajibkan memelihara likuiditas dan
solvabilitas dalam rasio keuangan;
Sehubungan dengan fasilitas kredit di atas, pada tanggal 17 Januari
2005, perusahaan mengajukan permohonan agar fasilitas kredit di
Bank Niaga diambil alih juga dan hutang L/C yang masih beredar dari
Bank Niaga dapat ditutup dengan fasilitas plafond L/C pada tanggal 3
Mei 2005, perusahaan telah melunasi seluruh pinjaman kepada Bank
Niaga dengan adanya fasilitas kredit dari Bank BNI" ;
3) Bahwa dalam novum PK-4 tersebut di atas jelas terlihat
bahwa adanya jaminan berupa tanah dan bangunan
pabrik perusahaan serta persediaan bukan merupakan
jaminan harta pemegang saham dan pihak yang
mempunyai hubungan istimewa serta jaminan pribadi
dari pemegang saham dan direksi melainkan merupakan
jaminan PT Skycamping Indonesia (dalam pailit);
4) Bahwa adanya jaminan harta pemegang saham dan pihak
yang mempunyai hubungan istimewa, persediaan dan
jaminan pribadi dari pemegang saham sebagai jaminan
atas fasilitas kredit Bank BNI tersebut adalah merupakan
jaminan lain di luar tanah dan bangunan pabrik
Perusahaan serta persediaan;






Hal. 22 dari 40 hal. Put. No. 94
PK/Pdt. Sus/2011

5) Bahwa mengingat tanah yangdibeli oleh PT Skycamping
Indonesia seluas 64.282 m berdasarkan novum PK-4
pada tahun 2004 dibebankan hak tanggungan pada
tanggal 13 Januari 2005 dan tanggal 17 Januari 2005
kepada Turut Termohon Peninjauan Kembali, maka
sangatlah jelas dan dapat dipastikan bahwa tanah SHM
No. 795 seluas 1.590 m, SHGB No. 406 seluas 6.775
m, dan SHGB No. 86 seluas 13.620 m yang secara
keseluruhan memiliki total luas 21.985 m, merupakan
bagian dari tanah yang dibeli PT Skycamping Indonesia
dengan lokasi Bogor dan Bekasi pada tahun 2004 seluas
64.282 m dengan uang muka pembelian sebesar Rp
40.941.550.000,- (empat puluh milyar sembilan ratus
empat puluh satu juta lima ratus lima puluh ribu rupiah);
6) Berdasarkan novum PK-4 tersebut, terbukti bahwa tanah
dan bangunan pabrik PT Skycamping Indonesia dan
persediaan bukan merupakan asset pribadi pemegang
saham dan direksi dan oleh karenanya terdapat
kekeliruan pertimbangan Hakim Agung dalam
putusannya yang menganggap aset tersebut sebagai
jaminan pribadi dan harta non budel pailit;
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, sangat jelas bahwa keenam aset tanah
tersebut bukanlah merupakan jaminan pribadi direksi dan pemegang saham,
sehingga pertimbangan judex juris dalam putusan Nomor 429K/Pdt. Sus/2010
tanggal 29 Juni 2010 yang menyatakan bahwa 6 (enam) sertifikat tanah yang di
jual tersebut bukan merupakan aset budel pailit, melainkan milik pribadi direksi &
pemegang saham yang dijadikan jaminan tambahan atas utang PT Skycamping
Indonesia (dalam pailit) merupakan suatu kekeliruan yang nyata sehingga sudah


Hal. 23 dari 40 hal. Put. No. 94
PK/Pdt. Sus/2011

seharusnya dilakukan peninjauan kembali dan sangat beralasan apabila Turut
Termohon Peninjauan Kembali diminta untuk mengembalikan seluruh hasil
penjualan aset budel pailit yang telah diperoleh ;
B. Bahwa Turut Termohon Peninjauan Kembali selain
menguasai hasil penjualan aset dalam sengketa a quo,
juga menguasai aset lain yang merupakan bagian dari
aktiva tetap PT Skycamping Indonesia yang diperoleh
pada tahun 2004 dan dijaminkan kepada Turut
Termohon Peninjauan Kembali pada tanggal 13
Januari 2005 dan 17 Januari 2005.
1. Berdasarkan Novum PK-4 diketahui bahwa PT Skycamping Indonesia
melakukan pembelian tanah seluas 64.282 m yang kemudian menjadi
jaminan atas fasilitas kredit yang diberikan oleh Turut Termohon
Peninjauan Kembali;
2. Bahwa atas tanah seluas 64.282 m tersebut, telah dilakukan penjualan
tanah seluas 21.985 m untuk melunasi kewajiban PT Skycamping
Indonesia kepada Turut Termohon Peninjauan Kembali;
3. Bahwa oleh karena tanah PT Skycamping Indonesia berdasarkan bukti
novum PK-4 apabila dikurangi dengan luas tanah yang telah dijual
seharusnya masih terdapat sisa bagian seluas 42.297 m, maka Turut
Termohon Peninjauan Kembali seharusnya mengembalikan penguasaan
sisa tanah seluas 42.297 m tersebut yang masih sebagai jaminan fasilitas
kredit kepada Termohon Peninjauan Kembali untuk dimasukkan ke dalam
harta pailit (budel pailit);
4. Bahwa Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang mengatur bahwa:




Hal. 25 dari 40 hal. Put. No. 94
PK/Pdt. Sus/2011

Pasal 59 ayat (2)
(1) Dengan tetap memperhatikan ketentuan Pasal 56, Pasal 57, dan Pasal
58, Kreditur pemegang hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55
ayat (1) harus melaksanakan haknya tersebut dalam jangka waktu
paling lambat 2 (dua) bulan setelah dimulainya keadaan insolvensi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 178 ayat (1) ;
(2) Setelah lewat jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Kurator harus menuntut diserahkannya benda yang menjadi agunan
untuk selanjutnya dijual sesuai dengan cara sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 185, tanpa mengurangi hak Kreditor pemegang hak
tersebut atas hasil penjualan agunan tersebut;
(3) ". . "
Pasal 60 ayat (2)
(1) . . .
(2) Atas tuntutan Kurator atau Kreditor yang diistimewakan yang
kedudukkannya lebih tinggi daripada Kreditor pemegang hak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka Kreditor pemegang hak
tersebut wajib menyerahkan bagian dari hasil penjualan tersebut untuk
jumlah yang sama dengan jumlah tagihan yang diistimewakan;
(3) . . . "
5. UU No.1 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-
BendaYang Berkaitan Dengan Tanah Dalam Penjelasan Umum butir 4,
mengatakan bahwa:
"Hak tanggungan adalah hak jaminan atas tanah untuk pelunasan utang
tertentu, yang memberikan kedudukan diutamakan kepada kreditor tertentu
terhadap kreditor-kreditor lain. Dalam arti, bahwa jika debitor cidera janji,



