Anda di halaman 1dari 8

1.

Pendahuluan
Pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (information andcommunication
technology, ICT) serta perubahan mendasar dari perangkat keras komputer, menumbuhkan
kesadaran akan pentingnya pemecahan suatu masalah dengan memanfaatkan data dan informasi
geospasial
(geospatial
awareness).
Menurut Wikantika, (2008) kegiatan profesi geodesi dan geografi pada dasarnya terdiri dari
pengukuran (measurement), pencitraan (imaging) kemudian diproses (processing) untuk dapat
melakukan identifikasi (identification), analisis (analysis), menyajikan (visualization) dan
melakukan pemodelan-pemodelan sederhana (modeling). Kegiatan ini dilakukan untuk
mengetahui kondisi suatu obyek atau fenomena yang ada di bawah permukaan, pada permukaan
dan di atas permukaan baik itu di darat, laut, udara bahkan ruang angkasa. Aspek temporal juga
menjadi kajian dari kegiatan tersebut baik untuk melakukan pemantauan dan evaluasi maupun
untuk memprediksi kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi pada masa mendatang
(forecasting). Cakupan area yang dikaji bisa bersifat lokal, regional maupun global misalkan
seperti analisis efek rumah kaca maupun fenomena karbon. Tingkatan kajian lokal, regional dan
global berkaitan erat dengan kedetailan data geospasial yang digunakan. Dan ini secara langsung
memberikan hasil kajian atau informasi dengan tingkat kedetailan berbeda-beda.
Kebutuhan akan informasi geospasial tidak hanya berupa peta atau bentuk visualisasi lainnya
saja melainkan juga dalam bentuk sistem informasi berbasis geospasial (geospatial information
system). Bahkan para pengambil keputusan atau penentu kebijakan membutuhkan sistem yang
lebih bersifat penentuan rencana-rencana aksi (action plan) yaitu sistem pendukung keputusan
berbasis geospasial (geospatial decision support system). Sistem ini pada dasarnya
memanfaatkan sistem informasi berbasis geospasial dan mengkombinasikannya dengan sistem
lainnya yang bertujuan agar para pengambil keputusan dapat segera menentukan tindakantindakan
yang
perlu
diambil
dalam
memecahkan
suatu
masalah.
Perubahan paradigma posisi dan peran profesi geodesi dan geografi berdampak terhadap
kebutuhan informasi dan sistem informasi geospasial ke spektrum yang sangat luas. Mulai dari
kebutuhan akan pentingnya menjaga keberlangsungan lingkungan (geo-environment), tertatanya
sistem infrastruktur terpadu (geosmart-infrastructure), sistem perencanaan berbasis kewilayahan
(geo-planning), sistem monitoring keanekaragaman hayati (geo-biodiversity), sistem informasi
pertahanan dan keamanan wilayah negara (geo-defence), inovasi produk ICT berbasis geospasial
(geo-ICT), bahkan untuk tujuan peningkatan pelayanan kesehatan (GIS-Health), analisis sosial
dan ekonomi (geo-socio-economic) dan kajian karakteristik dan penyebaran budaya (geoculture). Paradigma baru ini menempatkan profesi geodesi dan geografi menjadi jauh lebih
strategis lagi baik dalam perspektif keilmuan dan teknologi maupun bisnis dan industri.
2. Pemetaan dan Kartografi

