Perkembangan industri menghadapi tantangan yang cukup berat pada saat era
modern ini. Biomassa sebagai bahan baku terbarukan merupakan salah satu
solusi yang tepat untuk dimanfaatkan sebagai sumber bahan baku kimia yang
semakin berkurang. Fraksionasi biomassa merupakan suatu pemilahan biomassa
menjadi komponen utama biomassa yaitu selulosa, hemiselulosa, lignin dengan
proses organosolv (penggunaan pelarut organik). Tujuan dari praktikum ini
adalah menjelaskan pengaruh variabel terhadap produk fraksionasi biomassa,
menghitung neraca massa dan menghitung yield pada sistem fraksionasi
biomassa serta menghitung persentase recovery komponen-komponen utama
biomassa. Pelarut yang digunakan pada praktikum ini adalah asam asetat glasial.
Perbandingan biomassa dengan pelarut adalah 1:20. Biomassa kering dimasak
dengan variasi waktu 120 dan 180 menit. Berat pulp yang didapat dalam
praktikum ini adalah sebesar 39,5% untuk waktu 120 menit dan 44,11% untuk
waktu 180 menit dengan kadar air sebesar 12,03%. Untuk menghitung persentase
recovery lignin dilakukan dengan cara sentrifugasi black liquor yang didapat dari
percobaan dengan perbandingan black liquor : aquades 1:8 dan 1:16. Dari
percobaan didapatkan kadar lignin sampel dengan variasi waktu 120 menit
sebesar 22,234% untuk perbandingan black liquor : aquades 1 : 8 dan 7,411%
untuk perbandingan black liquor : aquades 1 : 16. Sedangkan pada waktu 180
menit dihasilkan 38,6% untuk perbandingan black liquor : aquades 1 : 8 dan
15,44% untuk perbandingan black liquor : aquades 1 : 16.
Kata kunci: Biomassa, Fraksionasi Biomassa, Organosolv, Pulp, Recovery
DAFTAR ISI
Abstrak ................................................................................................................. i
Daftar Isi .............................................................................................................. ii
Daftar Gambar .................................................................................................... iv
Daftar Tabel......................................................................................................... v
Bab I Pendahuluan.............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2 Tujuan .................................................................................................... 1
Bab II Tinjauan Pustaka .................................................................................... 2
2.1 Dasar Teori ............................................................................................ 2
2.2 Biomassa ................................................................................................ 3
2.3 Komponen Kimiawi Biomassa ............................................................. 5
2.3.1 Selulosa........................................................................................ 5
2.3.2 Hemiselulosa .............................................................................. 6
2.3.3 Lignin .......................................................................................... 7
2.4 Fraksionasi Biomassa ........................................................................... 9
2.5 Organosolv ............................................................................................. 10
2.5.1 Proses Acetosolv .......................................................................... 10
2.3.2 Proses Formacell ......................................................................... 11
2.3.3 Ester Pulping ............................................................................... 11
2.3.4 Proses Milox ................................................................................ 12
2.3.5 Proses Alcell ................................................................................ 12
2.6 Delignifikasi ......................................................................................... 12
Bab III Metode Percobaan ................................................................................. 13
3.1 Alat dan Bahan ...................................................................................... 13
3.1.1 Alat .............................................................................................. 13
3.1.2 Bahan ........................................................................................... 13
3.2 Variabel Percobaan ............................................................................... 14
3.3 Prosedur Percobaan ............................................................................... 14
3.3.1 Persiapan Bahan Baku ................................................................. 14
ii
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Struktur Selulosa.............................................................................. 6
Gambar 2.2 Monomer Pembentuk Hemiselulosa ................................................ 7
Gambar 2.3 Struktur Lignin ................................................................................ 8
Gambar 2.4 Skema Fraksionasi Biomassa .......................................................... 9
Gambar 3.1 Skema Alat Fraksionasi Biomassa................................................... 13
Gambar 4.1Grafik Perolehan Pulp Pada Variasi Waktu Pemasakan .................. 19
Gambar 4.2 Grafik Perolehan Lignin dari Black Liquor Perbandingan 1:8 ........ 21
Gambar 4.3 Grafik Perolehan Lignin dari Black Liquor Perbandingan 1:16 ...... 22
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Komposisi Kimia Berbagai Biomassa .................................................. 4
Tabel 4.1 Perolehan Pulp (Selulosa) yang Diperoleh ......................................... 17
Tabel 4.2 Recovery Lignin ................................................................................... 18
Tabel A.1 Data Fisis Bahan Baku ........................................................................ 26
Tabel A.2 Berat Bahan Baku Dalam Selang Waktu Pengeringan ....................... 26
Tabel A.3 Berat Lignin pada Kertas Saring ......................................................... 28
Tabel A.4 Berat Pulp Saat Pengkonstanan ........................................................... 29
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Penggunaan energi besar-besaran telah membuat manusia mengalami
krisis energi. Ini disebabkan ketergantungan terhadap bahan bakar fosil seperti
minyak bumi dan gas alam yang sangat tinggi. Sebagaimana kita ketahui, bahan
bakar fosil merupakan sumber daya alam yang tidak dapat kita perbarui. Untuk
mengatasi krisis energi masa depan, beberapa alternatif sumber energi mulai
dikembangkan, salah satunya adalah energi biomassa.