Hal. 26 dari 40 hal. Put. No. 94
PK/Pdt. Sus/2011

kreditor pemegang hak tanggungan berhak menjual melalui pelelangan
umum tanah yang dijadikan jaminan menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan yang bersangkutan, dengan hak mendahulu daripada
kreditor-kreditor yang lain. Kedudukan di utamakan tersebut sudah barang
tentu tidak mengurangi preferensi piutang-piutang negara menurut
ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku";
6. Bahwa berdasarkan uraian ketentuan tersebut di atas dan oleh karena telah
terbukti bahwa aset tanah dalam perkara a quo merupakan aset PT
Skycamping Indonesia, maka Turut Termohon Peninjauan Kembali
seharusnya menyerahkan seluruh tanah yang menjadi agunan kepada
kurator untuk dimasukkan ke dalam harta pailit (budel pailit) atau setidak-
tidaknya menyerahkan bagian tanah agunan yang masih dalam penguasaan
Turut Termohon Peninjauan Kembali seluas 42.297 m;
C. Berdasarkan novum PK-3 dan novum PK-4
menunjukkan bahwa Termohon Peninjauan Kembali
melanggar ketentuan Pasal 59 ayat (2), 60 ayat (2), 69,
dan Pasal 100 UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan
dan PKPU.
1. Bahwa novum PK-3 halaman 18, menerangkan bahwa :
"Perusahaan memperoleh pinjaman dari Bank Niaga sebesar USD
7.240.000 (1998: USD 9.940.000). Jaminan atas fasilitas pinjaman yang
diterima, yaitu:
1) Akta Pembebanan Hak Tanggungan (APHT) atas tanah SHM
No. 570 beserta bangunan di atasnya yang terletak di JI.
Mercedes Benz Km. 3, Kelurahan Cicadas, Kecamatan Gunung
Putri, Bogor, sebesar Rp. 5.200.000.000,- ;
2) Akta Pembebanan Hak Tanggungan I (APHT I) atas SHGB No.
5512 beserta bangunan di atasnya yang terletak di Desa
Jatimulya, Bekasi sebesar Rp. 4.500.000.000,- ;

Hal. 27 dari 40 hal. Put. No. 94
PK/Pdt. Sus/2011
3) Akta Pembebanan Hak Tanggungan I (APHT I) atas SHM No.
552 beserta bangunan di atasnya yang terletak di JI. Cempaka
Putih Tengah 270 No. 23 J, Jakarta sebesar Rp. 400.000.000,- ;
4) FTO atas mesin dan peralatannya di lokasi pabrik yang terletak
di atas SHGB No. 570;
5) FTO atas inventory di lokasi pabrik yang terletak di atas SHGB
No. 570;
6) Personal Guarantee dari Bapak Danny Soetanto dan Dr. Tan
Chuan Cheng secara tanggung renteng sebesar out standing
pinjaman" ;
2. Bahwa novum PK-3 halaman 18 pada angka 2 dan 3 tersebut
menunjukkan bahwa terdapat harta PT Skycamping Indonesia yang belum
dicatat dan dimasukkan dalam pencatatan harta pailit oleh Termohon
Peninjauan Kembali, yaitu :
- Akta Pembebanan Hak Tanggungan I (APHT I) atas
SHGB No. 5512 beserta bangunan di atasnya yang
terletak di Desa Jati mulya Bekasi;
- Akta Pembebanan Hak Tanggungan I (APHT I) atas
SHM No. 552 beserta bangunan di atasnya yang terletak
di JI. Cempaka Putih Tengah 27 D No. 23 J, Jakarta;
3. Bahwa pencatatan harta pailit merupakan tugas dan tanggung jawab
Kurator sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 69 ayat (1) dan Pasal
100 ayat (1) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, yang mengatur bahwa :
Pasal 69 ayat (1)
"Tugas Kurator adalah melakukan pengurusan dan/atau pemberesan harta
pailit";



Hal. 28 dari 40 hal. Put. No. 94
PK/Pdt. Sus/2011

Pasal 100 ayat (1)
"Kurator harus membuat pencatatan harta pailit paling lambat 2 (dua) hari
setelah menerima surat putusan pengangkatannya sebagai Kurator";
4. Bahwa sampai dengan saat ini, SHGB No. 5512 dan SHM No. 552 belum
dicatat dan dimasukkan dalam pencatatan harta pailit oleh Termohon
Peninjauan Kembali, oleh karena itu Kurator in casu Termohon Peninjauan
Kembali tidak melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dalam
melakukan pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit. Dengan demikian
tindakan Termohon Peninjauan Kembali tersebut telah melanggar
ketentuan Pasal 69 ayat (1) dan Pasal 100 ayat (1) UU Kepailitan dan
PKPU;
5. Bahwa dalam novum PK-4 juga menunjukkan masih terdapat sisa harta PT
Skycamping Indonesia dalam penguasaan Turut Termohon Peninjauan
Kembali yang belum ditagih/dituntut serta dicatat dan dimasukkan dalam
pencatatan harta pailit oleh Termohon Peninjauan Kembali berupa tanah
seluas 42.297 m, dengan perhitungan sebagai berikut :
- luas harta PT Skycamping Indonesia
= 64. 282 m
dalam novum PK-4
- luas harta PT Skycamping Indonesia
= 21.985 m +
dalam novum PK-4 yang telah dijual
- sisa harta PT Skycamping Indonesia
= 42.297 m
yang belum dicatat dan dimasukkan dalam pencatatan harta
pailit;




Hal. 29 dari 40 hal. Put. No. 94
PK/Pdt. Sus/2011

6. Bahwa penuntutan terhadap agunan pada Turut Termohon Peninjauan
Kembali merupakan tugas dan tanggung jawab Kurator in casu Termohon
Peninjauan Kembali sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 59 ayat
(2) dan Pasal 60 ayat (2) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, yang mengatur
bahwa:
Pasal 59 ayat (2)
(1) Dengan tetap memperhatikan ketentuan Pasal 56, Pasal 57, dan Pasal
58, Kreditur pemegang hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55
ayat (1) harus melaksanakan haknya tersebut dalam jangka waktu
paling lambat 2 (dua) bulan setelah dimulainya keadaan insolvensi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 178 ayat (1);
(2) Setelah lewat jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Kurator harus menuntut diserahkannya benda yang menjadi agunan
untuk selanjutnya di jual/sesuai dengan cara sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 185, tanpa mengurangi hak Kreditor pemegang hak
tersebut atas hasil penjualan agunan tersebut;
(3) . . . "
Pasal 60 ayat (2)
(1) . . .
(2) Atas tuntutan Kurator atau Kreditor yang di istimewakan yang
kedudukannya lebih tinggi daripada Kreditor pemegang hak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka Kreditor pemegang hak
tersebut wajib menyerahkan bagian dari hasil penjualan tersebut untuk
jumlah yang sama dengan jumlah tagihan yang diistimewakan;
(3) . . . "




