Disusun untuk memenuhi tugas praktikum Radiologi Gigi dan Mulut Blok Penyakit Dentomaksilofasial II
Oleh : Kelompok C 3 1. Veda Chandrika 131610101071 2. Tira Aisah Puspasari 131610101073 3. Danarwati Budiningrum 131610101074
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS JEMBER 2014
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan berkat dan rahmatNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Radiografi Kelainan Kongenital Rongga Mulut .Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas praktikum Radiologi Gigi dan Mulut dan meningkatkan pemahaman penulis mengenai radiografi kelainan kongenital rongga mulut. Selama penulisan makalah ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan arahan, dan untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada dokter-dokter dari Bagian Radiologi FKG UNEJ atas bimbingan dan ilmu yang sangat berharga untuk penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang turut membantu dengan memberikan dukungan ide. Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, penulis mohon maaf dan juga mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat berguna bagi kita semua.
Jember, September 2014
Penulis
DAFTAR ISI Halaman sampul . Kata Pengantar ... Daftar Isi BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. Latar Belakang ................................................................................................................... i Tujuan ................................................................................................................................ i BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................... 1 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan wajah serta rongga mulut merupakan suatu proses yang sangat kompleks. Gangguan yang terjadi pada saat intra uterin terutama pada masa- masa pembentukan organ, bisa menyebabkan timbulnya kelainan bawaan atau kelainan kongenital. Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang timbul sejak kehidupan hasiI konsepsi sel telur. Kelainan yang sering muncul adalah kelainan pada wajah. Kelainan kongenital dapat merupakan sebab penting terjadinya abortus, lahir mati atau kematian segera setelah lahir. Untuk kejadian abnormal kehamilan pada regio kraniofasial umumnya terdiri atas kelainan kongenital jaringan lunak dan kelainan kongenital jaringan keras. Kelainan jaringan lunak meliputi cleft lip, makroglosia, mikroglosia, ankyloglossia, dan lain-lain, sedangkan yang termasuk kelainan jaringan keras yaitu cleft palate/celah palatum, torus, agnasia, mikrognasia, dan makrognasia. (Arum Sari dan Kasim 2004) Seiring dengan perkembangan teknologi kedokteran gigi, maka pemeriksaan untuk kelainan kongenital pada rongga mulut ini menggunakan radiografi. Adapun radiografi yang dapat dipakai untuk menegakkan kelainan ini meliputi radiografi panoramik, Cephalo-roentgenograhps, Multiview vidiofluroscopy, dan CT-scan. Dalam makalah ini akan dibahas beberapa kelainan kongenital, meliputi pengertian, etiologi, manifestasi di rongga mulut serta pemeriksaan penunjang secara radiografinya. B. Tujuan Tujuan dari pembuatan makalah ini, yaitu mahasiswa mampu mengetahui, memahami, menjelaskan, dan mengkomunikasikan pengertian kelainan kongenital, manifestasi kelainan kongenital di rongga mulut, serta gambaran radiografinya.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kelainan Kongenital Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang timbul sejak kehidupan hasiI konsepsi sel telur. Kelainan kongenital dapat merupakan sebab penting terjadinya abortus, lahir mati atau kematian segera setelah lahir. Kematian bayi dalam bulan-bulan pertama kehidupannya sering diakibatkan oleh kelainan kongenital yang cukup berat, hal ini seakan-akan merupakan suatu seleksi alam terhadap kelangsungan hidup bayi yang dilahirkan. Bayi yang dilahirkan dengan kelainan kongenital besar, umumnya akan dilahirkan sebagai bayi berat lahir rendah bahkan sering pula sebagai bayi kecil untuk masa kehamilannya. Bayi berat lahir rendah dengan kelainan kongenital berat, kira-kira 20% meninggal dalam minggu pertama kehidupannya. Kelainan kongenital pada bayi baru lahir dapat berupa satu jenis kelainan saja atau dapat pula berupa beberapa kelainan kongenital secara bersamaan sebagai kelainan kongenital multipel. Kadang-kadang suatu kelainan kongenital belum ditemukan atau belum terlihat pada waktu bayi lahir, tetapi baru ditemukan beberapa waktu setelah kelahiran bayi. Sebaliknya dengan kermajuan tehnologi kedokteran,kadang- kadang suatu kelainan kongenital telah diketahui selama kehidupan fetus. Bila ditemukan satu kelainan kongenital besar pada bayi baru lahir, perlu kewaspadaan kemungkian adanya kelainan kongenital ditempat lain.
