Anda di halaman 1dari 14

PRAKTIKUM VI

UJI SENSITIFITAS MIKROBA TERHADAP ANTIBIOTIK


(METODE KIRBY-BAUER)

A. Tujuan
Setelah melakukan praktikum ini diharapkan mahasiswa dapat:
a. Melakukan uji sensitifitas mikroba terhadap antibiotik dengan metode Kirby-Bauer.
b. Menentukan mikroba uji termasuk sensitive atau resisten terhadap antibiotik yang
diujikan.
B. Pendahuluan
Dalam praktek klinis, antibiotik yang sering diresepkan berdasarkan pedoman umum dan
pengetahuan terhadap sensitivitas antibiotik terhadap suatu penyakit. Namun pada
kenyataannya saat antibiotik itu diberikan tidak ada perubahan signifikan pada penyakit yang
dialami. Dari hal tersebut diketahui bahwa bakteri penyebab penyakit tersebut telah resisten
terhadap antibiotik yang diberikan. Resistennya suatu antibiotik mungkin dikarenakan
pemberian antibiotik secara tidak teratur. Oleh karena itu, diperlukan suatu uji sensitifitas
antibiotik untuk mengetahui pasien tersebut mengalami resisten terhadap jenis-jenis antibiotik
sehingga dapat diberikan antibiotik yang sesuai ( masih sensitif).
Antibiotik adalah senyawa organic yang dihasilkan oleh berbagai spesies
mikroorganisme dan bersifat toksik terhadap spesies mikroorganisme lain. Sifat toksik
senyawa-senyawa yang terbentuk mempunyai kemampuan menghambat pertumbuhan bakteri
(efek bakteriostatik) dan bahkan ada yang langsung membunuh bakteri (efek bakterisid) yang
kontak dengan antibiotik tersebut (Tjay dan Kirana, 2002).
Antibiotik yang juga dikenal sebagai obat antiinfeksi yang manjur memegang peranan
penting dalam klinis karena dapat mencegah dan menyembuhkan berbagai macam penyakit
infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme yang rentan terhadap antibiotik ini (Tjay dan
Kirana, 2002).
Penelitian dari para ahli membuktikan bahwa antibiotik berbeda dalam kemampuannya
menyembuhkan penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Antibiotik ternyata tidak dapat
mempengaruhi semua mikroorganisme pathogen tetapi hanya mempunyai spectrum tertentu
yaitu kumpulan mikroorganisme yang peka atau rentan terhadap antibiotik tersebut. Dengan
demikian, dalam mempengaruhi mikroorganisme, suatu antibiotik mempunyai luas kerja yang
terbatas (Tjay dan Kirana, 2002).
Berdasarkan luas kerjanya, antibiotik dibedakan atas antibiotik dengan kerja sempit yakni
antibiotik yang hanya memiliki spectrum sempit karena hanya aktif terhadap satu atau
beberapa bakteri saja dan antibiotik dengan kerja luas, yakni antibiotik yang mempunyai
spectrum luas karena aktif membunuh bakteri (Tjay dan Kirana, 2002).
Lazimnya antibiotik dibuat secara mikrobiologi, yaitu fungi dibiakkan dalam tangki-
tangki besar bersama zat-zat gizi khusus. Oksigen atau udara steril disalurkan ke dalam cairan
pembiakkan guna mempercepat pertumbuhan fungi dan meningkatkan produksi
antibiotikumnya. Setelah diisolasi dari cairan kultur, antibiotik dimurnikan dan aktivitasnya
