Anda di halaman 1dari 18

TUGAS PRESENTASI KASUS

Diabetes Melitus

Tutor : Dr. dr. Eman Sutrisna, M.Kes

Disusun Oleh :
G1A011014 Fikrianisa Safrina
G1A011015 Stefanus Ariyanto W
G1A011016 Rizak Tiara Yusan
G1A011018 Kelli Julianti

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEDOKTERAN
PURWOKERTO

2014

I.

PENDAHULUAN

Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik


dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerja insulin, dan kedua-keduanya. Manifestasi klinis hiperglikemia biasanya
sudah bertahun-tahun mendahului timbulnya kelainan klinis dari penyakit
vaskularnya. Tetapi kadang- kadang ada beberapa pasien dengan kelainan
toleransi glukosa yang ringan sudah menderita akibat-akibat klinis yang berat dari
penyakit vascular (Price, 2012).
Banyak teori yang mendasari bahwa ada bermacam etiologi untuk doabetes
mellitus. Berbagai lesi yang dikaitkan dengan etiologi dari penyakit ini pada
akhirnya akan mengarah pada insufisiensi insulin. Etiologi dari diabetes mellitus
tipe 1 yang merupakan penyakit autoimun yang diturunkan secara genetik adalah
perusakan imunologik sel-sel yang memproduksi insulin. Sedangkan Sebagian
besar penderita DM tipe 2 obesitas, karena obesitas berkaitan dengan resistensi
insulin yang berakibat pada kegagalan toleransi glukosa (Price, 2012).
Diabetes

mengakibatkan

beberapa

komplikasi

terkait

mikrovaskular,

makrovaskular dan etiologi metabolik. Termasuk didalamnya gangguan


cerebrovaskular, cardiovaskular, retinopathy, neuropathy, dan nerfopathy.
Komplikasi kardiovaskular adalah penyebab tersering kematian dini pada pasen
diabetes. Rasio penyakit jantung dan stroke 2-4 kali lebih tinggi pada dewasa
dengan diabetes daripada dewasa tanpa diabetes dengan jumlah kematian sekitar
65% pada pengidap diabetes (Frykberg et al, 2006). Oleh karena itu, untuk lebih
memperdalam mengenai diabetes dan dapat menangani pasien diabetes lebiih baik
referat ini dibuat.

CONTOH KASUS
Tn X umur 40 tahun datang ke praktek dokter untuk memeriksa kesehatannya.
Sudah 10 tahun lebih ia tidak pernah memeriksakan kesehatan. Ia merasa dalam
kondisi sehat, hanya kuatir karena sejak 6 bulan terakhir ia doyan sekali makan.
Dalam waktu sehari ia bisa makan 4-5 kali. Ia juga cepat sekali haus dan lebih
suka minum yang manis. Pasien suka sekali makanan yang berbumbu dan
bersantan. Pasien sering mengeluh kesemutan pada kedua kakinya. Pandangannya
kadang sering kabur.
Pasien tidak merokok, namun minum alkohol.
Pasien tidak pernah sempat berolahraga, karena sibuk bekerja di belakang meja.
Ibu dan kakaknya diketahui menderita kencing manis.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan hasil :
1. Keadaan umum

: baik

2. Kesadaran

: compos mentis

3. Tekanan darah

: 150/90 mmHg

4. Denyut nadi

: 90x/menit reguler

5. Frekuensi napas

: 20x/menit

6. Temp.axiller

: 36,8 C

7. Tinggi badan

: 160 cm

8. Berat badan

: 79 kg

9. Kepala

: dalam batas normal

10. Mata

: tidak anemis, tidak ikterik, visus ODS 3/6

11. Leher

: dalam batas normal

12. Thorax

: jantung dalam batas normal, pulmo dalam batas


normal

13. Abdomen

: dalam batas normal

14. Ekstremitas

: hipestesi ringan ekstremitas inferior

Dari pemeriksaan penunjang diperoleh hasil :


1. Hb

: 15 mg/dl (N 14-18 mg/dl)

2. Leukosit

: 7.700 cm3 (N 5.000-10.000 cm3)

3. Hematokrit

: 47 % (N P : 40-80%, W : 37-43 %)

4. Eritrosit

: 4, 7 juta/ul (N P : 4,5 5,5 juta/ul, W : 4-5 juta/ul)

5. Trombosit

: 350.000/ul (150.000-400.000/ul)

6. LED

: 30 ml/jam (N P : 0-10 mm/jam, W : 0-15 mm/jam)

