Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Beakang Masalah
Di lingkungan pendidikan (Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi) yang
menjadi sasaran layanan bimbingan dan konseling adalah peserta didik (siswa atau
mahasiswa). Peserta didik merupakan pribadi-pibadi yang sedang berada dalam
proses berkembang ke arah kematangan. Masing-masing peserta didik memiliki
karakteristik pribadi yang unik. Dalam arti terdapat perbedaan individual diantara
mereka, seperti menyangkut aspek kecerdasan, emosi, sosiabilitas, sikap, kebiasaan,
dan kemampuan penyesuaian diri.
Peserta didik sebagai individu yang dinamis dan berada dalam proses
perkembangan, memiliki kebutuhan dan dinamika dalam berinteraksi dengan
lingkungannya. Di samping itu, peserta didik senantiasa mengalami berbagai
perubahan dalam sikapdan tingkah lakunya.
Proses perkembangan tidak selalu berlangsung secara linier (sesuai dengan
arah yang di harapkan atau norma yang dijunjung tinnggi), tetapi bersifat fluktuatif
dan bahkan terjadi stagnasi atau diskontinuitas perkembangan. Dalam proses
pendidikan, peserta didik pun tidak jarang mengalami masalah stagnasi
perkembangan, sehingga menimbulkan masalah-masalah psikologis, seperti terwujud
dalam perilaku menyimpang (delinquency) atau bersifat infantilitas (kekanak-
kanakan).
Agar perkembangan peserta didik itu dapat berlangsung dengan baik, dan
terhindar dari munculnya masalah-masalah psikologis, maka mereka perlu diberikan
bantuan yang sifatnya pribadi. Bantuan yang dapat memfasilitasi perkembangan
peserta didik melalui pendekatan psikologis adalah layanan bimbingan dan konseling.
Bagi konselor memahami aspek-aspek psikologis pribadi konseli merupakan
tuntutan yang mutlak, karena pada dasarnya layanan bimbingan dan konseling
merupakan upaya untuk memfasilitasi perkembangan aspek-aspek psikologis pribadi
atau perilaku konseli, sehingga mereka memiliki pencerahan diri dan mampu
memperoleh kehidupan yang bermakna (kehidupan yang maslahat dan sejahtera),
baik bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain.
Pada uraian berikut dibahas beberapa aspek psikologis dan faktor-faktor yang
mempengaruhi perkembangan pribadi yang perlu dipahami oleh konselor atau
pembimbing agar dapat memberikan layanan bimbingan dan konseling secara
akurat dan bijaksana, dalam upaya memfasilitasi individu atau peserta didik
mengembangkan potensi dirinya secara optimal.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan diatas maka
rumusan masalah yaitu :
1. Apa yang dimaksud dengan motif ?
2. Apa yang dimaksud dengan konflik dan frustasi ?
3. Apa yang dimaksud dengan sikap ?
4. Sebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan individu?
5. Sebutkan masalah masalah dalam perkembangan individu ?

C. Tujuan Makalah
Berdasarkan yang ada dalam rumusalan masalah tujuan pembuatan makalah ini
adalah :
1. Apa yang dimaksud dengan motif ?
2. Apa yang dimaksud dengan konflik dan frustasi ?
3. Apa yang dimaksud dengan sikap ?
4. Sebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan individu?
5. Sebutkan masalah masalah dalam perkembangan individu ?

D. Manfaat Makalah
Manfaat pembuatan makalah ini adalah
1. Bagi penulis menambah wawasan tentang bimbingan konseling khususnya dalam
bab landasan psikologis
2. Bagi pembaca menambah pegetahuan sebagai pengetahuan dasar dalam psikologis
siswa



BAB II
ISI DAN PEMBAHASAN

1. Motif
Salah satu aspek psikis yang penting diketahui adalah motif, karena
keberadaannya sangat berperan dalam tingkah laku individu. Pada dasarnya tidak ada
tingkah laku yang tanpa motif, artinya setiap tingkah laku individu itu bermotif.