ditentukan (Sumardjo, 2009).
Antibiotik semisintesis. Apabila pada persemaian dibubuhi zat-zat pelopor tertentu, maka
zat-zat ini diinkorporasi ke dalam antibiotik dasarnya.
Antibiotik sintetis. Tidak lagi dibuat secara biosintetis melainkan seluruhnya melalui
sintesa kimiawi (Sumardjo, 2009).
Cara kerja yang terpenting adalah perintangan sintesa protein sehingga kuman musnah
atau tidak berkembang lagi, misalnya kloramfenikol, tetrasiklin, aminoglikosida, makrolida
dan linkomisisin. Selain itu beberapa antibiotika bekerja terhadap dinding sel(penisilin dan
sefalosporin) atau membrane sel (polimiksin, zat-zat polyen dan imidazol) antibiotik tidak
aktif terhadap kebanyakan virus kecil, mungkin karena virus tidak memiliki proses
metabolism sesungguhnya melainkan tergantung seluruhnya dari metabolism tuan rumah
(Sumardjo, 2009).
Resistensi bakteri dapat terjadi jika pengobatan dengan antibiotik tidak mencukupi,
misalnya karena terlalu singkat atau terlalu lama dengan dosis yang terlalu rendah. Dalam hal
ini, bakteri akan memberikan perlawanan terhadap kerja antibiotik sehingga khasiat antibiotik
akan berkurang atau tidak berkhasiat sama sekali. Bila suatu antibiotik tidak mampu
membunuh bakteri atau bakteri menjadi kebal maka pengobatan selanjutnya harus dilakukan
dengan menggunakan antibiotik lain(Tjay dan Kirana, 2002).
Aktivitas antibakteri ditentukan oleh spektrum kerja (spektrum kerja luas, spektrum kerja
sempit), cara kerja (bakterisida atau bakteriostatik) dan ditentukan pula oleh Konsentrasi
Hambat Minimum (KHM) serta potensi hambatan pada KHM (Zabadi, 2010).
Pengujian terhadap aktivitas antibakteri dilakukan untuk mengetahui obat-obat yang
paling poten untuk kuman penyebab penyakit terutama penyakit kronis. Pengujian ini dapat
dilakukan dengan cara yaitu:
a. Agar Difusi
Media yang dipakai adalah Mueller Hinton. Metode difusi ini ada beberapa cara,
yaitu:
1) Cara Kirby Bauer
Beberapa koloni kuman dari pertumbuhan 24 jam diambil, disuspensikan ke dalam 0,5 ml
BHI cair, diinkubasikan 5-8 jam pada 37C. Suspensi ditambah akuades steril hingga
kekeruhan tertentu sesuai dengan standar konsentrasi bakteri 10
8
CFU per ml. Kapas lidi steril
dicelupkan ke dalam suspensi bakteri lalu ditekan-tekan pada dinding tabung hingga kapasnya
tidak terlalu basah, kemudian dioleskan pada permukaan media agar hingga rata. Kemudian
kertas samir (disk) yang mengandung antibakteri diletakkan di atasnya, diinkubasi pada 37
selama 18-24 jam. Hasilnya dibaca:
a) Zona radikal yaitu suatu daerah di sekitar disk dimana sama sekali tidak ditemukan
adanya pertumbuhan bakteri. Potensi antibakteri diukur dengan mengukur diameter dari zona
radikal.
b) Zona irradikal yaitu suatu daerah di sekitar disk dimana pertumbuhan bakteri dihambat
oleh antibakteri tetapi tidak dimatikan (Zabadi, 2010).