7. Hitung jenis leukosit


o Eosinofil

: 0 % (N 0-1%)

o Basofil

: 2 % (N 1-3 %)

o Batang

: 3 % (2-6%)

o Segmen

: 68 % (50-70%)

o Limfosit

: 27 % (20-40%)

o Monosit

: 2% (2-8%)

8. GDS

: 300 mg/dl

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Diabetes

mellitus

adalah

gangguan

metabolisme

yang

secaragenetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa


hilangnya toleransi karbohidrat. Jika telah berkembang penuh secara
klinis, maka diabetes mellitus ditandai dengan hiperglikemia puasa,
aterosklerotik dan mikroangiopati, dan neuropati. Manifestasi klinis
hiperglikemia biasanya sudah bertahun-tahun mendahului timbulnya
kelainan klinis dari penyakit vaskularnya. Tetapi kadang- kadang ada
beberapa pasien dengan kelainan toleransi glukosa yang ringan sudah
menderita akibat-akibat klinis yang berat dari penyakit vascular (Price,
2012).

B. ETIOLOGI DAN PREDISPOSISI


Belum diketahui secara jelas, namun diduga faktor genetik dan
faktor lingkungan memiliki peran yang cukup besar dalam terjadinya
penyakit ini. Beberapa kondisi yang dapat meningkatkan risiko
seseorang untuk mengalami diabetes mellitus adalah obesitas,
kurangnya aktivitas fisik, hipertensi, dislipidemia, diet tidak sehat dan
tidak seimbang, merokok, riwayat toleransi glukosa terganggu, riwayat
glukosa darah puasa terganggu, riwayat keluarga dengan diabetes
mellitus, riwayat melahirkan bayi dengan makrosomia, dan riwayat
lahir dengan berat bayi lahir rendah (BBLR) (Depkes, 2008).

C. EPIDEMIOLOGI
Organisasi

Kesehatan

Dunia

(WHO)

pada

tahun

2000,

memperkirakan Diabetes Mellitus (DM) tipe 2 sebesar 171 juta


penderita. Angka tersebut diproyeksikan akan meningkat hingga 366
juta penderita pada tahun 2030. Berikut ini merupakan 10 negara
terbesar dalam jumlah penderita diabetes saat ini India, Cina, Amerika
Serikat, Indonesia, Jepang, Pakistan, Rusia, Brasil, Italia, dan

Bangladesh. Sejatinya DM tipe 2 kurang umum di negara-negara non


barat karena diet mengandung sedikit kalori dan pengeluaran kalori
harian lebih tinggi. Namun, sebagai orang-orang di negara-negara non
barat mengadopsi gaya hidup Barat, sehingga terjadi epidemi
peningkatan berat badan dan kasus diabetes mellitus tipe 2 (Suyono,
2009 dan Romesh et al., 2014).
Prevalensi diabetes mellitus tipe 2 sangat bervariasi di antara
berbagai kelompok ras dan etnis. Gambar di bawah menunjukkan data
untuk berbagai populasi. Diabetes mellitus tipe 2 lebih umum di
kalangan Hispanik, penduduk asli Amerika, Afrika Amerika, dan Asia
atau Kepulauan Pasifik dibandingkan kulit putih non-Hispanik
(Romesh et al., 2014).

Gambar 2.1 Prevalensi DM tipe 2 berdasarkan ras / etnis(Romesh et al.,


2014).
Prevalensi DM tipe 2 berdasarkan usiapaling sering pada orang
dewasa berusia 40 tahun atau lebih tua, dan puncak prevalensi
penyakit tersebut meningkat pada usia lebih dari 60 tahun. Penuaan
penduduk merupakan salah satu penyebab bahwa diabetes mellitus tipe
2 menjadi semakin umum ditemukan. Hampir semua kasus diabetes
mellitus pada orang tua adalah DM tipe 2.

Gambar 2.2 Prevalensi DM tipe 2 berdasarkan usia(Romesh et al., 2014).


WHO memperkirakan Indonesia menduduki ranking ke-4 di dunia
dalam hal jumlah penderita diabetes setelah China, India dan Amerika
Serikat. Pada tahun 2000, jumlah penderita diabetes mencapai 8,4 juta
dan diperkirakan pada tahun 2030 jumlah penderita diabetes di
Indonesia akan berjumlah 21,3 juta.

D. PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI


1. Patogenesis

Gambar 2.3 Patogenesis DM tipe 2

Patogenesis diabetes mellitus tipe 2 ditandai dengan adanya


resistensi

insulin

perifer,

gangguan

Hepatic

Glucosa

Production (HGP) dan penurunan fungsi sel , yang akhirnya


akan menuju kerusakan total sel . Selain itu terdapat pengaruh
predisposisi genetik. Studi hubungan genome Polimorfisme
Nukleotida Tunggal (SNP) telah mengidentifikasi sejumlah
varian genetik yang berhubungan dengan fungsi sel-beta dan
resistensi insulin. Beberapa Polimorfisme Nukleotida Tunggal
meningkatkan risiko diabetes tipe 2. Lebih dari 40 lokus
independen menunjukkan hubungan dengan peningkatan risiko
untuk diabetes tipe 2 telah ditunjukkan. Beberapa subset yang
telah ditemukan(Romeshet al., 2014):
a. Penurunan respon sel-beta, yang menyebabkan gangguan
pengolahan

insulin

dan

penurunan

sekresi

insulin

(TCF7L2)
b. Metabolisme perubahan asam lemak tak jenuh (FSADS1)
c. Disregulasi metabolisme lemak (PPARG)
d. Penghambatan pelepasan serum glukosa (KCNJ11)
e. Peningkatan adiposa dan resistensi insulin (FTO dan
IGF2BP2)
f. Pengendalian perkembangang struktur pankreas, termasuk
sel-sel beta
g. Transportasi zinc ke dalam sel beta, yang mempengaruhi
produksi dan sekresi insulin (SLC30A8)
h. Kelangsungan hidup dan fungsi sel beta-islet (WFS1)
Pada awal akan muncul resistensi insulin kemudian
disusul

oleh

peningkatan

sekresi

insulin,

untuk

mengompensasi resistensi insulin agar kadar glukosa darah


tetap normal. Resistensi insulin mengakibatkan gangguan
toleransi glukosa. Gangguan toleransi glukosa didefinisikan
sebagai kadar glukosa setelah dua jam dari 140-199 mg/dL

(7,8-11,0 mmol/l) tes toleransiglukosa oral75gram dengan


glukosa puasa dapat normal atau sedikit meningkat. Sel beta
akhrinya tidak sanggup mengompensasi kejadian resistensi
insulin dan gangguan toleransi glukosasehingga kadar glukosa
darah meningkat dan fungsi sel beta semakin menurun (ADA,
2007).
2. Patofisiologi
Pada diabetes mellitus tipe 1, terjadi autoimun yang
menyebabkan terjadi kerusakan pada sel pankreas sehingga
menyebabkan terjadinya defisiensi insulin absolut. Akibat dari
tidak adanya insulin, jaringan tidak dapat mengambil glukosa
yang terdapat di dalam darah sehingga timbul kondisi
hiperglikemia.

Akibatnya,

sel

kekurangan

energi

dan

menimbulkan respons glikogenolisis, glukoneogenesis, dan


lipolisis untuk menghasilkan glukosa untuk energi. Keadaan ini
justru akan memperparah hiperglikemia dan menimbulkan
asidosis

melalui

peningkatan

produksi

bahan

keton.

Penghancuran protein dan lemak tubuh berakibat pada


penurunan berat badan (wasting) dan asidosis menyebabkan
vasodilatasi dan hipotermia. Sebagai bentuk kompensasi tubuh
terhadap asidosis yang terjadi, timbul hiperventilasi pada
pasien, yang bertujuan untuk mengurangi asidosis dengan jalan
membuangnya melalui karbonn dioksida. Penurunan keadaan
anabolik dan hiperglikemia menyebabkan fatigue. Glukosa
diekskresikan dari tubuh melalui urin dalam bentuk diuresis
yang selanjutnya dapat menyebabkan kehilangan cairan dan
garam tubuh sehingga pasien menjadi dehidrasi, selalu merasa
haus dan akhirnya akan minum air dalam jumlah yang banyak
(polidipsia) (Khardori, 2012).
Sedangkan diabetes mellitus tipe 2 merupakan sebuah
kondisi dimana terjadi resistensi insulin di perifer dan sekresi
insulin yang inadekuat. Pada dasarnya, jika terjadi resistensi

insulin namun sekresinya masih adekuat maka kondisi tersebut


belum bisa dikatakan sebagai diabetes mellitus tipe 2.
Resistensi insulin perifer dapat diinduksi melalui banyak
faktor, misalnya diet tinggi kalori, rendahnya aktivitas fisik,
dan pemberian obat-obat steroid. Resistensi insulin akan
mengakibatkan kenaikan jumlah asam lemak bebas dan sitokin
proinflamasi plasma sehingga terjadi peningkatan pemecahan
cadangan glukosa di hati, pemecahan lemak, dan berkurangnya
transport glukosa ke sel otot. Pada diabetes mellitus tipe 2,
terjadi parakrinopati pulau, dimana jumlah glukagon yang
diproduksi lebih banyak daripada jumlah insulin yang
diproduksi. Akibatnya timbul suatu kondisi yang disebut
hiperglukagonemia

dan

berakibat

pada

hiperglikemia

(Khardori, 2012).
Pada kasus diabetes mellitus, dapat terjadi berbagai
komplikasi, seperti neuropati, nefropati, retinopati, gangren
diabetikum,

koma,

komplikasi

diabetes

dll.