Hal. 30 dari 40 hal. Put. No. 94
PK/Pdt. Sus/2011

7. Bahwa sampai dengan saat ini, sisa harta PT Skycamping Indonesia seluas
42.297 m belum dilakukan penuntutan oleh Kurator in casu Termohon
Peninjauan Kembali, oleh karena itu Kurator in casu Termohon
Peninjauan Kembali tidak melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya
dalam melakukan pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit. Dengan
demikian tindakan Termohon Peninjauan Kembali t er sebu t t e l ah
melanggar ket en t uan Pasal 69 ayat (1) dan Pasal 100 ayat (1) UU
Kepailitan dan PKPU;
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, sangat jelas bahwa Termohon Peninjauan
Kembali dalam melaksanakan tugasnya hanya menguntungkan salah satu pihak
saja, sehingga bertentangan dengan asas keseimbangan yang merupakan salah
satu asas yang mendasari dibentuknya UU Kepailitan dan PKPU;
D. Kedudukan pengurus perusahaan termasuk Direksi
adalah sebagai Penanggung Pajak atas pajak terutang
PT Skycamping Indonesia yang bertanggungjawab
secara pribadi maupun tanggung renteng dengan
pengurus lainnya.
1. Bahwa pertimbangan judex juris halaman 54 dan 57 putusan Nomor 429
K/Pdt. Sus/2010 tanggal 29 Juni 2010, menyatakan bahwa:
"Bahwa alasan-alasan tersebut tidak dapat dibenarkan sebab judex
facti/Pengadilan Niaga Jakarta Pusat sudah tepat dan tidak salah menerapkan atau
melanggar hukum yang berlaku oleh karena aset berupa 6 (enam) sertifikat tanah
yang dijual tersebut bukan merupakan aset budel pailit, melainkan milik pribadi
Direksi & Pemegang Saham yang dijadikan jaminan tambahan atas utang PT
Skycamping Indonesia (dalam pailit) yang telah diikat hak tanggungan pada PT
BNI, sehingga tidak termasuk aset kepailitan sebagaimana diatur dalam Pasal 21
Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU . . . "


Hal. 31 dari 40 hal. Put. No. 94
PK/Pdt. Sus/2011

2. Bahwa Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 16 Tahun 2009 (UU KUP), mengatur ketentuan-ketentuan
sebagai berikut :
a. Pasal 1 angka 25
"Penanggung pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggungjawab
atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi
kewajiban Wajib Pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan";
b. Pasal 21 ayat (1)
"Negara mempunyai hak mendahulu untuk utang pajak atas barang-barang
milik penanggung pajak";
c. Pasal 21 ayat (3)
Hak mendahulu untuk tagihan pajak melebihi segala hak mendahulu lainnya
kecuali terhadap :
a) Biaya perkara yang semata-mata disebabkan suatu penghukuman untuk
melelang suatu barang bergerak dan/atau barang tidak bergerak ;
b) Biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang dimaksud;
c) Biaya perkara yang semata-mata disebabkan pelelangan dari suatu
warisan" ;
d. Pasal 21 ayat (3a)
Dalam hal Wajib Pajak dinyatakan pailit, bubar, atau dilikuidasi maka
kurator, likuidator, atau orang atau badan yang ditugasi untuk melakukan
pemberesan dilarang membagikan harta Wajib Pajak dalam pailit,
pembubaran atau likuidasi kepada pemegang saham atau kreditur lainnya
sebelum menggunakan harta pailit tersebut untuk membayar utang pajak
Wajib Pajak tersebut ;



Hal. 32 dari 40 hal. Put. No. 94
PK/Pdt. Sus/2011

e. Pasal 32 ayat (1) dan ayat (2)
(1) Dalam menjalankan hak dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan, Wajib Pajak diwakili dalam hal :
a. badan oleh pengurus ;
b. badan yang dinyatakan pailit oleh kurator;
(2) Wakil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggungjawab secara
pribadi atau secara renteng atas pembayaran pajak yang terutang, kecuali
apabila membuktikan dan meyakinkan Direktur Jenderal Pajak bahwa
mereka kedudukannya benar-benar tidak mungkin untuk dibebani
tanggung jawab pajak yang terutang tersebut" ;
3. Bahwa berdasarkan ketentuan di atas, kedudukan pengurus perusahaan
termasuk Direksi adalah sebagai penanggung pajak atas pajak terutang
PT Skycamping Indonesia yang bertanggung jawab secara pribadi
maupun tanggung renteng dengan pengurus lainnya, sehingga
seandainyapun benar/quad non aset sengketa merupakan milik pribadi
penanggung pajak, maka berdasarkan ketentuan Pasal 21 ayat (1), (3) dan
ayat (3a) UU KUP, para Pemohon Peninjauan Kembali memiliki hak
mendahulu atas hasil penjualan aset penanggung pajak;
4. Bahwa negara menyatakan pajak dan pungutan lainnya yang bersifat
memaksa diatur dengan undang-undang sebagaimana terdapat dalam
Pasal 23A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 yang berbuny i :
"Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur
dengan undang-undang";
Berdasarkan Undang-Undang Dasar/Konstitusi tersebut, pengaturan mengenai
perpajakan tunduk pada undang-undang khusus dibidang perpajakan yang
merupakan bagian dari hukum publik. Hal ini sejalan dengan pendapat R. Santoso
Brotodihardjo, SH. dalam buku Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Edisi Keempat,
Penerbit PT Refika Aditama, Juni 2003, berpendapat bahwa :

Hal. 33 dari 40 hal. Put. No. 94
PK/Pdt. Sus/2011

Halaman 1 alinea 1
Hukum pajak, yang juga disebut hukum fisika l, adalah keseluruhan dari
peraturan-peraturan yang meliputi wewenang pemerintah untuk mengambil
kekayaan seseorang dan menyerahkannya kembali kepada masyarakat dengan
melalui kas negara, sehingga ia merupakan bagian dari hukum publik, yang
mengatur hubungan- hubungan hukum antara negara dan orang-orang atau badan-
badan (hukum) yang berkewajiban membayar pajak (selanjutnya sering disebut
wajib pajak)";
Halaman 1 alinea 3
Hukum pajak memuat pula unsur-unsur hukum tata negara dan hukum pidana
dengan acara pidananya . . . "
Halaman 11 baris 1 s.d. baris 14
Dengan hukum perdata, yaitu bagian dari keseluruhan hukum yang mengatur
hubungan antara orang-orang pribadi, hukum pajak banyak sekali sangkut
pautnya. Hal ini dapatlah kita mengerti karena sebagian besar hukum pajak
mencari dasar kemungkinan pemungutannya atas kejadian-kejadian, keadaan-
keadaan, dan perbuatan-perbuatan hukum yang bergerak dalam lingkungan
perdata, seperti pendapatan, kekayaan, perjanjian penyerahan, pemindahan hak
karena warisan, dan sebagainya. Setengah sarjana mengatakan bahwa bukan itulah
yang menyebabkan timbulnya hubungan yang erat antara hukum pajak dan hukum
perdata, melainkan karena suatu ajaran (antara lain yang disiarkan oleh Prof Mr.
Paul Schol ten, guru besar pada Universitas Amsterdam, dalam buku Burgerlljk
Recht: Algemeen Deel) bahwa hukum perdata harus dipandang sebagai hukum
umum yang meliputi segala-galanya, kecuali jika hukum publik telah menetapkan
peraturan yang menyimpang dari padanya . . . . . "