2) Cara Sumuran
Beberapa koloni kuman dari pertumbuhan 24 jam diambil, disuspensikan ke dalam 0,5 ml
BHI cair, diinkubasikan 5-8 jam pada suhu 37C. Suspensi ditambah akuades steril hingga
kekeruhan tertentu sesuai dengan standar konsentrasi bakteri 10
8
CFU per ml. Kapas lidi steril
dicelupkan ke dalam suspensi bakteri lalu ditekan-tekan pada dinding tabung hingga kapasnya
tidak terlalu basah, kemudian dioleskan pada permukaan media agar hingga rata. Media agar
dibuat sumuran dengan garis tengah tertentu, ke dalam sumuran diteteskan larutan antibakteri
kemudian diinkubasi pada 37C selama 18-24 jam. Hasilnya dibaca seperti pada cara Kirby
Bauer (Zabadi, 2010).
3) Cara Pour Plate
Beberapa koloni kuman dari pertumbuhan 24 jam diambil, disuspensikan ke dalam 0,5 ml
BHI cair, diinkubasi 5-8 jam pada suhu 37C. Suspensi ditambah akuades steril hingga
kekeruhan tertentu sesuai dengan standar konsentrasi bakteri 10
8
CFU per ml. Suspensi
bakteri diambil satu mata ose dan dimasukkan ke dalam 4 ml agar base 1,5 % yang
mempunyai temperatur 50C. Setelah suspensi kuman tersebut homogen dituang ke dalam
media agar Mueller Hinton, ditunggu sebentar sampai agar tersebut membeku, disk diletakkan
di atas media kemudian diinkubasi 15-20 jam dengan temperatur 37C. Hasil dibaca sesuai
dengan standar masing-masing bakteri (Zabadi, 2010).


