Anda di halaman 1dari 24

MODUL ORGAN FORENSIK

KASUS ETIKA PROFESI KEDOKTERAN

KELOMPOK IX

030.09.218 Ruti Devi Permatasari

030.09.258 Umi Kalsum

030.09.247 Syafina Wardah

030.09.259 Utami Ningsih

030.09.248 Syahriar Muhammad

030.09.260 Vallensia N Febriyanti

030.09.250 Tara Wandhita Usman

030.09.261 Vanda Sativa

030.09.253 Tezar Andrean Budiarta

030.09.262 Vania Valentina

030.09.254 Theresia Sutjiarto

030.09.264 Vanny Mahesa Putri

030.09.255 Thiea Arantxa

030.09.265 Vita Alfia Shafadilla

030.09.257 Tri Annisa

030.09.206 Wicaksono Harry

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI


JAKARTA

BAB I
PENDAHULUAN

Etika merupakan kajian mengenai moralitas - refleksi terhadap moral secara


sistematik, hati-hati dan analisis terhadap keputusan moral serta perilaku baik pada masa
lampau, sekarang atau masa mendatang. Moralitas merupakan dimensi nilai dari keputusan
dan tindakan yang dilakukan manusia. Bahasa moralitas termasuk kata-kata seperti hak,
tanggung jawab, dan kebaikan dan sifat seperti baik dan buruk (atau jahat), benar
dan salah, sesuai dan tidak sesuai. Menurut dimensi ini, etika terutama adalah
bagaimana mengetahuinya (knowing), sedangkan moralitas adalah bagaimana melakukannya
(doing). Hubungan keduanya adalah bahwa etika mencoba memberikan kriteria rasional bagi
orang untuk menentukan keputusan atau bertindak dengan suatu cara diantara pilihan cara
yang lain.
Persetujuan yang berdasarkan pengetahuan merupakan salah satu konsep inti etika
kedokteran saat ini. Hak pasien untuk mengambil keputusan mengenai perawatan kesehatan
mereka telah diabadikan dalam aturan hukum dan etika di seluruh dunia. Deklarasi Hak-hak
Pasien dari World Medical Association menyatakan:
Pasien mempunyai hak untuk menentukan sendiri, bebas dalam membuat keputusan
yang menyangkut diri mereka sendiri. Dokter harus memberi tahu pasien konsekuensi dari
keputusan yang diambil.
Pasien dewasa yang sehat mentalnnya memiliki hak untuk memberi ijin atau tidak
memberi ijin terhadap prosedur diagnosa maupun terapi. Pasien mempunyai hak untuk
mendapatkan informasi yang diperlukan untuk mengambil keputusannya. Pasien harus paham
dengan jelas apa tujuan dari suatu tes atau pengobatan, hasil apa yang akan diperoleh, dan
apa dampaknya jika menunda keputusan.

BAB II
LAPORAN KASUS

Seorang pasien berusia 62 tahun datang kerumah sakit dengan karsinoma kolon yang
telah terminal. Pasien masih cukup sadar berpendidikan cukup tinggi. Ia memahami benar
posisi kesehatannya dan keterbatasan kemampuan ilmu kedokteran saat ini ia juga memiliki
pengalaman pahit sewaktu kakaknya menjelang ajalnya dirawat di ICU dengan peralatan
bermacam-macam tampak sangat menderita, dan alat-alat tersebut tampak hanya
memperpanjang penderitaannya saja. Oleh karena itu ia meminta kepada dokter apabila dia
mendekati ajalnya agar menerima terapi yang minimal saja( tanpa antibiotika, tanpa peralatan
ICU, dll), dan ia ingin mati dengan tenang dan wajar. Namun ia tetap setuju apabila ia
menerima obat-obatan penghilang rasa sakit bila memang dibutuhkan.

BAB III
PEMBAHASAN
ASPEK HUKUM
Permasalahan dalam kasus ini juga dibahas dalam Peraturan Menteri Kesehatan
(Permenkes) RI No. 290/Menkes/Per/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran,
dalam Bab IV: Ketentuan pada Situasi Khusus. Dijelaskan pada pasal-pasal sebagai berikut:

Pasal 14
1. Tindakan penghentian/penundaan bantuan hidup (withdrawing/withholding life
support) pada seorang pasien harus mendapat persetujuan keluarga terdekat
pasien.
2. Persetujuan penghentian/penundaan bantuan hidup oleh keluarga terdekat pasien
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah keluarga mendapat
penjelasan dari tim dokter yang bersangkutan.
3. Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diberikan secara tertulis.

Pasal 15
Dalam hal tindakan kedokteran harus dilaksanakan sesuai dengan program pemerintah
dimana tindakan medik tersebut untuk kepentingan masyarakat banyak, maka persetujuan
tindakan kedokteran tidak diperlukan.