Pada awalnya, biomassa dikenal sebagai sumber energi ketika manusia
membakar kayu untuk memasak makanan atau menghangatkan tubuh pada musim
dingin. Kayu merupakan sumber energi biomassa yang masih lazim digunakan
tetapi sumber energi biomassa lain termasuk bahan makanan hasil panen, rumput
dan tanaman lain, limbah dan residu pertanian atau pengolahan hutan, komponen
organik limbah rumah tangga dan industri, juga gas metana sebagai hasil dari
timbunan sampah. Sebagai bahan bakar, biomassa perlu diolah terlebih dahulu
agar dapat dengan mudah dipergunakan.
Fraksionasi biomassa merupakan salah satu konsep pengolahan biomassa
yang dianggap mampu memberikan produk yang maksimal serta mampu
meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan. Penggunaan bahan baku
terbarukan yang berharga murah dan pemakaian proses ramah lingkungan tentu
akan mendorong terbentuknya suatu sistem industri yang lebih baik.
1.2.
Tujuan
1. Menjelaskan pengaruh variabel terhadap produk fraksionasi biomassa
2. Menghitung neraca massa pada sistem fraksionasi biomassa
3. Menghitung yield sistem fraksionasi biomassa
4. Menghitung persentase recovery komponen-komponen utama biomassa
Bekerja sama dalam tim secara profesional
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Dasar Teori
Perkembangan peradaban masyarakat yang mengeksploitasi sumber daya
alam secara berlebihan dan disertai dengan perusakan lingkungan yang serius
bukanlah sebuah fenomena baru. Untuk mengatasi risiko tersebut, masyarakat
harus mulai mempersiapkan transisi dari pembangunan yang didasarkan pada
sumber daya alam non-terbarukan, menuju sumber daya alam yang terbarukan
agar tidak lagi bergantung pada sumber fosil. Biomassa merupakan solusi yang
paling tepat untuk produksi energi yang berkelanjutan (Joseet al., 2010).
Biomassa adalah bahan organik yang dihasilkan melalui proses
fotosintesis, baik berupa produk maupun buangan. Diantara sumber-sumber
biomassa terbarukan seperti kayu, non-kayu, rumput, pelepah sawit, pepohonan,
ubi, limbah pertanian, jerami gandum, ampas tebu, batang dan tongkol jagung
adalah contoh biomassa yang dapat diolah menjadi energi dan dapat menjadi
obyek dari penelitian yang penting agar dapat memenuhi kebutuhan manusia.
Energi tersebut tergolong energi ramah lingkungan yang bahan dasarnya
disediakan alam. Namun, penggunaan energi dari biomassa kadang membawa
dampak sampingan yang tidak diinginkan. Dalam sektor energi, biomassa
merujuk pada bahan biologis yang dapat digunakan sebagai sumber bahan bakar.
Sebelum mengenal bahan bakar fossil, manusia sudah menggunakan
biomassa sebagai sumber energi. Misalnya dengan memakai kayu untuk
menyalakan api unggun. Sejak manusia beralih pada minyak, gas bumi atau batu
bara untuk menghasilkan tenaga, penggunaan biomassa tergeser dari kehidupan
manusia. Namun, persediaan bahan bakar fossil sangat terbatas. Para ilmuwan
memperkirakan dalam hitungan tahun persediaan minyak dunia akan terkuras
habis. Karena itu penggunaan sumber energi alternatif kini digiatkan, termasuk di
antaranya penggunaan biomassa. Biomassa dapat digunakan secara langsung
maupun tidak langsung. Dalam penggunaan tidak langsung, biomassa diolah
menjadi bahan bakar. Umumnya yang digunakan sebagai bahan bakar adalah
biomassa yang nilai ekonomisnya rendah atau merupakan limbah setelah diambil
produk primernya. Contohnya, kelapa sawit yang diolah terlebih dahulu menjadi
biodiesel untuk kemudian digunakan sebagai bahan bakar (Nopianto, 2009).