b. Dilusi Cair atau Dilusi Padat

Pada prinsipnya antibakteri diencerkan sampai diperoleh beberapa konsentrasi.
Pada dilusi cair, masing-masing konsentrasi obat ditambah suspensi kuman dalam media.
Sedangkan pada dilusi padat tiap konsentrasi obat dicampur dengan media agar lalu
ditanami bakteri. Metode dilusi cair adalah metode untuk menentukan konsentrasi
minimal dari suatu antibakteri yang dapat menghambat atau membunuh mikroorgansime.
Konsentrasi terendah yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri ditunjukkan dengan
tidak adanya kekeruhan disebut Konsentrasi Hambat Minimal (KHM) atau Minimal
Inhibitory Concentration (MIC) (Zabadi, 2010)
Resistensi bakteri terhadap antibiotika membawa masalah tersendiri yang dapat
menggagalkan terapi dengan antibiotika. Resistensi dapat merupakan masalah individual dan
epidemiologik. Resistensi adalah ketahanan mikroba terhadap antibiotika tertentu yang dapat
berupa resistensi alamiah, resistensi karena adanya muatsi spontan (resistensi kromosomal)
dan resistensi karena adanya faktor R pada sitoplasma (resistensi ekstrakromosomal) atau
resistensi karena pemindahan gen yang resisten atau faktor R atau plasmid (resistensi silang).
Beberapa mikroba tidak peka terhadap antibiotika tertentu karena sifat mikroba secara
alamiah tidak dapat diganggu oleh antibiotika tersebut. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya
reseptor yang cocok atau dinding sel mikroba tidak dapat ditembus oleh antibiotika.
Resistensi kromosomal terjadi karena mutasi spontan pada gen kromosom. Resistensi
kromosomal dapat dibagi dalam dua golongan yaitu :
1. Resistensi kromosomal primer, dimana mutasi terjadi sebelum pengobatan dengan
antibiotika dan selama pengobatan terjadi seleksi bibit yang resisten.
2. Resistensi kromosomal sekunder, dimana mutasi terjadi selama kontak dengan antibiotika
kemudian terjadi seleksi bibit yang resisten.
Kecepatan timbulnya resistensi bervariasi untuk berbagai antibiotika. Kelompok
aminoglikosida, makrolida dan rifampisin termasuk kelompok yang cepat menimbulkan
resistensi mikroba, sedangkan kelompok tetrasiklin dan kelompok kloramfenikol
digolongkan ke dalam kelompok yang tidak terlampau cepat menimbulkan resistensi.
Kelompok yang lambat menimbulkan resistensi umumnya karena terjadi mutasi langsung dan
kelompok lain umumnya termutasi setelah berkembangbiak beberapa tahap.
Penyebab terjadi resistensi mikroba adalah penggunaan antibiotika yang tidak tepat,
misalnya penggunaan dengan dosis yang tidak memadai, pemakaian yang tidak teratur atau
tidak kontinu, demikian juga waktu pengobatan yang tidak cukup lama. Maka untuk
mencegah atau memperlambat timbulnya resistensi mikroba, harus diperhatikan cara
penggunaan antibiotika yang tepat.

C. Alat dan Bahan
Alat
Cawan petri
Paper disk
Pinset
Jangka sorong
Gelas ukur
Kompor listrik
Gelas Erlenmeyer
mikropipet
Bahan
Media antibiotik (NA)
Macam-macam antibiotik
Suspense bakteri uji dalam kaldu nutrient

D. Cara kerja
NA dicairkan menggunakan kompor listrik kemudian didinginkan sampai suhunya
40C

Suspense bakteri uji dicampur dalam NA dan dihomogenkan

Medium yang telah berisi bakteri dituang ke dalam cawan petri sebanyak 10 ml ditunggu
sampai medium memadat