B. Etiologi Kelainan Kongenital Pertumbuhan embryonal dan fetaI dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor genetik, faktor lingkungan atau kedua faktor secara bersamaan. Beberapa faktor etiologi yang diduga dapat mempengaruhi terjadinya kelainan kongenital antara lain: a. Kelainan Genetik dan Kromosom. Kelainan genetik pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan berpengaruh atas kelainan kongenital pada anaknya. Gen normal maupun tidak normal akan dturunkan dari generasi ke generasi. Beberapa contoh kelainan kromosom autosomal trisomi 21 sebagai sindroma Down. b. Faktor mekanik Tekanan mekanik pada janin selama kehidupan intrauterin dapat menyebabkan kelainan bentuk organ tubuh hingga menimbulkan deformitas organ tersebut. c. Faktor infeksi. Infeksi yang dapat menimbulkan kelainan kongenital ialah infeksi yang terjadi pada periode organogenesis yakni dalam trimester pertama kehamilan. Infeksi pada trimester pertama di samping dapat menimbulkan kelainan kongenital dapat pula meningkatkan kemungkinan terjadinya abortus. Contoh infeksi pada trimester pertama yang dapat menimbulkan kelainan kongenital antara lain ialah infeksi virus sitomegalovirus. d. Faktor Obat Beberapa jenis obat tertentu yang diminum wanita hamil pada trimester pertama kehamilan diduga sangat erat hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital pada bayinya. Salah satu jenis obat yang telah diketahui dagat menimbulkan kelainan kongenital ialah thalidomide yang dapat mengakibatkan terjadinya fokomelia atau mikromelia. e. Faktor hormonal Faktor hormonal diduga mempunyai hubungan pula dengan kejadian kelainan kongenital. Bayi yang dilahirkan oleh ibu hipotiroidisme atau ibu penderita diabetes mellitus kemungkinan untuk mengalami gangguan pertumbuhan lebih besar bila dibandingkan dengan bayi yang normal. f. Faktor radiasi Setelah terjadi proses pembuahan, sel-sel menjadi sangat radiosensitive dan mudah rusak oleh radiasi. Sinar radiasi akan menyebabkan desrupsi dan diferensiasi jaringan.beratnya tingkat kerusakan bergantung pada dosis pemaparan radiasi. g. Faktor gizi Gizi ibu hamil terutama dalam trisemester akhir kehamilan akan mempengaruhi pertumbuhan janin. adanya defisiensi protein, vitamin A ribofIavin, folic acid, thiamin dan lain-Iain dapat meningkatkan kejadian dan kelainan kongenital.
C. Manifestasi Kelainan Kongenital di Rongga Mulut dan Gambaran Radiografi Kelainan kongenital di rongga mulut terjadi pada jaringan lunak dan jaringan kerasnya. Manifestasi kelainan ini pada jaringan lunak rongga mulut adalah gingiva (fibromatosis gingiva), lidah (makroglossia, mikroglossia, hairy tongue, tongue tie), dan bibir (cleft lip). Pada jaringan keras rongga mulut, misalnya pada gigi dan palatu. Klasifikasi kelainan kongenital pada gigi dibedakan atas 6 kelompok, yaitu kelainan gigi berdasarkan jumlah, bentuk, ukuran, pertumbuhan, dan struktur jaringannya.
Macam-macam Kelainan Pada Gigi a. Kelainan Pada Jumlah Gigi Anodonsia Anodonsia yaitu tidak dijumpainya seluruh gigi dalam rongga mulut. Anodonsia dapat terjadi pada gigi sulung maupun gigi permanen. Pada anodonsia, prosessus alveolaris tanpa adanya dukungan oleh gigi menjadi tidak berkembang membuat profil menyerupai orang yang sudah tua karena kehilangan dimensi vertical.