Fraksionasi biomassa merupakan salah satu konsep pengolahan biomassa
yang
dianggap
mampu
memberikan
produk
maksimal
serta
mampu
Biomassa
Biomassa merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan
semua jenis material organik yang dihasilkan dari proses fotosintesis. Biomassa
dapat dikategorikan menjadi:
1.
Biomassa kayu
Biomassa kayu dapat dibagi lagi menjadi:
a.
Kayu keras
Kayu dari pohon dari kelas angiosperma, biasanya dengan daun lebar.
Pohon tumbuh di iklim tropis umumnya kayu keras. Kayu keras
mengandung banyak selulosa, hemiselulosa dan ekstraktif dibandingkan
dengan kayu lunak tetapi kandungan ligninnya lebih sedikit.
b.
Kayu lunak.
Umumnya tumbuh di daerah beriklim dingin, kayu lunak tumbuh lebih
lambat dari kayu keras tetapi memiliki serat lebih panjang dibandingkan
dengan kayu keras.
Biomassa kayu meliputi gelondongan kayu (cord wood), ranting pohon,
kayu sejenis cemara (bark), gergajian kayu, sisa hasil hutan, arang kayu,
limbah ampas (ampas tebu), dan lain-lain.
2.
limbah pengolahan industri gula pasir (bagasse), sekam padi, jerami, biji-bijian.
Lignin
(Lignoselulosa)
(%-berat)
(%-berat)
(%-berat)
Kayu keras
38-49
19-26
23-30
Kayu lunak
40-45
7-14
26-34
Rumput esparto
33-38
27-32
17-19
Bambu
26-43
16-26
21-31
Batang jagung
35-45
20-28
14-34
Ampas tebu
32-44
27-32
19-24
Jerami gandum
29-35
26-32
16-21
Jerami padi
28-36
23-28
12-16
Sabut kelapa
30,6
19,9
38,9
Sabut sawit
34,3
27,2
31,9
Batang sawit
45,8
25,9
22,6
Pelepah sawit
37-45
23-25
18-20
Tandan kosong
36-42
25-27
15-17
sawit
Sumber : (Ahmad, 2013)
2.3
selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Oleh karena ketiga kandungan tersebut maka
biomassa disebut juga bahan berlignoselulosa (Smook 1994).
2.3.1
Selulosa
Selulosa merupakan senyawa organik dengan rumus (C6H10O5)n yang
terdapat pada dinding sel bersama lignin berperan dalam mengokohkan struktur
tumbuhan. komponen struktural utama dinding sel dari tanaman hijau, banyak
bentuk ganggang dan Oomycetes. Beberapa spesies bakteri mengeluarkan itu
untuk membentuk biofilm. Selulosa adalah senyawa organik yang paling umum di
Bumi. Sekitar 33% dari semua materi tanaman adalah selulosa. Selulosa pada
kayu umumnya berkisar 40-50%, sedangkan pada kapas hampir mencapai 98%.
Selulosa merupakan sebuah polisakarida yang terdiri dari rantai linier dari
beberapa ratus hingga lebih dari sepuluh terdiri atas rantai panjang unit-unit
glukosa yang terikat dengan ikatan 1-4-glukosida (Smook 1994).
Derajat polimerisasi dari selulosa merupakan panjang dari rantai selulosa
tersebut. Derajat polimerisasi ini dapat dihitung dengan cara membagi bobot
molekul selulosa dengan bobot molekul glukosa sebagai monomernya (Fengel
dan Wegerner 1984). Karakteristik selulosa terkait erat dengan derajat
polimerisasinya. Penurunan bobot molekul dari selulosa secara signifikan akan
mengurangi kekuatan serat tersebut. Terdapat dua struktur pada selulosa, yaitu
struktur yang teratur yang biasa disebut dengan kristalin, dan struktur anorf yang
idak teratur (Sjostrom 1981). Struktur kristalin dari selulosa sangat rapat dan sulit
dipenetrasi oleh pelarut atau reaktan, sebaliknya pada struktur amorf penetrasi
sangat mudah terjadi (Smook, 1994).
Hemiselulosa
Hemiselulosa adalah polimer polisakarida heterogen tersusun dari unit D-
terikat pada permukaan dengan ion logam yang bermuatan positif (kation)
merupakan mekanisme petukaran ion sebagai berikut (Nopianto, 2009).
Y
OH + M+
YO
M + H+
YO
Y
OH + M
2+
M + 2 H+
YO
Xilosa adalah salah satu gula C-5 dan merupakan gula terbanyak kedua di
biosfer setelah glukosa. Stuktur penyusun dari hemiselulosa dapat dilihat pada
Gambar1. Jumlah hemiselulosa di dalam biomassa lignoselulosa sebesar 11%
hingga 37 % (berat kering biomassa). Hemiselulosa lebih mudah dihidrolisis
daripada selulosa, tetapi gula C-5 lebih sulit difermentasi menjadi etanol daripada
gula C-6 (Saadah, 2010).
2.3.3
Lignin
Lignin adalah molekul kompleks yang tersusun dari unit phenylphropane
yang terikat di dalam struktur tiga dimensi. Lignin berfungsi sebagai pengikat
matrik selulosa. Lignin dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu lignin
guasil dan lignin siringil. Lignin guasil dapat ditemukan pada kayu lunak sebagai
produk polimerisasi dari koniferil alkohol. Sedangkan lignin siringil terdapat pada
kayu keras sebagai hasil polimerisasi sinapil alkohol. Unit-unit pembentuk lignin
terdiri dari p-koumaril alkohol, koniferil alkohol, dan sinapil alkohol yang
merupakan senyawa induk pembentuk makromolekul lignin dan terikat satu sama
lain baik dengan ikatan ester maupun dengan ikatan karbon seperti yang
ditampilkan dalam Gambar 2.3.
total lignin dalam kayu, akan tetapi seringkali diabaikan karena jumlahnya yang
relatif kecil khususnya pada jenis softwood. Lignin adalah salah satu komponen
utama sel tanaman, karena itu lignin juga memiliki dampak langsung terhadap
karakteristik tanaman. Kebutuhan bahan kimia untuk memasak kayu dihitung
berdasarkan kandungan ligninnya. Di alam keberadaan lignin pada kayu berkisar
antara 25-30%, tergantung pada jenis kayu atau faktor lain yang mempengaruhi
perkembangan kayu. Pada kayu, lignin umumnya terdapat di daerah lamela tengah
dan berfungsi pengikat antar sel serta menguatkan dinding sel kayu. Kulit kayu,
biji, bagian serabut kasar, batang dan daun mengandung lignin yang berupa
substansi kompleks oleh adanya lignin dan polisakarida yang lain. Kadar lignin
akan bertambah dengan bertambahnya umur tanaman (Mustamin, 2013).
2.4
Fraksionasi Biomassa
Fraksionasi biomassa merupakan proses pemilahan biomassa menjadi
10
2.5
Proses Organosolv
Proses organosolv adalah proses pemisahan serat dengan menggunakan
bahan kimia organik seperti metanol, etanol, aseton, asam asetat, asam formiat
dan lain-lain. Proses ini telah terbukti sangat efisien dalam pemanfaatan sumber
daya hutan dan tidak merugikan lingkungan dibandingkan dengan proses sulfit
dan kraft yang memberikan masalah bagi lingkungan yaitu bau yang disebabkan
oleh senyawa belerang. Oleh karena itu, permasalahan yang dihadapi oleh industri
pulp dan kertas dapat diatasi oleh proses organosolv. Selain itu proses organosolv
memberikan beberapa keuntungan, antara lain yaitu rendemen pulp yang
dihasilkan tinggi, daur ulang lindi hitam dapat dilakukan dengan mudah, tidak
menggunakan unsur sulfur sehingga lebih aman terhadap lingkungan, dapat
menghasilkan by-products (hasil sampingan) berupa lignin dan hemiselulosa
dengan tingkat kemurnian tinggi (Nopianto, 2009).
Pembuatan pulp dengan organosolv (berdasarkan pemanfaatan pelarut
organik sebagai media delignifikasi) dapat digunakan sebagai teknologi
pemurnian biomassa, karena produk yang dihasilkan terdiri dari selulosa serta
liquor yang terdiri dari hemiselulosa dan lignin yang bebas dari belerang. Asam
hidrolisis dapat digunakan untuk menghidrolisis hemiselulosa menjadi monomer
pembentuk hemiselulosa (Wening, 2009).
Ada berbagai macam jenis proses organosolv, namun yang telah
berkembang pesat pada saat ini adalah proses alcell (alcohol cellulose) yaitu
proses pulping dengan menggunakan bahan kimia pemasak alkohol, proses
acetocell (menggunakan asam asetat), dan proses organocell (menggunakan
metanol) (Mustamin, 2013).