Antibiotik dan akuades diambil sebanyak 10l kemudian diteteskan ke paper disk

Paper disk kemudian dimasukkan ke catas permukaan medium pada cawan petri

Diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37C

Diameter hambatan antibiotik baku dan sampel diukur

Diameter hambatan di rata-rata kemudian dibandingkan dengan antibiotik satu dengan
antibiotik yang lainnya

E. Hasil pengamatan

Staphylococcus aureus

Escherichia coli

antibiotik
Diameter hambatan (cm)
Staphylococcus aureus Escherichia coli
Ampisilin
0,975
0,970
0,965
0,970
0,875
0,935
0,995
0,935
Kanamisin
2,260
2,275
2,290
2,275
1,780
1,725
1,750
1,752
streptomisin
1,325
1,295
1,340
1,320
1,380
1,295
1,425
1,367

F. Pembahasan
Percobaan ini bertujuan agar mahasiswa dapat melakukan uji sensitifitas mikroba
terhadap antibiotik dengan metode Kirby-Bauer dan menentukan mikroba uji termasuk
sensitive atau resisten terhadap antibiotik yang diujikan.
Uji sensitifitas mikroba terhadap antibiotik dari suatu sampel dapat ditentukan dengan
berbagai macam metode antara lain metode difusi dan metode dilusi. Pada percobaan ini
kadar antibiotik ditentukan dengan metode Kirby-Bauer, yaitu pengukuran sensitifitas
antibiotik dengan metode paper disk yang berisi agen antimikroba pada media yang telah
ditanami mikroba dan akan berdifusi pada media agar. Daerah jernih disekitar paper disk
merupakan hambatan mikriba oleh antibiotik pada permukaan agar. Metode Kirby-Bauer
merupakan cara untuk menentukan sensitivitas antibiotik untukk bakteri. Sensitivitas suatu
bakteri terhadap antibiotik ditentukan oleh diameter zona hambat terbentuk. Semakin besar
diameternya maka semakin terhambat pertumbuhannya sehingga diperlukan standar acuan
untuk menentukan apakah bakteri itu resisten atau peka terhadap suatu antibiotik.
Factor-faktor yang berpengaruh pada merode Kirby-Bauer adalah:
Ketebalan media agar
Dapat mempengaruhi penyebaran dan difusi antibiotik yang digunakan.
Umur bakteri
Bakteri yang berumur tua (fase stationer) tidak efektif untuk diuji karena mendekati
kematian dan tidak terjadi pertumbuhan lagi sehingga yang dipakai bekteri berumur sedang
(fase eksponential) karena aktivitas metabolitnya tinggi, pertumbuhan cepat sehingga lebih
peka terhadapa daya kerja obat dan hasilnya lebih akurat.
Waktu inkubasi
Waktu yang cukup supaya bakteri dapat berkembang biak dengan optimal dan cepat.
Waktunya minimal 16 jam.
pH, temperature
bakteri memiliki pH dan temperature optimal untuk tumbuh yang berbeda-beda
sehingga sebaiknya dilakukan saat pH dan temperature yang optimal.
konsentrasi antibiotik
semakin besar konsentrasinya semakin besar diameter hambatannya.
konsentrasi mikroba uji
semakin besar konsentrasinya semakin besar diameter hambatannya.
jenis antibiotik
setiap bakteri memiliki respon yang berbeda-beda terhadap antibiotiknya, tergantung
sifat antibiotik tersebut (berspektrum luas/berspektrum sempit).
Percobaan digunakan dengan mencairkan media agar steril yang berupa NA dengan
cara pemanasan dengan kompor listrik. Pencairan bertujuan supaya homogenitas
pencampuran media dan bakteri dapat terjadi. Setelah mencair NA didiamkan sampai suhunya
mencapai 40C karena jika suhu media terlalu tinggi maka bakteri akan mati dan jika terlalu
rendah maka agar akan memadat kembali sehingga homogenitas bakteri dan media sukar
dicapai, media tidak dapat dituang di cawan petri dan ketebalan media tidak merata. Jika
media telah mencapai suhu yang diinginkan (gelas Erlenmeyer sudah dingin), media dibawa
ke LAF untuk pencampuran suspense bakteri pada media.
Bakteri yang digunakan pada praktikum ini adalah Staphylococcus aureus dan
Escherichia coli. Sebanyak 10 l bakteri dimasukkan ke dalam media agar cair dalam
Erlenmeyer kemudian digoyangkan perlahan agar merata/homogen. Kemudian 10ml media
berisi bakteri dituang ke dalam cawan petri dan dibiarkan memadat. Setelah memadat, paper
disk disiapkan dan dijepit pinset kemudian ditetesi 10 l antibiotik baku dengan antibiotik
streptomisin, ampisilin, kanamisin dan control aquadest murni kemudian diletakkan di tempat
yang telah diberi tanda(label). Praktikum ini hanya menggunakan kertas saring karena biaya
lebih murah dan mampu menyerap air yang terdapat pada media sehingga menyebabkan
ketidak sempurnaan paper disk dalam menyerap antibiotik. Saat meletakkan paper disk
sebaiknya jangan sampai merusak media karena akan menghambat pertumbuhan bakteri
sehingga hambatannya tidak terbentuk juga jarak paper disk satu dengan yang lainnya tidak
boleh terlalu dekat karena jika terlalu dekat akan terjadi tumpang tindih diameter
hambatannya.
Cawan petri kemudian ditutup diselotip pinggir-pinggirnya sampai tidak ada celah udara
supaya terbebas dari kontaminan. Tutup diberi label kelompok dan bakteri uji kemudian
diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37C yang merupakan suhu optimum pertumbuhan
bakteri sehingga diameter hambatan yang dihasilkan optimal tetapi pada incubator
menunjukkan suhu 39C.
Setelah diinkubasi 24 jam diameter hambatan pertumbuhan bakteri diukur, diameter
hambatan pertumbuhan bakteri yaitu daerah di sekeliling paper disk yang jernih. Pengukuran
menggunakan jangka sorong supaya hasilnya lebih teliti. Diameter hambatan dihitung tiga
kali dengan posisi yang berbeda kemudian di rata-rata karena besarnya hambatan berbeda-
beda tiap sisi (bukan lingkaran sempurna) kemudian dilakukan konversi dengan antibiogram.
Antibiotik yang digunakan pada percobaan adalah:
ampicillin