Gambar 1.1 Anodontia pada anak-anak (Sumber : Stuart C. White and Michael J. Pharoah. Oral Radiology Principles and Interpretation. 6 th Ed. Mosby Elsevier : St. Louis. 2009. P. 295-30)
Hipodonsia Hipodonsia yaitu tidak dijumpainya sebagian gigi dalam rongga mulut. Hipodonsia juga dapatm terjadi pada gigi sulung maupun gigi permanen. Pada gambar radiograf diatas tampak gigi insisiv lateral tidak ada (hipodonsia). Gigi yang sering mengakami hipodonsia yaitu gigi gigi insisivus lateralis atas, premolar dua bawah, premolar dua atas, molar tiga, dan insisivus sentralis bawah. Gambar 1.2 (a) gambaran klinis hipodonsia pada anak (b) gambaran radiografi hipodonsia pada anak (Sumber : Stuart C. White and Michael J. Pharoah. Oral Radiology Principles and Interpretation. 6 th Ed. Mosby Elsevier : St. Louis. 2009. P. 295-30)
Supernumerari Supernumerary teeth adalah gigi tambahan/berlebih, sehingga jumlah gigi yang terbentuk dalam rahang lebih banyak dari jumlah normal. Supernumerary teeth dapat menyebabkan susunan gigi-geligi yang terlalu berjejal atau malah dapat menghambat pertumbuhan gigi sebelahnya.
Gambar 1.3 (kiri) gambaran radiografi gigi berlebih; (kanan) gambaran klinis gigi berlebih (Sumber : Stuart C. White and Michael J. Pharoah. Oral Radiology Principles and Interpretation. 6 th Ed. Mosby Elsevier : St. Louis. 2009. P. 295-30)
Berikut ini adalah gambaran contoh pasien yang mempunyai mesiodens pada rahang bawah (supernumerary teeth):
(A) (B) (A) Gambaran klinis supernumerary teeth diantara insisivus sentral rahang bawah, yang disebut dengan mesiodens (ditunjuk anak panah). Bentuknya mirip dengan insisivus central(B) Hasil radiografi panoramik terdapat lima insisivus mandibular.
(Sumber : Dewi, Danasra Felani,dkk , September 2012, A RARE CASE OF SUPPLEMENTAL MANDIBULAR CENTRAL INCISSOR IN MIXEDDENTITION PERIOD. Academy of Primary and Preventive Dentistry, AIMST University. Vol 2 Issue 3. www.ejournalofdentistry.com, 11 September 2014.
b. Kelainan Pada Bentuk Gigi Fusi Fusi merupakan gigi yang besar (makrodonsia) dengan satu mahkota besar yang terdiri atas persatuan mahkota-mahkota dan akar-akar. Hal ini dikarenakan satu gigi dibentuk dua benih gigi yang terpisah.
Gambar 2.1 (kiri) gambaran klinis gigi anterior yang mengalami fusi pada rahang bawah; (kanan) gambaran radiografi gigi yang mengalami fusi Sumber : Stuart C. White and Michael J. Pharoah. Oral Radiology Principles and Interpretation. 6 th Ed. Mosby Elsevier : St. Louis. 2009. P. 295-30
Pada gambar radiograf nampak adanya fusi dari gigi insisivus sentralis dan lateral di kedua gigi permanen. Terdapat penurunan jumlah gigi dan peningkatan lebar massa gigi menyatu.
Geminasi Geminasi merupakan gigi yang besar karena satu benih gigi berkembang membentuk dua gigi. Geminasi merupakan anomaly yang terjadi ketika satu tooth bud mencoba untuk membelah. Hasilnya dapat berupa invaginasi mahkota dengan pembelahan sebagian atau, pada kasus yang jarang terjadi, pembelahan sempurna dari mahkota sampai akar, menghasilkan struktur yang identik. Geminasi merupakan keabnormalan pada gigi yang terjadi pada cap stage, dan faktor etiologi-nya adalah herediter. Gemination dari gigi insisivus lateralis rahang bawah menunjukkan bifurkasi dari mahkota dan ruang pulpa.