Hal. 34dari 40 hal. Put. No. 94
PK/Pdt. Sus/2011

Hal aman 12 baris 8 s.d. baris 12
" . . . pengaruh hukum pajak terhadap hukum perdata besar pula. Sebagai akibat
dari ketentuan bahwa lex specialis (peraturan yang istimewa) harus diberi tempat
yang lebih utama dari lex generalis (peraturan yang umum), maka dalam setiap
undang-undang (demikian juga dalam peraturan-peraturan pajak) haruslah pula
dalam penafsirannya pertama-tama dianut peraturan yang istimewa ini";
5. Berdasarkan hal tersebut di atas, selain bersifat memaksa, Pajak juga
memiliki sifat istimewa/mendahulu melebihi segala hak mendahulu
lainnya sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 1137 KUH Perdata,
Pasal 21 UU KUP, dan Pasal 19 ayat (6) UU PPSP sebagai berikut:
a. Pasal 1137 KUH Perdata, yang mengatur bahwa:
"Hak dari kas negara, kantor lelang, dan lain-lain badan umum yang dibentuk
oleh pemerintah, untuk didahulukan, tertibnya melaksanakan hak itu, dan
jangka waktu berlangsungnya hak tersebut diatur dalam berbagai undang-
undang khusus yang mengenai hal-hal itu";
Bahwa undang-undang khusus yang mengenai hal-hal itu adalah Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2009 (UU KUP) dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun
1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 (UU PPSP) ;
b. Pasal 21 ayat (1) dan Pasal 21 ayat (3) Undang-Undang No. 6 Tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (UU KUP),
mengatur bahwa:
Pasal 21 ayat (1)
"Negara mempunyai hak mendahulu untuk utang pajak atas barang-barang
milik penanggung pajak";


Hal. 35 dari 40 hal. Put. No. 94
PK/Pdt. Sus/2011

Pasal 21 ayat (3)
"Hak mendahulu untuk tagihan pajak melebihi segala hak mendahulu lainnya
kecuali terhadap :
a. Biaya perkara yang semata-mata disebabkan suatu penghukuman untuk
melelang suatu barang bergerak dan/atau barang tidak bergerak;
b. Biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang dimaksud;
c. Biaya perkara yang semata-mata disebabkan pelelangan dari suatu
warisan" ;
d. Pasal 19 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak
dengan surat paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2000 (UU PPSP), mengatur bahwa:
"Pasal 19
1) Penyitaan tidak dapat dilaksanakan terhadap barang yang telah disita oleh
pengadilan negeri atau instansi lain yang berwenang;
2) Terhadap barang yang telah disita sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
Jurusita Pajak menyampaikan surat paksa kepada Pengadilan Negeri atau
instansi lain yang berwenang;
3) Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dalam sidang
berikutnya menetapkan barang yang telah disita dimaksud sebagai jaminan
pelunasan utang pajak;
4) Instansi lain yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam ayat (2),
setelah menerima surat paksa menjadikan barang yang telah disita
dimaksud sebagai jaminan pelunasan utang pajak ;
5) Pengadilan Negeri atau instansi lain yang berwenang menentukan
pembagian hasil penjualan barang dimaksud berdasarkan ketentuan hak
mendahulu negara untuk tagihan pajak;
6) Hak mendahulu untuk tagihan pajak melebihi segala hak mendahulu
lainnya, kecuali terhadap :


Hal. 36 dari 40 hal. Put. No. 94
PK/Pdt. Sus/2011
a. Biaya perkara yang semata-mata disebabkan oleh suatu penghukuman
untuk melelang suatu barang bergerak maupun barang tidak bergerak;
b. Biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang dimaksud;
c. Biaya perkara yang semata-mata disebabkan oleh pelelangan dan
penyelesaian suatu warisan ;
7) . . . "
6 Bahwa walaupun aset penanggung pajak telah dibebankan hak
tanggungan kepada Turut Termohon Peninjauan Kembali, namun
berdasarkan ketentuan yang mengatur tentang hak tanggungan
menentukan bahwa negara memiliki hak mendahulu atas hasil penjualan
hak tanggungan, yaitu :
e. Pasal 1134 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Republik Indonesia
(KUHPer), mengatur bahwa :
"Hak istimewa adalah suatu hak yang diberikan oleh undang-undang kepada
seorang Kreditur yang menyebabkan ia berkedudukan lebih tinggi daripada
yang lainnya, semata-mata berdasarkan sifat piutang itu. Gadai dan hipotek
lebih tinggi daripada hak istimewa, kecuali dalam hal undang-undang dengan
tegas menentukan kebalikannya";
f. UU No. 1 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta
Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah dalam penjelasan umum
butir 4, mengatakan bahwa:
"Hak tanggungan adalah hak jaminan atas tanah untuk pelunasan utang
tertentu, yang memberikan kedudukan diutamakan kepada Kreditur tertentu
terhadap kreditur-kreditur lain. Dalam arti, bahwa jika Debitur cidera janji,
Kreditur pemegang hak tanggungan berhak menjual melalui pelelangan
umum tanah yang dijadikan jaminan menurut ketentuan peraturan perundang-
undangan yang bersangkutan, dengan hak mendahulu daripada Kreditur-
Kreditur yang lain. Kedudukan diutamakan tersebut sudah barang tentu tidak


Hal. 37 dari 40 hal. Put. No. 94
PK/Pdt. Sus/2011
mengurangi preferensi piutang-piutang negara menurut ketentuan-ketentuan
hukum yang berlaku" ;
g. UU No. 37 Tahun 2007 tentang Undang-Undang Nomor 37 Tahun
2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang (UU Kepailitan dan PKPU), yaitu :
Pasal 60 ayat (2)
"Atas tuntutan Kurator at au Kreditor yang diistimewakan yang
kedudukannya lebih tinggi daripada Kreditor pemegang hak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) maka Kreditur pemegang hak tersebut wajib
menyerahkan bagian dari hasil penjualan tersebut untuk jumlah yang sama
dengan jumlah tagihan yang diistimewakan" ;
Pasal 60 ayat (2)
Yang dimaksud dengan "Kreditur yang diistimeweken" adalah Kreditur
pemegang hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1139 dan Pasal 1149
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ;
7. Bahwa berdasarkan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
ketentuan undang-undang perpajakan, UU Hak Tanggungan atas Tanah
Beserta Benda-Benda yang berkaitan dengan tanah, dan UU Kepailitan dan
PKPU, sangat jelas bahwa kedudukan negara dalam Pasal 21 ayat (1) dan
ayat (3) UU KUP dan Pasal 19 ayat (6) UU PPSP lebih tinggi dari Kreditur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1139 dan Pasal 1149 KUH Perdata,
sehingga dengan demikian para Pemohon Peninjauan Kembali berhak
menuntut pelunasan hutang pajak PT Skycamping Indonesia;
Dengan demikian, Turut Termohon Peninjauan Kembali wajib menyerahkan
bagian dari hasil penjualan tersebut kepada Termohon Peninjauan Kembali
untuk kemudian diserahkan pada para Pemohon Peninjauan Kembali dalam
jumlah yang sama dengan jumlah tagihan pajak para Pemohon Peninjauan
Kembali ;