Istilah peta digunakan di dalam banyak bidang ilmu pengetahuan sebagai suatu model
penyajian, yang memungkinkan seseorang menangkap kesan struktur fenomena yang disajikan.
Oleh karena itu pemetaan tidaklah sekedar menyajikan, namun juga mengetahui suatu fenomena
yang akan dipetakan. Untuk mendapatkan ikhtisar suatu daerah tidak mungkin tanpa
menggunakan peta, suatu peta menempatkan data geospasial, misalnya data tentang fenomena
atau objek berikut lokasinya di permukaan bumi dan saling hubungan antara satu fenomena atau
objek dengan lainnya secara benar. Suatu peta dapat dianggap sebagai suatu sistem informasi
geospasial yang memberi jawaban atas banyak pertanyaan mengenai daerah yang digambarkan
seperti jarak antara titik-titik, posisi titik-titik yang menyangkut satu sama lain, ukuran suatu
daerah
dan
sifat
pola
persebarannya.
Menurut Taylor, (1991) dalam Kraak dan Ormeling, (2007) mendefinisikan kartografi sebagai
organisasi, presentasi, komunikasi dan penggunaan geo-informasi dalam bentuk grafis, digital
atau format nyata. Hal itu dapat meliputi semua langkah-langkah dari persiapan data sampai ke
penggunaan akhir dengan penciptaan peta-peta dan hasil-hasil yang terkait dengan informasi
spasial. Dengan arti lain dikatakan kartografi adalah pembuatan data spasial yang dapat diakses,
menekankan visualisasinya dan memungkinkan berinteraksi dengannya yang berhubungan
dengan
masalah-masalah
geospasial.
Pendapat lain menyatakan, arti istilah kartografi menurut Kraak dan Ormeling, (2007) telah
berubah secara fundamental sejak tahun 1960. Sebelumnya kartografi didefinisikan sebagai
pembuatan peta.
Perubahan definisi disebabkan oleh (1) kenyataan bahwa kartografi telah dikelompokkan dalam
bidang ilmu pengetahuan komunikasi, (2) hadirnya teknologi komputer. Mengacu dari definisi
kartografi sebelumnya, kartografi sekarang didefinisikan sebagai penyampaian informasi
geospasial dalam bentuk peta. Hal ini menghasilkan pandangan, tidak hanya sebagai pembuatan
peta semata, tetapi penggunaan peta juga termasuk pada bidang kartografi.
Secara umum, kartografi telah berubah fungsi menjadi upaya rekayasa pada peta, melalui teknik
pewarnaan dan gradasi, penggambaran bentuk, dan sebagainya sehingga pola representasi yang
dikehendaki dapat muncul secara visual dengan berbagai constraint mulai dari akurasi informasi
yang
ditunjukkan
bahkan
hingga
nilai-nilai
estetika
dan
keindahan.
Dengan metoda kartografi orang memahami cara untuk menggambarkan suatu fenomena atau
suatu daerah sedemikian rupa sehingga secara geospasial nyata hubungannya antara objek dan
struktur yang akan digambarkan. Kartografi merupakan studi pembuatan peta, yang secara
historis adalah upaya menggambarkan wajah geografis muka bumi. Saat ini, peta sudah tak
hanya digunakan untuk keperluan navigasi atau tujuan-tujuan penelaahan geoposisi semata. Peta
telah digunakan untuk berbagai keperluan yang salah satunya adalah untuk merepresentasikan
data secara visual bahkan dapat pula berguna untuk upaya mencari informasi dan pola spasial.
3.

Perkembangan

Kartografi

dan

Geovisualisasi

Sebelum era tahun 1990-an, peta-peta kertas dan statistik menjadi alat yang sangat penting untuk
para pengguna atau peneliti dalam mempelajari data geospasial. Untuk bekerja dengan peta-peta
kertas itu teknik penggunaan peta dan analisa peta telah dikembangkan berbagai teknik, saat ini
pengguna atau peneliti dapat mengakses alat-alat komputer yang berkemampuan besar dan