Konselor perlu memahami motif klien dalam bertingkah laku, agar dapat (a)
mengukur motif (seperti belajar dan mengikuti kegiatan ekstrakurikuler) peserta
didik; (b) mengembangkan motif peserta didik (klien) yang tepat dalam berbagai
aspek kegiatan yang positif, seperti belajar, bergaul dengan orang lain, dan
mendalami nilai-nilai agama; dan (c) mendeteksi alasan atau latar belakang tinggkah
laku klien, sehingga memudahkan untuk memabntu klien memecahkan masalahnya.
a. Pengertian motif
1. Sartain mengartikan motif sebagai A complex state within an organism that
directs behavior toward a goal or incentive. (suatu keadaan yang kompleks
dalam organisme [individu] yang mengarahkan perilakunya kepada satu tujuan
atau insentif).
2. J.P. Chaplin mengemukakan bahwa motif itu adalah satu kekuatan dalam dirii
individu yang melahirkan, memelihara, dan mengarahkan perilaku kepada suatu
tujuan.
3. Sugmun Freud berpendapat bahwa motif merupakan energi dasar (instink) yang
mendorong tingkah laku individu. Menurutnya instink dibagi menjadi dua
yaitu:
a). Instink kehidupan atau instink seksual atau libido, yaitu dorongan untuk
mempertahankan hidup dan mengembangkan keturunan.
b). Instink yang mendorong perbuatan-perbuatan yang agresif atau yang
menjurus kepada kematian.
4. Abin Syamsudin Makmun mengartikan motif sebagai suatu keadaan yang
kompleks dan kesiapsediaan dalam diri individu (organisme) untuk bergerak ke
arah tujuan tertentu, baik disadari maupun tidak disadari.
Dari pengertian di atas dapat diperoleh gambaran bahwa setiap kegiatan manusia
selalu ada kekuatan yang mendorongnya dan selalu mengarah pada suatu tujuan.
Kekuatan yang mendorong dan mengarahkan perilaku itu sendiri disebut motif.
b. Pengelompokkan motif
1. Motif Primer dan Sekunder
a. Motif Primer/Motif Dasar (Basic Motive)
Motif ini berasal dari kebutuhan-kebutuhan biologis. Motif ini menunjukkan
kepada motif yang tidak dipelajarri (unlearned motive), atau dengan kata lain
motif ini bersifat naluriah. Motif primer meliputi :
1. Dorongan fisiologis, motif ini bersumber pada kebutuhan organis yang
meliputi :
a) Dorongan untuk makan, minum, dan bernafas.
b) Dorongan untuk mengembangkan keturunan.
c) Dorongan untuk beristirahat dan bergerak.
2. Dorongan umum dan motif darurat.
Walaupun pada dasarnya motif ini telah ada sejak lahir, namun bentuknya
yang sesuai dengan perangsang tertentu berkembang karena dipelajari. Yang
termasuk motif ini diantaranya meliputi:
a) Perasaan takut
b) Dorongan kasih sayang
c) Dorongan ingin tahu
d) Dorongan untuk melarikan diri
e) Dorongan untuk menyerang
f) Dorongan untuk berusaha
g) Dorongan untuk mengejar
2. Motif sekunder
Motif ini seringkali disebut juga motif yang disyaratkan secara sosial, karena
manusia hidup dalam lingkungan sosial dengan sesama manusia, sehingga motif ini
disebut juga motif sosial. Motif ini merupakan motif yang dipelajari, dalam arti motif
ini berkembang karena pengalaman. Dalam perkembangannya motif ini dipengaruhi
oleh tingkat peradaban, adat istiadat, dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat
tempat individu itu berada. Ke dalam golongan ini termasuk, antara lain :
a) Dorongan untuk belajar ilmu pengetahuan,
b) Dorongan untuk mengejar suatu kedudukan,
c) Dorongan berprestasi,
d) Motif-motif objektif (eksplorasi, manipulasi, dan menaruh minat),
e) Dorongan ingin diterima, dihargai, persetujuan, merasa aman,
f) Dorongan untuk dikenal, dan sebagainya.