Hal. 38 dari 40 hal. Put. No. 94
PK/Pdt. Sus/2011
8. Bahwa jumlah utang pajak PT Skycamping Indonesia yang harus dibayar dan
dilunasi Termohon Peninjauan Kembali kepada para Pemohon Peninjauan
Kembali adalah sebagai berikut :
a. Utang pajak yang terdaftar pada KPP Pratama Jakarta Cempaka
Putih adalah sebesar Rp. 4.405.282.872,- (empat milyar empat
ratus lima juta dua ratus delapan puluh dua ribu delapan ratus tujuh
puluh dua rupiah) yang pada waktu rapat pencocokan piutang pada
tanggal 28 April 2008 telah diakui oleh pihak Debitur dan Tim
kurator PT Skycamping Indonesia dengan rincian sebagai berikut:
No. Nomor Ketetapan Tanggal
SK
Rp Jumlah
Tunggakan
1 00002/101/05/057/07 23-04-2007 Rp 600.000
2 00003/101/05/057/07 23-04-2007 Rp 100.000
3 00005/101/07/057/07 23-04-2007 Rp 50.000
4 00006/109/03/057/07 23-04-2007 Rp 28.387.523
5 00007/101/07/057/07 23-04-2007 Rp 50.000
6 00007/109/03/057/07 23-04-2007 Rp 872.429.050
7 00008/109/03/057/07 23-04-2007 Rp 163.655.172
8 00014/106/05/057/07 23-04-2007 Rp 100.000
9 00015/106/05/057/07 23-04-2007 Rp 350.000
10 00015/109/04/057/07 23-04-2007 Rp 6.454.284
11 00016/109/04/057/07 23-04-2007 Rp 15. 072. 690
12 00017/109/07/057/07 23-04-2007 Rp 4.089.600
13 00018/109/04/057/07 23-04-2007 Rp 29.497.425
14 00030/277/03/057/05 28-09-2007 Rp 2.423.441.805
15 00041/101/06/057/07 23-04-2007 Rp 600.000
16 00045/101/06/057/07 23-04-2007 Rp 100.000



Hal. 39 dari 40 hal. Put. No. 94
PK/Pdt. Sus/2011
17 00045/240/04/057/06 29-09-2006 Rp 34.080.000
18 00046/201/04/057/06 29-09-2006 Rp 125.605.746
19 00052/106/06/057/07 15-09-2007 Rp 50.000
20 00072/203/04/057/06 29-09-2006 Rp 245.811.876
21 00097/203/03/057/05 28-09-2005 Rp 454.597.701
22 00114/107/06/057/07 15-02-2007 Rp 50.000
23 00207/106/06/057/07 23-04-2007 Rp 100.000
Jumlah Utang Pajak

Rp 4.405.282.872

Bahwa berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-
35/PJ./2008 tanggal 25 Maret 2008 tentang Pemindahan Wajib Pajak
yang semula terdaftar dan/atau pengusaha kena pajak yang semula
melaporkan usahanya pada Kantor Pelayanan Pajak di Lingkungan
Kantor Wilayah Dir ektorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus Tahap I,
pengawasan atas PT. Skycamping Indonesia dipindahkan dari KPP
PMA Empat ke KPP Pratama Jakarta Cempaka Putih terhitung bulan
Juni 2008;
b. Utang pajak yang terdaftar pada KPP Pratama Cibinong adalah
sebesar Rp. 1.102.885.716, - (satu milyar seratus dua juta delapan
ratus delapan puluh lima ribu tujuh ratus enam belas rupiah),
dengan rincian sebagai berikut:

No. Nomor Ketetapan Tanggal
SK
Rp Jumlah
Tunggakan
1 00144/201/04/403/06 11-10-2006 Rp 720.146.678,-
2 00003/101/05/057107 23-04-2007 Rp 382.739.038,-
Total 23-04-2007 Rp 1.102.885.716,-


Hal. 40 dari 40 hal. Put. No. 94
PK/Pdt. Sus/2011
E. Bahwa putusan judex juris Nomor 429K/Pdt.Sus/2010
tanggal 29 Juni 2010 juga bertentangan dengan
beberapa putusan Mahkamah Agung lainnya yang telah
berkekuatan hukum tetap, yaitu :
1. Putusan Mahkamah Agung Nomor 017 K/N/2005 tanggal 15 Agustus
2005 yang memutus:
"Bahwa hutang pajak adalah hutang berdasarkan hukum publik dan harus
dibayar lebih dahulu daripada hutang-hutang lainnya, tidak mungkin
diselesaikan dalam proses PKPU";
"Demikian pula, piutang pajak bukanlah termasuk piutang yang dapat ditagih
di muka pengadilan karena piutang pajak ditagih dengan surat paksa yang
memiliki kekuatan eksekutorial vide Pasal 7 ayat (1) Undang Undang Nomor
19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000";
2. Putusan Mahkamah Agung Nomor 070 PK/PDT.SUS/2009 perkara
peninjauan kembali perdata khusus antara KPP Pratama Jakarta Tanah
Abang Dua melawan Kurator PT Artika Optima Inti (dalam pailit) dan
PT Bank Mandiri (Persero) Tbk., pada halaman 28 s/d halaman 29,
yang menyatakan :
Bahwa terhadap pelunasan utang pajak harus didahulukan setelah itu baru
pelunasan terhadap gaji karyawan dan piutang Bank Mandiri" ;
Bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 (UU KUP) dan
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan
surat paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2000 (UU PPSP) dalam Pasal 21 UU KUP ayat (1) : "Negara
mempunyai hak mendahulu untuk tagihan pajak atas barang-barang milik
penanggung pajak";

Hal. 41 dari 40 hal. Put. No. 94
PK/Pdt. Sus/2011
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali adalah instansi pemerintah, yang
merupakan representasi negara yang tidak dapat didudukkan sebagai Kreditur
berdasarkan Pasal 1 angka 2, 3, 6, dan 11 UU Kepailitan dan PKPU (Undang-
Undang Nomor 37 Tahun 2004) ;
Bahwa utang pajak PT Artika Optima Inti (dalam pailit) sebesar Rp.
25.264.802.240,- (dua puluh lima milyar dua ratus enam puluh empat juta
delapan ratus dua ribu dua ratus empat puluh rupiah) harus dilunasi lebih
dahulu, setelah itu baru Kreditur-Kreditur yang lain";
F. Bahwa putusan judex juris Nomor 429 K/Pdt.Sus/2010
juga bertentangan dengan pendapat sarjana, sebagai
berikut:
1. Prof. Dr. Sutan Remy Sjahdeini, S.H. dalam buku berjudul "Hukum
Kepailitan, Memahami Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang
Kepailitan, terbitan Pustaka Utama Garfiti, Cetakan III, Edisi Baru,
Januari 2009, pada Bab I, halaman 6 dan halaman 7", menyatakan
bahwa:
. Menurut Pasal 1134 KUH Perdata, jika tidak dengan tegas
ditentukan lain oleh undang- undang, maka Kreditur pemegang hak
jaminan harus di dahulukan daripada Kreditur pemegang hak istimewa
untuk memperoleh pelunasan dari hasil penjualan harta kekayaan Debitor
yang menurut Pasal 1131 KUH Perdata menjadi agunan atau jaminan
bagi utang-utangnya. Hak istimewa (piutang yang diistimewakan) yang
oleh undang-undang harus didahulukan daripada piutang atas tagihan
yang dijaminkan dengan hak jaminan antara lain adalah :
1. Hak istimewa yang dimaksudkan dalam Pasal 1137
ayat (1) KUH Perdata;
2. Hak istimewa yang dimaksudkan dalam ayat (3) Pasal
21 UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan yang telah diubah dengan
UU No. 9 Tahun 1994;