canggih seperti basisdata, juga peralatan grafis untuk mendukung investigasi. Hal ini jelas
dibutuhkan selama data geospasial yang tersedia cukup besar dan kompleks, sehingga
permasalahan tentang bagaimana cara mentransfomasikan data dalam bentuk informasi
merupakan
tantangan
dalam
ilmu
pengetahuan.
Perkembangan kartografi sangat kuat dipengaruhi oleh beberapa perkembangan, khususnya
dalam ilmu visualisasi dan pemahaman arti kata visualisasi. Perkembangan tersebut berhubungan
dengan cara-cara spesifik pemanfaatan teknologi modern dengan menggunakan komputer yang
dapat memfasilitasi proses pembuatan secara nyata (making visible) dalam waktu yang jelas
untuk
memperkuat
ilmu
pengetahuan.
Pada mulanya komputer digunakan untuk mengotomatisasikan tugas-tugas dalam pemetaan,
misalnya perhitungan proyeksi dan plotting garis lintang bujur atau graticule pada peta. Hal ini
memungkinkan untuk memetakan suatu daerah dengan proyeksi yang berbeda, berdasar pada
kombinasi file digital yang sama dengan parameter transformasi yang berbeda-beda. Secara
bertahap, para ahli kartografi menyadari akan potensi untuk menganalisa data digital dengan
komputer. Hal itu menjadi jelas bahwa dengan bantuan komputer seseorang dapat melakukan
perhitungan-perhitungan pada peta yang telah didigitasi, dapat menentukan jarak, luasan/area
dan volume, jauh lebih tepat dibanding bila dilaksanakan dengan menggunakan peta kertas/peta
cetak.
Setelah keterkaitan antara file-file kartografi (batas wilayah) dan file-file statistik dibuat, maka
dimungkinkan untuk menyajikan data jumlah penduduk, pendapatan penduduk rata-rata atau
produksi pertanian dan mengkombinasikannya secara digital dengan file kartografi dalam bentuk
peta. Hal yang sama dapat dilaksanakan untuk hungan antara data sosial-ekonomi tertentu,
dengan fenomena fisik dan topografi. Sistem ini telah dikembangkan ke dalam sistem informasi
kartografi, yang cara pengoperasiannya sama dengan sistem infromasi geografis, tetapi sistem
informasi kartografi lebih mengutamakan visualisasi dibanding fungsi analitis. Sistem tersebut
merupakan abstraksi kapasitas suatu peta yang memungkinkan untuk mengamati hubungan
geospasial,
pola
atau
struktur.
Peta pada saat ini dianggap sebagai bentuk visualisasi ilmiah (scientific visualization) dan peta
tersebut tetap ada sebelum visualisasi dikembangkan ke dalam suatu bidang ilmu yang berbeda.
Visualisasi tujuannya adalah menganalisa informasi tentang hubungan secara grafis sedangkan
kartografi bertujuan pada penyajian hubungan geospasial. Visualisasi terdiri atas visualiasi grafis
(ditunjukkan dengan bentuk simbol-simbol dan garis-garis) dan visualisasi geometris, yang
merujuk pada posisi relatif. Di dalam kartografi, posisi relatif pada umumnya dipresentasikan
pada basis grid geospasial Cartesian atau geografis lokasi-lokasi merujuk pada posisi absolut
di permukaan bumi. Penekanan di dalam visualisasi ilmiah (Hearnshaw dan Unwin, 1994 dalam
Kraak dan Ormeling, 2007), adalah lebih ditekankan pada kekuatan analitis (explorative
analysis) dibanding pada aspek komunikatif, terutama diarahkan pada penemuan dan
pemahaman. Dalam kartografi penekanan yang sama terletak pada analisa dan komunikasi.
Selanjutnya, visualisasi ilmiah sebagian besar membahas tentang pencitraan medis, visualisasi
model proses dan kimia molekuler dan cabang lain dari visualisasi yang dapat dikenali disebut
visualisasi informasi (card et al, 1999 dalam Kraak dan Ormeling, 2007) yang memfokuskan