Neuropati

mellitus

dapat

yang

terjadi

dibedakan

akibat
menjadi

neuropati sensorik-autonom dan neuroati motorik. Neuropati


sensorik terjadi akibat akumulasi sorbitol di saraf sensorik
perifer yang menyebabkan terjadinya degenerasi akson dan
demielinisasi segmen. Sedangkan neuropati motorik dan
mononeuropati kranial terjadi akibat terjadi gangguan dari
pembuluh darah yang menyuplai saraf. Komplikasi lainnya
yang ditimbulkan oleh diabetes mellitus adalah nefropati
diabetik. Nefropati diabetik terjadi akibat adanya penebalan
dari dinding arteriol dan kapiler renal. Akibatnya, terjadi
berbagai kondisi, seperti Hyalinisasi glomerular, proteinemia,
dan gagal ginjal kronik (Khardori, 2012).

E. PENEGAKAN DIAGNOSIS
1.

Anam nesis
Pada anamnesis, ditemukan keluhan:
a.

3P (Poliuria, Polidipsi, Polifagi)

b.

BB turun tanpa sebab yang jelas

c.

Lemas, kesemutan, luka yg sulit sembuh, gatal, mata kabur,


disfungsi ereksi pada pria atau pruritus vulva pd wanita
tidak khas

d.
2.

Ada riwayat yang sama dalam keluarga

Pemeriksaan Fisik
Tergantung keluhan, misal luka yg tidak sembuh2 berarti
terlihat adanya luka, BB turun terlihat dari keadaan pasien yang
kurus, dan lain-lain. Pemeriksaan fisik yang biasa dilakukan
untuk mengetahui ada komplikasi atau tidak:
a. Pengukuran tinggi dan berat badan
b. Pengukuran

tekanan

darah,

dalam

posisi

tekanan darah

termasuk
berdiri

pengukuran

untuk

mencari

kemungkinan adanya hipotensi ortostatik


c. Pemeriksaan funduskopi
d. Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid
e. Pemeriksaan jantung
f. Evaluasi nadi baik secara palpasi maupun dengan stetoskop
g. Pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah, termasuk jari
h. Pemeriksaan

kulit

(acantosis

nigrican dan

bekas

tempat penyuntikan insulin) dan pemeriksaan neurologis


i. Tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan diabetes
melitus tipe-lain

3.

Pemeriksaan Penunjang
a.

Glukosa darah puasa dan 2 jam post prandial, GDS 200


mg/dl atau GDP 126 mg/dl atau GDPP 2 jam 200 mg/dl

b.

Hba1c

c.

Profil lipid pada keadaan puasa (kolesterol total, HDL, LDL,


trigliserida)

d.

Kreatinin serum

e.

Albuminuria

f.

Keton, sedimen dan protein dalam urin

g.

Elektrokardiogram

h.

Foto sinar-x dada

i.

Untuk DM tipe 1: Indeks penentuan derajat kerusakan sel


beta pemeriksaan konsentrasi insulin, pro-insulin, dan sekresi
peptide penghubung (C-Peptide)

Gambar 2.4. Langkah-langkah diagnostik diabetes mellitus dan gangguan


toleransi glukosa (Soewondo, 2011)

4.

Gold Standart Diagnosis


a.

Gejala klasik DM + Glukosa plasma sewaktu 200 mg/dl


atau

b.

Gejala klasik DM + Glukosa plasma puasa 126 mg/dl

F. PENATALAKSANAAN
1.

Farmakologis
a. DM Tipe 1: Insulin
1) Kerja sangat cepat (ultra rapid) insulin lispro
2) Kerja cepat (rapid) insulin regular, semilente,
crystalline (15-20 menit sebelum makan)
3) Kerja sedang (intermediet) insulin NPH, insulin lente
(pagi dan malam)
4) Kerja lambat (long) insulin ultralente, glargine
b. DM Tipe 2
1) Metrformin 2 x 500 mg
2) Glibenclamide 5 mg 1-0-0
3) Captopril 2 x 12,5 mg
4) Neuroprotektor 1x 1 tab

Gambar 2.5. Algoritma penatalaksanaan diabetes mellitus (Soewondo, 2011)

2.