Hal. 42 dari 40 hal. Put. No. 94
PK/Pdt. Sus/2011
3. Hak istimewa yang dimaksudkan dalam Pasal 1139
ayat (1) KUH Perdata, yaitu biaya perkara yang
semata-mata disebabkan karena suatu penghukuman
untuk melelang suatu benda bergerak atau benda tidak
bergerak;
4. Hak istimewa yang dimaksudkan dalam Pasal 1149
angka (1) KUH Perdata, yaitu biaya-biaya perkara yang
semata-mata disebabkan karena pelelangan dan
penyelesaian suatu warisan;
5. Imbalan Kurator sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang No. 37 Tahun 2004;
Sehubungan dengan hak istimewa yang dimaksudkan dalam Pasal 1137
KUH Perdata, untuk jelasnya dikutip di bawah ini :
Hak (tagihan) dari kas negara, kantor lelang dan lain-lain badan umum
yang dibentuk oleh pemerintah untuk didahulukan, tertibnya
melaksanakan hak itu, dan jangka waktu berlangsungnya hak tersebut
diatur dalam berbagai undang-undang khusus yang mengenai hal-hal itu;
Hak-hak yang sama dari persatuan-persatuan (gemeenschappen) atau
perkumpulan-perkumpulan (zedelijke lichamen) yang berhak atau baru
kemudian akan mendapat hak untuk memungut bea, diatur dalam
peraturan-peraturan yang sudah ada akan diadakan tentang hal itu.
Dengan demikian, tagihan pajak, bea, dan biaya kantor lelang merupakan
hak istimewa yang harus didahulukan pelunasannya dari tagihan yang
dijamin dengan hak jaminan dalam hal harta kekayaan Debitur pailit
dilikuidasi";



Hal. 43 dari 40 hal. Put. No. 94
PK/Pdt. Sus/2011
2. Dr. Munir Fuady, SH., MH., LL.M., dalam bukunya berjudul "Hukum
Pailit Dalam Teori dan Praktek terbitan PT Citra Aditya Bakti, Cetakan
III, Edisi Revisi (Disesuaikan dengan UU No. 37 Tahun 2004), Tahun
2005, pada Bab IX, halaman 153 dan halaman 54", menyatakan bahwa:
4. Kreditur separatis menduduki kedudukan tertinggi kecuali
ditentukan lain oleh undang-undang;
Selain dapat mengeksekusi sendiri haria jaminan, keistimewaan lain
dari pemegang hak jaminan (separatis) adalah bahwa Kreditur
separatis tersebut lebih tinggi kedudukannya dari hak-hak terdahulu
lainnya, kecuali undang-undang menentukan sebaliknya (Pasal 1134
ayat (2) KUH Perdata);
Apakah ada undang-undang yang menentukan sebaliknya. Memang
ada. Cont oh dari undang-undang yang menentukan bahwa ada
Kreditur lain yang kedudukannya lebih tinggi dari Kreditur
pemegang hak jaminan adalah sebagai berikut :
a. . . . .
b. Pasal 21 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994 Tentang
Perpajakan ;
Bahwa hutang pajak lebih tinggi kedudukannya dari hutang lain,
termasuk hutang dengan hak jaminan.
c. . . . . "
3. Eliana Tansah, SH., di dalam Seminar Nasional Kepailitan USAID In
ACCE Project & AKPI Materi III berjudul Kedudukan Tagihan Buruh,
Tagihan Pajak versus Kedudukan Kreditur Separatis dalam Kepailitan
Perusahaan menyatakan bahwa:





Hal. 44 dari 40 hal. Put. No. 94
PK/Pdt. Sus/2011
Dari lima golongan Kreditur yang telah disebutkan di atas, berdasarkan
Pasal 1134 ayat 2 jo. Pasal 1137 KUH Perdata dan Pasal 21 UU KUP,
piutang pajak mempunyai kedudukan di atas Kreditur Separatis
mengeksekusi obyek jaminan kebendaannya berdasarkan Pasal 55 ayat
(1) UU Kepai l i t a n . . . " ;
4. Bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas sangat jelas dan terbukti
bahwa putusan judex juris terdapat kekeliruan yang nyata, karena
seandainya pun benar (quod non) aset dalam perkara a quo merupakan
milik pribadi Direksi dan pemegang saham PT Skycamping Indonesia,
maka berdasarkan ketentuan Pasal 21 ayat (1) dan ayat (3) UU KUP,
Pasal 19 ayat (6) UU PPSP, Pasal 1137 KUH Perdata, dan Undang-
Undang Hak Tanggungan, Pasal 1134 KUH Perdata, serta Pasal 60 UU
Kepailitan dan PKPU, menentukan bahwa para Pemohon Peninjauan
Kembali mempunyai hak mendahulu atas hasil penjualan hak tanggungan
yang dimiliki oleh Turut Termohon Peninjauan Kembali;
G. Bahwa pertimbangan Hakim Agung Prof. Dr. Takdir
Rahmadi, SH., LL.M. telah benar dan tepat, karena
berlandaskan pada ketentuan-ketentuan yang relevan
dalam perkara a quo.
1. Bahwa pertimbangan Hakim Agung Prof. Dr. Takdir Rahmadi, SH.,
LL.M., pada halaman 55 alinea 1 dalam putusan Nomor 429
K/Pdt.Sus/2010, menyatakan bahwa:
Menimbang, bahwa dalam musyawarah Majelis Hakim Agung terdapat
perbedaan pendapat (Dissenting Opinion) dari Anggota Majelis yaitu
(Prof. Dr. Takdir Rahmadi, SH., LL.M.,) selaku Pembaca II, bahwa
alasan-alasan kasasi tersebut dapat dibenarkan dengan pertimbangan
sebagai berikut :



Hal. 45 dari 40 hal. Put. No. 94
PK/Pdt. Sus/2011
Bahwa judex facti salah menerapkan hukum, karena
judex facti dalam mengadili perkara kepailitan atau
sengketa perdata pada umumnya tidak dibenarkan jika
hanya mendasarkan pertimbangan dan putusannya pada
undang-undang di bidang perdata dalam perkara a quo,
Undang-Undang No. 37 Tahun 2004, tetapi juga harus
melihat dan memahami undang-undang lainnya yang
relevan. Dalam perkara a quo undang-undang lainnya
yang relevan adalah undang-undang di bidang
perpajakan, antara lain, Undang-Undang No. 16 Tahun
2009 (UU KUP) yang menjadi dasar hukum bagi
negara untuk menghasilkan pendapatan dalam rangka
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh bangsa
Indonesia ;
- Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 mengenai
Kreditur Konkuren, Kreditur Separatis dan Kreditur
Preferen (yang diistimewakan). Kreditur Preferen
memiliki kedudukan lebih tinggi daripada Kreditur
Separatis, yaitu Kreditur pemegang hak tanggungan
(Pasal 60 ayat 92) Undang-Undang No. 37 Tahun
2004). Kreditur Preferen selain mereka atau pihak-
pihak yang disebut dalam Pasal 1139 dan Pasal 1149
KUH Perdata adalah juga yang disebut dalam Undang-
Undang No. 16 Tahun 2009 (UU KUP), yaitu antara
lain, Pasal 21 ayat (3) yang berbunyi :