pada visualisasi informasi non numerik. Di dalam visualisasi informasi,peta sering digunakan
sebagai suatu kiasan (metafor) untuk mengakses informasi non numerik. Pada proses ini, disebut
spasialisasi, konsep-konsep seperti skala, jarak dan arah; juga konsep-konsep disain kartografi
digunakan untuk menghasilkan sajian peta dua atau tiga dimensi terhadap himpunan data yang
komplek
dan
ektensif.
Secara keseluruhan, dapat ditegaskanbahwa tujuan visualisasi adalah untuk meningkatkan
pengamatan/pandangan data secara dalam, misalnya untuk mempersiapkan pembuatan
keputusan. Dari perspektif kartografi sintesis yang berkembang tersebut menghasilkan
geovisualisasi.
Geovisualisasi mengintegrasikan pendekatan-pendekatan visualisasi ilmiah, (eksploratori)
kartografi, analisis citra (teknik yang digunakan dalam menginterpretasikan citra satelit),
visualisasi informasi, analisis data eksploratif dan sistem informasi geografis (SIG) untuk
mendapatkan teori, metode dan alat untuk eksplorasi visual, analisis, sintesis dan presentasi data
geospasial (data apapun yang mempunyai referensi geospasial). Dalam lingkungan geovisualisasi
peta-peta digunakan untuk merangsang (visual) pikiran tentang pola, hubungan dan
kecenderungan
tentang
geospasial.
4. Peran Peta dan Fungsi Kartografi sebagai Pendukung Sistem Informasi Geografis (SIG)
Peta digunakan untuk visualisasi data keruangan (geospasial), yaitu data yang berkenaan dengan
lokasi atau atribut dari suati objek atau fenomena di permukaan bumi. Peta membantu
penggunanya untuk memahami hubungan geospasial secara lebih baik. Dari peta, informasi
tentang jarak, arah dan luasan dapat diperoleh, diketahui pola dan hubungannya serta dapat
diketahui ukurannya. Perkembangan data geospasial digital telah meningkat dengan pesat.
Akibatnya lingkungan dimana peta tersebut digunakan telah berubah drastis untuk sebagian
besar penggunanya. Peta dapat ditampilkan di layar komputer (on screen map). Melalui peta
jenis tersebut, basisdata yang tersusun dari peta dapat diolah dan beberapa fungsi analisis dapat
diakses
melalui
menu
atau
legendanya.
Peta juga mempunyai peran lain dengan adanya Infrastruktur Data Geospasial/IDG (Geospasial
Data Infrastructure), infrastruktur diperlukan untuk mengakses data geospasial yang telah dibuat
dan dikelola sehingga membutuhkan prosedur pencarian yang komplek, yang dapat dipermudah
dengan menggunakan peta untuk menunjukkan daerah yang sesuai dengan data yang diinginkan.
Dalam lingkungan IDG, visualisasi digunakan dalam
a.
visualisasi
dapat
digunakan
untuk
b.
visualisasi
digunakan
c.
visualisasi
digunakan
d.
kemudahan
akses
data
pada
data

empat situasi berbeda :


menyelidiki
(explore)
untuk
analisis
untuk
penyajian
yang
berupa
peta.

Perangkat lunak yang memungkinkan bagi pencarian dan analisis data geospasial dinamakan
Sistem Informasi Geografis (SIG). SIG mengenalkan integrasi data geospasial dari beberapa
sumber data yang berbeda. Fungsi ini menyebabkan SIG mampu memanipulasi, menganalisis
dan memvisualisasi gabungan data. Peta tidak lagi sebagai hasil akhir seperti yang selama ini
dipahami. Peta kertas hasil cetakan berfungsi sebagai media untuk menyimpan dan menampilkan

data geospasial. Pengenalan pada layar komputer dan hubungan basisdatanya telah membedakan
fungsi diantara kedua peta tersebut. Bagi ahli kartografi on screen map telah membawa
ketersediaan basisdata dan teknik komputer grafis untuk menghasilkan tampilan yang baru,
misalnya bentuk tiga dimensi dan peta animasi. Dalam lingkungan SIG, analisis geospasial selalu
diawali dengan peta, dan peta mendukung proses pengambilan keputusan.
Dengan kata lain, peta memainkan peran yang sangat penting dalam proses analisis geospasial.
Hasil operasi analisis geospasial dapat ditampilkan dalam peta yang didesain dengan baik
sehingga dapat dipahami dengan mudah oleh publik. Disiplin kartografi menyediakan aturan
desain tersebut secara baku.
Beberapa alasan bahwa kartografi dianggap sebagai pendukung penting untuk seluruh aspek
dalam menangani SIG, antara lain :

Peta merupakan tampilan SIG secara langsung dan interaktif, yang menggambarkan
dimensi geospasial,

Peta dapat digunakan sebagai indeks visual fenomena suatu objek yang terkandung dalam suatu sistem
informasi,

Peta sebagai bentuk visualisasi, dapat membantu eksplorasi data secara visual dan komunikasi visual hasil
dari suatu SIG,

Sebagai output, perangkat lunak desain interaktif dari desktop kartografi mempunyai fungsi yang sangat
penting sebagai output dari SIG yang mutakhir.