Menurut Woodwort dan Marquis
a. Motif atau kebutuhan organis, seperti: kebutuhan untuk makan, minum, bernafas,
seksual, beristirahat dan bergerak.
b. Motif darurat, seperti : motif untuk menyelamatkan diri, membalas, memburu,
berusaha dan menyerang.
1. Motif objektif yaitu sebagai berikut :
(1) Motif untuk melakukan eksplorasi atau motif menyelidiki. Tujuan motif ini
adalah untuk memperoleh sesuatu kebenaran yang lebih objektif.
(2) Motif manipulasi, yaitu dorongan untuk menggunakan sesuatu dari
lingkungan, sehingga dapat berguna bagi dirinya dalam memelihara
kelangsungan hidupnya.
(3) Motif minat (interest) yaitu dorongan untuk memusatkan kegiatan dan
perhatian terhadap suatu objek yang banyak bersangkutan dengan diri
individu. Misalnya yang berhubungan dengan olahraga, kesenian dan
keterampilan tertentu
3. Berdasarkan atas jalarannya
a. Motif intrinsik yaitu motif yang tidak usah dirangsang dari luar karena memang
dalam diri individu sendiri telah ada dorongan itu. Misalnya seorang mahasiswa
yang rajin beribadah kepada Allah, bukan karena takut pada orangtua atau malu
pada teman-temannnya, tapi karena niat atau keikhlasan yang telah tumbbuh
dalam dirinya. Contoh lain umpanya, rajin membaca atau rajin belajar, bukan
karena takut dianggap malas, tapi karena hal itu sudah menjadi kebutuhan atau
kegemarannya.
b. Motif ekstrinsik yaitu motif yang disebabkan oleh pengaruh rangsangan dari
luar. Misalnya mahasiswa sibuk dengan belajar, karena diberitahu bahawa
seminggu lagi akan ujian. Contoh lainnya seorang mahasiswa rajin pergi kuliah
karena pacarnya kebetulan sekelas dengannya, sehingga dia merasa malu kalau
jarang pergi kuliah.
4. Berdasarkan isi atau persangkutpautannya
a. Motif jasmaniah, seperti : refleks, instink, dan sebagainya.
b. Motif rohaniah, yaitu kemauan.

5. Menurut Abraham H.Maslow
Mmenurutnya motif mempunyai saling hubungan berjenjang, artinya suatu motif
timbul kalau motif yang mempunyai jenjang yang paling rendah telah terpenuhi.
Tingkatan dari yang paling rendah sampai paling tinggi sebagai berikut :
a. Kebutuhan biologis(physiological needs)
b. Kebutuhan rasa aman (safety/security needs)
c. Kebutuhan sosial/afiliasi (social/afiliation needs)
d. Kebutuhan akan pemuasan harga diri (self esteem)
e. Kebutuhan aktualisasi diri (self actualization)
Pengenalan jenjang kebutuhan itu merupakan hal yang sangat penting bagi
pemahaman sesama manusia, baik dalam pergaulan perseorangan maupun dalam
kehidupan bermasyarakat yang lebih luas.
c. Pengukuran motif
Motif bukan merupakan benda yang secara langsung dapat diamati, tetapi
merupakan suatu kekuatan dalam diri individu yang bersifat abstrak. Oleh karena itu,
dalam mengukurnya, yang dapat dilakukan adalah dengan mengidentifikasi beberapa
indikator, yaitu sebagai berikut :
1. Durasi kegiatannya (berapa lama kemampuan menggunakan waktunya unutk
melakukan kegiatan).
2. Frekuensi kegiatannya (sering tidaknya kegiatan itu dilakukan dalam periode
waktu tertentu).
3. Persistensinya (ketetapan atau kelekatannya) pada tujuan kegiatan yang dilakukan.
4. Devosi (pengabdian) dan pengorbanan (uang, tenaga, pikiran, bahkan jiwanya)
untuk mencapai tujuan.
5. Ketabahan, keuletan dan kemauannya dalam menghadapi rintangan dan kesulitan
untuk mencapai tujuan.
6. Tingkatan aspirasinya (maksud, rencana, cita-citanya) yang hendak dicapai dengan
kegiatan yang dilakukan.
7. Tingkat kualifikasi dari prestasi, produk atau output yang dicapai dari kegiatannya
(berapa banyak, memadai atau tidak, memuaskan atau tidak).
8. Arah sikapnya terhadap sasaran kegiatannya (like or dislike, positif atau negatif).

d. Beberapa Usaha Untuk Membangkitkan Atau Memperkuat Motif
1. Menciptakan situasi kompetisi yang sehat. Kompetisi itu baik dengan prestasi
sendiri maupun dengan prestasi orang lain.
2. Adakan pacemaking, yaitu usaha untuk merinci tujuan jangka panjang menjadi
beberpa tujuan jangka pendek.
3. Menginformasikan tujuan yang jelas, apabila tujuan suatu kegiatan itu sudah jelas
dan sesuai dengan kebutuhan, maka motif individu untuk melakukan kegiatan itu
akan bertambah besar.
4. Memberikan ganjaran, dalam hal tertentu ganjaran dan hadiah dapat juga
diberikan, yaitu dalam bentuk penghargaan, seperti pemberian pujian, piagam,
fasilitas, kesempatan, promosi, dan sebagainya.
5. Memberi kesempatan untuk sukses. Keberhasilan suatu kegiatan dapat
menimbulkan rasa puas, senang dan percaya diri. Oleh karena itu, agar motif
individu tetap besar maka sebaiknya individu diberi kesempatan untuk sukses, atau
diberitahu tentang keberhasilan (kesuksesan) yang telah diperolehnya.
Pemahaman konselor tentang motif, jenis motif, dan upaya untuk mengembangakan
motif merupakan salah satu dasar bagi konselor untuk mengidentifikasi berbagai
motif yang mendasari perilaku siswa. Dengan dipahaminya berbagai motif yang
mendasari perilaku siswa, konselor akan terbantu dalam mengidentifikasi berbagai
alternatif bantuan yang relevan dengan motif siswa tersebut.
2. Konflik Dan Frustasi
a. konflik
Dalam kehidupan sehari-hari. Kadang kadang individe menghadapai berbagai
macam motif yang saling bertentangan. Dengan demikian individe berada dalam
keadaan konflik psikis, yaitu suatu pertentangan batin, suatu kebimbangan, suatu
keragu-raguan, motif mana yang akan diambilnya. Motif motif yang dihadapi
individu itu, mungkin semuanya positif atau mungkin negatif, dan mungkin juga
campuran antar motif positif dan motif negatif. Sehubungan dengan hal tersebut maka
konflik dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu sebagai berikut:
1) konflik mendekat-mendekat yaitu kondisi psikis yang dialami individu, karena
mengahadapi dua motif positif yang sama kuat. Motif positif ini maksudnya adalah
motif yang disenangi atau yang diinginkan individu. Contohnya: seorang
mahasiswa yang harus memilih antara mengikuti ujian akhir semester dengan
melaksanakan tugas dari kantor tempat dia bekerja
2) konflik menjauh-menjauh yaitu kondisi psikis yaitu kondisi psikis yang dialami
individu, karena mengahadapi dua motif negatif yang sama kuat. Motif negatif ini
adalah motif yang tidak disenangi oleh individu. Contohnya: seorang terdakwa
yang harus memilih bentuk hukuman yang dijatuhkan kepadanya, yaitu antara
masuk penjara atau membayar uang yang jumlahnya tidak mungkin terjangkau
3) konflik mendekat-menjauh adalah kondisi psikis yang dialami individe, karena
menghadapi satu situasi mengandung positif dan negatif yang sama kuat.
Contohnya: seorang pelajar putri dari sebuah SMA menghadapi dua masalah yang
sama kuat. Salah satu dari masalah tersebut harus dipilih menjadi suatu keputusan.
Misalanya kedua masalah yang harus dipilih itu memakai jilbab atau dikeluarkan
dari sekolah. Memakai jilbab merupakan motif positif bagi siswi tersebut (karena
keinginannya), sedangkan dikeluarkan dari sekolah merupakan motif negatif
(karena siswi tersebut tidak menginginkannya).