http://en.wikipedia.org/wiki/File:Ampicillin-2D-skeletal.png
Ampicillin adalah salah satu antibiotik semi sintetik golongan penicillin yang cukup
murah. Ampicillin termasuk dalam agen bakterisidal yang mempunyai spektrum aktivitas
luas pada bakteri Gram negatif dan positif. Bakteri-bakteri yang rentan terhadap
Ampicillin antara lain : Streptococcus, Staphylococcus, Cornyebacterium, Clostridium,
Fusiformis spp., E. coli, Klebsiella, Shigella, Salmonella, Proteus, Brucella dan
Pasteurella (Brander, et al., 1991).
Seperti golongan penicillin lainnya, ampicillin bekerja dengan menghambat sintesis
dinding sel yaitu dengan menyerang peptidoglikan (Brander, et al.,1991). Ampicillin
didistribusikan ke berbagai jaringan termasuk paru-paru, hati, otot, jaringan synovial, dan
akan dieliminasikan bersama urin. Dosis pemberian ampicillin adalah 10-20 mg/kg/6jam
PO atau 5-10 mg/kg/6 jam IV, IM, SC (Brander, et al., 1991). Pemberian ampicillin pada
kasus ini digunakan untuk mencegah adanya infeksi sekunder.
Antibiotika Ampicillin merupakan suatu aminopenicillin semi-sintetik. Merupakan
antibiotik spektrum luas yang telah ditingkatkan aktifitasnya terhadap bakteri gram
negatif, anaerob maupun aerob. Antibiotik ini peka terhadap enzim b-laktamase yang
diproduksi oleh beberapa bakteri seperti Staph. Aureus. Resorpsinya dari usus kurang
dari 50 % dan agak perlahan, baru setelah lebih kurang 2 jam tercapai kadar puncak
dalam plasma. Plasma t - nya sedikit lebih lama dari derivat tahan asam yaitu 1-2
jam.pengikatan proteinnya jauh lebih rendah daripada pen-G atau pen-V, hanya 25 %,
sehingga difusinya kedalam jaringan juga lebih baik. Penetrasinya ke SSP ringan namun
dengan dosis tinggi sekali ternyata efektif pada meningitis. Ampicillin menembus
plasenta, namun relatif aman digunakan selama masa kebuntingan. Absorpsi obat dalam
saluran cerna kurang baik ( 30-40 %), obat terikat oleh protein plasma ( 20 %)
(Plumb, 1999).
Kadar darah maksimalnya dicapai dalam 5 menit setelah injeksi intravena, 1 jam
setelah injeksi intramuskuler dan 2 jam setelah pemberian per oral. Waktu paronya 0,5-1
jam. Ekskresi terjadi untuk sebagian kecil melalui empedu dan untuk sebagian besar
lewat ginjal dengan transport aktif tubuler pula, yaitu 30-40 % dalam keadaan aktif utuh
dan sisanya sebagai metabolit 6-APA dan penicillanic acid. Penggunannya adalah untuk
bermacam-macam infeksi saluran nafas, saluran pencernaan, respirasi, kulit dan
urogenital. Dosis untuk anjing 10-20 mg/kg IM tiap 6-8 jam (Plumb, 1999).
Antibiotika Ampicillin termasuk dalam semisintetik penicillin. Mempunyai aktivitas
tinggi melawan bakteri Gram negatif seperti Escherichia coli, Shigella, dan Salmonella
juga aktif melawan bakteri Gram positif termasuk Streptococcus, Staphylococcus,
Corynebacterium. .Ampicillin dalam bentuk asam bebas sebagai serbuk kristal putih yang
larut air. Konsentrasi dalam serum memuncak diperoleh kurang lebih 2 jam setelah
pemberian. Didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh dan terkonsentrasi di hati dan ginjal
dan diekskresikan lewat urin (Brander et all,1991). Organ sasaran: alat perkencingan, alat
pernafasan, gastrointestinal
kanamisin

http://en.wikipedia.org/wiki/Kanamycin
kompleks antibiotik yang diperoleh dari jamur Streptomyces kanamyceticus dan
termasuk aminoglikosida. Struktur kimia kanamisin tersusun atas tiga unit senyawa, yaitu
6-D-glukosamina, 1,3-diamino-4,5,6-trihidroksi sikloheksana serta ikatan antara unit
penyusun 1,3-diamino-4,5,6-trihidroksi sikloheksana dan 3-D-glukosamina adalah ikatan
glikosida.
Kanamisin mempunyai sifat basa karena adanya radikal-radikal amino dalam struktur
kimianya. Dengan demikian, kanamisin dengan asam akan membentuk garam. Bentuk
garam kanamisin sulfat yang mempunyai nama dagang Kantrex, mengkristal dengan satu
molekul air Kristal dan terurai di atas suhu 250C. kanamisin larut dalam air tetapi tidak
larut dalam methanol, aseton, kloroform dan dietileter.
Antibiotik berspektrum luas ini efektif melawan infeksi yang disebabkan oleh banyak
bakteri Gram positif dan Gram negative tetapi relative tidak akan melawan streptococci,
diplococcic, dan Clostridia.
streptomisin

http://tr.wikipedia.org/wiki/Streptomisin
streptomisin dihasilkan jamur Streptomyces griseus dan termasuk aminoglikosida.
Ada dua jenis streptomisin, yaitu streptomisin A yang selanjutnya disebut streptomisin
(tanpa akhiran A) dan disingkat S, serta streptomisin B atau manosido streptomisin.
Struktur kimia streptomisin B memiliki unit penyusun manosa.
Struktur kimia streptomisin tersusun atas tiga unit senyawa, yaitu streptidin dan N-
metil-L-glukosamina. Ikatan antara streptidin dan streptosa dan ikatan antara streptosa
dan N-metil-L-glukosamina adalah ikatan glikosida. Ikatan glikosida antara streptidin dan
streptosa lebih lemah jika dibandingkan dengan ikatan glikosida antara streptosa dan N-
metil-L-glukosamina.
Streptomisin merupakan suatu basa karena adanya dua radikal kuanido dan satu
radikal metal amino yang terdapat dalam struktur kimianya. Oleh karena itu, streptomisin
dengan asam-asam tertentu dapat membentuk akan diubah menjadi streptosa dan N-
metil-L-glukosamin. Dengan demikian, hidrolisis streptomisin menjadi unit-unit
penyusunnya tidak berjalan secara spontan, tetapi bertingkat-tingkat.
Penggunaannya pada terapi TBC sebagai obat pilihan utama sudah lama terdesak
oleh obat-obat primer lainnya berhubung toksisitasnya. Hanya bila terdapat resistensi
atau toleransi bagi obat-obat tersebut, streptomisin masih digunakan.
Dari hasil praktikum diketahui bahwa diameter hambat oleh ampisilin pada
Staphylococcus aureus sebesar 0,970 cm dan Escherichia coli sebesar 0,935 cm.
Diameter hambat oleh kanamisin pada Staphylococcus aureus sebesar 2,275 cm dan
Escherichia coli sebesar 1,752 cm dan diameter hambat oleh streptomisin pada
Staphylococcus aureus sebesar 1,320 cm dan Escherichia coli sebesar 1,367 cm.
Sehingga pada bakteri Staphylococcus aureus urutan antibiotik dari yang paling
sensitive ke kurang begitu sensitif adalah kanamisin > streptomisin > ampisilin. Dan pada
bakteri Escherichia coli urutan antibiotik dari yang paling sensitive ke kurang begitu
sensitif adalah kanamisin > streptomisin > ampisilin. secara keseluruhan sensitifitas
antibiotik dari yang terbesar adalah kanamisin > streptomisin > ampisilin.

G. Kesimpulan
Uji sensitifitas dalam klinik diperlukan untuk pemilihan antiniotik yang tepat untu pasien.
Bakteri uji yang digunakan adalah Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.
Medium yang digunakan adalah medium NA.
Uji sensitifitas dilakukan dengan membandingkan diameter hambatan rata-rata antibiotik.
Dari hasil praktikum diketahui bahwa diameter hambat oleh ampisilin pada
Staphylococcus aureus sebesar 0,970 cm dan Escherichia coli sebesar 0,935 cm.
Dari hasil praktikum diketahui bahwa diameter hambat oleh kanamisin pada
Staphylococcus aureus sebesar 2,275 cm dan Escherichia coli sebesar 1,752 cm
Dari hasil praktikum diketahui bahwa diameter hambat oleh streptomisin pada
Staphylococcus aureus sebesar 1,320 cm dan Escherichia coli sebesar 1,367 cm.
pada bakteri Staphylococcus aureus urutan antibiotik dari yang paling sensitive ke kurang
begitu sensitif adalah kanamisin > streptomisin > ampisilin
pada bakteri Escherichia coli urutan antibiotik dari yang paling sensitive ke kurang
begitu sensitif adalah kanamisin > streptomisin > ampisilin.
secara keseluruhan sensitifitas antibiotik dari yang terbesar adalah kanamisin >
streptomisin > ampisilin.

H. Daftar pustaka
Astuti, Puji, Indah Purwantini dkk. 2011. Percobaan II Teknik Aseptis dalam Buku
Petunjuk Praktikum Mikrobiologi Farmasi. Laboratorium Mikrobiologi Farmasi Fakultas
Farmasi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Brander et all,1 991 dalam http://www.pojok-vet.com/Obat-dll/ampicillin.html diakses
tanggal 7 Desember 2011
Sudjarmo, Damin. 2009. Pengantar Kimia: Buku Panduan Mahasiswa Kedokteran dan
Program Strata I Fakultas Bioeksakta. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Plumb. 1999 dalam http://www.pojok-vet.com/Obat-dll/ampicillin.html diakses tanggal 7
Desember 2011
Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahrdja. 2002. Obat-Obat Penting. Elex Media Kompetindo.
Jakarta.
Zabadi, Fairus. 2010. http://fairuzzabadi57.blogspot.com/2010/03/uji-aktivitas-
antibakteri.html. diakses tanggal 7 Desember 2011.
http://en.wikipedia.org/wiki/File:Ampicillin-2D-skeletal.png. Diakses tanggal 7 Desember
2011
http://en.wikipedia.org/wiki/Kanamycin. diakses tanggal 7 Desember 2011
http://tr.wikipedia.org/wiki/Streptomisin. diakses tanggal 7 Desember 2011


Yogyakarta, 8 Desember 2011
Praktikan

Desi Riza Pratiwi
10/304988/FA/08652

Anda mungkin juga menyukai