Dari empat dasar visualisasi dalam SIG (eksplorasi, analisis, penyajian dan akses data), media
presentasi merupakan alat yang paling berkembang pesat (Robinson et al , 1995 dalam Kraak
dan Ormeling, 2007). Pada saat membuat peta untuk mengkomunikasikan informasi geospasial,
penggunaan kaidah kartografi sangat diperlukan guna menghasilkan sajian peta yang lebih
efektif. Namun demikian, karena kaidah kartografi tersebut buan merupakan bagian dari
perangkat lunak SIG, maka pengguna SIG dalam membuat peta tanpa mengikuti kaidah-kaidah
kartografi.
5.

Manfaat

Integrasi

Sistem

Informasi

Geografis

(SIG)

dan

Penginderaan

Jauh

Pada mulanya pekerjaan pengolahan data geospasial dengan komputer hanya terbatas pada
membangun data tergantung pada bidang studinya. Pada masa kini ahli kartografi membuat
basisdata dari peta yang telah dibuat sebelumnya secara manual. Dalam tahap selanjutnya
analisis spasial dilakukan berdasarkan data yang dikumpulkan, bagi ahli kartografi ini artinya
dapat membuat data turunan dari basisdata tersebut. Kartografi diperlukan dalam Sistem
Informasi Geografis (SIG) untuk membuat tampilan peta yang cocok sesuai kaidah kartografi.
SIG menawarkan berbagai kemungkinan integrasi data dari berbagai sumber.
Integrasi penginderaan jauh (inderaja) dan sistem informasi geografis (SIG) merupakan dua
sistem teknologi yang revolusioner pada abad ini. Kedua sistem ini sama-sama berlatar belakang
geo-science, sehingga keberadaan satu sama lainnya sebenarnya banyak mempunyai keterkaitan.
Mungkin selama ini kebanyakan memilih membangun sistem tersebut secara terpisah, atau
secara tanpa disadari integrasi kedua sistem tersebut sebenarnya telah mereka lakukan. Hal itu
sebagai wujud dari inderaja dapat digunakan sebagai alat bantu dalam updating data spasial

sebuah

sistem

SIG

yang

dibangun.

Penginderaan jauh (Sutanto, 1994) merupakan ilmu dan seni untuk memperoleh tentang suatu
objek, daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak
langsung dengan objek, daerah atau fenomena yang dikaji. Komponen dasar suatu sistem
penginderaan jauh lokal ditunjukkan dengan adanya suatu sumber tenaga yang seragam,
atsmosfer yang tidak mengganggu, sensor sempurna, serangkaian interaksi yang unik antara
tenaga dengan benda di muka bumi, sistem pengolahan data tepat waktu, berbagai penggunaan
data.
Tujuan utama penginderaan jauh adalah untuk mengumpulkan data sumberdaya alam dan
lingkungan. Biasanya teknik ini menghasilkan beberapa bentuk citra yang selanjutnya diproses
dan diinterpretasi guna membuahkan data yang bermanfaat untuk aplikasi di bidang pertanian,
arkeologi, kehutanan, geografi, geologi, perencanaan, pemantauan dan pengelolaan wilayah
pesisir
serta
bidang-bidang
lainnya.
Penginderaan jauh mempunyai kemampuan menghasilkan data spasial yang susunan
geometrinya mendekati keadaan sebenarnya dengan cepat dan dalam jumlah besar. Teknologi
SIG akan memberi nilai tambah pada kemampuan penginderaan jauh dalam menghasilkan data
spasial yang besar dimana pemanfaatan data penginderaan jauh tersebut tergantung pada cara
penanganan dan pengolahan data yang akan mengubahnya menjadi informasi yang berguna.
SIG adalah sistem informasi yang didesain untuk bekerja dengan data spasial atau data yang
mengacu pada posisi di muka bumi (geo-referenced data). SIG terdiri dari suatu kumpulan
basisdata dengan kemampuan khusus untuk menangani data spasial maupun suatu kumpulan
tindakan. SIG juga suatu infrastruktur untuk mengintegrasi data dari berbagai skala dan waktu
dan dari berbagai format, dengan kata lain, SIG adalah suatu peta dari tatanan yang lebih tinggi.
Dengan pengembangan SIG dibangun pula teknologi 4 M Measurement (Pengukuran), Mapping
(pemetaan),
Monitoring
(pemantauan)
dan
Modelling
(pemodelan).
Dari sekian banyak definisi tentang SIG, mungkin definisi dengan pendekatan basisdata yang
kini banyak dipakai, karena SIG dari sudut pandang basisdata menekankan pentingnya
basisdata yang didesain benar, akurat dan dapat dioperasionalkan. Basisdata adalah
pengorganisasian data yang tidak berlebihan dalam komputer sehingga dapat dilakukan
pengembangan, pembaharuan, pemanggilan, dan dapat digunakan secara bersama oleh
pengguna. Suatu sistem manajemen basisdata yang canggih dilihat sebagai bagian integral dari
SIG. Pandangan ini umumnya didominasi oleh mereka yang berlatar belakang ilmu komputer.
Ada beberapa alasan mengapa perlu menggunakan integrasi inderaja dan SIG, di antaranya
adalah:

Dapat menggunakan data spasial maupun atribut secara terintegrasi,

Dapat digunakan sebagai alat bantu interaktif yang menarik dalam usaha meningkatkan pemahaman
mengenai konsep lokasi, ruang, kependudukan, dan unsur-unsur geografi yang ada dipermukaan bumi,

Dapat memisahkan antara bentuk presentasi dan basis data,

Memiliki kemampuan menguraikan unsur-unsur yang ada dipermukaan bumi kedalam beberapa layer atau
coverage data spasial,

Memiliki kemampuan yang sangat baik dalam memvisualisasikan data spasial berikut atributnya,

Semua operasi SIG dapat dilakukan secara interaktif,


SIG dengan mudah menghasilkan peta-peta tematik,

Apabila dimanfaatkan secara proporsional, teknologi inderaja memberikan kontribusi signifikan


dalam perencanaan wilayah dengan bantuan SIG. Kontribusi paling mendasar diberikan dalam
bentuk synoptic overview, di mana gambaran umum wilayah dapat disajikan secara menyeluruh
tetapi ringkas. Citra inderaja dalam kaitan rencana penelitian untuk penyusunan disertasi
menggunakan sistem akuisisi data citra video (video imagery) juga menjadi salah satu sumber
masukan (input) revisi peta dasar yang baik, khususnya untuk fenomena yang cepat berubah dan
dinamis perubahan kawasan pesisir seperti adanya abrasi, akresi, sandbar, arus, gelombang dan
pasang
surut.
Teknologi SIG mampu mengintegrasikan operasi pengolahan data berbasis database yang biasa
digunakan saat ini, seperti pengambilan data berdasarkan kebutuhan dan tingkatan kemampuan,
serta analisis spasial. Sistem Informasi geografis adalah suatu sistem Informasi yang dapat
memadukan antara data grafis (spasial) dengan data teks (atribut) objek yang dihubungkan secara
geografis di bumi (georeference). Disamping itu, SIG juga dapat menggabungkan data, mengatur
data dan melakukan analisis data yang akhirnya akan menghasilkan keluaran yang dapat
dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan pada masalah yang berhubungan dengan
geografi.
Bentuk sistem informasi terpadu yang cocok dalam pengertian dapat menyimpan dan mengolah
serta menyampaikan secara cepat dan mudah dari berbagai sektor adalah Sistem Informasi
Geografis (SIG).
SIG dapat dipadukan dengan teknologi Penginderaan Jauh (Inderaja) yang memiliki kelebihan
dalam memberikan data spasial multi temporal, cakupan yang luas dan mampu menjangkau
daerah yang terpencil sehingga integrasi keduanya merupakan early information dalam
pengkajian
di
wilayah.
Seperti yang telah kita ketahui bersama, ada 4 proses penting dalam Sistem Informasi Geografis
yaitu pemasukan data, manajemen data, manipulasi/analisis data dan keluaran data. Keempat
proses tersebut harus dilakukan tahap demi tahap untuk menghasilkan output SIG yang baik.
Pemasukan data merupakan proses pemasukan data pada komputer dari peta (peta topografi dan
peta tematik), data statistik, data hasil analisis penginderaan jauh, data hasil pengolahan citra
digital penginderaan jauh, dan lain-lain. Adapun sebagai sumber masukan data SIG dapat
diperoleh dari ;