Hal mengenai Penolakan Tindakan Kedokteran juga dijelaskan pada Bab V, dengan
pasal sebagai berikut:

Pasal 16
1. Penolakan tindakan kedokteran dapat dilakukan oleh pasien dan/atau keluarga
terdekatnya setelah menerima penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan.
2. Penolakan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud kedokteran pada ayat (1)
harus dilakukan secara tertulis.
3. Akibat penolakan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
menjadi tanggung jawab pasien.
4. Penolakan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
memutuskan hubungan dokter dan pasien.
4

Pasal yang mengatur tentang Praktek Kedokteran tertuang pada :

Pasal 531 KUHP


Barangsiapa ketika menyaksikan bahwa ada orang yang sedang menghadapi
maut, tidak member pertolongan yang dapat diberikan padanya, tanpa
selayaknya menimbulkan bahaya bagi dirinya atau orang lain, diancam jika
kemudian orang itu meninggal, dengan kurungan paling lama tiga bulan atau
denda tiga ratus rupiah.

Pasal 53 UU Kesehatan
2. tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk
mematuhi standart profesi dan menghormati pasien.

Pasal yang mengatur tentang Rekam Medis :

UU no. 29 tahun 2004


Pasal 46
1. Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib
membuat rekam medis
2. Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus segera dilengkapi
setelah pasien selesai menerima pelayanan kesehatan.

Permenkes No. 749a/XII/1989


Rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen mengenai
identitas pasien, hasil pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan
lainnya yang diterima pasien pada sarana kesehatan, baik rawat jalan maupun
rawat inap

PP No. 10 tahun 1996


Pasal 1
Yang dimaksud dengan rahasia kedokteran ialah segala sesuatu yang diketahui
oleh orang-orang tersaebut dalam pasal 3 pada waktu atau selama melakukan
pekerjaannya dalam lapangan kedokteran

Pasal 2
Pengetahuan tersebut pasal 1 harus dirahasikan oleh orang-orang yang tersebut
dalam pasal 3, kecuali apabila suatu peraturan lain yang sederajat atau lebih
tinggi dari pada peraturan perundang-undangan ini menentukan lain
Pasal 3
Yang diwajibkan menyimpan rahasia yang dimaksud dalam pasal 1 ialah :
-

Tenaga kesehatan menurut pasal 2 Undang-Undang tentang kesehatan

Mahasiswa kedokteran , murid yang bertugas dalam lapangan


pemeriksaan, pengobatan dan atau perawatan, dan orang lain yang
ditetapkan oleh menteri kesehatan.1

DAMPAK HUKUM
1. Pasal 54 UU Kesehatan
Terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam
melaksanakan profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin.
2. Pasal 13. Permenkes 585/MenKes/Per/IX/1989
Terhadap dokter yang melakukan tindakan medik tanpa adanya persetujuan dari
pasien/keluarganya dapat dikenakan sanksi administrative berupa pencabutan surat
izin praktek.
3. Pasal 344 KUHP
Barangsiapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas
dinyatakan dengan kesungguhan hati diancam dengan pidana penjara paling lama 12
tahun.

STATUS PASIEN

Nama

: Tri Ningsih

Jenis kelamin

: Perempuan

Usia

: 62 tahun

Status

: Menikah

Agama

: Islam

Alamat

: Jln. Suka ria jakarta timur

ANAMNESIS

Riwayat penyakit sekarang


1. Apakah gangguan kebiasaan BAB ?
2. Nyeri saat BAB?
3. Apakah ada sembelit atau diare?
4. Apakah waktu BAB disertai darah dan berlendir ?
5. Apakah ada penurunan berat badan yang drastis?
6. Sejak kapan keluhan dirasa?
7. Apakah ada nausea dan distensi?
Riwayat kebiasaan
1. Bagaimana pola makan pasien? Apakah lebih sering mengkonsumsi daging dari pada
makanan yang berserat?
2. Apakah mengkonsumsi alkohol ?
Riwayat keluarga
1. Apakah ada anggota keluarga yang menderita keluhan yang sama dengan pasien?

Berdasarkan hasil anamnesis diketahuai bahwa pasien mengalami nyeri saat BAB
disertai sembelit dan keluarnya darah serta lendir saat BAB. Keluhan ini dirasakan pasien
sejak beberapa tahun yang lalu dan semakin memberat. Pasien ini jug mengalami penurunan
berat badan yang cukup signifikan. Pasien mengaku kakak yang meninggal juga menderita
kanker.
7

PEMERIKSAAN FISIK

A. Keadaan Umum

Kesan sakit

: sakit berat

Tingkat kesadaran

: compos mentis

Status gizi

: buruk( didapatkan kulit kering dan kasar, lemak subkutan tidak ada,
tulang-tulang menonjol dan rambut yang rontok)

Cara berjalan

: tidak dapat berjalan

B. Tanda Vital

Suhu

: 36,9 0C

Tekanan darah

: 150/80 mmHg

Nadi

: 76x/menit

Pernafasan

: 18x/menit

C. Status Generalis

Ditemukan tanda ikterik yaitu Sklera ikterik merata dan warna wajah ikterik.