Disamping ketiga jenis konflik di ata, juga terdapat konflik ganda (double
approach-avoidance conflict). Yaitu konflik psikis yang dialami individu dalam
menghadapi dua situasi atau lebih yang masing masing mengandung motif positif
motif positif dan negatif sekaligus dan sama kuat. Misalnya : seorang siswi lulusan
salah satu SLTA , menghadapi kebingungan karena harus memilih antara
melanjutkan ke perguruan tinggi atau menikah. Sedangkan calon suaminya itu tidak
disenanginya, karena atas dasar pilihan orang tuanya, dia tidak mau menikah dengan
pilihan orang tuanya (negatif). Tetapi dia tidak mau menyakiti hati orang tuanya
(positif). Di pihak lain dia ingin melanjutkan ke perguruan tinggi ( positif), tetapi ia
takut tidak diijinkan oleh orang tuanya sendiri (negatif)
b. frustasi
apabila seorang siswa atau mahasiswa melakukan suatu kegiatan, umpamanya
mengikuti ujia akhir semester, dan ternyata dia lulus (tercapai tujuan yang diinginkan,
maka dia merasa puas dan bahagia. Tetapi apabila apabila ternyata kegiatannya itu
tidak mencapai tujuan yang diharapkan, maka ia akan merasa kecewa. Kegagalan
individu dalam mencapai keinginannya akan menyebabkan kekecewaan pada diri
individu tersebut. Jika kekecewaan tersebut berulang-ulang, dan menganggu
keseimbangan psikisnya, baik emosi maupun tindakanny, berarti individu tersebut
sudah berada dalam situasi frustasi.
Dengan demikian frustasi dapat diartikan sebagai kekecewaan dalam diri
individu yang disebabkan oleh tidak tercapainya keinginan. Pengertian lainnya dari
frustasi adalah rasa kecewa yang mendalam, karena tujuan yang dikehendaki tidak
kunjung terlaksana, adapun sumber yang menyatakan frustasi, mungkin berwujud
manusia, benda, peristiwa, keadaan alam dan sebagainya. Lebih jelasnya mengenai
sumber frustasi itu, sarlito wirawan sarwono mengelompokannya menjadi tiga bagian
yaitu sebagai berikut.
1) frustasi lingkungan yaitu frustasi yang disebabkan rintangan yang terdapat dalam
lingkungan. Misalnya, seorang pria yang sudah merencanakan pernikahan dengan
seorang gadis idamannya, tapi ternyata gadis tersebut meninngal dunia.
2) frustasi pribadi yaitu frustasi yang timbul akibat dari ketidakmampuan orang
tersebut mencapai tujuannya, dengan kata lain frustasi tersebut timbul dari adanya
perbedaan antara keinginan dan tingkat kemampuanya, atau ada perbedaan antara
ideal self and real self misalnya seorang siswa SMA bercita bita ingin menjadi
seorang insinyur pertambangan tapi ternyata dari hasil penjurusan dia masuk
kelompok kelas IPS karena prestasi belajar di bidang IPA dan matematika sangat
kurang.
3) frustasi konflik yaitu frustasi yang disebabkan oleh konflik dari berbagai motif
seseorang, dengan adanya motif yang saling bertentangan maka pemuasan diri dari
salah satunya akan menyebkan frustasi bagi yang lain mengenai frustasi konflik ini
dapat dilihat dari penjelasan diatas mengenai jenis-jenis konflik.
Reaksi individu terhadap frustasi yang dialaminya berbeda-beda, hal ini disebabkan
oleh perbedaan pada baik sosial kultural maupun nilai-nilai agama yang dilihat dari
kegiatan yang dilakukannya, ada yang menghadapi secara rasional ada juga yang
reaksinya terlalu emosional, yang terwujud dalam bentuk-bentuk tingkah laku yang
salah suai (maladjustment). Adapun wujud dari individu dalam mereaksi frustasi itu,
diantaranya adalah sebagai berikut.