Data inderaja hasil klasifikasi dan interpretasi (bentuk dijital dan berbasis raster, cakupan
luas, waktu pengumpulan relatif singkat, bisa multiband, multisensor, multiresolusi, dan
multitemporal)

Peta (bentuk non-dijital dan berbasis vektor)


Data survei atau statistik

SIG didesain untuk menerima data spasial dalam jumlah besar dari berbagai sumber dan
mengintegrasikannya menjadi sebuah informasi, salah satu jenis data ini adalah data
penginderaan
jauh.
6. Kesimpulan

Dalam era sebelum teknologi komputer belum berkembang sepesat/secanggih sekarang ini,
keberadaan dan visualisasi data geospasial diwakili oleh berbagai jenis peta baik topografi
maupun tematik dalam bentuk cetakan (hardcopy map), dan berbagai jenis data citra dengan
berbagai variasi skala. Data geo-spasial jenis ini sifatnya sangat statis dalam arti antara lain
sangat sulit dilakukan revisi apabila ada atau terjadi perubahan data/informasi di lapangan. Peta
cetak konvensional disajikan dalam lembar-lembar peta yang merepresentasikan gambaran unsur
real world yang dipilih pada kurun waktu tertentu, dan pembuat peta sebagai owner memiliki hak
eksklusif baik terhadap peta itu sendiri maupun terhadap data sebagai sumber pembuatan peta.
Perkembangan teknologi komputer, pemetaan digital, teknologi informasi spasial, dan
multimedia, memberikan alternatif baru di dalam pembuatan peta yaitu dalam bentuk peta
elektronik berbasis komputer dengan penyajian visualisasinya pada layar monitor (softcopy).
Penyajian peta elektronik akan mempunyai daya tarik tersendiri, karena bersifat interaktif,
informatif,
serta
komunikatif
bagi
para
penggunanya.
Kebutuhan akan data geo-spasial dalam berbagai jenis tema dan resolusi sudah disadari oleh
sebagian besar kalangan dari mulai sektor swasta, pemerintah maupun pihak lainnya termasuk
komunitas ilmuwan, dan individual. data geo-spasial juga sangat diperlukan keberadaannya
untuk berbagai pengambilan keputusan, apabila pada saat perenacanaan dilakukan tersedia
dengan
memadai
berbagai
jenis
data
geo-spasial
yang
diperlukan.
7.

Pustaka

Aditya, Trias, 2007, The National Atlas as Metaphor for Improved Use of a National Geospatial
data
Infrastructure,
Disertasi,
Utrecht
University,
The
Netherlands.
Hakim, D.M, Sumarno, 2007, Membangun Infrastruktur Data Spasial, Prosiding, Natural
Disaster and Environmental Management The 2nd Indonesian Geospatial Technology
Exhibition,
Jakarta
Lo, C.P. 1996, Penginderaan Jauh Terapan, Cetakan Pertama, Universitas Indonesia Press,
Jakarta
Kraak, M.J., Ormeling, F., 2007, Kartografi Visualisasi Data Geospasial, Edisi kedua, Gadjah
Mada
University
Press,
Yogyakarta
Ormeling, Ferjan, 2004, Map Use Education and Geovisualisation, Prosiding, 3rd FIG Regioanl
Conference,
Jakarta
Sutanto, 1994, Penginderaan Jauh Jilid 1, Cetakan ketiga, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta
Diposkan oleh Geografi

Anda mungkin juga menyukai