D. Status Lokalis
Regio Abdomen:
Didapatkan teraba massa di abdomen kuadran kanan bawah, ukuran 10x8x5 cm3, konsistensi
lunak, mobile, permukaan rata dan licin, nyeri tekan (+), batas tegas. Ditemukan pula
pembesaran hepar (hepatomegali)

PEMERIKSAAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan darah rutin


Tidak ditemukan kelainan
2. Test fungsi hati
Ditemukan peningkatan SGPT-SGOT
3. Test imunologi
Ditemukan Tumor Marker CEA 4,80 ng/ml.
4. Pemeriksaan feses:
Ditemukan darah dan lendir
5. USG
Kesan hasil USG abdomen curiga massa pada colon ascenden.
6. Kolonoskopi:
Pemeriksaan kolonoskopi menunjang pemeriksaan kanker kolon.

DIAGNOSIS

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaaan penunjang, diagnosis


bagi pasien ini adalah karsinoma colon ascenden stadium terminal.

TATALAKSANA
Penanganan yang kita anjurkan adalah terapi paliatif karena pasien telah memasuki
stadium terminal
1. Menghilangkan Nyeri
Analgesik diberikan sesuai resep. Lingkungan dibuat kondusif untuk relaksasi
dengan meredupkan lampu, mematikan televisi atau radio, dan membatasi
pengunjung dan telepon bila diinginkan oleh pasien. Tindakan kenyamanan tambahan
ditawarkan : Perubahan posisi, gosokan punggung, dan teknik relaksasi.
2. Meningkatkan Toleransi Aktivitas
Toleransi aktivitas pasien dikaji. Aktivitas diubah dan dijadwalkan untuk
memungkinkan periode tirah baring yang adekuat dalam upaya untuk menurunkan
keletihan pasien.
3. Mempertimbangkan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit

Masukan dan haluaran mencakup muntah diukur dan dicatat, untuk


menyediakan data akurat tentang keseimbangan cairan. Masukan makanan oral dan
cairan pasien dibatasi untuk mencegah muntah. Antiemetik diberikan sesuai resep.
Cairan penuh atau jernih dapat ditoleransi, atau pasien dipuasakan. Selang nasogastrik
akan dipasang pada periode praoperatif untuk mengalirkan akumulasi cairan dan
mencegah distensi abdomen. Kateter urinarius indwelling dapat dipasang untuk
memungkinkan pemantauan haluaran setiap jam. Haluaran kurang dari 30 ml/jam
dilaporkan sehingga terapi cairan intravena dapat disesuaikan bila perlu.2

PROGNOSIS
Ad vitam : ad malam
Ad sanationam : ad malam
Ad fungsionam : ad malam

Dari kasus didapatkan pasien dengan karsinoma terminal ini, minta untuk dibiarkan
meninggal dengan tenang tanpa alat-alat bantuan (letting die naturally) dan pasien hanya
ingin diberikan obat penghilang saja sehingga prognosis pasien menjadi semakin buruk
dibandingkan jika pasien mendapatkan pengobatan.

Prosedur Tindakan Medis


Persoalan pada akhir kehidupan merupakan hal yang rumit bagi para profesional
kesehatan. persoalan dapat berupa bolehkah kita menghentikan cairan dan nutrisi pada
pasien? hingga ke persoalan lebih rumit, seperti seberapa jauh peran keluarga dalam
membuat keputusan medis terhadap pasien?, apa sikap dokter bila pasien meminta terapi
minimal? yang kemudian dihubugkan dengan isu tentang letting die naturally, physician
assisted suicide, physician assisted death, euthanasia, masalah futility dan brain death.
Tindakan medis yang diketahui sebagai tindakan sia-sia (futile) saat ini
dipertimbangkan untuk tidak lagi dilanjutkan dan secara moral dapat dibenarkan apabila
tindakan medis tersebut dihentikan. Pertimbangan ini sebenarnya bukan pertimbangan yang
aru, melainkan pertimbangan yang telah ada pada jaman hippocrates. Namun demikian

