SPO Kakao Acc Dirjen
SPO Kakao Acc Dirjen
I.1.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman kakao berasal dari Amerika Selatan, kemudian menyebar ke
Amerika Utara, Afrika, dan Asia. Di Indonesia, kakao dikenal sejak tahun 1560,
namun menjadi komoditi penting sejak tahun 1951. Komoditas kakao memegang
peran penting dalam perekonomian nasional dan merupakan komoditas andalan
Kawasan Timur Indonesia (KTI) khususnya daerah Sulawesi Tengah, Sulawesi
Tenggara, dan Sulawesi Selatan. Sebagai komoditas terpenting ketiga setelah karet
dan kelapa sawit, kakao merupakan salah satu sumber utama pendapatan petani di 30
propinsi yang menyediakan lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi 900 ribu
kepala keluarga petani di KTI.
Peningkatan produksi kakao di Indonesia berlangsung sangat pesat, pada
tahun 1967 produksi baru sebesar 1.233 ton, pada tahun 1992 telah mencapai sekitar
185.000 ton dan pada tahun 2003 mencapai 572.640 ton, kurang lebih 70 %,
dihasilkan dari kakao rakyat. Sampai saat ini, petani menjual kakao dalam bentuk biji,
untuk diekspor, namun mutunya masih rendah seperti tidak difermentasi, kandungan
kadar air masih tinggi, ukuran biji tidak seragam, kadar kulit tinggi, keasaman tinggi,
cita rasa sangat beragam dan tidak konsisten. Selain itu terdapat infestasi serangga,
biji berjamur, dan bercampur dengan kotoran atau benda-benda asing lainnya.
Dampaknya di negara tujuan ekspor kakao Indonesia terutama di Amerika
Serikat, dikenakan automatic detention atau diskon harga sehingga harganya lebih
rendah daripada kakao dari negara lain. Beberapa faktor yang menyebabkan
beragamnya mutu kakao yang dihasilkan adalah lemahnya penanganan pasca panen,
pengawasan mutu serta penerapan teknologi pasca panen belum berorientasi mutu. Ini
menunjukkan, bahwa perlakuan pasca panen belum diterapkan dengan benar dan
baik.
Banyak faktor yang menyebabkan hal ini, salah satunya adalah belum
Maksud
Maksud penerbitan SOP
memberikan acuan secara teknis tentang penerapan perlakuan panen dan penanganan
pasca panen kakao secara baik dan benar.
1.3
Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dari penerapan SOP Penanganan Pasca Panen
Kakao adalah :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
1.4
Ruang Lingkup
Ruang lingkup penerapan Standar Operasinal Prosedur (SOP) Penanganan
b.
Standarisasi
c.
d.
Pelestarian Lingkungan
e.
Pengawasan
II.
PENGERTIAN
Budidaya
Tanaman,
adalah
suatu
kegiatan
yang
meliputi
c.
d.
e.
f.
g.
Pembersihan/pencucian
adalah
suatu
upaya
untuk
i.
j.
Penyimpanan/penggudangan
adalah
upaya
untuk
III.
I.2.
Panen
a.
b.
Buah kakao dipanen atau dipetik tepat matang. Kriteria buah masak adalah
alur buah berwarna kekuningan untuk buah yang warna kulitnya merah pada
saat masih muda, atau berwarna kuning tua atau jingga untuk buah yang
warna kulitnya hijau kekuningan pada saat masih muda.
c.
Pemanenan terhadap buah muda atau lewat masak harus dihindari karena akan
menurunkan mutu biji kakao kering. Buah yang tepat matang mempunyai
kondisi fisiologis yang optimal dalam hal pembentukan senyawa penyusun
lemak di dalam biji. Panen buah yang terlalu tua akan menurunkan rendemen
lemak dan menambah presentase biji cacat (biji berkecambah). Panen buah
muda akan menghasilkan biji kakao yang bercitarasa khas cokelat tidak
maksimal, rendemen yang rendah, presentase biji pipih (flat bean) tinggi dan
kadar kulit bijinya juga cenderung tinggi.
d.
Pemanenan buah kakao dimungkinkan sebelum tepat matang, yaitu pada saat
buah masih muda atau kurang matang, apabila ada alasan teknis atau alasan
lain yang sangat mendesak seperti misalnya serangan hama penyakit dan
pencurian. Hal ini untuk menghindari kehilangan produksi yang lebih banyak.
I.3.
Sortasi Buah
b.
Sortasi buah dimaksudkan untuk memisahkan buah sehat dari buah yang
rusak karena penyakit, busuk atau cacat, dan untuk menghindari tercemarnya
buah sehat oleh buah busuk.
c.
Sortasi buah juga merupakan hal sangat penting terutama jika buah hasil
panen harus ditimbun terlebih dahulu selama beberapa hari sebelum dikupas
kulitnya.
d.