Gambar 2.2 (kiri) gambaran klinis gigi anterior yang mengalami geminasi pada rahang atas; (kanan) gambaran radiografi gigi yang mengalami geminasi pada rahang bawah (Sumber : Stuart C. White and Michael J. Pharoah. Oral Radiology Principles and Interpretation. 6 th Ed. Mosby Elsevier : St. Louis. 2009. P. 295-30)
Concrescence Terjadi ketika akar dari dua atau lebih gigi baik gigi permanen maupun gigi desidui berfusi pada sementum. Jika kondisi ini terjadi selama perkembangan, sering disebut sebagai true concrescence. Jika kondisi ini terjadi kemudian, disebut acquired concrescence. Concrescence merupakan keabnormalan gigi yang terjadi pada tahap aposisi dan maturasi, dan faktor etiologinya adalah injuri traumatic atau gigi yang crowded
Gambar 2.3 (kiri) gambaran klinis gigi molar yang mengalami concrescence; (kanan) gambaran radiografi gigi molar yang mengalami concrescence (Sumber : Stuart C. White and Michael J. Pharoah. Oral Radiology Principles and Interpretation. 6 th Ed. Mosby Elsevier : St. Louis. 2009. P. 295-30)
Dens Invaginatus Dens in dentes atau dens invaginatus berarti adanya gigi dalam gigi. Pada radiogram tampak kelainan gigi karena invaginasi enamel ke dalam lekukan yang dalam di dalam gigi. Seringkali terlihat pada daerah ceruk lingual gigi insisif kedua atas. Adanya debris dalam invaginasi membuat kerusakan pada gigi ini cenderung tidak terdeteksi. Radang periapeks merupakan indikasi pertama dari adanya proses kerusakan gigi.
Gambar 2.4 (kiri) gambaran radiografi gigi rahang atas yang mengalami dens in dentes; (kanan) gambaran klinis gigi yang mengalami dens in dentes (Sumber : Stuart C. White and Michael J. Pharoah. Oral Radiology Principles and Interpretation. 6 th Ed. Mosby Elsevier : St. Louis. 2009. P. 295-30)
Nampak adanya gambaran radiopak pada outline dens invaginatus pada insisif lateral rahang atas. The radiopaque, inverted tear-drop outline of dens invaginatus in a maxillary lateral incisor. Perhatikan posisi invaginasi pada area cingulum mahkota gigi. Dens Evaginatus Berbeda dari dens invaginatus atau dens in dente, dens evaginatus merupakan hasil dari per-tumbuhan enamel organ ke bagian luar gigi. Insisivus lateral dan premolar merupakan gigi yang paling sering terlibat, dimana caninus jarang terlibat.
A. B. Gambar 2.5 Tuberkulum oklusal dari dens evaginatus Nampak pada gigi premolar bawah (A) Radiografi periapikal menunjukkan adanya dens evaginatus pada gigi premolar (B) (Sumber : Stuart C. White and Michael J. Pharoah. Oral Radiology Principles and Interpretation. 6 th Ed. Mosby Elsevier : St. Louis. 2009. P. 295-30)
Dilaserasi Dilaserasi merupakan suatu angulasi akar yang abnormal terhadap aksis memanjang dari mahkota gigi. Umumnya deviasi angulasi terlihat sangat tajam, hamper tegak lurus. Mineralisasi gigi tetangganya sebelum gigi yang mengalami kelainan ini menjadi penyebab dilaserasi akar.
Gambar 2.6 (kiri) gambaran klinis dilaserasi akar pada molar tiga bawah; (kanan) gambaran radiografi gigi yang mengalami dilaserasi akar pada molar tiga bawah (Sumber : Stuart C. White and Michael J. Pharoah. Oral Radiology Principles and Interpretation. 6 th Ed. Mosby Elsevier : St. Louis. 2009. P. 295-30)
Taurodontisme Badan gigi yang mengalami taurodonsia memanjang dan akarnya pendek. Kamar pulpa dari gigi taurodonsia meluas dari posisi normal pada mahkota sampai panjang badan gigi yang memanjang, menyebabkan dasar pulpa yang terletak lebih ke apikal. Taurodonsia dapat terjadi pada gigi mana saja baik permanen maupun desidui. Bagaimanapun, hal ini sering terjadi pada molar dan lebih jarang terjadi pada premolar. Tampilan taurodonsia dapat terlihat pada satu gigi atau beberapa gigi.
Gambar 2.7 (kiri) gambaran klinis gigi yang mengalami taurodontisme; (kanan) gambaran radiografi gigi yang mengalami taurodontisme (Sumber : Stuart C. White and Michael J. Pharoah. Oral Radiology Principles and Interpretation. 6 th Ed. Mosby Elsevier : St. Louis. 2009. P. 295-30) Radiografi periapikal mengungkapkan ruang pulpa membesar dan furkasi apikal strategis di permanen molar pertama. c. Kelainan Pada Ukuran Gigi Mikrodonsia Mikrodonsia merupakan kelainan ukuran gigi yang menunjukkan ukuran gigi yang lebih kecil dari normal, dapat juga disertai kelainan bentuk yaitu dengan bentuk kerucut atau konus yang disebut juga conical teeth. Dari gambar radiograf rahang atas di bawah ini, tampak kelainan mikrodonsia pada gigi inisisive lateral. Gigi yang mengalami mikrodonsia berbentuk kerucut. Biasanya kelainan ini terjadi pada gigi insisivus lateral dan molar ketiga.