10

keputusan bahwa sesuatu tindakan medis adalah tindakan sia-sia haruslah diambil dengan
melalui pertimbangan yang ketat.
Prosedur Terapi
Pembuatan keputusan etik, terutama dalam situasi klinik, dapat juga dilakukan dengan
menggunakan 4 topik yang esensial dalam pelayanan klinik, yaitu:
1. Medical Indication
Topik ini menjelaskan semua prosedur diagnostik dan terapi yang sesuai untuk
mengevaluasi keadaan pasien dan mengobatinya. penilaian aspek indikasi medis ini ditinjau
dari sisi etiknya, terutama menggunakan kaidah beneficence dan nonmaleficence. Pertanyaan
etika pada topik ini adalah serupa dengan seluruh informasi yang selayaknya disampaikan
kepada pasien pada doktrin informed consent.
2. Patient preferrence
Pada topik ini menjelaskan tentang manfaat dan beban yang akan diterimanya, yang
berarti cerminan kaidah autonomy. Pertanyaan etiknya meliputi

pertanyaan tentang

kompetensi pasien, sifat volunter sikap dan keputusan nya, pemahaman atas informasi, siapa
pembuat keputusan bila pasien tidak kompeten, nilai dan keyakinan yang dianut pasien, dll.
3. Quality of life
Pada topik ini menjelaskan tentang tujuan kedokteran, yaitu memperbaiki, menjaga
atau meningkatkan kualitas hidup insani. Apa,siapa dan bagaimana melakukan penilaian
kualitas hidup merupakan pertanyaan etik sekitar prognosis, yang berkaitan dengan
beneficence, non maleficence dan autonomy.
4. Contextual features
Pada topik ini dibahas seputar aspek non medis yang mempengaruhi keputusan,
seperti keluarga,ekonomi,agama,budaya,kerahasiaan dan alokasi sumber daya dan faktor
hukum.

11

Pada pasien ini, setelah menjelaskan dan mempertimbangkan hal-hal diatas maka
pasien hanya diberi terapi supportif dan simptomatik saja. Sebelumnya pasien dan
keluarganya diberi terlebih dahulu informasi tentang manfaat dan beban yang akan
diterimanya. Apabila disetujui maka prosedur terapi ini dapat diputuskan.
Dalam kasus kali ini, yang menjadi permasalahan ialah seorang pasien dengan
karsinoma terminal ini, minta untuk dibiarkan meninggal dengan tenang tanpa alatalat bantuan (letting die naturally) dan pasien hanya ingin diberikan obat penghilang
nyeri saja maka pasien harus menandatangani surat penolakan tindakan medis. Ditinjau dari
aspek etika, hal tersebut sesungguhnya dapat dilihat dari dua sisi, di mana di satu sisi
perbuatan tersebut ialah tindakan amoral karena menyebabkan hilangnya nyawa seseorang,
namun di sisi lain dapat dianggap sebagai perbuatan mulia karena bermaksud untuk tidak
memperpanjang penderitaan yang dialami oleh pasien.

12

BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA

ASPEK ETIKA

Etika adalah disiplin ilmu yang mempelajari baik-buruk atau benar-salahnya suatu
sikap dan atau perbuatan seseorang individu atau institusi dilihat dari moralitas. Dua teori
etika yang banyak dianut orang adalah teori deontologi dan teleologi:
a) Deontologi mengajarkan bahwa baik-buruknya suatu perbuatan harus dilihat dari
perbuatannya itu sendiri. Teori ini lebih berdasar kepada ajaran agama, tradisi, dan
budaya.
b) Teleologi mengajarkan untuk menilai baik-buruk tindakan dengan melihat hasil
atau akibatnya. Ajaran ini lebih ke arah penalaran dan pembenaran kepada asas
manfaat.
Untuk dapat mencapai suatu keputusan etik, diperlukan 4 kaidah dasar moral dengan
beberapa rules di bawahnya. Kaidah-kaidah dasar moral tersebut antara lain:
1. Prinsip otonomi, yaitu prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien, terutama
hak otonominya.
2. Prinsip beneficence, yaitu prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang
ditujukan kepada kebaikan pasien, dalam hal ini tindakan tersebut lebih besar
manfaat daripada mudaratnya.
3. Prinsip non-maleficence, yaitu prinsip moral yang melarang tindakan yang
memperburuk keadaan pasien.
4. Prinsip justice, yaitu prinsip moral yang mementingkan keadilan dalam bersikap
maupun dalam mendistribusikan sumber daya.
Beberapa rules derivatnya antara lain:
a) Veracity (berbicara benar, jujur, dan terbuka).
b) Privacy (menghormati hak privasi pasien).
c) Confidentiality (menjaga kerahasiaan pasien).
d) Fidelity (loyalitas dan promise-keeping).3

13

Dijelaskan dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) dalam pasal 7d, yang
berbunyi: Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup
makhluk insani.
Pada bagian penjelasan KODEKI pasal 7d tersebut, dijelaskan mengenai euthanasia
aktif dan pasif, di mana euthanasia aktif memang sudah jelas dilarang untuk diberlakukan di
Indonesia, sedangkan euthanasia pasif dikatakan masih berupa wilayah abu-abu. Berikut
adalah keterangan yang tertera dalam KODEKI mengenai euthanasia: Kita di Indonesia
sebagai umat yang beragama dan berfalsafah/berasaskan Pancasila percaya pada
kekuasaan mutlak dari Tuhan Yang Maha Esa. Segala sesuatu yang diciptakannya serta
penderitaan yang dibebankan kepada makhluknya mengandung makna dan maksud tertentu.
Dokter harus mengerahkan segala kepandaiannya dan kemampuannya untuk meringankan
penderitaan dan memelihara hidup akan tetapi tidak untuk mengakhirinya.
Dijelaskan pula bahwa pasal 7d tersebut mengacu pada Sumpah Dokter dan pada
Pancasila sila pertama. Berikut adalah pedoman bagi dokter jika dihadapkan pada keadaan di
mana seorang pasien telah menjelang akhir hayatnya, dan ketika ilmu dan teknologi
kedokteran sudah tidak berdaya lagi untuk memberikan kesembuhan:
1. Dalam keadaan di mana ilmu dan teknologi kedokteran sudah tidak dapat lagi
diharapkan untuk memberi kesembuhan, maka upaya perawatan pasien bukan lagi
ditujukan untuk memperoleh kesembuhan melainkan harus lebih ditujukan untuk
memperoleh kenyamanan dan meringankan penderitaan.
2. Bahwa tindakan menghentikan usia pasien pada tahap menjelang ajalnya, tidak
dapat dianggap sebagai suatu dosa, bahkan patut dihormati. Namun demikian
dokter wajib untuk terus merawatnya, sekalipun pasien dipindah ke fasilitas
lainnya.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa menurut Kode Etik Kedokteran
Indonesia, seorang dokter harus tetap mengupayakan peringanan atas penderitaan pasien,
namun tidak diperbolehkan untuk mengakhiri nyawa sang pasien tersebut.

ASAS LEGALITAS

Dalam pertanggungjawaban pidana seorang dokter, harus mengacu pada asas dalam
hukum pidana, yaitu asas legalitas. Asas legalitas adalah asas yang mengacu kepada pasal 1
ayat (1) KUHP yang berbunyi: Tiada suatu perbuatan dapat dipidana, kecuali berdasarkan
aturan pidana dalam perundang-undangan yang sebelum perbuatan itu dilakukan telah
14

ada. Dalam hal ini, maksud dari asas legalitas ialah bahwa suatu perbuatan dalam dijatuhi
hukuman pidana hanya jika sebelumnya sudah dibuat peraturan yang mengatur mengenai hal
tersebut.
Terdapat beberapa unsur untuk menilai perbuatan pidana yang dilakukan oleh seorang
dokter terhadap pasiennya, yaitu antara lain:
1. Harus ada perbuatan atau tindakan dokter, bahwa kerugian atau penderitaan yang
dialami oleh pasien benar terjadi akibat perbuatan dokter yang secara nyata
melakukan tindak pidana.
2. Perbuatan dokter tersebut harus melawan hukum, dan harus dibuktikan bahwa
perbuatan tersebut melawan hukum dalam hubungan profesional dokter-pasien
(seperti tercantum dalam pasal 1320 KUHPer).
3. Perbuatan tersebut diancam pidana oleh undang-undang.
4. Perbuatan dilakukan oleh dokter yang mampu bertanggung jawab sebagai subjek
hukum.
5. Perbuatan dokter tersebut terjadi karena kesalahan, termasuk di dalamnya terdapat
unsur kesengajaan atau karena kelalaiannya sehingga menimbulkan kerugian atau
penderitaan bagi pasien. Jika kerugian tersebut dilakukan dalam upaya darurat
atau kritis untuk menolong menyelamatkan jiwa pasien, dokter tidak dapat
dipersalahkan.

REKAM MEDIS
A. PENGERTIAN

Dalam penjelasan Pasal 46 ayat (1) UU Praktik Kedokteran, yang dimaksud


dengan rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas
pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan
kepada pasien.
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 749a/Menkes/Per/XII/1989 tentang
Rekam Medis dijelaskan bahwa rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan
dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain
kepada pasien pada sarana pelayanan kesehatan.
Kedua pengertian rekam medis diatas menunjukkan perbedaan yaitu Permenkes
hanya menekankan pada sarana pelayanan kesehatan, sedangkan dalam UU Praktik
15

Kedokteran tidak. Ini menunjukan pengaturan rekam medis pada UU Praktik Kedokteran
lebih luas, berlaku baik untuk sarana kesehatan maupun di luar sarana kesehatan.

B. ISI REKAM MEDIS

a. Catatan, merupakan uraian tentang identitas pasien, pemeriksaan pasien, diagnosis,


pengobatan, tindakan dan pelayanan lain baik dilakukan oleh dokter dan dokter gigi
maupun tenaga kesehatan lainnya sesuai dengan kompetensinya.
b. Dokumen, merupakan kelengkapan dari catatan tersebut, antara lain foto rontgen,
hasil laboratorium dan keterangan lain sesuai dengan kompetensi keilmuannya.

C. JENIS REKAM MEDIS


a. Rekam medis konvensional
b. Rekam medis elektronik

D. MANFAAT REKAM MEDIS


a. Pengobatan Pasien
Rekam medis bermanfaat sebagai dasar dan petunjuk untuk merencanakan dan
menganalisis penyakit serta merencanakan pengobatan, perawatan dan tindakan
medis yang harus diberikan kepada pasien.
b. Peningkatan Kualitas Pelayanan
Membuat Rekam Medis bagi penyelenggaraan praktik kedokteran dengan
jelas dan lengkap akan meningkatkan kualitas pelayanan untuk melindungi tenaga
medis dan untuk pencapaian kesehatan masyarakat yang optimal.
c. Pendidikan dan Penelitian
Rekam medis yang merupakan informasi perkembangan kronologis penyakit,
pelayanan medis, pengobatan dan tindakan medis, bermanfaat untuk bahan informasi
bagi perkembangan pengajaran dan penelitian di bidang profesi kedokteran dan
kedokteran gigi.
d. Pembiayaan
Berkas rekam medis dapat dijadikan petunjuk dan bahan untuk menetapkan
pembiayaan dalam pelayanan kesehatan pada sarana kesehatan. Catatan tersebut dapat
dipakai sebagai bukti pembiayaan kepada pasien.
e. Statistik Kesehatan
16

Rekam medis dapat digunakan sebagai bahan statistik kesehatan, khususnya


untuk mempelajari perkembangan kesehatan

masyarakat dan untuk menentukan

jumlah penderita pada penyakit-penyakit tertentu.


f. Pembuktian Masalah Hukum, Disiplin dan Etik
Rekam medis merupakan alat bukti tertulis utama, sehingga bermanfaat dalam
penyelesaian masalah hukum, disiplin dan etik.

E. ISI REKAM MEDIS

a. Rekam Medis Pasien Rawat Jalan


Isi rekam medis sekurang-kurangnya memuat catatan/dokumen tentang:

identitas pasien;

pemeriksaan fisik;

diagnosis/masalah;

tindakan/pengobatan;

pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.

b. Rekam Medis Pasien Rawat Inap


Rekam medis untuk pasien rawat inap sekurang-kurangnya memuat:

identitas pasien;

pemeriksaan;

diagnosis/masalah;

persetujuan tindakan medis (bila ada);

tindakan/pengobatan;

pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.

c. Pendelegasian Membuat Rekam Medis


Selain dokter dan dokter gigi yang membuat/mengisi rekam medis, tenaga
kesehatan lain yang memberikan pelayanan langsung kepada pasien dapat
membuat/mengisi rekam medis atas perintah/pendelegasian secara tertulis dari dokter
dan dokter gigi yang menjalankan praktik kedokteran.

F. TATA CARA PENYELENGGARAAN REKAM MEDIS

a. Tata Cara Penyelenggaraan Rekam Medis


17

Pasal 46 ayat (1) UU Praktik Kedokteran menegaskan bahwa dokter dan


dokter gigi wajib membuat rekam medis dalam menjalankan praktik kedokteran.
Setelah memberikan pelayanan praktik kedokteran kepada pasien, dokter dan dokter
gigi segera melengkapi rekam medis dengan mengisi atau menulis semua pelayanan
praktik kedokteran yang telah dilakukannya.
Setiap catatan dalam rekam medis harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda
tangan petugas yang memberikan pelayanan atau tindakan.
Apabila dalam pencatatan rekam medis menggunakan teknlogi informasi elektronik,
kewajiban membubuhi tanda tangan dapat

diganti dengan menggunakan nomor

identitas pribadi/personal identification number (PIN).