Buah yang terserang hama penyakit ditimbun di tempat terpisah dan segera
dikupas kulitnya. Setelah diambil bijinya, kulit buah segera ditimbun dalam
tanah untuk mencegah penyebaran hama penyakit ke seluruh kebun.
I.4.
a.
Untuk memperoleh cita rasa yang lebih baik dapat dilakukan pemeraman
b.
Pemeraman atau
2)
3)
d.
e.
I.5.
Pemecahan Buah
a.
b.
c.
Setelah kulitnya terbelah, biji kakao diambil dari belahan buah dan ikatan
empulur (plasenta) dengan menggunakan tangan. Kebersihan tangan harus
sangat diperhatikan karena kontaminasi senyawa kimia dari pupuk, pestisida,
minyak dan kotoran, dapat mengganggu proses fermentasi atau mencemari
produk akhirnya.
d.
e.
Biji-biji sehat ini harus segera dimasukkan ke dalam wadah fermentasi karena
keterlambatan atau penundaan proses pengolahan dapat berpengaruh negatif
pada mutu akibat terjadi pra-fermentasi secara tidak terkendali.
f.
I.6.
Fermentasi biji
a.
b.
Berat biji yang difermentasi minimal 40 kg. Hal ini terkait dengan
kemampuan untuk menghasilkan panas yang cukup sehingga proses
fermentasi dapat berjalan dengan baik.
2)
3)
4)
5)
c.
1)
2)
3)
Setelah 4-5 hari, biji kakao dikeluarkan dari peti fermentasi dan siap
untuk proses selanjutnya.
d.
2)
3)
Setelah 4-5 hari, biji kakao dikeluarkan dari keranjang dan siap
untuk proses selanjutnya.
3.6
a.
Perendaman dan pencucian biji bukan merupakan cara baku, namun dilakukan
atas dasar permintaan pasar.
b.
c.
d.
Biji kakao dari buah yang sudah diperam selama 7 12 hari tidak perlu dicuci
karena kadar kulitnya sudah rendah.
3.7.
Pengeringan Biji
a.
Pengeringan bertujuan untuk menurunkan kadar air biji kakao menjadi 7,5
% sehingga aman untuk disimpan.
b.
Cara penjemuran :
a)
b)
c)
d)
2)
Cara mekanis :
a)
b)
3)
Cara kombinasi :
a)
b)
10
3.8.
a.
b.
2)
3)
4)
5)
3.9.
a.
Biji kakao hasil sortasi dikemas dalam karung, dengan berat bersih per karung
60 kg.
b.
Setiap karung diberi label yang menunjukkan nama komoditi, jenis mutu dan
identitas produsen menggunakan cat dengan pelarut non minyak. Penggunaan
cat berminyak tidak dibenarkan karena dapat mengkontaminasi aroma biji
kakao.
11
c.
d.
12
IV. STANDARISASI
Standar mutu biji kakao Indonesia diatur dalam Standar Nasional Indonesia
Biji Kakao (SNI 01-2323-2002). Secara umum syarat umum biji kakao yang tertera
di dalam SNI ditentukan atas dasar ukuran biji, tingkat kekeringan dan tingkat
kontaminasi benda asing sebagaimana tertera pada Tabel 1. dan Tabel 2.
Tabel 1. Persyaratan Umum Mutu Biji Kakao
No
1
2
3
4
Jenis Uji
Satuan
Serangga hidup
Serangga mati
Kadar air (b/b)
%
Biji berbau asap dan atau abnormal dan atau
Persyaratan
Tidak ada
Tidak ada
Maksimum 7.0
Tidak ada
5
6
berbau
Kadar biji pecah dan atau pecah kulit, (b/b)
Kadar benda-benda asing (b/b)
Maksimum 3
Maksimum 0
%
%
Jumlah
biji per
Kadar biji
berkapang
Kadar
biji
Kadar
biji pipih
13
100 gr
(gram)
Persyarat
an
(maks)
I-M
I-A
I-B
I-C
I-S
II-AA
II-A
II-B
II-C
II-S
(%)
(biji/biji)
Persyaratan
(maks)
Maks.85
86-100
101-110
111-120
> 120
Maks.85
86-100
101-110
111-120
> 120
2
2
2
2
2
4
4
4
4
4
(%)
(biji/biji)
Biji slaty
Biji ungu
Biji putih
Persyaratan
kotor/ung
(maks)
u muda
Persyarata
n (maks)
3
3
3
3
3
8
8
8
8
8
10
10
10
10
10
30
30
30
30
30
Berseran (biji/biji)
gga
(%)
Persyara
(biji/biji
tan
)
(maks)
Persyara
tan
(maks)
1
1
1
1
1
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
4
4
4
4
4
Lokasi
Lokasi bangunan tempat penanganan pasca panen harus memenuhi
14
a.
2)
b.