2.5.1
Proses Acetosolv
Penggunaan asam asetat sebagai pelarut organik disebut dengan proses
acetosolv. Proses ini menggunakan pelarut utama yaitu asam asetat (93%) dan 0.5
- 3.0% HCI sebagai katalisnya. Proses acetosolv dalam pengolahan pulp memiliki
beberapa keunggulan, antara lain: bebas senyawa sulfur, daur ulang limbah dapat
11
Proses Formacell
Sebagai proses yang murah dan mudah tersedia pelarut organik, asam
Ester Pulping
Kayu dimasak pada suhu tinggi (sampai dengan 200 oC) dengan pelarut
berupa air, ethyl acetate, dan asam asetat dengan komposisi yang sama. Ester
pulping ini dianggap memiliki keunggulan dalam recovery bahan kimianya.
Tetapi sampai saat ini proses ester pulping belum dikembangkan lebih lanjut
(Adriani, 2010).
12
2.5.4
Proses Milox
Proses milox merupakan proses pemasakan tiga tahap yang terdiri dari
pemasakan dengan asam formiat - asam performiat - asam formiat. Proses ini
menghasilkan pulp dengan bilangan kappa sangat rendah, yaitu 7 - 11 yang
memungkinkan proses pemutihan pulp hanya dengan peroksida dan atau ozone
(Nopianto, 2009).
2.5.5
Process Alcell
Proses Alcell merupakan sebuah proses organosolv berpelarut etanol-air
Delignifikasi
Delignifikasi adalah proses penyisihan lignin dari biomassa. Proses
delignifikasi terjadi karena putusnya ikatan -aril eter dalam makro molekul
lignin. Ikatan -aril eter merupakan pengikat rantai-rantai polimer lignin pada
makro molekul lignoselulosa padatannya. Pemutusan ikatan lignin tersebut
disebabkan oleh adanya ion hidrogen (H+) yang berasal dari cairan pemasak,
sehingga lignin yang lepas dari makro molekul lignoselulosa dapat larut dalam
larutan pemasak (Mustamin, 2013).
BAB III
METODE PERCOBAAN
Alat
Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah erlenmeyer berukuran
1000 ml yang digunakan sebagai wadah untuk pemasakan bahan baku yang di
lengkapi dengan kondensor spiral sebagai pendingin dan juga menggunakan Hot
Plate sebagai sumber pemanas. Pada percobaan recovery lignin digunakan alat
sentrifugasi. Peralatan lain yang digunakan yaitu gelas ukur, pipet tetes, kertas
saring, kain kasa, blender dan gelas piala.
3.1.2
Bahan
Bahan baku yang digunakan yaitu ampas tebu sebanyak 20 gr, dan pada
proses recovery lignin digunakan black liquor hasil dari penyaringan pada proses
pemasakan. Bahan kimia yang digunakan yaitu pelarut asam asetat glasial dan
katalis HCl. Cairan yang digunakan untuk pencucian yaitu aquadest.
Keterangan :
A
A = Kondensor
B = Pipa Inlet
C = Erlenmeyer
E
D = Pemanas
E = Pipa Outlet
D
13
14
3.2
Variabel Percobaan
1. Pemrosesan bahan baku
Pada percobaan fraksionasi biomassa ini dilakukan dengan dua variasi
waktu proses ampas tebu dengan asam asetat glasial, yaitu 2 jam dan 3
jam.
2. Recovery Lignin
Pada percobaan recovery lignin, perbandingan antara black liquor dan
aquadest adalah 1:8 dan 1:16
3.3
Prosedur Percobaan
3.3.1
3.3.2
15
6. Ampas tebu dan asam asetat glasial (cairan pemasak) dalam reaktor
dipisahkan dengan menggunakan kain kasa (kain lap), lalu diperas.
Biarkan sampai kira-kira seluruh cairan pemasak turun (volume filtrat
hampir sama dengan volume cairan pemasak sebelum digunakan). Catat
volume filtrat yang dihasilkan.
7. Padatan yang diperoleh pada tahap 6 dicuci dengan asam asetat glasial
sebanyak 50 ml dan filtratnya ditampung.
8. Filtrat yang diperoleh pada tahap 7 dicampurkan dengan cairan pemasak
yang di dapat pada tahap 6.
9. Filtrat yang didapat digunakan untuk percobaan recovery lignin.
10. Padatan yang telah dicuci pada tahap 7, dibilas kembali dengan aquadest
sampai filtrat kelihatan jernih. Air bekas cucian dapat dibuang.