Dalam hal terjadi kesalahan saat melakukan pencatatan pada rekam medis,
catatan dan berkas tidak boleh dihilangkan atau dihapus dengan cara apapun.
Perubahan catatan atas kesalahan dalam rekam medis hanya dapat dilakukan dengan
pencoretan dan kemudian dibubuhi paraf petugas yang bersangkutan. Lebih lanjut
penjelasan tentang tata cara ini dapat dibaca pada Peraturan Menteri Kesehatan
tentang Rekam Medis dan pedoman pelaksanaannya.
b. Kepemilikan Rekam Medis
Sesuai UU Praktik Kedokteran, berkas rekam medis menjadi milik dokter,
dokter gigi, atau sarana pelayanan kesehatan, sedangkan isi rekam medis dan
lampiran dokumen menjadi milik pasien.
c. Penyimpanan Rekam Medis
Rekam medis harus disimpan dan dijaga kerahasiaan oleh dokter, dokter gigi
dan pimpinan sarana kesehatan. Batas waktu lama penyimpanan menurut Peraturan
Menteri Kesehatan paling lama 5 tahun dan resume rekam medis paling sedikit 25
tahun.
d. Pengorganisasian Rekam Medis
Pengorganisasian rekam medis sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 749a/Menkes/Per/XII/1989 tentang Rekam Medis (saat ini sedang direvisi)
dan pedoman pelaksanaannya.
e. Pembinaan, Pengendalian dan Pengawasan
Untuk Pembinaan, Pengendalian dan Pengawasan tahap Rekam Medis
dilakukan oleh pemerintah pusat, Konsil Kedokteran Indonesia, pemerintah daerah,
organisasi profesi.
18

G. ASPEK HUKUM, DISIPLIN, ETIK, DAN KERAHASIAAN REKAM MEDIS

a. Rekam Medis Sebagai Alat Bukti


Rekam medis dapat digunakan sebagai salah satu alat bukti tertulis di
pengadilan.
b. Kerahasiaan Rekam Medis
Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran wajib
menyimpan kerahasiaan yang menyangkut riwayat penyakit pasien yang tertuang
dalam rekam medis. Rahasia kedokteran tersebut dapat dibuka hanya untuk
epentingan pasien untuk memenuhi permintaan aparat penegak hukum (hakim
majelis), permintaan pasien sendiri atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan
yang berlaku. Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, rahasia
kedokteran (isi rekam medis) baru dapat dibuka bila diminta oleh hakim majelis di
hadapan sidang majelis. Dokter dan dokter gigi bertanggung jawab atas kerahasiaan
rekam medis sedangkan kepala

sarana pelayanan kesehatan bertanggung jawab

menyimpan rekam medis.


c. Sanksi Hukum
Dalam Pasal 79 UU Praktik Kedokteran secara tegas mengatur bahwa setiap
dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja tidak membuat rekam medis dapat
dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling
banyak Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
Selain tanggung jawab pidana, dokter dan dokter gigi yang tidak membuat
rekam medis juga dapat dikenakan sanksi secara perdata, karena dokter dan dokter
gigi tidak melakukan yang seharusnya dilakukan (ingkar janji/wanprestasi) dalam
hubungan dokter dengan pasien.
d. Sanksi Disiplin dan Etik
Dokter dan dokter gigi yang tidak membuat rekam medis selain mendapat
sanksi hukum juga dapat dikenakan sanksi disiplin dan etik sesuai dengan UU Praktik
Kedokteran, Peraturan KKI, Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) dan Kode
Etik Kedokteran Gigi Indonesia (KODEKGI).
Dalam Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 16/KKI/PER/VIII/2006
tentang Tata Cara Penanganan Kasus Dugaan Pelanggaran Disiplin MKDKI dan
MKDKIP, ada tiga alternatif sanksi disiplin yaitu :
19

Pemberian peringatan tertulis.

Rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat izin praktik.

Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan kedokteran


atau kedokteran gigi.
Selain sanksi disiplin, dokter dan dokter gigi yang tidak membuat rekam

medis dapat dikenakan sanksi etik oleh organisasi profesi yaitu Majelis Kehormatan
Etik Kedokteran (MKEK) dan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Gigi (MKEKG).4

INFORMED CONSENT

Informed consent adalah suatu proses yang menunjukkan komunikasi yang efektif
anatara dokter dengan pasien, dan bertemunya pemikiran tentang apa yang akan dan apa yang
tidak akan dilakukan terhadap pasien. Dasar hukum dari informed consent tercantum jelas
pada Peraturan Menteri Kesehatan No 290/MenKes/Per/III/2008 tentang Persetujuan
Tindakan Kedokteran pasal 1 sampai dengan pasal 20 yang merupakan pengganti dari
Peraturan Menteri Kesehatan No 585/MenKes/Per/IX/1989 tentang Persetujuan Tindakan
Medik

pasal

sampai

dengan

pasal

15.

Pada

pasal

(1)

Permenkes

No

290/MenKes/Per/III/2008 dijelaskan bahwa Persetujuan tindakan kedokteran adalah


persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekat setelah mendapat penjelasan
secara lengkap mengenai tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan
terhadap pasien.
Tujuan Informed Consent antara lain adalah untuk memberikan perlindungan kepada
pasien terhadap tindakan dokter yang sebenarnya tidak diperlukan dan secara medik tidak ada
dasar pembenarannya yang dilakukan tanpa sepengetahuan pasiennya dan untuk memberi
perlindungan hukum kepada dokter terhadap suatu kegagalan dan bersifat negatif, karena
prosedur medik modern bukan tanpa resiko, dan pada setiap tindakan medik ada melekat
suatu resiko ( Permenkes No. 290/Menkes/Per/III/2008 Pasal 3 )
Informed consent memiliki 3 elemen, yaitu threshold elements, informaton elements
dan consent elements. Threshold elements menjelaskan bahwa pemberi consent haruslah
seseorang yang kompeten dalam membuat keputusan (medis). Secara hukum seorang
dianggap kompeten apabila telah dewasa (jika usia telah mencapai 21 tahun atau telah pernah
menikah), sadar dan berada dalam keadaan mental yang tidak dibawah pengampuan.
20

Informed elements terdiri dari 2 bagian yaitu disclosure (pengungkapan) dan understanding
(pemahaman). Consent elements juga terdiri dari 2 bagian yaitu voluntariness (kesukarelaan,
kebebasan) dan authorization (persetujuan). Dalam hal ini, consent dapat dinyatakan
(expressed) baik secara lisan maupun tertulis ataupun tidak dinyatakan (implied) yaitu
melalui tingkah laku (gerakan) yang menunjukkan jawabannya. Berikut adalah salah satu
contoh dari informed consent :

21

Informasi/keterangan yang wajib diberikan sebelum suatu tindakan kedokteran


dilaksanakan dijelaskan pada Permenkes No 290/MenKes/Per/III/2008 pasal 7 (3) sekurangkurangnya mencakup :

1. Diagnosis dan tata cara tindakan kedokteran.


2. Tujuan tindakan kedokteran yang dilakukan.
3. Altematif tindakan lain, dan risikonya.
4. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi.
5. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
6. Perkiraan pembiayaan.5
Dijelaskan pada Permenkes No 290/MenKes/Per/III/2008 pasal 18 (1) dan (2) bahwa
pembinaan dan pengawasan dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan ini
dilaksanankan oleh Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dan Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dengan melibatkan organisasi profesi terkait sesuai tugas dan fungsi masingmasing. Dan pada pasal selanjutnya dijelaskan bahwa Menteri, Kepala Dinas Kesehatan
Propinsi, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mengambil tindakan administratif
sesuai dengan kewenangannya masing-masing. Tindakan administratif yang dimaksud dapat
berupa teguran lisan, teguran tertulis sampai dengan pencabutan Surat Ijin Praktik.
Proxy consent adalah consent yang diberikan oleh orang yang bukan si penderita itu
sendiri, dengan syarat bahwa pasien tidak mampu memberikan consent secara pribadi, dan
consent tersebut harus mendekati apa yang sekiranya akan diberikan pasien oleh pasien
apabila ia mampu memberikannya (baik untuk pasien, bukan baik untuk orang banyak).
Doktrin informed consent tidak berlaku pada 5 keadaan, yaitu pada keadaan darurat
medis, ancaman terhadap kesehatan masyarakat, pelepasan hak memberikan consent, clinical
privilege dan pasien yang tidak berkompeten memberikan consent. Jika dikaitkan dengan
kasus, maka pasien tidak termasuk ke dalam 5 keadaan ini, oleh karena itu pasien berhak
mendapatkan informed consentnya.

22

BAB V
KESIMPULAN

Pada kasus diatas, pasien menolak pemasakan alat-alat bantu dan hanya ingin diberi
obat penghilang nyeri walaupun dokter telah memberikan informasi dan menjelaskan sejelasjelasnya, namun pasien tetap menolak. Mengingat pasien adalah orang yang berkompeten dan
berpendidikan tinggi dan dia mengerti konsekuensinya. Dokter akhirnya hanya memberikan
terapi paliatif saja dengan mengacu pada prinsip etika kedokteran, yaitu menghormati hak
otonomi pasien.

23

DAFTAR PUSTAKA

1. Peraturan Perundang-undangan Bidang Kedokteran. 2nd ed. Jakarta: Bagian


Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran UI;1994.
2. Harrison. Penyakit Usus Halus dan Besar. Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam.
13thed. EGC. 1997. Jakarta. Vol. 4 : 1591-1606.
3. Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja TD. Bioetik dan Hukum Kedokteran: Pengantar bagi
Mahasiswa Kedokteran dan Hukum. Jakarta: Pustaka Dwipar; 2005.
4. Sjamsuhidajat. Alwy S. Manual Rekam Medis. 1st ed. Jakarta: Konsil Kedokteran
Indonesia; 2006.
5. Wiradharma D. Hak-Hak dan Kewajiban Pasien: Hukum Kedokteran. Jakarta:
Binarupa Aksara;1996.

24

Anda mungkin juga menyukai