Hal. 46 dari 40 hal. Put. No. 94
PK/Pdt. Sus/2011

Pasal 21 avat (3)
"Hak mendahulu untuk tagihan pajak melebihi segala hak mendahulu
lainnya kecuali terhadap :
a. Biaya perkara yang semata-mata disebabkan suatu penghukuman
untuk melelang suatu barang bergerak dan/atau barang tidak
bergerak ;
b. Biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang
dimaksud;
- Bahwa judex facti juga telah salah menerapkan hukum,
terutama hukum pembuktian karena menerima begitu
saja dalil Kurator yang menyatakan bahwa para
Pemohon Kasasi yang mewakili instansi pajak telah
melakukan penarikan data tagihan. Para Pemohon
Kasasi membantah dalil Kurator itu dan tidak ada bukti
yang diajukan Kurator untuk mendukung dalilnya itu.
Oleh karenanya dalil Kurator tentang penarikan data
tagihan tidak dapat diterima karena tidak di dukung
bukti;
- Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, Mahkamah
Agung cukup alasan untuk mengabulkan permohonan
kasasi dari Pemohon Kasasi tersebut" ;
2. Bahwa pertimbangan Hakim Agung tersebut telah sejalan dengan dasar
dan tujuan pembentukan Undang-Undang No. 37 tahun 2004 tentang
Kepailitan dan PKPU, sebagaimana terurai dalam Penjelasan Umum
tentang Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang, yang menyatakan bahwa :



Hal. 47 dari 40 hal. Put. No. 94
PK/Pdt. Sus/2011
"Ada beberapa faktor perlunya pengaturan mengenai kepailitan dan
penundaan kewajiban pembayaran utang :
Pertama, untuk menghindari perebutan harta Debitur apabila dalam
waktu yang sama ada beberapa Kreditur yang menagih piutangnya dari
Debitur;
Kedua, untuk menghindari adanya Kreditur pemegang hak jaminan
kebendaan yang menuntut haknya dengan cara menjual barang milik
Debitur tanpa memperhatikan kepentingan Debitur atau para Kreditur
lainnya;
Ketiga, untuk menghindari adanya kecurangan-kecurangan yang
dilakukan oleh salah seorang Kreditur atau Debitur sendiri. Misalnya,
Debitur berusaha untuk memberi keuntungan kepada seorang atau
beberapa orang Kreditur tertentu sehingga Kreditur lainnya dirugikan,
atau adanya perbuatan curang dari Debitur untuk melarikan semua harta
kekayaannya dengan maksud untuk
melepaskan tanggungjawabnya terhadap para Kreditur";
"Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang ini didasarkan pada beberapa asas. Asas-asas tersebut
antara lain adalah :
1) Asas Keseimbangan
Undang-Undang ini mengatur beberapa ketentuan yang merupakan
perwujudan dari asas keseimbangan, yaitu di satu pihak, terdapat
ketentuan yang dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan
lembaga kepailitan oleh Debitur yang tidak jujur, di lain pihak, terdapat
ketentuan yang dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan
lembaga kepailitan oleh Kreditur yang tidak beritikad baik ;
2) Asas Kelangsungan Usaha
Dalam undang-undang ini, terdapat ketentuan yang memungkinkan
perusahaan Debitur yang prospektif tetap dilangsungkan;

Hal. 48 dari 40 hal. Put. No. 94
PK/Pdt. Sus/2011
3) Asas Keadilan
Dalam kepailitan asas keadilan mengandung pengertian, bahwa
ketentuan mengenai kepailitan dapat memenuhi rasa keadilan bagi para
pihak yang berkepentingan. Asas keadilan ini untuk mencegah
terjadinya kesewenang-wenangan pihak penagih yang mengusahakan
pembayaran atas tagihan masing-masing terhadap Debitur, dengan tidak
mempedulikan Kreditur lainnya;
4) Asas Integrasi
Asas integrasi dalam undang-undang ini mengandung pengertian bahwa
sistem hukum formil dan hukum materillnya merupakan satu kesatuan
yang utuh dari sistem hukum perdata dan hukum acara perdata
nasional" ;
Berdasarkan asas integrasi tersebut di atas, maka terhadap hal-hal yang belum
diatur atau tidak cukup diatur dalamUU Kepailitan dan PKPU maka
seharusnya juga melihat dan memahami undang-undang lainnya yang relevan
terutama terkait dengan hak mendahulu negara atas pajak.
H. Bahwa keliru pertimbangan judex juris dalam putusan
Mahkamah Agung RI Nomor 429 K/Pdt.Sus/2010
tanggal 29 Juni 2010 mengenai telah ditariknya seIuruh
data tagihan KPP Pratama Cibinong.
1. Bahwa keliru pertimbangan hukum judex juris dalam putusan Mahkamah
Agung RI Nomor 429 K/Pdt.Sus/2010 halaman 55 yang menyatakan
sebagai berikut:
". . . Bahwa terhadap Pemohon Kasasi II (KPP Pratama Cibinong),
karena berdasarkan bukti bertanda T.2 berupa Daftar Hutang PT.
Skycamping Indonesia (dalam pailit) tersebut yang diwakili oleh
pegawainya A. Salim Leo, sehingga dalam revisi Daftar Pembagian
Tahap Pertama kepada Kreditur Separatis didahulukan/diistimewakan


Hal. 49 dari 40 hal. Put. No. 94
PK/Pdt. Sus/2011
PT. Skycamping Indonesia (dalam pailit) tanggal 7 September 2009 yang
dibuat oleh Tim Kurator KPP Cibinong tidak termasuk di dalamnya,
namun KPP Cibinong tersebut terhadap pembagian berikutnya masuk
sebagai Kreditor . . . " ;
2. Bahwa keliru pertimbangan tersebut di atas karena Pemohon Peninjauan
Kembali II in casu KPP Pratama Cibinong tidak pernah mengajukan
penarikan tagihan atau menugaskan pegawai untuk melakukan penarikan
data tagihan PT. SkyCamping Indonesia ;
3. Bahwa dalam rapat verifikasi maupun persidangan renvo I prosedur,
Pemohon Peninjauan Kembali telah berulang kali menegaskan tidak
pernah ada penarikan tagihan dan Termohon Peninjauan Kembali tidak
dapat membuktikan bahwa Sdr. A. Salim Leo telah melakukan penarikan
data tagihan terhadap PT. Sky Camping Indonesia Seandainya pun Sdr.
A. Salim Leo telah melakukan tindakan tersebut, maka hal tersebut
dilakukan tanpa seijin dan sepengetahuan dari Pemohon Peninjauan
Kembali II dan terhadap tindakan A. Salim Leo tersebut jelas tidak
mewakili kepentingan Pemohon Peninjauan Kembali II, sehingga sudah
sepantasnya apabila Hakim Agung yang memeriksa perkara peninjauan
kembali a quo mempertimbangkan tagihan pajak dari para Pemohon
Peninjauan Kembali ;
4. Bahwa selain itu, apabila Hakim Agung yang memberikan pertimbangan
sebagaimana diuraikan di atas mengabaikan bantahan Pemohon
Peninjauan Kembali II yang menyatakan tidak pernah melakukan
penarikan tagihan, maka seharusnya judex juris juga tidak menerima
begitu saja dalil Terrmohon Peninjauan Kembali tanpa mendasarkan
pada bukti yang mendukung tindakan Sdr A. Salim Leo tersebut ;




Hal. 50 dari 40 hal. Put. No. 94
PK/Pdt. Sus/2011
5. Hal ini sesuai juga dengan pertimbangan hukum Anggota Majelis Hakim
Agung Prof. Dr. Takdir Rahmadi, SH., LL.M., yang memeriksa perkara
kasasi dalam putusan No. 429 K/Pdt.Sus/2010 halaman 56 yang
diantaranya menyatakan sebagai berikut:
"Bahwa judex facti juga telah salah menerapkan hukum, terutama hukum
pembuktian karena menerima begitu saja dalil Kurator yang menyatakan
bahwa para Pemohon Kasasi yang mewakili instansi pajak telah
melakukan penarikan data tagihan. Para Pemohon Kasasi membantah
dalil Kurator itu dan tidak ada bukti yang diajukan kurator untuk
mendukung dalilnya itu. Oleh karenanya dalil kurator tentang penarikan
data tagihan tidak dapat diterima karena tidak didukung bukti" ;
6. Bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, telah keliru pertimbangan
judex juris mengenai telah ditariknya seluruh data tagihan KPP Pratama
Cibinong;
Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas, sangatlah jelas bahwa novum yang
disampaikan para Pemohon Peninjauan Kembali dapat membuktikan bahwa aset
dalam perkara a quo merupakan aset/aktiva tetap PT Skycamping Indonesia
(dalam pailit) sehingga dapat membuktikan adanya kekeliruan dalam putusan
Majelis Hakim Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 429
K/Pdt.Sus/2010 tanggal 29 Juni 2010 jo. No. 01/Pembatalan Perjanjian
Perdamaian/2008/PN.Niaga.Jkt.Pst. tanggal 29 Maret 2010;
Bahwa selain itu, juga dapat dibuktik an secara jelas bahwa dalam putusan Majelis
Hakim Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 429 K/Pdt.Sus/2010
tanggal 29 Juni 2010 jo No. 01/Pembatalan Perjanjian
Perdamaian/2008/PN.Niaga.Jkt.Pst. tanggal 29 Maret 2010 terdapat kekeliruan
yang nyata dalam menerapkan ketentuan Pasal 21 ayat (1) dan ayat UU KUP jo.
Pasal 19 ayat (6) UU PPSP;


Hal. 51 dari 40 hal. Put. No. 94
PK/Pdt. Sus/2011
Menimbang, bahwa terhadap alasan- alasan peninjauan kembali
tersebut Mahkamah Agung berpendapat :
Bahwa alasan-alasan peninjauan kembali tentang adanya bukti baru tidak
dapat dibenarkan, dengan alasan :
- Bahwa bukti-bukti PK-I s/d PK-4 tersebut tidak
bersifat menentukan, karena bukti-bukti tersebut
tidak dapat membuktikan bahwa hak tanggungan
dari PT. Skycamping Indonesia termasuk dalam
budel pailit;
- Bahwa judex facti dan judex juris telah
mempertimbangkan bahwa hak tanggungan yang
dibebankan oleh PT BNI kepada PT. Skycamping
Indonesia bukan termasuk dalam budel pailit ;
Bahwa alasan-alasan peninjauan kembali tentang adanya kekhilafan atau
kekeliruan yang nyata tidak dapat dibenarkan karena telah dipertimbangkan
bahwa obyek jaminan bukan termasuk budel pailit dan Kreditur Separatis
mempunyai hak untuk didahulukan; lagi pula alasan-alasan tersebut hanya bersifat
perbedaan penilaian hasil pemeriksaan di persidangan dan bukan merupakan
alasan peninjauan kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf a s/d f
Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 sebagaimana diubah dengan Undang-
Undang No. 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang No. 3
Tahun 2009;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut, maka permohonan
peninjauan kembali yang diajukan oleh para Pemohon Peninjauan Kembali: KPP
PRATAMA JAKARTA CEMPAKA PUTIH dan kawan tersebut adalah tidak
beralasan, sehingga harus ditolak ;



Hal. 52 dari 40 hal. Put. No. 94
PK/Pdt. Sus/2011
Menimbang, bahwa karena permohonan peninjauan kembali ditolak, maka
para Pemohon Peninjauan Kembali dihukum untuk membayar biaya perkara
dalam pemeriksaan peninjauan kembali ini ;
Memperhatikan Undang-undang No. 37 Tahun 2004, Undang-Undang No.
48 Tahun 2009, Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan
Undang-Undang No. 3 Tahun 2009, serta peraturan perundang-undangan lain
yang bersangkutan ;

MENGADILI
Menolak permohonan peninjauan kembali dari para Pemohon Peninjauan
Kembali : 1. KPP PRATAMA JAKARTA CEMPAKA PUTIH, 2. KPP
PRATAMA CIBINONG tersebut ;
Menghukum para Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya
perkara dalam pemeriksaan peninjauan kembali ini sebesar Rp. 10.000.000,-
(sepuluh juta rupiah) ;
Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung
pada hari Selasa tanggal 19 Juli 2011 oleh DR. HARIFIN A. TUMPA, SH., MH.,
Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua
Majelis, I MADE TARA, SH., dan PROF. DR. H. MUCHSIN, SH., Hakim-hakim
Agung sebagai Anggota dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada
hari itu juga oleh Ketua Majelis dengan dihadiri oleh Anggota-anggota tersebut
dan dibantu oleh PRI PAMBUDI TEGUH, SH., MH., Panitera Pengganti dengan
tidak dihadiri oleh kedua belah pihak.

Anggota-anggota,
Ttd./ I MADE TARA, SH.,



Ketua Majelis,
DR. HARIFIN A. TUMPA, SH., MH.,



Hal. 52 dari 40 hal. Put. No. 94
PK/Pdt. Sus/2011
Biaya-biaya:
Panitera Pengganti
1. Materai .. Rp. 6.000,-
Ttd./
2. Redaksi ... Rp. 5.000,- PRI PAMBUDI
Teguh, SH., MH.,
3. Administrasi peninjauan
Kembali Rp. 9.989.000,- +
Jumlah .. Rp. 10.000.000,-

Oleh karena Hakim Agung Prof. Dr. H. Muchsin, SH. sebagai
Anggota/Pembaca II telah meninggal dunia pada hari Minggu, tanggal 04
September 2011, maka putusan ini ditandatangani oleh Ketua
Majelis/Pembaca III Dr. Harifin A. Tumpa, SH., MH., dan Hakim
Agung/Pembaca I I Made Tara, SH.

Jakarta, 29 September 2011
Ketua Mahkamah Agung R.I.
Ttd./ DR. HARIFIN A. TUMPA,
SH., MH.,



Untuk Salinan
MAHKAMAH AGUNG R.I
A.N. PANITERA
PANITERA MUDA PERDATA KHUSUS
RAHMI MULYATI, SH. MH.
NIP: 040.049.629

Anda mungkin juga menyukai