1) agresi marah (angry agresssion)
Akibat tujuan yang akan dicapainya mengalami kegagalan, individe menjadi agresif,
marah-marah dan merusak baik terhadap dirinya maupun terhadap sesuatu di luar
dirinya. Agresi ini bisa berwujud verbal (marah-marah), atau non verbal (seperti
membanting pint, memecahkan barang-barang, dan memukul)
2) bertindak secara eksplosif
Yaitu dengan jalan melakukan perbuatan yang eksplosif, baik dengan
perbuatan jasmaniah maupun dengan ucapan-ucapan. Setelah terkuras unek uneknya
semua, biasanya individu itu merasa ketegangan dalam dirinya itu berkurang atau
menghilang (katarcis = tention reduction )
3) dengan cara introversi
Yaitu dengan cara menarik dari dunia nyata, dan masuk ke dunia lhayal,
dalam dunia khayal itu dia membayangkan seolah olah sudah mencapai tujuannya,
setelah lain dari reaksi ini adalah melamun (day dreaming). Jika individu sungguh
sungguh mempercayai yang dikhayalkannya itu merupakan nyata maka akibatnya
timbul waha atau delusi yang sering kali diikuti halusinansi, apabila benar-benar
sudah lepas dari dunia nyata, lama-kelamaan introversi berubah menjadi autisme
4) perasaan tak berdaya (helplessness)
Reaksi ini menunjukanj sikap tak tak berdaya, patah hati, pasif, dan mungkin juga
menderita sakit, reaksi ini berlawanan dengan agresi marah
5) kemunduran (regression)
Reaksi frustasi yang menunjukan kemunduran dalam tingkah laku, yaitu
tingkah laku yang kekanak-kanakan seperti: ngompol, dan mengisap ibu jari
6) fiksasi (fixation)
yaitu mengulang kembali sesuatu yang menyenangkan dapat juga diartikan sebagai
kemandegan dalam perkembangan berikut contohnya: ada seorang pekerja yang
sangat betah bekerja di sebuah perusahaan walaupun dengan gaji yang sedikit,
pekerja tersebut tidak ingin mencari pekerjaan yang lain lagi karena dia cemas
pekerjaan yang dilakukan selain yang dia lakukan sekarang itu tidak lebih baik
daripada pekerjaannya sekarang.
7) penekanan (repression)
yaitu reaksi frustasi dengan cara menekan pengalaman traumatis, keinginan,
kesesalan, atau ketidaksenangan ke alam tidak sadar, reaksi ini dilakukan karena
apabila hal itu dibiarkan berada dalam alam sadar, individu akan mengalami perasaan
cemas, atau perasaan yang menyakitkan
8) rasionalisasi (rasionalization)
yaitu usaha-usaha mencari-cari dalih pada orang lain untuk menutupi kesalahan
(kegagalan diri sendiri), seperti mahasiswa yang dapat nilai jelek, dia berbicara pada
temannyabahwa hal itu terjadi karena dia sakit (padahal sebenarnya dia tidak sakit
9) proyeksi (projection)
dalam reaksi ini individu melemparkan sebab kegagalannya kepada orang lain atau
sesuatu di luar dirinya
10) kompensasi
Dalam melakukan kompensasi individu berusaha menutupi kekurangannya
atau kegagalannya dengan cara cara lain yang dianggapnya memadai, contoh :
meminum minuman keras, menjadi pecandu narkoba, atau berprilaku menyimpang
lainnya merupakan kompensasi dari kegagalan dalam memperoleh keinginanseperti
kasih sayang orang tua, tidak lulus ujian, dan putus pacaran
11) sublimasi
Mengalihkan tujuan pada tujuan lain yang mempunyai nilai sosial atau etika
yang lebih tinggi, senang berkelahi menjadi petinju, dan putus pacaran menjadi
perawat.