Nonfarmakologis
a. Terapi gizi medis
Prinsipnya : melakukan pengaturan pola makan yang
didasarkan pada status gizi diabetes dan melakukan modifikasi
diet berdasarkan kebutuhan individual.
b. Meningkatkan aktivitas jasmani

Prinsip latihan jasmani bagi diabetisi yakni :


1) Frekuensi : jumlah olahraga perminggu sebaiknya
dilakukan dengan teratur 3-5 kali per minggu
2) Intensitas : ringan dan sedang (60-70% maximum heart
rate)
3) Durasi : 30-60 menit
4) Jenis

latihan

jasmani

endurans

(aerobic)

utk

meningkatkan kemampuan kardiorespirasi seperti jalan,


jogging, berenang dan bersepeda.
c. Berhati-hati agar jangan sampai terluka
d. Diet DM 1700 Kkal
e. Edukasi : perubahan gaya hidup, pengetahuan tentang
penyakitnya, penyesuaian keadaan psikologis, penatalaksanaan
diabetes umum, pemantauan glukosa darah, microalbuminuri,
perencanaan diet, olah raga.

Gambar 2.6. Target terapi diabetes mellitus (Soewondo, 2011)

3.

Contoh Resep
Dr. XYZ
SIP 199820929299
Jl. dr gumbreg No.1, Purwokerto
Purwokerto, 4 November 2014
R/ Metformin tab mg 500 No. X
2 dd tab I p.c

R/ Captopril tab mg 12,5 No. X


2 dd tab I p.c

Probandus
Nama : Tn. X
Umur : 40 tahun
Alamat : Kroya

III.

KESIMPULAN

1. Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik


dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi
insulin, kerja insulin, dan kedua-keduanya dengan manifestasi berupa
hilangnya toleransi karbohidrat.
2. Etiologi belum diketahui secara jelas, namun diduga faktor genetik dan
faktor lingkungan memiliki peran yang cukup besar dalam terjadinya
penyakit ini.
3. Secara epidemiologi WHO memperkirakan Indonesia menduduki ranking
ke-4 di dunia dalam hal jumlah penderita diabetes setelah China, India dan
Amerika Serikat.
4. Gold Standart Diagnosis berupa gejala klasik DM + glukosa plasma
sewaktu 200 mg/dl atau gejala klasik DM + glukosa plasma puasa 126
mg/dl dan Hba1c.
5. Terapi farmakologis berupa Insulin, Metrformin 2 x 500 mg,
Glibenclamide 5 mg , Captopril 2 x 12,5 mg dan Neuroprotektor 1x 1 tab.
6. Terapi nonfarmakologis berupa terapi gizi medis, meningkatnya aktivitas
jasmani, berhati-hati agar jangan sampai terluka, dan edukasi.

DAFTAR PUSTAKA

American
Diabetes
Association.
2007.
Available
http://www.diabetes.org/diabetes-basics/diagnosis/

at

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Pedoman Pengendalian


Diabetes Melitus dan Penyakit Metabolik. Jakarta: Direktorat Pengendalian
Penyakit Tidak Menular Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Fauci, A.S., Braunwald, E., Kasper, D.L., Hauser, S.L., Longo, D.L. 2009.
Harrisonss. USA: McGraw-Hill Companies.
Frykberg, R.G., et al. 2006. Diabetic Foot Disorder: A Clinical Practice
Guidelines. The Journal of Foot and Ankle Surgery, vol. 45 no 5. Dapat
diunduh di: http://www.acfas.org
Khardori,
Romesh.
2012.
Type
2
Diabetes
http://emedicine.medscape.com/article/117853-overview.
Purnamasari, Dyah. 2009.
InternaPublishing.

Ilmu

Penyakit

Dalam

Jilid

Mellitus.

III.

Jakarta:

Price, S.A, dan Lorraine M.W. 2012. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Jakarta EGC
Romesh Khardori. 2014. Type 2 Diabetes Mellitus. Available at
http://emedicine.medscape.com/article/117853-overview#aw2aab6b2b4

Suyono, Slamet. 2009. Diabetes Melitus di Indonesia. Dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid III ed. V. Jakarta : InternaPublishing.
Soewondo, Pradana. 2011. Konsensus Pengendalian Dan Pencegahan Diabetes
Mellitus Tipe II di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai