Disusun Oleh :
Arum Ayu Kartika (20090310152)
Muthia Isna Anindita (20090310226)
Dokter Pembimbing :
Dr. Hj. Dwi Ambarwati, Sp.A
A. DEFINISI
Kejang pada BBL secara klinis adalah perubahan paroksimal dari fungsi neurologic
(misalnya perilaku, sensorik, motoric, dan fungsi autonomy system syaraf) yang terjadi pada
bayi berumur 0-28 hari. (Buku Ajar Neonatologi, 2012)
Kejang (konvulsi) didefinisikan sebagai gangguan fungsi otak tanpa sengaja
paroksismal yang dapat nampak sebagai gangguan atau kehilangan kesadaran, aktivitas
motoric abnormal, kelainan perilaku, gangguan sensoris, dan disfungsi otonom. (Nelson IKA,
2000)
Mekanisme dasar terjadinya kejang akibat loncatan muatan listrik yang berlebihan dan
sinkron pada otak atau depolarisasi otak yang mengakibatkan gerakan yang berulang.
Terjadinya depolarisasi pada syaraf akibat masuknya Natrium dan repolarisasi terjadi karena
keluarnya Kalium melalui membrane sel. Perubahan fisiologis selama kejang berupa
penurunan yang tajam kadar glukosa otak dibandingkan dengan kadar glukosa darah yang
tetap normal atau meningkat disertai peningkatan laktat.Keadaan ini menunjukkan mekanisme
transportasi pada otak tidak dapat mengimbangi peningkatan kebutuhan yang ada.Kebutuhan
oksigen dan aliran darah otak juga meningkat untuk mencukupi kebutuhan oksigen dan
glukosa.Laktat terakumulasi selama terjadi kejang, dan pH arteri sangat menurun.Tekanan
darah sistemik meningkat dan aliran darah ke otak naik.Efek dramatis jangka pendek ini
diikuti oleh perubahan struktur sel dan hubungan sinaptik.
Mekanisme penyebab kejang pada BBL menurut Volpe :
Kemungkinan Penyebab
Kelainan
neurotransmitter
berlebihan.
Penurunan inhibisi neurotransmitter.
Kelainan
membrane
sel
Ketergantungan piridoksin.
2. Menyeluruh :
a.
b.
c.
Tonik
d.
Klonik
e.
Mioklonik
f.
Atonik
g.
Spasme infantil
B. DIAGNOSIS
A. Anamnesis
Faktor Resiko
Riwayat kehamilan/prenatal
Infeksi TORCH atau infeksi lain saat ibu hamil, preeklamsia, gawat janin,
pemakaian obat golongan narkotika, imunisasi anti tetanus.
Riwayat persalinan
Asfiksia, trauma persalinan, KPD, anastesi local atau blok.
Riwayat postnatal
Infeksi BBL, bayi kuning, perawatan tali pusat yang tidak bersih.
B. Manifestasi Klinik
Gambaran klinis kejang yang sering terjadi pada BBL adalah sebagai berikut :
Subtle
Sering terjadi, hampir 50% dari kejang BBL baik pada BKB maupun BCB.
Manifestasi klinis berupa orofasial, termasuk deviasi mata, kedipan mata,
gerakan alis yang bergetar berulang-ulang, mata yang tiba-tiba terbuka
dengan bola mata terfiksasi ke satu arah, gerakan seperti mengunyah,
menghisap, mengeluarkan air liur, menjulurkan lidah.
Tonik
Biasanya terjadi pada BBLR atau lahir dengan masa kehamilan <34 minggu,
dan bayi-bayi dengan komplikasi perinatal yang berat seperti perdarahan
intraventrikuler.Bentuk klinis pada kejang ini yaitu pergerakan tonik satu
ekstremitas atau pergerakan umum.