3. Sikap
Konselor perlu memahami tentang konsep sikap, karena sikap sangat mewarnai
perilaku individu (klien), atau dapat dikatakan bahwa perilaku individu merupakan
perwujudan dari sikapnya. Oleh karena itu untuk mengubah tingkah laku individu
terlebih dahulu harus diubah sikapnya. Dalam hal ini, konselor perlu menyadari
bahwa perubahan sikap (dari negatif menjadi positif) merupakan salah satu tujuan
dari bimbingan dan konseling. Agar konselor memilki pemahaman tentang konsep
sikap ini, maka dalam uraian berikut dipaparkan tentang pengertian, unsur, ciri-ciri,
perubahan, dan pembentukan sikap.
a. Pengertian
1) Thurstone berpendapat bahwa sikap merupakan suatu tingkatan afeksi, baik
bersifat positif maupun negatif dalam hubungannya dengan objek-objek
psikologis, seperti: simbul, prase, slogan, orang, lembaga, cita-cita, dan
gagasan.
2) Howard Kendler mengemukakan, bahwa sikap merupakan kecenderungan
(tendency) unduk mendekati (approach) atau menjauhi (avoid), atau
melakukan sesuatu, baik secara positif maupun negatif terhadap suatu
lembaga, peristiwa, gagasan atau konsep.
3) Paul Massen, dkk., dan David Krech, dkk. berpendapat sikap itu merupakan
suatu sistem dari tiga komponene yang saling berhubungan, yaitu kognisi
(pengenalan), feeling (perasaan), dan action tendency (kecenderungan untuk
bertindak).
4) Sarlito Wirawan Sarwono mengemukakan, bahwaa sikap adalah kesiapan
seseorang bertindak terhadap hal-hal tertentu.

Dari pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan, bahwa sikap adalah
kondisi mental yang relatif menetap untuk merespon suatu objek atau perangsang
tertentu yang mempunyai arti, baik bersifat positif, netral, atau negatif,
menyangkut aspek-aspek kognisi, afeksi, dan kecenderungan untuk bertindak.
Pengertian di atas dapat dijelaskan dengan ilustrasi berikut: seorang
mahasiswa muslim setelah mengetahui bahwa memakai busana muslim/hijab itu
hukumnya wajib (aspek kognisi), timbul dalam hatinya perasaan senang atau
setuju untuk memakai jilbab itu (aspek afeksi), kemudian perasaan tersebut
mendorong dirinya untuk memakai jilbab (aspek action tendency).

b. Unsur (komponen) Sikap
1) Unsur Kognisi (cognition)
Unsur ini terdiri atas keyakinan atau pemahaman individu terhadap objek-
objek tertentu. Misalnya, sikap kita terhadap perjudian, minuman keras, dan
sebagainya. Kita memahami dan meyakini, bahwa perjudian dan minuman
keras iu hukumnya haram.
2) Unsur afeksi (feeling/perasaan)
Unsur ini menunjukkan perasaan yang menyertai sikap individu terhadap
suatu objek. Unsur ini bisa bersifat positif (menyenangi, menyetujui,
bersahabat) dan negatif (tidak menyenangi, tidak menyetujui, sikap
bermusuhan). Kita sebagai orang Islam tidak menyenangi perjudian atau
minuman keras, karena kita tahu hukumnya haram.
3) Unsur kecenderungan bertindak (action tendency)
Unsur ini meliputi seluruh kesediaan individu untuk bertindak/mereaksi
terhadap objek tertentu. Bentuk dari kecenderungan bertindak ini sangat
dipengaruhi oleh unsur-unsur sebelumnya. Misalnya: seorang muslim yang
sudah meyakini bahwa judi itu hukumnya haram, dia akan membenci judi
tersebut, dan dia censderung akan menjauhi, dan berusaha akan
menghilangkannya.


c. Ciri-ciri Sikap
Untuk membedakan sikap degan aspek-aspek psikis lain, seperti: motif
,kebiasaan, pengetahua dll. Sarlito mengemukakan ciri-cirinya sebgai berikut.
Dalam sikap selalu terdapat hubungan antara objek-objek. Tidak ada sikap yang
tanpa objek. Objek sikap itu bisa berupa benda, orang, nilai-nilai, pandangan
hidup, agama, hukum, lembaga masyarakat, dan sebagainya.
