Anda di halaman 1dari 5

(4983 Views) May 9, 2013 10:21 pm | Published by Redaksi | No comment

Oleh : al Ustadz Saifudin Zuhri, Lc.


Maasyiral muslimin rahimakumullah,


Segala puji bagi Allah Subhanahu wataala yang telah menetapkan keutamaan yang besar bagi
hamba-hamba yang dikehendaki-Nya. Kami memuji dan bersyukur kepada-Mu, ya Allah, atas
kenikmatan bertemu dengan bulan Ramadhan, lebih-lebih pada sepuluh hari terakhir di bulan yang
mulia ini. Saya bersaksi bahwa tidak ada yang berhak untuk diibadahi dengan benar selain
AllahSubhanahu wataala semata, serta saya bersaksi bahwa Nabi Muhammad Shallallahu alaihi
wasallam adalah hamba dan utusan-Nya.
Shalawat dan salam semoga senantiasa Allah Subhanahu wataala curahkan kepada beliau, keluarga,
para sahabat, dan kaum muslimin yang bersungguh-sungguh dalam mengikuti jalannya.
Hadirin rahimakumullah,
Marilah kita bertakwa kepada Allah Subhanahu wataala dengan sebenar-benar takwa. Dengan
bertakwa, seseorang akan ditinggikan derajatnya dan menjadi hamba yang mulia di sisi-Nya. Oleh
karena itu, marilah kita mewujudkan ketakwaan dalam hati kita dengan senantiasa menjalankan
perintah-perintah-Nya dan menjauhi seluruh larangan-Nya.
Jamaah jumah rahimakumullah,
Seakan-akan baru saja kita bertemu dengan awal bulan yang mulia ini, ternyata sekarang kita sudah
mendekati pengujung bulan yang penuh kebaikan ini. Hari-hari yang penuh dengan keutamaan ini
akan terus berjalan meninggalkan kita serta akan menjadi saksi di hadapan Allah Subhanahu
wataala atas seluruh amalan dan perbuatan kita.
Hadirin rahimakumullah,
Di antara ibadah yang sangat dianjurkan untuk dilakukan pada sepuluh hari yang terakhir di bulan
yang mulia ini adalah itikaf. Sebab, demikianlah yang dicontohkan oleh Nabi Shallallahu alaihi
wasallam sebagaimana disebutkan dalam hadits,

Dahulu Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam beritikaf pada sepuluh hari yang terakhir dari bulan
Ramadhan. (HR. al-Bukhari)
Itikaf adalah menetap secara terus-menerus di dalam masjid untuk beribadah dan mendekatkan diri
kepada Allah Subhanahu wataala. Itikaf ini bisa dilakukan di setiap masjid yang ditegakkan di
dalamnya shalat berjamaah dan lebih utama jika ditegakkan pula shalat Jumat.
Jamaah jumah rahimakumullah,
Sungguh menakjubkan keadaan orang yang beritikaf. Hari-harinya dipenuhi dengan menyendiri dari
manusia untuk berhubungan dengan Yang Mahakuasa. Dia tinggalkan kesibukan dunianya untuk
menjalankan ketaatan kepada Allah Subhanahu wataala. Dia tidak keluar dari masjid selain untuk
keperluan yang harus dilakukan, seperti bersuci, buang hajat, dan semisalnya; atau untuk makan dan
minum kalau tidak ada yang menyediakannya di masjid. Bahkan, dia tidak keluar untuk menjenguk
orang sakit atau bertakziah dan mengiringi jenazah.
Dia sibukkan dirinya dengan berzikir, berdoa, shalat, dan ibadah lainnya. Adapun yang dilakukan oleh
sebagian orang, yaitu banyak ngobrol dengan orang lain ketika itikaf, hal ini tidak tepat.
Hadirin rahimakumullah,
Perlu diketahui pula, seseorang tidak boleh meninggalkan tugas yang telah menjadi kewajibannya -
para pegawai misalnya- untuk menjalankan itikaf. Sebab, menjalankan amanat adalah perkara yang
wajib, maka tidak boleh dikalahkan dengan itikaf yang hukumnya sunnah. Meski demikian, dia bisa
memperbanyak tinggal di masjid untuk beribadah, karena ketaatan di bulan ini lebih tinggi nilainya
daripada ketaatan di bulan lainnya.
Oleh karena itu, semestinya setiap orang berusaha meningkatkan amal ibadahnya, lebih-lebih pada
sepuluh hari yang terakhir. Hal ini sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi
wasallam, sebagaimana dalam hadits,

Sesungguhnya Nabi Shallallahu alaihi wasallam bersungguh-sungguh beribadah pada sepuluh hari
yang terakhir tidak seperti pada hari-hari yang lainnya. (HR. Muslim)
Di antara sebab ditingkatkannya ibadah pada sepuluh hari yang terakhir adalah karena saat itu
ada malam yang disebut lailatul qadar. Malam yang penuh dengan kebaikan bagi orang-orang yang
mengisinya dengan ketaatan. Malam yang seluruh malaikat secara bertahap turun dari tempatnya di
langit menuju bumi ini. Malam yang amalan seseorang di malam tersebut setara dengan amalan yang
dilakukan lebih dari seribu bulan. Allah Subhanahu wataala berfirman,

)(

)(

)(

Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (al-Quran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu,
apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan. Pada malam itu
turun malaikat-malaikat dan Malaikat Jibril dengan izin Rabbnya untuk mengatur segala urusan. (al-
Qadr: 1-4)
Sungguh beruntung orang-orang yang bisa memanfaatkan kesempatan yang mulia ini dengan
berbagai amal saleh. Ia bisa meraih keuntungan yang berlipat-lipat. Kabar gembira bagi mereka
dengan ucapan yang dikatakan kepada penduduk surga, sebagaimana firman Allah Subhanahu
wataala,

(Dikatakan kepada mereka penduduk surga), Makan dan minumlah dengan penuh kenikmatan
sebagai balasan dari apa yang telah kamu kerjakan(waktu di dunia). (ath-Thur: 19)
Sungguh, kerugian yang besar bagi orang-orang yang tetap di atas kemaksiatan-kemaksiatannya
selama bulan Ramadhan. Sebab, kemaksiatan di bulan Ramadhan yang mulia tidak sama dengan
kemaksiatan yang dilakukan di luar Ramadhan, meskipun kemaksiatan tidak boleh dilakukan kapan
pun dan di bulan apa pun. Hanya saja, kemaksiatan di bulan ini menunjukkan ketidakpedulian
seseorang terhadap dirinya dan jeleknya akhlak orang yang melakukannya.
Oleh karena itu, marilah kita jadikan bulan yang mulia ini sebagai saat untuk bertobat kepada
AllahSubhanahu wataala dan memulai lembaran baru dengan amalan-amalan saleh dan ketakwaan
kepada-Nya. Ingatlah sabda Nabi Shallallahu alaihi wasallam,

Sangatlah merugi orang yang berjumpa dengan bulan Ramadhan, namun berpisah sebelum
diampuni dosa-dosanya. (HR. Ahmad dan at-Tirmidzi, beliau mengatakan, Hadits hasan gharib.)
Maka dari itu, di atas mimbar ini, kami mengajak diri kami dan kaum muslimin yang masih terjatuh
pada dosa-dosa besar untuk bertobat kepada Allah Subhanahu wataala; yang durhaka kepada orang
tua untuk berbakti kepada orang tuanya; yang memutus silaturahmi untuk menyambung kembali
silaturahmi dengan kerabatnya; yang meninggalkan shalat berjamaah untuk segera memperbaiki
keadaannya.
Apalagi yang masih terjatuh pada dosa besar yang paling besar, seperti perbuatan menyembelih
untuk dipersembahkan kepada selain Allah Subhanahu wataala, yang diistilahkan dengan sedekah
bumi atau sedekah laut, membenarkan perkataan para dukun atau peramal, serta mengeramatkan
kuburan dan menjadikan orang yang dimakamkan sebagai perantara untuk meminta kepada
AllahSubhanahu wataala, dan lain sebagainya.
Bertobatlah kepada Allah Subhanahu wataala, pelajarilah agama ini dengan benar. Janganlah
mengikuti ucapan setiap orang yang berbicara tentang agama ini sedangkan kita belum yakin tentang
dasar pijakannya. Allah Subhanahu wataala berfirman,

Wahai orang-orang yang beriman, bertobatlah kepada Allah dengan tobat nasuha (tobat yang
semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabb kalian akan menghapus kesalahan-kesalahan kalian dan
memasukkan kalian ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. (at-Tahrim: 8)
Hadirin rahimakumullah,
Marilah kita tutup bulan Ramadhan ini dengan akhir yang baik. Sebab, sebagaimana amalan itu akan
dibalas sesuai dengan niatnya, amalan juga tergantung bagaimana penutupannya. Maka dari itu,
marilah kita terus melakukan amalan ibadah yang selalu kita amalkan sejak awal hingga akhir
Ramadhan.
Bahkan, setelah berakhirnya bulan ini pun tidak berarti kita berhenti beramal saleh. Istiqamahlah
dalam menjalankan shalat tarawih berjamaah sampai akhir Ramadhan ini untuk mendapatkan apa
yang disabdakan oleh Nabi Shallallahu alaihi wasallam,
.

Sesungguhnya barang siapa yang shalat (tarawih) bersama imam sampai selesai (salam), akan
ditulis baginya pahala orang yang shalat semalam penuh. ( HR. Ahlus Sunan dan dinyatakan sahih
oleh asy-Syaikh al-Albani)
Begitu pula istiqamahlah dalam menjalankan puasa dan membaca al-Quran, apalagi shalat lima
waktu secara berjamaah. Nabi Shallallahu alaihi wasallam bersabda,

Puasa dan al-Quran akan memberikan syafaat kepada seorang hamba pada hari kiamat. Puasa akan
berkata, Wahai Rabb, aku telah mencegah dia dari makan dan syahwat, maka izinkanlah aku
memberikan syafaat untuknya. Al-Quran juga berkata, Aku mencegah dia dari tidur di malam hari,
maka izinkanlah aku memberikan syafaat untuknya. Rasulullah Shallallahu alaihi wasallambersabda,
Keduanya (yaitu puasa dan al-Quran) pun memberikan syafaat (kepada si hamba). (HR.
Ahmad, dinyatakan sahih oleh asy-Syaikh al-Albani)
Akhirnya, mudah-mudahan Allah Subhanahu wataala memberikan taufik-Nya kepada kita semua dan
menerima seluruh amalan kita.
Khutbah Kedua

Maasyiral muslimin rahimakumullah,


Perlu diketahui, sekarang kita berada pada sebaik-baik hari di bulan Ramadhan. Kita telah berada
pada sepuluh terakhir di bulan yang istimewa ini. Barang siapa bersungguh-sungguh sejak awal bulan
Ramadhan, lanjutkanlah dan tingkatkanlah amal salehnya untuk mendapatkan keberuntungan yang
berlipat-lipat. Barang siapa sebaliknya, segeralah bertobat dan segera menyusul berlomba-lomba
untuk beramal saleh.8800
Hadirin rahimakumullah,
Pada akhir bulan Ramadhan ini juga ada kewajiban besar yang harus diperhatikan oleh kita semua,
yaitu kewajiban mengeluarkan zakat fitrah. Zakat ini berupa makanan pokok sebanyak satu sha atau
sekitar tiga kilogram, diberikan kepada yang berhak menerimanya sebelum shalat ied, atau boleh
pula satu-dua hari sebelumnya. Disebutkan dalam hadits dari Abu Said al-Khudri radhiyallahu anhu,
dia berkata,


Dahulu di saat Rasulullah bersama kami, kami mengeluarkan zakat fitrah atas anak kecil maupun
orang dewasa, baik yang merdeka maupun budak, sejumlah satu sha dari makanan (pokok). (HR.
Muslim)
Hadits ini menunjukkan tidak bolehnya mengeluarkan zakat fitrah kepada yang menerimanya dalam
bentuk uang, karena demikianlah yang dilakukan di masa Nabi Shallallahu alaihi wasallam dan pada
waktu itu sudah ada alat tukar yang berfungsi seperti uang di masa ini. Maka dari itu, janganlah kita
menyelisihi suri teladan kita dalam menjalankan ibadah kepada Allah Subhanahu wataala.
Di samping itu, zakat fitrah ini harus benar-benar diberikan kepada yang berhak menerimanya, yaitu
fakir miskin. Sebagaimana ditunjukkan oleh al-Quran dan hadits, zakat fitrah dan zakat mal ini tidak
boleh digunakan untuk pembangunan masjid, madrasah, pondok pesantren, atau kegiatan-kegiatan
dakwah atau sosial yang diselenggarakan oleh organisasi-organisasi atau yayasan-yayasan. Zakat
harus diberikan kepada yang berhak sebagaimana telah diatur oleh syariat.
Jamaah jumah rahimakumullah,
Di antara amalan yang sangat ditekankan -bahkan dikatakan wajib oleh sebagian para ulama-adalah
melakukan shalat Ied setelah keluar dari bulan Ramadhan, yaitu hari pertama bulan Syawal. Karena
itu, kaum muslimin baik laki-laki maupun perempuan janganlah meninggalkan amalan yang besar ini.
Namun, perlu diketahui bahwasanya shalat Iedul Fitri adalah amalan yang bersifat jamai (bersama-
sama) dan cara menetapkannya ditentukan oleh syariat. Maka dari itu sudah semestinya bagi seluruh
kaum muslimin di negeri ini untuk tidak berselisih atau membuat aturan baru dalam hal
menetapkannya.
Tidak sepantasnya bagi siapa pun untuk menetapkan jatuhnya hari Iedul Fitri sebelum saatnya.
Untuk menjaga kebersamaan, penetapannya harus diserahkan kepada pemerintah.
Akhirnya, mudah-mudahan Allah Subhanahu wataala senantiasa menunjukkan kepada kita bahwa
yang benar adalah benar sehingga kita menjalankannya, dan menunjukkan yang salah adalah salah
sehingga kita menjauhinya.

Anda mungkin juga menyukai