11. Padatan yang telah dicuci bersih dikeringkan di udara terbuka selama kira
kira 24 jam.
12. Dilakukan juga pemasakan ampas tebu dan asam asetat glasial (cairan
pemasak) selama 3 jam.
13. Padatan yang telah kering ditimbang sebagai berat pulp.
Perhitungan perolehan pulp (selulosa)
3.3.3
16
x 100%
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Hasil
Pada percobaan ini, dilakukan pengamatan terhadap pengaruh waktu
proses terhadap yield pulp dan % recovery lignin, variasi waktu yang dilakukan
adalah 120 menit dan 180 menit, bahan baku biomassa berupa ampas tebu dan
pelarut organik berupa asam asetat glasial dimasukkan kedalam reaktor.
Kondensor refluk dipasang sebagai penutup reaktor. Setelah itu, dihidupkan alat
pemanas dan pada saat cairan mulai mendidih tambahkan katalis yaitu H2SO4 dan
catat waktunya sebagai waktu awal fraksionasi. Setelah waktu tercapai alat
pemanas dimatikan dan reaktor didinginkan. Setelah didinginkan padatan
dipisahkan, catat volume filtrat yang dihasilkan. Padatan yang dihasilkan
kemudian dicuci dengan asam organik dan filtratnya ditampung. Sedangkan filtrat
yang didapatkan, digunakan untuk percobaan recovery lignin. Dan padatan yang
telah dicuci dengan asam organik, dicuci kembali dengan aquades sampai filtrat
terlihat jernih. Padatan yang telah dicuci bersih dikeringkan diudara terbuka kirakira 24 jam. Padatan yang telah kering ditimbang sebagai berat pulp.
Data hasil percobaan untuk perolehan pulp dan lignin dapat dilihat pada
Tabel 4.1 dan 4.2.
Waktu Proses
(menit)
(gr)
(gr)
1.
120
20
6,950
39,5
2.
180
20
8,113
44,11
17
% Pulp
18
Waktu Proses
Perbandingan Black
Berat Lignin
(menit)
Liquor : Aquades
(gr)
1.
120
1:8
0,003
22,234
2.
120
1 : 16
0,001
7,411
3.
180
1:8
0,005
38,6
4.
180
1 : 16
0,002
15,44
4.2.
% Lignin
Pembahasan
Pada pratikum ini kadar air yang didapatkan pada ampas tebu adalah
12,03% dari berat 10 gr. Tujuan untuk menghitung kadar air pada ampas tebu
yaitu agar lebih mudah menghitung neraca massa antara cairan dan padatan.
Dengan mengetahui nilai cairan dan padatan yang diperlukan maka akan
memudahkan untuk memperkirakan berapa keperluan cairan/larutan yang
dibutuhkan dalam proses berlangsung.
Pada percobaan fraksionasi biomassa ini waktu delignifkasi divariasikan
yaitu antara 120 dan 180 menit. Tujuan memvariasikan proses delignifikasi yaitu
untuk mengatahui proses mana yang lebih optimum. Proses ini dilakukan dengan
cara proses organosolv yang mana melewati tahapan-tahapan yang berupa
pemasakan, penyaringan, pencucian, pengeringan padatan, dan lignin recovery.
Perlakuan pendahuluan pada bahan baku dilakukan menggunakan perlakuan fisik
dengan cara pemotongan bahan baku ampas tebu menjadi ukuran yang lebih kecil
menjadi 1cm. Perlakuan pendahuluan tersebut dilakukan untuk memperkecil
ukuran bahan dan memperluas permukaan bahan sehingga penetrasi larutan
pemasak kedalam serpih lebih cepat karena delignifikasi memiliki banyak
hambatan yang disebabkan adanya struktur kristalin selulosa yang bersifat sangat
rigid (kaku) dan adanya asosiasi yang kuat antara selulosa dan molekul lignin
serta hemiselulosa (Heradewi, 2007). Oleh karena itu diperlukan perlakuan
pendahuluan untuk mengurangi hambatan tersebut.
19
Sampel yang berupa ampas tebu dalam erlenmeyer terendam secara merata
dengan cairan pemasak. Penggunaan pelarut asam asetat glasial dikarenakan
pelarut asam organik mampu mengurangi tegangan permukaan larutan pemasak
pada suhu tinggi, mempercepat penetrasi ke dalam sampel dan difusi dari hasil
pemutusan lignin dalam sampel ke dalam larutan pemasak (Heradewi, 2007).