Gambar 3.1 (kiri) gambaran radiografi gigi anterior yang mengalami mikrodonsia; (kanan) gambaran klinis gigi anterior yang mengalami mikrodonsia (Sumber : Stuart C. White and Michael J. Pharoah. Oral Radiology Principles and Interpretation. 6 th Ed. Mosby Elsevier : St. Louis. 2009. P. 295-30) Makrodonsia Makrodonsiatia adalah gigi yang memiliki ukuran lebih besar dari normal (bisa mencapai 7,7-9,2 mm). Kelainan ini bisa mengenai semua gigi atau hanya beberapa gigi saja. Makrodonsia yang meliputi seluruh gigi sangat jarang terjadi, biasanya hanya satu gigi saja. Gambar 3.2 (kiri) gambaran klinis gigi anterior (insisivus sentral) yang mengalami makrodonsia; (kanan) gambaran radiografis gigi anterior yang mengalami makrodonsia (Sumber: Stuart C. White and Michael J. Pharoah. Oral Radiology Principles and Interpretation. 6 th Ed. Mosby Elsevier : St. Louis. 2009. P. 295-30)
d. Kelainan Pada Waktu Erupsi Gigi Gigi terpendam adalah gangguan pertumbuhan gigi dikarenakan tidak cukupnya ruangan atau posisi gigi tidak normal, biasanya terjadi pada gigi molar.
Gambar 4.1 gambaran radiografi gigi molar terpendam (Sumber : Stuart C. White and Michael J. Pharoah. Oral Radiology Principles and Interpretation. 6 th Ed. Mosby Elsevier : St. Louis. 2009. P. 295-30)
Dari gambar radiografi periapikal dibawah, dapat diketahui bahwa pada gigi molar sulung gagal mempertahankan posisinya akibat dari pertumbuhan gigi disebelahnya sehingga posisi gigi molar sulung tidak mencapai posisi oklusal normal. e. Kelainan Pada Struktur Jaringan Gigi Amelogenesis Imperfekta Amelogenesis imperfect (AI) adalah kelainan pada enamel, dimana terjadi ketidaksempurnaan dalam pembentukan enamel. Dalam hal ini dentin dan pulpa normal. Kelainan ini dapat ditemukan dalam tiga tipe, yaitu hipolasia, hipokalsifikasi, dan hipomaturasi. Berikut ini adalah perbedaan gambaran klinis dari ketiga type amelogenesis imperfect.
Gambar 5.1.1 adalah gambaran klinis dari hypoplasia enamel (a,b,c,d); gambaran klinis dari hipokalsifikasi enamel (e,f); gambaran klinis dari hipomaturasi enamel (g,h) Sumber : http://tikathedentist.blogspot.com/2011/01/amelogenesis-imperfecta.html a.1 Hipoplasia Enamel Hipoplasia enamel adalah defek sempurna pada email yang menghasilkan cacat menyeluruh atau perubahan dalam bentuk. Hipoplasia enamel dapat terjadi pada gigi desidui maupun gigi tetap. Gigi yang mengalami enamel hipoplasia memiliki struktur enamel yang lebih lunak dibanding dengan enamel normal sehingga gambaran radiografinya menunjukan enamel yang tinggal selapis tipis
Gambar 5.1 gambaran radiografis gigi molar yang mengalami hypoplasia enamel (Sumber : Stuart C. White and Michael J. Pharoah. Oral Radiology Principles and Interpretation. 6 th Ed. Mosby Elsevier : St. Louis. 2009. P. 295-30)
a.2 hipokalsifikasi Ketebalan enamel bisa makin menipis akibat terjadinya abrasi, biasanya terjadi penumpukan kalkulus berlebih. Pada gambaran radiograf, ketebalan enamel bisa menyamai dentin. Gambaran radiografi menunjukan bahwa enamel lebih radiolusen dibanding dentin.
Gambar 5.2gambaran radiogradi gigi yang mengalami hipokalsifikasi pada enamel (Sumber : Stuart C. White and Michael J. Pharoah. Oral Radiology Principles and Interpretation. 6 th Ed. Mosby Elsevier : St. Louis. 2009. P. 295-30) a.3 hipomaturasi. Ketebalan enamel dalam bentuk dan ukuran masih normal. Secara radiografis enamelnya kelihatan lebih radiolusen daripada enamel gigi normal Hal ini disebabkan pada hipomaturasi enamel masih belum sempurna proses pematangannya sehingga enamel kelihatan lunak dan mudah abrasi. Selain itu kepadatan enamel sama dengan dentin.
Sumber : Evalyne MD Pane Ameologenesis imperfekta 20020 USU E-Repository 2008 Dentinogenesis Imperfekta Dentinogenesis imperfekta merupakan kelainan kongenital yang mengenai perkembangan dari dentin. Berdasarkan keterlibatan sistemiknya diklasifikasikan menjadi tiga tipe, yaitu Tipe Shields I, Tipe Shields II, dan Tipe Shields III. 2. Dentinogenesis Imperfekta. Pada kelainan dentinogenesis imperfecta, email terbentuk normal namun dentin kurang mineralisasi sehingga gigi tampak kebiru-biruan, merah, akar pendek berliku-liku, dapat obliterasi, email dapat pecah karena sokongan dentin yang lemah, dentin cepat abrasi, erosi, dan akar terlihat.
Gambar 5.2 Gambaran radiografis gigi yang mengalami dentinogenesis imperfect (Sumber : Stuart C. White and Michael J. Pharoah. Oral Radiology Principles and Interpretation. 6 th Ed. Mosby Elsevier : St. Louis. 2009. P. 295-30)
Displasia dentin Dentin dysplasia merupakan kelainan dalam pembentukan dari dentin. Kelainan ini biasanya diturunkan sebagai suatu sifat gen autosomal yang dominan baik pada gigi sulung maupun gigi permanen dan merupakan kelainan genetikEtiologi, yaitu genetik, autosomal dominan yang menyerupai dentigonesis imperfect namun lebih jarang kasusnya. Gambaran klinis dari kelainan ini warna gigi biru-kecoklatan, translusen.
Gambar 5.4 gambaran radiografis gigi yang mengalami dysplasia enamel (Sumber : Stuart C. White and Michael J. Pharoah. Oral Radiology Principles and Interpretation. 6 th Ed. Mosby Elsevier : St. Louis. 2009. P. 295-30) Kelainan Pada Palatum a. Cleft palate Cleft palate adalah suatu kelainan bawaan yang terjadi pada jaringan keras palatum sehingga terbentuk celah pada palatum. Kerusakan pada daerah lantai hidung, hanya pada daerah lateral sampai midline dan terjadi secara bilateral. Biasanya meluas ke daerah anterior.
Gambar 2.1 gambaran radiografi Cleft Palate ( Sumber : Stuart C. White and Michael J. Pharoah. Oral Radiology Principles and Interpretation. 6 th Ed. Mosby Elsevier : St. Louis. 2009. P. 29 DAFTAR PUSTAKA Arum Sari Asri dkk. 2004. Embriogenesis Celah Bibir dan Langit-Langit Akibat Merokok Selama Kehamilan. Jakarta: Majalah Pabmi Crawford PJM, Aldred MJ: X-linked amelogenesis imperfecta. Oral Surg Oral Med Oral Pathol 73: 449-455, 1992 Dewi, Danasra Felani,dkk , September 2012, A RARE CASE OF SUPPLEMENTAL MANDIBULAR CENTRAL INCISSOR IN MIXEDDENTITION PERIOD. Academy of Primary and Preventive Dentistry, AIMST University. Vol 2 Issue 3. www.ejournalofdentistry.com, 11 September 2014 Evalyne MD Pane Ameologenesis imperfekta 20020 USU E-Repository 2008 White, Struat C dan Michael J Pharoah. 2004. Oral Radiology : Principles and Interpretation. China : Mosby Sudiono, Janti. 2008. Gangguan Tumbuh Kembang Dentokraniofasial. Jakarta: EGC Langlais,Kasle. 1996. Foto Rongga Mulut. Jakarta: Hipokrates Sutton,David. 2008. Textbook of Radiology and Imaging Vol 2. China : Elsevier