Klonik
Kejang klonik seringnya merupakan petunjuk dari lesi fokal yang mendasari
seperti infark korteks, namun bisa disebabkan oleh metabolic.Dikenal
menjadi 2 bentuk yaitu fokal (gerakan bergetar pasa satu atau kedua
ekstremitas) dan multifocal (gerakan satu ekstremitas kemudian secara acak
pindah ke ekstremitas lainnya).Tipe kejang ini dihubungkan dengan
gambaran EEG yang khas yang terdiri atas gelombang tajam dan lambat
berurutan yang menyebar secara ipsilateral dari hemisfer asal gelombang
tersebut.
Mioklonik
Cenderung terjadi pada kelompok otot fleksor.
C. Pemeriksaan Fisik
Terdiri dari pemeriksaan pediatric dan neurologis, yaitu :
1. Identifikasi jenis kejang sehingga kemungkinan penyebab dapat diketahui.
2. Biasanya tampak lethargi.
3. Pantau perubahan tanda vital.
4. Pemeriksaan kepala untuk mengetahui adanya trauma.
5. Pemeriksaan funduskopi untuk mengetahui adanya perdarahan retina yang
merupakan menifestasi patognomonik untuk hematoma subdural.
6. Pemeriksaan kebersihan tali pusat.
D. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium (GD, elektrolit, darah rutin, analisis cairan
serebrospinal, kultur dan uji kepekaan kuman, kadar bilirubin total/direk dan
indirek.
2. Elektro Ensefalografi (EEG) : dapat membantu diagnosis, kamanya pengobatan,
dan prognosisnya.
3. Pencitraan (USG kepala, CT-scan, MRI)
4. Pemeriksaan lain (Radiologi kepala)
C. PENATALAKSANAAN KEJANG
Penatalaksanaan kejang (Buku Ajar Neonatologi, 2012 meliputi :
Stabilisasi keadaan umum
Menghentikan kejang dan identifikasi
Pengobatan factor etiologi
Supportif untuk pencegahan kejang
Manajemen awal :
Pengawasan jalan nafas bersih dan terbuka, pemberian oksigen.
Pasang infus jalur IV dan beri cairan dosis rumatan.
Bila kadar glukosa <45mg/dL, tangani hipoglikemia.
Bila bayi dalam keadaan kejang atau bayi kejang dalam beberapa jam terakhir,
beri injeksi fenobarbital 20mg/kgBB IV, diberikan pelan-pelan selama 5 menit.
Bila jalur IV belum terpasang, beri injeksi fenobarbital 20mg/kgBB dosis
tunggal secara IM, atau dosis dapat ditingkatkan 10-15% disbanding dosis IV.
Bila kejang tidak berhenti dalam waktu 30 menit, beri ulangan
fenobarbital 10mg/kgBB IV atau IM. Bisa diulang sekali lagi 30 menit
kemudian. Dosis maksimal 40mg/kgBB/hari.
Bila kejang masih berlanjut, beri injeksi fenitoin 20mg/kgBB dengan
memperhatikan hal-hal berikut :
-
Campur
dengan
garam
fisiologis
15mL
diberikan
dengan
Dapat diulang dengan dosis/cara yang sama dengan interval waktu 5 menit.
kejang belum berhenti setelah pemberian 2X
Diazepam IV dosis 0.3-0.5 mg/kg BB.
Belum berhenti
Fenitoin IV : dosis awal 10-20mg/kg/kali dengan kecepatan 1mg/kg/menit atau
<50mg/menit.
Kejang berhenti
Berikan dosis 4-8mg/kg/hari dimulai 12 jam setelah dosis awal
belum berhenti
Rawat intensif
REFERENSI
Ismail, Sofyan, dkk. (2006). Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. Jakarta : Unit
Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia
Kosim, Soleh, dkk. (2012). Buku Ajar Neonatologi. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia
Latief, Abdul,dkk. (2007). Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : FKUI
Nelson, Waldo E. (2000). Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : EGC