Setelah bahan baku dan pelarut dimasukkan kedalam erlenmeyer,
pemasakan dimulai. Waktu mendidih pelarut dari run I dan run II antara 20-30
menit, pada saat pelarut mulai mendidih pada saat itulah katalis berupa H2SO4
ditambahkan yaitu 2,9 ml saat penambahan katalis perubahan warna terjadi pada
pelarut dari bening menjadi warna hitam pekat. Fungsi katalis dalam hal ini
berfungsi untuk mempercepat proses delignifikasi dan juga berfungsi untuk
mengembangkan struktur bahan (ampas tebu) sehingga memudahkan penetrasi
larutan pemasak ke dalam bahan (Heradewi, 2007).
4.2.1. Perolehan Pulp
Pada run pertama waktu pemasakan selama 120 menit pulp yang
dihasilkan 6,950 gr (39,5%). Sedangkan untuk run kedua dengan variasi
pemasakan 180 menit, pulp yang didapatkan adalah 8,113 gr (44,11%). Angka
teoritis untuk persentase selulosa untuk ampas tebu adalah 32-44% (Tim
penyusun 2014). Persentasi dari pulp yang didapatkan dapat dihitung dengan
pesamaan (1). Berikut adalah persamaan perolehan pulp:
erat
erolehan
Kering
erat iomassa
100
...............................................................(1)
45.00%
44.00%
43.00%
42.00%
41.00%
40.00%
39.00%
38.00%
37.00%
120 menit
180 menit
20
21
disentrifus dengan kecepatan 1500 rpm selama 15 menit. Tujuan dari sentrifus
adalah untuk memisahkan lignin dan cairan dengan cara pengendapan, endapan
yang telah terbentuk nantinya disaring dengan menggunakan kertas saring yang
mana telah diketahui beratnya. Apabila larutan tidak disentrifus terlebih dahulu
maka lignin tidak akan mengendap dan sulit untuk dipisahkan.
Lignin yang telah didapatkan dari proses penyaringan nanti di keringkan
untuk menghilangkan kadar air yang terdapat pada lignin. Pengeringan ini
dilakukan didalam oven, pengeringan dihentikan pada saat berat telah mencapai
konstan. Persentasi lignin yang dihasilkan dari proses lignin recovery bisa dilihat
dari Gambar 4.2 dan 4.3. Untuk menghitung persentasi lignin yang didapatkan
bisa menggunakan persamaan (2).
erolehan ignin
(volume
volume sampel
45.00%
40.00%
35.00%
30.00%
25.00%
20.00%
15.00%
10.00%
5.00%
0.00%
120 menit
180 menit
Waktu
22
menyatakan bahwa semakin lama waktu pemasakan maka kadar lignin yang
dihasilkan akan semakin besar, karena dengan bertambahnya waktu pemasakan,
maka jumlah lignin yang terlarut dalam cairan pemasak akan lebih banyak,
sehingga yield dan kadar lignin cenderung naik. Peningkatan kadar lignin pada
waktu pemasakan yang lebih lama mengindikasikan terjadinya reaksi polimerisasi
lignin yang telah larut (Sarkanen, 1990). Sedangkan untuk perolehan kadar lignin
dengan 1:16 dapat dilihat pada Gambar 4.3.
18.00%
16.00%
14.00%
12.00%
10.00%
8.00%
6.00%
4.00%
2.00%
0.00%
120 menit
180 menit
Waktu
23
4.3
Neraca Massa
F1 = 20 gr
F3
= 17,694 gr
Proses
F2 = 351,88 gr
F4
Black Liqour
H2SO4
= 5,2677 gr
H2O
= 5,2887 gr
Input
= Output
F1 + F2
= F3 + F4
20 gr + 351,88 gr
371,88 gram
= 17,79 gr + F4
F4
= 354,09 gram
F3 + F4
= 17,79 + 354,09
+ F4
= 371,88 gram
F1 + F2
= F3 + F4
371,88 gram
= 371,88 gram
BAB V
KESIMPULAN & SARAN
5.1
Kesimpulan
1. Variabel yang berpengaruh terhadap pulp dan lignin yang dihasilkan
adalah waktu dan konsentrasi pelarut. Pada percobaan ini konsentrasi dari
pelarut tidak berubah tetapi waktu pemasakan yang divariasikan adalah
120 dan 180 menit.
2. Pulp yang dihasilkan pada waktu 120 menit dihasilkan 39,5% dan untuk
waktu 180 menit dihasilkan pulp sebesar 44,11%.
3. Lignin yang didapatkan dari black liqour pada waktu 120 menit dihasilkan
22,234% untuk perbandingan black liquor : aquades 1 : 8 dan 7,411%
untuk perbandingan black liquor : aquades 1 : 16. Sedangkan pada waktu
180 menit dihasilkan 38,6% untuk perbandingan black liquor : aquades 1 :
8 dan 15,44% untuk perbandingan black liquor : aquades 1 : 16.
5.2
Saran
1.
2.
24
DAFTAR PUSTAKA
Adriani. 2010. Sifat Sifat Umum Kayu. http://uli-adriani. blogspot.
com/2010/04/sifat-sifat-umum-kayu.html. Diakses pada tanggal 29
Oktober pukul 19.13.
Ahmad, Adrianto.2013. Penuntun Praktikum Laboratorium Teknik Kimia 1.
Program Studi S-1 Teknik Kimia : Fakultas Teknik Unuversitas Riau
Anonim. 2011. Hello World. http://blog.ub.ac.id/supat/2011/03/14/hello-world.
html. Diakses pada tanggal 29 Oktober pukul 19.20
Anonim. 2012. Biochemistry. http://id.shvoong.com/exact-sciences/ biochemistry
/2267470-eksraktif/#ixzz2gqF8h2Zc. Diakses pada tanggal 29 Oktober
pukul 20.30
Isroi. 2010. Struktur Kimia Lignin. http://isroi.com/2010/09/23/lignin-strukturkimia-lignin/com. Diakses pada tanggal 29 Oktober pukul 19.15
Mustamin. 2013. Zat Ekstraktif Kayu. http://raymoon760.wordpress.com/
2013/06/19/zat-ekstraktif-kayu/com. Diakses pada tanggal 29 Oktober
pukul 20.42
Nopianto, Eko. 2009. Selulosa. http://eckonopianto.blogspot.com/2009/04/
selulosa.html. Diakses pada tanggal 29 Oktober pukul 19.15
Saadah.
2010. Produksi Enzim Selulosa oleh Aspergillus niger,
http://eprints.undip.ac.id/13064/1/BAB_I_-_V.pdf,diakses pada 29 Oktober
2014
Sarkanen, K. S., 1990, Chemistry of Solvent Pulping, Tappi Journal.
Smook Gary A. 1994. Handbook for Pulp & Paper Technologists Second Ed.
Kanada: Friesen Printers.
Wening, Sukmawati. 2009. Polimer Alam. http://gurumuda.com/bse/polimeralam. Diakses pada tanggal 29 Oktober.
25
LAMPIRAN A
PERHITUNGAN
Berat Molekul
Titik Didih
Densitas
Asam Asetat
(CH3COOH)
60,05 g/mol
118oC
1,05 g/cm3
Asam Sulfat
(H2SO4)
98,08 g/mol
337oC
1,84 g/cm3
= 20 gram
Asam Asetat
= 97 %-berat
H2SO4
= 1,5 %-berat
= 1:20
= 10 gram
T = 115C
Tabel A.2 Berat Bahan Baku Dalam Selang Waktu Pengeringan
Waktu
pengeringan
(menit)
10
20
30
40
50
60
Berat kering
sampel 1
(gram)
9,203
9,058
9,051
9,048
9,046
9,046
Berat kering
sampel 2
(gram)
8,758
8,741
8,736
8,730
8,729
8,729
26
27
Berat larutan
Komposisi cairan :
= 331,7 ml
H2SO4 1,5%-berat (Katalis)
28
70
menit
0,024
0,013
0,009
0,006
0,004
0,003
0,003
(1:16, 2
jam)
0,023
0,013
0,009
0,005
0,003
0,001
0,001
(1:8, 3 jam)
0,031
0,017
0,012
0,009
0,007
0,005
0,005
(1:16, 3
jam)
0,028
0,016
0,009
0,007
0,005
0,002
0,002
Berat
Lignin
10 menit
(1:8, 2 jam)
Perolehan lignin =
x 100%
Berat lignin dalam bahan baku = 22,09 % x 8,797 gram= 1,943 gram
29
Kadar lignin
(
12,682
11,292
8,907
7,558
6,952
6,950
6,950
13,366
10,783
9,38
8,431
8,116
8,113
8,113
(jam)
= 39,5%
= 44,11%
30
LAMPIRAN B
DOKUMENTASI
Tebu
+Aquades
30
LAMPIRAN C
TUGAS KHUSUS
C.1
Dispersant
Zat pendispersi atau dispersant adalah senyawa yang ditambahkan dalam
31