Anda di halaman 1dari 15

1

A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Stroke/Gangguan Pembuluh Darah Otak (GPDO)/Cerebro Vascular Disease
(CVD)/Cerebro Vascular Accident (CVA) merupakan suatu kondisi kehilangan fungsi
otak secara mendadak yang diakibatkan oleh gangguan suplai darah ke bagian otak
(Brunner & Suddarth, 2000: 94) atau merupakan suatu kelainan otak baik secara
fungsional maupun struktural yang disebabkan oleh keadaan patologis pembuluh darah
serebral atau dari seluruh sistem pembuluh darah otak (Doengoes, 2000: 290).
Cedera serebrovaskular atau stroke meliputi awitan tiba-tiba defisit neurologis
karena insufisiensi suplai darah ke suatu bagian dari otak. Insufisiensi suplai darah
disebabkan oleh trombus, biasanya sekunder terhadap arterisklerosis, terhadap
embolisme berasal dari tempat lain dalam tubuh, atau terhadap perdarahan akibat ruptur
arteri (aneurisma) (Lynda Juall Carpenito, 1995).
Menurut WHO stroke adalah adanya defisit neurologis yang berkembang cepat
akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung
selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang
jelas selain vaskuler. (Hendro Susilo, 2000)
Stroke bukan merupakan penyakit tunggal tetapi merupakan kumpulan tanda
dan gejala dari beberapa penyakit diantaranya ; hipertensi, penyakit jantung,
peningkatan lemak dalam darah, diabetes mellitus, dan penyakit vaskuler perifer
(Markus 2001). Stroke adalah serangan otak yang timbul secara mendadak dimana
terjadi gangguan fungsi otak sebagian atau menyeluruh sebagai akibat dari gangguan
aliran darah oleh karena sumbatan atau pecahnya pembuluh darah tertentu di otak
sehingga menyebabkan sel-sel otak kekurangan darah, oksigen atau zat - zat makanan
dan akhirnya dapat terjadi kematian sel-sel tersebut dalam waktu relatif singkat.
(Yayasan Stroke Indonesia 2009).
2. Etiologi
Menurut Sylvia dan Lorraine (2006), SH terjadi akibat :
1) Perdarahan intraserebrum hipertensif.
2) Perdarahan subaraknoid (PSA): ruptura aneurisma secular (berry), rupture
malformasi arteriovena (MAV), trauma.
3) Penyalahgunaan kokain, amfetamin
4) Perdarahan akibat tumor otak
2

5) Infark hemoragik
6) Penyakit perdarahan sistemik termasuk penggunaan obat antikoagulan.
Faktor Resiko Stroke
a. Hypertensi, faktor resiko utama
b. Penyakit kardiovaskuler
c. Kadar hematokrit tinggi
d. DM (peningkatan anterogenesis)
e. Pemakaian kontrasepsi oral
f. Penurunan tekanan darah berlebihan dalam jangka panjang
g. Obesitas, perokok, alkoholisme
h. Kadar esterogen yang tinggi
i. Usia > 35 tahun
j. Penyalahgunaan obat
k. Gangguan aliran darah otak sepintas
l. Hyperkolesterolemia
m. Infeksi
n. Kelainan pembuluh darahh otak (karena genetik, infeksi dan ruda paksa)
o. Lansia
p. Penyakit paru menahun (asma bronkhial)

3. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis yang muncul pada klien SH seperti:
1) Pengaruh terhadap status mental:
a. Tidak sadar : 30% - 40%
b. Konfuse : 45% dari pasien biasanya sadar
2) Daerah arteri serebri media, arteri karotis interna akan menimbulkan:
a. Hemiplegia kontralateral yang disertai hemianesthesia (30%-80%)
b. Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35%-50%)
c. Apraksia bila mengenai hemisfer non dominant(30%)
3) Daerah arteri serebri anterior akan menimbulkan gejala:
a. hemiplegia dan hemianesthesia kontralateral terutama tungkai (30%-80%)
b. inkontinensia urin, afasia, atau apraksia tergantung hemisfer mana yang
terkena.
4) Daerah arteri serebri posterior
3

a. Nyeri spontan pada kepala
b. Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35-50%)
5) Daerah vertebra basiler akan menimbulkan:
a. Sering fatal karena mengenai pusat-pusat vital di batang otak
b. Hemiplegia alternans atau tetraplegia
c. Kelumpuhan pseudobulbar (kelumpuhan otot mata, kesulitan menelan, emosi
labil)
Apabila dilihat bagian hemisfer mana yang terkena, gejala dapat berupa:
1. Stroke hemisfer kanan
a. Hemiparese sebelah kiri tubuh
b. Penilaian buruk
c. Mempunyai kerentanan terhadap sisi kontralateral sebagai kemungkinan
terjatuh ke sisi yang berlawanan\
2. Stroke hemisfer kiri
a. Mengalami hemiparese kanan
b. Perilaku lambat dan sangat berhati-hati
c. Kelainan bidang pandang sebelah kanan
d. Disfagia global
e. Afasia
f. Mudah frustasi

4. Patofisiologi
Stroke hemoragik terjadi perdarahan yang berasal dari pecahnya arteri penetrans yang
merupakan cabang dari pembuluh darah superfisial dan berjalan tegak lurus menuju
parenkim otak yang di bagian distalnya berupa anyaman kapiler. Aterosklerosis dapat
terjadi dengan bertambahnya umur dan adanya hipertensi kronik, sehingga sepanjang
arteri penetrans terjadi aneurisma kecil-kecil dengan diameter 1 mm. Peningkatan
tekanan darah yang terus menerus akan mengakibatkan pecahnya aneurisme ini,
sehingga dapat terjadi perdarahan dalam parenkim otak yang bisa mendorong struktur
otak dan merembas kesekitarnya bahkan dapat masuk kedalam ventrikel atau ke ruang
intrakranial.
Perdarahan intracranial biasanya disebabkan oleh karena ruptur arteri serebri.
Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak dan atau subaraknoid, sehingga jaringan yang
ada disekitarnya akan tergeser dan tertekan. Darah ini sangat mengiritasi jaringan otak,
sehingga dapat mengakibatkan vasospasme pada arteri di sekitar perdarahan. Spasme ini
4

dapat menyebar ke seluruh hemisfer otak dan sirkulus willis. Bekuan darah yang semula
lunak akhirnya akan larut dan mengecil. Daerah otak disekitar bekuan darah dapat
membengkak dan mengalami nekrosis, karena kerja enzim-enzim maka bekuan darah
akan mencair, sehingga terbentuk suatu rongga. Sesudah beberapa bulan semua jaringan
nekrotik akan diganti oleh astrosit dan kapiler-kapiler baru sehingga terbentuk jalinan
desekitar rongga tadi. Akhirnya rongga-rongga tersebut terisi oleh astroglia yang
mengalami proliferasi (Sylvia & Lorraine 2006). Perdarahan subaraknoid sering
dikaitkan dengan pecahnya aneurisma. Kebanyakan aneurisma mengenai sirkulus wilisi.
Hipertensi atau gangguan perdarahan mempermudah kemungkinan terjadinya ruptur,
dan sering terdapat lebih dari satu aneurisma. Gangguan neurologis tergantung letak dan
beratnya perdarahan. Pembuluh yang mengalami gangguan biasanya arteri yang
menembus otak seperti cabang lentikulostriata dari arteri serebri media yang
memperdarahi sebagian dari 3 ganglia basalis dan sebagian besar kapsula interna.
Timbulnya penyakit ini mendadak dan evolusinya dapat cepat dan konstan, berlangsung
beberapa menit, beberapa jam, bahkan beberapa hari. Gambaran klinis yang sering
terjadi antara lain; sakit kepala berat, leher bagian belakang kaku, muntah, penurunan
kesadaran, dan kejang. 90% menunjukkan adanya darah dalam cairan serebrospinal (bila
perdarahan besar dan atau letak dekat ventrikel), dari semua pasien ini 70-75% akan
meninggal dalam waktu 1-30 hari, biasanya diakibatkan karena meluasnya perdarahan
sampai ke system ventrikel, herniasi lobus temporalis, dan penekanan mesensefalon,
atau mungkin disebabkan karena perembasan darah ke pusat-pusat yang vital (Hieckey,
1997; Smletzer & Bare, 2005).
Penimbunan darah yang cukup banyak (100 ml) di bagian hemisfer serebri masih dapat
ditoleransi tanpa memperlihatkan gejala-gejala klinis yang nyata. Sedangkan adanya
bekuan darah dalam batang otak sebanyak 5 ml saja sudah dapat mengakibatkan
kematian. Bila perdarahan serebri akibat aneurisma yang pecah biasanya pasien masih
muda, dan 20 % mempunyai lebih dari satu aneurisma (Black & Hawk, 2005).
5

Pathway















Hipertensi/ terjadi perdarahan
aneurisma
Rupture arteri serebri
Ekstravasasi darah di otak
Vasospasme arteri
Menyebar ke hemisfer otak
Perdarahan serebri
TIK Nyeri
Tekanan /perfusi serebral
Metabolisme anaerob
Hipertensi/ terjadi perdarahan
anoksia
Metabolit asam
Pompa Na
+
dan Ka
+
gagal

Aktifitas elektrolit terhenti
Iskemia
Na
+
dan H
2
O masuk ke sel
Edema intrasel Acidosis lokal
Perfusi jaringan serebral
Pompa Na
+
gagal
Nekrosis jaringan dan edema
Edema Ekstrasel
6














5. Pemeriksaan diagnostic
Pemeriksaan penunjang disgnostik yang dapat dilakukan adalah :
Laboratorium: mengarah pada pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, kolesterol, dan bila
perlu analisa gas darah, gula darah dsb.
a. CT scan kepala untuk mengetahui lokasi dan luasnya perdarahan atau infark
b. MRI untuk mengetahui adanya edema, infark, hematom dan bergesernya struktur
otak
c. Angiografi untuk mengetahui penyebab dan gambaran yang jelas mengenai
pembuluh darah yang terganggu.
d. Fungsi Lumbal : Menunjukan adanya tekanan normal dan biasanya ada trombosis,
emboli serabral dan TIA, sedangkan tekanan meningkat dan cairan yang
mengandung darah menujukan adanya hemoragi suaraknoid intrakranial. Kadar
Gangguan persepsi sensori
Nekrosis jaringan dan edema
Gangguan komunikasi verbal
Kematian progresif sel otak
(defisit fungsi otak)
Gangguan bicara/penglihatan,
Lesi Korteks Lesi di Kapsul Lesi batang otak Lesi di Med. Spinalis
Kerusakan Nerves I-XII
Kesulitan mengunyah & menelan,
refleks batuk
Resiko ketidakefektifan jalan nafas
Resiko gangguan nutrisi Gangguan
mobilisasi
Lesi upper & lower
motor neuron
Tirah baring lama
Resiko gangguan integritas kulit
Defisit perawatan diri
Gangguan eliminasi urin
7

protein meningkat pada kasus trombosis sehubungan dengan adanya proses
imflamasi.
e. Mengidentifikasi maslah didasarkan pada gelombang otak dan mungkin adanya
daerah lesi yang spesifik.
f. Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawanan dari
masa yang meluas; klasifikasi karptis interna terdapat pada trombosis serebral.
g. Ultrasonografi Doppler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah system
arteri karotis), aliran darah / muncul plak (arteriosklerotik).

6. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan penderita dengan SH adalah sebagai berikut:
1. Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi miring jika muntah dan boleh
dimulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil.
2. Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila perlu diberikan
ogsigen sesuai kebutuhan.
3. Tanda-tanda vital diusahakan stabil
4. Bed rest
5. Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia
6. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
7. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, bila perlu lakukan kateterisasi
8. Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari penggunaan
glukosa murni atau cairan hipotonik.
9. Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau suction berlebih yang dapat
meningkatkan TIK.
10. Nutrisi per oral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. Jika kesadaran menurun
atau ada gangguan menelan sebaiknya dipasang NGT.
11. Penatalaksanaan spesifiknya yaitu dengan pemberian obat neuroprotektor,
antikoagulan, trombolisis intraven, diuretic, antihipertensi, dan tindakan
pembedahan, menurunkan TIK yang tinggi (Sylvia dan Lorraine 2006).


8

2. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
A. Proses keperawatan
1. Pengkajian data keperawatan
a. Identitas klien: Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam
MRS, nomor register, diagnose medis.
b. Keluhan utama: Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan,
bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi. (Jusuf Misbach, 1999)
c. Riwayat penyakit sekarang: Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung
sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi
nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala
kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain. (Siti Rochani,
2000).
d. Riwayat penyakit dahulu: Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit
jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan
obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
(Donna D. Ignativicius, 1995).
e. Riwayat penyakit keluarga: Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita
hipertensi ataupun diabetes militus. (Hendro Susilo, 2000).
f. Riwayat psikososial: Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya
untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan
keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan
pikiran klien dan keluarga.
g. Pola-pola fungsi kesehatan: a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat.
Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat
kontrasepsi oral. b) Pola nutrisi dan metabolisme , adanya keluhan kesulitan
menelan, nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut. c) Pola eliminasi:
Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola defekasi biasanya terjadi
konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. d) Pola aktivitas dan latihan,
adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau
paralise/ hemiplegi, mudah lelah, e) Pola tidur dan istirahat biasanya klien
9

mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri otot, f) Pola
hubungan dan peran: Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien
mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. g) Pola
persepsi dan konsep diri: Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah
marah, tidak kooperatif. h) Pola sensori dan kognitif: Pada pola sensori klien
mengalami gangguan penglihatan/ kekaburan pandangan, perabaan/ sentuhan
menurun pada muka dan ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif biasanya
terjadi penurunan memori dan proses berpikir. i) Pola reproduksi seksual:
Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa pengobatan
stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamin. j) Pola
penanggulangan stress: Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan
masalah karena gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi. k) Pola
tata nilai dan kepercayaan: Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena
tingkah laku yang tidak stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi
tubuh.
h. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum: mengelami penurunan kesadaran, Suara bicara : kadang
mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa
bicara/afasia: tanda-tanda vital: TD meningkat, nadi bervariasi.
2) Pemeriksaan integument:
a) Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga
dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol
karena klien CVA Bleeding harus bed rest 2-3 minggu.
b) Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis.
c) Rambut : umumnya tidak ada kelainan.
3) Pemeriksaan kepala dan leher:
a) Kepala: bentuk normocephalik
b) Wajah: umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi.
c) Leher: kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998).
10

4) Pemeriksaan dada: Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar
ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur
akibat penurunan refleks batuk dan menelan.
5) Pemeriksaan abdomen: Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed
rest yang lama, dan kadang terdapat kembung.
6) Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus: Kadang terdapat incontinensia atau
retensio urine.
7) Pemeriksaan ekstremitas: Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi
tubuh.
8) Pemeriksaan neurologi:
a) Pemeriksaan nervus cranialis: Umumnya terdapat gangguan nervus
cranialis VII dan XII central.
b) Pemeriksaan motorik:Hampir selalu terjadi kelumpuhan/ kelemahan
pada salah satu sisi tubuh.
c) Pemeriksaan sensorik: Dapat terjadi hemihipestesi.
d) Pemeriksaan refleks: Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh
akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul
kembali didahuli dengan refleks patologis.(Jusuf Misbach, 1999)

B. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intracerebral.
2) Nyeri akut berhubungan dengan nyeri berhubungan dengan peningkatan TIK .
3) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia.
4) Gangguan persepsi sensori baerhubungan dengan penurunan sensori penurunan
penglihatan.
5) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah otak
6) Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan hemiparese/hemiplegi.
7) Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kelemahan otot mengunyah dan menelan.
8) Resiko terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
menurunnya refleks batuk dan menelan, imobilisasi.
9) Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama.
10) Gangguan eliminasi urin (incontinensia uri) berhubungan dengan kehilangan
tonus kandung kemih, kehilangan kontrol sfingter, hilangnya isarat berkemih.

11

NO
DX
TUJUAN DAN KH INTERVENSI RASIONAL
1. Tujuan: setelah melakukan tindakan
keperawatan selama 3X24 jam perfusi
jaringan otak tercapai maksimal ditandai
dengan:
1. Klien tidak gelisah
2. Tidak ada keluhan nyeri kepala,
mual, kejang.
3. GCS 456
4. Pupil isokor, reflek cahaya (+)
5. Tanda-tanda vital normal
1. Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang
sebab-sebab peningkatan TIK dan akibatnya.
2. Anjurkan kepada klien untuk bed rest total
3. Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelain
tekanan intrakranial tiap dua jam
4. Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan
letak jantung (beri bantal tipis)
5. Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan
mengejan berlebihan
6. Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi
pengunjung
7. Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian
terapi cairan intravena dan obat-obatan sesuai
program dokter.
1. Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan.

2. Untuk mencegah perdarahan ulang.

3. Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara dini dan
untuk penetapan tindakan yang tepat.
4. Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan drainage vena dan
memperbaiki sirkulasi serebral
5. Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra kranial dan
potensial terjadi perdarahan ulang.
6. Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan kenaikan TIK.
7. Memperbaiki sel yang masih viable dan mengobati perdarahan yang ada
di otak.

2. Tujuan: Nyeri berkurang atau hilang.
Kriteria hasil :
Raut wajah pasien tidak meringis, skala
nyeri 0-2 ( skala 0-10)
1. Kaji tingkat nyeri yang dialami pasien.
2. Berikan posisi yang nyaman, usahakan situasi
ruangan yang tenang.
3. Alihkan perhatian pasien dari rasa nyeri.
4. Kolaborasi berikan obat-obat analgetik dan
penurun TIK.
1. Untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien.
2. Untuk mendukung mengurangi rasa nyeri.


3. Dengan melakukan aktivitas lain pasien dapat melupakan perhatiannya
terhadap nyeri yang dialami.
4. Analgetik mengurangi nyeri pasien,penurunan TIK membuat nyeri
berkurang.
3. Tujuan: setelah melakukan tindakan
keperawatan Klien mampu melaksanakan
aktivitas fisik sesuai dengan
kemampuannya dengan kriteria hasil:
1. Ubah posisi klien tiap 2 jam
2. Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif
pada ekstrimitas yang tidak sakit.
3. Lakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang sakit
1. Menurunkan resiko terjadinnya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah
yang jelek pada daerah yang tertekan.
2. Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot serta
memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan.
12

1. Tidak terjadi kontraktur sendi.
2. Bertabahnya kekuatan otot.
3. Klien menunjukkan tindakan untuk
meningkatkan mobilitas.
4. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan
fisik klien.

3. Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih
untuk digerakkan.
4. Membantu mobilisai klien.
4. Tujuan: setelah melakukan tindakan
keperawatan selama 2X24 jam terjadi
peningkatan persepsi sensorik secara
optimal dengan kriteria hasil:
1. Adanya perubahan kemampuan
yang nyata.
2. Tidak terjadi disorientasi waktu,
tempat, orang.

1. Tentukan kondisi patologis klien

2. Kaji gangguan penglihatan terhadap perubahan
persepsi.
3. Latih klien untuk melihat suatu obyek dengan
telaten dan seksama.
4. Observasi respon perilaku klien, seperti menangis,
bahagia, bermusuhan, halusinasi setiap saat.
5. Berbicaralah dengan klien secara tenang dan
gunakan kalimat-kalimat pendek.
1. Untuk mengetahui tipe dan lokasi yang mengalami gangguan, sebagai
penetapan rencana tindakan
2. Untuk mempelajari kendala yang berhubungan dengan disorientasi klien
3. Agar klien tidak kebingungan dan lebih konsentrasi.

4. Untuk mengetahui keadaan emosi klien.


5. Untuk memfokuskan perhatian klien, sehingga setiap masalah dapat
dimengerti.
5. Tujuan: Setelah melakukan
tindakan keperawatan selam 3X24
jam, Proses komunikasi klien dapat
berfungsi secara optimal dengan
kriteria hasil:
1. Terciptanya suatu komunikasi
dimana kebutuhan klien dapat
dipenuhi.
2. Klien mampu merespon setiap
1. Berikan metode alternatif komunikasi, misal
dengan bahasa isarat.
2. Antisipasi setiap kebutuhan klien saat
berkomunikasi.
3. Bicaralah dengan klien secara pelan dan gunakan
pertanyaan yang jawabannya ya atau tidak.
4. Anjurkan kepada keluarga untuk tetap
berkomunikasi dengan klien.
5. Hargai kemampuan klien dalam berkomunikasi.
1. Memenuhi kebutuhan komunikasi sesuai dengan kemampuan klien.
2. Mencegah rasa putus asa dan ketergantungan pada orang lain.
3. Mengurangi kecemasan dan kebingungan pada saat komunikasi.

4. Mengurangi isolasi sosial dan meningkatkan komunikasi yang efektif.
5. Memberi semangat pada klien agar lebih sering melakukan komunikasi.
6. Melatih klien belajar bicara secara mandiri dengan baik dan benar.
13

berkomunikasi secara verbal
maupun isarat.
6. Kolaborasi dengan fisioterapis untuk latihan
wicara.
6. Tujuan: setelah melakukan
tindakan keperawatan selama 1X24
jam Kebutuhan perawatan diri
klien terpenuhi dengan kriteria
hasil:
1. Klien dapat melakukan
aktivitas perawatan diri sesuai
dengan kemampuan klien.

1. kemampuan dan tingkat kekurangan dalam
melakukan perawatan diri.
2. Beri motivasi kepada klien untuk tetap
melakukan aktivitas dan beri bantuan dengan
sikap sungguh.
3. Hindari melakukan sesuatu untuk klien yang
dapat dilakukan klien sendiri, tetapi berikan
bantuan sesuai kebutuhan.
4. Berikan umpan balik yang positif untuk
setiap usaha yang dilakukan atau
keberhasihan.
5. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi/okupasi.
1. Membantu dalam mengantisipasi/merencanakan pemenuhan kebutuhan
secara individual.

2. Meningkatkan harga diri dan semangat untuk berusaha terus-menerus.

3. Melatih kemandirian klien untuk memepertahankan harga diri dan
meningkatkan pemulihan.


4. Meningkatkan perasaan makna diri dan kemandirian serta mendorong
klien untuk berusaha secara kontinyu.

5. Memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan rencana terapi
dan mengidentifikasi kebutuhan.
7. Tujuan: setelah melakukan
tindakan keperawatan selama 3X24
jam tidak terjadi gangguan nutrisi,
dengan kriteria hasil:
1. Berat badan dapat
dipertahankan/ditingkatkan.
2. Hb dan albumin dalam batas
1. Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah,
menelan dan reflek batuk.
2. Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada waktu,
seama dan sesudah makan.
3. Pasang NGT dan berikan makanan lewat NGT jika
klien tidak mampu mengunyah dan menelan.
4. Berikan makan dengan berlahan pada lingkungan
1. Untuk menetapkan jenis makanan yang akan diberikan pada klien.
2. Klien lebih mudah untuk menelan karena gaya gravitasi.

3. Menjaga intake nutrisi tetap adekuat.


4. Membantu dalam melatih kembali sensori dan meningkatkan kontrol
14

normal. yang tenang.
5. Anjurkan klien menggunakan sedotan meminum
cairan.
muskuler.
5. Menguatkan otot fasial dan dan otot menelan dan merunkan resiko
terjadinya tersedak.

8. Tujuan: Setelah melakukan
tindakan keperawatan selama 3X24
jam Jalan nafas tetap efektif
ditandai dengan:
1. Klien tidak sesak nafas.
2. Tidak terdapat ronchi,
wheezing ataupun suara nafas
tambahan.
3. Tidak retraksi otot bantu
pernafasan.
4. Pernafasan teratur, RR 16-20
x per menit.
1. Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga
tentang sebab dan akibat ketidakefektifan jalan
nafas.
2. Rubah posisi tiap 2 jam sekali

3. Berikan intake yang adekuat (2000 cc per hari)
4. Observasi pola dan frekuensi nafas

5. Auskultasi suara nafas
6. Lakukan fisioterapi nafas sesuai dengan keadaan
umum klien.
1. Klien dan keluarga mau berpartisipasi dalam mencegah terjadinya
ketidakefektifan bersihan jalan nafas.

2. Perubahan posisi dapat melepaskan sekret darim saluran pernafasan.
3. Air yang cukup dapat mengencerkan secret.

4. Untuk mengetahui ada tidaknya ketidakefektifan jalan nafas
5. Untuk mengetahui adanya kelainan suara nafas.
6. Agar dapat melepaskan sekret dan mengembangkan paru-paru
9. Tujuan: setelah melakukan
tindakan keperawaran selama 3X24
Klien mampu mempertahankan
keutuhan kulit dengan kriteria
hasil:
1. Klien mau berpartisipasi
terhadap pencegahan luka.
1. Anjurkan untuk melakukan latihan ROM (range of
motion) dan mobilisasi jika mungkin.
2. Rubah posisi tiap 2 jam
3. Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di
bawah daerah-daerah yang menonjol
4. Lakukan massage pada daerah yang menonjol
yang baru mengalami tekanan pada waktu berubah
1. Meningkatkan aliran darah kesemua daerah


2. Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah
3. Menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang menonjol.

4. Menghindari kerusakan-kerusakan kapiler-kapiler.
15


2. Klien mengetahui penyebab
dan cara pencegahan luka.
3. Tidak ada tanda-tanda
kemerahan atau luka.

posisi
5. Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan
palpasi area sekitar terhadap kehangatan dan
pelunakan jaringan tiap merubah posisi.
6. Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin
hindari trauma, panas terhadap kulit.


5. Hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan



6. Mempertahankan keutuhan kulit.
10. Tujuan: setelah melakukan
tingdakan keperawatan selama
3X24 jam Klien mampu
mengontrol eliminasi urinya
dengan kriteria hasil:
1. Klien akan melaporkan
penurunan atau hilangnya
inkontinensia.
2. Tidak ada distensi bladder.

1. Identifikasi pola berkemih dan kembangkan
jadwal berkemih sering
2. Ajarkan untuk membatasi masukan cairan selama
malam hari.
3. Ajarkan teknik untuk mencetuskan refleks
berkemih (rangsangan kutaneus dengan
penepukan suprapubik, manuver regangan anal).
4. Bila masih terjadi inkontinensia, kurangi waktu
antara berkemih pada jadwal yang telah
direncanakan.
5. Berikan penjelasan tentang pentingnya hidrasi
optimal (sedikitnya 2000 cc per hari bila tidak ada
kontraindikasi).
1. Berkemih yang sering dapat mengurangi dorongan dari distensi kandung
kemih yang berlebih
2. Pembatasan cairan pada malam hari dapat membantu mencegah
enuresis.
3. Untuk melatih dan membantu pengosongan kandung kemih.
4. Kapasitas kandung kemih mungkin tidak cukup untuk menampung
volume urine sehingga memerlukanuntuk lebih sering berkemih.


5. Hidrasi optimal diperlukan untuk mencegah infeksi saluran perkemihan
dan batu ginjal.

Anda mungkin juga menyukai

  • Imelda Suratinoyo 120114024
    Imelda Suratinoyo 120114024
    Dokumen1 halaman
    Imelda Suratinoyo 120114024
    Chindy Gbyella Wauran
    Belum ada peringkat
  • Inter Vens I
    Inter Vens I
    Dokumen1 halaman
    Inter Vens I
    Chindy Gbyella Wauran
    Belum ada peringkat
  • Resume Mata
    Resume Mata
    Dokumen9 halaman
    Resume Mata
    Chindy Gbyella Wauran
    Belum ada peringkat
  • Case Manager
    Case Manager
    Dokumen5 halaman
    Case Manager
    Chindy Gbyella Wauran
    Belum ada peringkat
  • Ilustrasi Rumah Sakit
    Ilustrasi Rumah Sakit
    Dokumen6 halaman
    Ilustrasi Rumah Sakit
    Chindy Gbyella Wauran
    Belum ada peringkat
  • Resume Anak
    Resume Anak
    Dokumen10 halaman
    Resume Anak
    Chindy Gbyella Wauran
    Belum ada peringkat
  • Rencana Asuhan Keperatan
    Rencana Asuhan Keperatan
    Dokumen1 halaman
    Rencana Asuhan Keperatan
    Chindy Gbyella Wauran
    Belum ada peringkat
  • Analisa Data
    Analisa Data
    Dokumen1 halaman
    Analisa Data
    Chindy Gbyella Wauran
    Belum ada peringkat
  • Resume: Tanggal 23 Maret 2004 Pada Pukul 15:10
    Resume: Tanggal 23 Maret 2004 Pada Pukul 15:10
    Dokumen2 halaman
    Resume: Tanggal 23 Maret 2004 Pada Pukul 15:10
    Chindy Gbyella Wauran
    Belum ada peringkat
  • Efuli Pleura Askep
    Efuli Pleura Askep
    Dokumen27 halaman
    Efuli Pleura Askep
    Chindy Gbyella Wauran
    Belum ada peringkat
  • Leukemia Limfoblastik Akut LLA
    Leukemia Limfoblastik Akut LLA
    Dokumen17 halaman
    Leukemia Limfoblastik Akut LLA
    Chindy Gbyella Wauran
    0% (1)
  • Implement As I
    Implement As I
    Dokumen1 halaman
    Implement As I
    Chindy Gbyella Wauran
    Belum ada peringkat
  • KDM All
    KDM All
    Dokumen1 halaman
    KDM All
    Chindy Gbyella Wauran
    Belum ada peringkat
  • Inter Vens I
    Inter Vens I
    Dokumen1 halaman
    Inter Vens I
    Chindy Gbyella Wauran
    Belum ada peringkat
  • Dermatitis Alergen
    Dermatitis Alergen
    Dokumen17 halaman
    Dermatitis Alergen
    Chindy Gbyella Wauran
    Belum ada peringkat
  • Format Pengkajian
    Format Pengkajian
    Dokumen12 halaman
    Format Pengkajian
    Rylhy Ulhye Noanyus
    Belum ada peringkat
  • Leukemia Limfoblastik Akut LLA
    Leukemia Limfoblastik Akut LLA
    Dokumen17 halaman
    Leukemia Limfoblastik Akut LLA
    Chindy Gbyella Wauran
    0% (1)
  • Makalah 20dermatitis 20atopik
    Makalah 20dermatitis 20atopik
    Dokumen33 halaman
    Makalah 20dermatitis 20atopik
    Chindy Gbyella Wauran
    Belum ada peringkat
  • Pujian
    Pujian
    Dokumen1 halaman
    Pujian
    Chindy Gbyella Wauran
    Belum ada peringkat
  • Pujian
    Pujian
    Dokumen1 halaman
    Pujian
    Chindy Gbyella Wauran
    Belum ada peringkat
  • Dermatitis Alergen
    Dermatitis Alergen
    Dokumen17 halaman
    Dermatitis Alergen
    Chindy Gbyella Wauran
    Belum ada peringkat
  • Analisa Data
    Analisa Data
    Dokumen1 halaman
    Analisa Data
    Chindy Gbyella Wauran
    Belum ada peringkat
  • Kartu 1000
    Kartu 1000
    Dokumen1 halaman
    Kartu 1000
    Chindy Gbyella Wauran
    Belum ada peringkat
  • Dermatitis Alergen Intervensi
    Dermatitis Alergen Intervensi
    Dokumen3 halaman
    Dermatitis Alergen Intervensi
    Chindy Gbyella Wauran
    Belum ada peringkat
  • Lagu
    Lagu
    Dokumen1 halaman
    Lagu
    Chindy Gbyella Wauran
    Belum ada peringkat
  • Patoflow CA Tiroid
    Patoflow CA Tiroid
    Dokumen1 halaman
    Patoflow CA Tiroid
    Chindy Gbyella Wauran
    Belum ada peringkat
  • Amen Ore A
    Amen Ore A
    Dokumen4 halaman
    Amen Ore A
    Emy Listiyani
    Belum ada peringkat
  • Lagu ..................
    Lagu ..................
    Dokumen1 halaman
    Lagu ..................
    Chindy Gbyella Wauran
    Belum ada peringkat
  • Lagu
    Lagu
    Dokumen1 halaman
    Lagu
    Chindy Gbyella Wauran
    Belum ada peringkat