Pada tempat yang layak dan tidak di daerah yang saluran pembuangan airnya
buruk.
c.
d.
5.2
Bangunan
Bangunan harus dibuat berdasarkan perencanaan yang memenuhi persyaratan
b.
Tata letak diatur sesuai dengan urutan proses penanganan, sehingga lebih
efisien.
c.
Penerangan dalam ruang kerja harus cukup sesuai dengan keperluan dan
persyaratan kesehatan serta lampu berpelindung.
d.
5.2
Sanitasi
Bangunan harus dilengkapi dengan fasilitas sanitasi yang dibuat berdasarkan
15
b.
c.
2)
5.3
a.
b.
Dibuat dari bahan yang tidak melepaskan bagian atau unsur yang dapat
mengganggu kesehatan atau mempengaruhi mutu makanan.
c.
d.
e.
Wadah dan bahan pengemas disimpan pada ruangan yang kering dan ventilasi
yang cukup dan dicek kebersihan dan infestasi jasad pengganggu sebelum
digunakan.
5.5
Tenaga Kerja
a.
b.
c.
d.
5.6.
menengah dan besar dapat menggunakan alat/mesin. Proses ini memerlukan biaya
16
investasi yang relatif cukup besar. Selain itu juga membutuhkan tenaga yang terlatih
dan biaya operasi untuk bahan bakar dan listrik. Alat dan mesin yang dipergunakan
untuk penanganan pasca panen kakao harus dibuat berdasarkan perencanaan yang
memenuhi persyaratan teknis, kesehatan, ekonomis dan ergonomis.
Persyaratan
peralatan dan mesin yang digunakan dalam penanganan pasca panen kakao harus
meliputi :
a.
b.
c.
d.
VI.
PELESTARIAN LINGKUNGAN
17
b.
c.
b.
Menghindari polusi dan gangguan lain yang berasal dari lokasi usaha yang
dapat mengganggu lingkungan berupa bau busuk, suara bising, serangga, tikus
serta pencemaran air sungai/sumur;
c.
Setiap usaha penanganan pasca panen kakao, harus membuat unit pengolahan
limbah (padat, cair dan gas) yang sesuai dengan kapasitas produksi limbah
yang dihasilkan;
VII.
7.1.
PENGAWASAN
Sistem Pengawasan
18
a.
b.
7.2.
Sertifikasi
a.
Usaha penanganan pasca panen kakao yang produksinya untuk tujuan ekspor
harus dilengkapi dengan sertifikat
b.
7.3.
a.
b.
7.4.
Pencatatan
19
b.
Jenis produksi
c.
Kapasitas produksi
d.
7.5
a.
Pelaporan
Setiap usaha penanganan pasca panen kakao membuat laporan tertulis, baik
teknis maupun administratif, secara berkala (6 bulan dan tahunan) untuk
keperluan pengawasan intern sehingga apabila terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan, dapat mengadakan perbaikan/perubahan berdasarkan pelaporan
yang ada.
b.
Setiap usaha penanganan pasca panen kakao membuat laporan tertulis secara
berkala (6 bulan dan tahunan) kepada instansi yang berwenang.
DAFTAR PUSTAKA
20
TIM PENYUSUN
21
Penasehat
Ketua Tim
Sekretaris
Anggota
Nara Sumber :
22
1.
23
24
4. Alat Pengering
Fungsi mempercepat proses pengeringan sehingga aman disimpan dan tetap
memiliki mutu yang baik sampai ketahap proses pengolahan berikutnya> Keunggulan
: (a) multikomoditi (kopi, jagung,gabah) (b) kapasitas per satuan luas lebih besar, (c)
perawatan murah dan mudahdioperasikan, dan (d) hasil pengeringan baik.
5.
Penjemuran
25
Fungsi untuk ; mengeringkan biji kakao atau mengurangi kadar air dengan
cara diletakkan ditas para-para atau lantai jemur semen.
Gambar 6. Tempat penjemuran biji kakaoberupa Parapara dan Lantai Jemur dari semen
7.
Fungsi untuk mengukur kadar air biji kakao secara elektronik, prinsip kerja
alat ini sederhana tetapi mempunyai tingkat akurasi yang baik.
8.
26
Fungsi untuk ; (a) meningkatkan produktivitas kerja sortasi manual, (b) biji
kakao terkumpul dalam beberapa ukuran yang seragam berdasarkan tingkatan
mutunya. Kompartemen I berupa pecahan biji dan biji kecil, kompartemen II biji
mutu C, kompartemen III biji mutu A dan B, dan kompartemen IV biji mutu AA
Fleksibilitas dan Keunggulan antara lain ; (a) perawatan mudah dan murah,
serta mudah dioperasikan, (b) keseragaman mutu konsisten dan bersih, (d) sudut
kemiringan dan kecepatan putar silinder sortasi mudah diatur
9.
Alat Pengemasan
27