Sikap tidak dibawa sejak lahir, melainkan dipelajari dan dibentuk melalui
pengalaman-pengalaman. Karena sikap diplejari, maka sikap dapat berubah-ubah
sesuai dengan keadaan lingkungan di sekitar individu yang bersangkutan pada
saat saat yang berbeda. Dalam sikap tersangkut juga faktor motivasi dan
perasaan. Inilah yang membedakannya dengan pengetahuan. Sikap tidak
menghilang walaupun kebutuhan sudah dipenuhi. Jadi berbeda dengan reflex atau
dorongan. Misalnya, seorang yang gemar nasi goreng, akan tetap
mempertahankan kegemarannya itu sekalipun baru saja makan nasi goreng
sampai kenyang. Sikap tidak hanya satu macam, melainkan bermacam-macam
sesuai dengan banyak objek yang dapat menjadi perhatian individu yang
bersangkutan.
d. Pembentukan Sikap
Menurut Satain, dkk., ada empat faktor yang mempengaruhi terbentuknya sikap,
yaitu sebagai berikut:
1) Faktor Pengalaman Khusus (specific experience)
Hal ini berarti, bahwa sikap terhadap suatu objek itu terbentuk melalui
pengalaman khusus. Misalnya: para mahasiswa yang mendapat perlakuan baik
dari dosennya, baik pada waktu belajar maupun luar jam pelajaran, maka akan
terbentuk pada dirinya sikap yang positif terhadap dosen tesebut. Sebaliknya
apabila perlakuan dosen tersebut sering marah-marah, menghukum, atau
kurang simpati dalam penampilannya, maka pada diri mahasiswa akan
terbentuk sikap negatif terhadap dosen tersebut.

2) Faktor Komunikasi dengan Orang Lain (communication with other people)
Banyak sikap individu yang terbentuk disebabkan oleh adanya konukasi
dengan orang lain. Komunikasi itu baik langsung (face to face) maupun tidak
langsung, yaitu melalui media massa, seperti: TV, radio, film, Koran, dan
majalah.
3) Faktor Model
Bnyak sikap terbentuk terhadap sesuatu itu dengan melalui jalan
mengimitasi (meniru) suatu tingkah laku yang memadai model dirinya,
seperti: perilaku orang tua, guru, pemimpin, bintang film, biduan, dan
sebagainya. Seorang anak merasa sengan membaca koran, karena melihat
ayahnya suka membaca koran.
4) Faktor Lembaga-lembaga Sosial (institutional)
Suatu lembaga dapat juga menjadi sumber yang mempengaruhi
terbentuknya sikap, seperti: lembaga keagamaan, organisasi kemasyarakatan,
parati politik, dan sebagainya.
e. Perubahan Sikap
Karena siakap merupakan aspek psikis yang dipelajari, maka sikap itu dapat
berubah. Perubahan tidak terjadi dengan sendirinya, akan tetapi dipengaruhi oleh
faktor-faktor tertentu. McGuire mengemukakan tentang teorinya mengenai
perubahan sikap itu sebagai berikut:
1) Learning Theory Approach (pendekatan teori belajar)
Pendekatan ini beranggapan, bahwa sikap itu berubah disebabkan oleh proses
belajar atau materi yang dipelajari.
2) Perceptual Theory Approach (pendekatan teori persepsi)
Pendekatan teori ini beranggapan, bahwa sikap seseorang itu berubah bila
persepsinya tentang objek itu berubah.
3) Consistency Theory Approach (pendekatan teori konsistensi)
Dasar pemikiran dari pendekatan ini adalah bahwa setiap orang akan berusaha
untuk memelihara harmoni intensional, yaitu keserasian atau keseimbangan
(kenyamanan) dalam dirinya. Apabila keserasiannya terganggu, maka ia akan
menyesuaikan sikap dan perilakunya demi kelestarian harmonisnya itu.
4) Functional Theory Approach (pendekatan teori fungsi)
Menurut pendekatan teori ini, bahwa sikap seseorang itu akan berubah atau
tidak, sangat tergantung pada hubungan fungsional (kemanfaatan) objek itu
bagi dirinya atau pemenuhan kebutuhan dirinya.

Anda mungkin juga menyukai