Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PT. Ispat Indo Sepanjang-Surabaya


PT. Ispat Indo merupakan suatu perusahaan patungan antara India dan
Indonesia yang bergerak dalam bidang peleburan baja yang memproduksi baja
dengan kadar karbon tidak lebih dari 0,6 %, menghasilkan baja dengan berbagai
macam kualitas yang menggunakan proses maupun peralatan yang modern. Hasil
produksi dari perusahaan ini masih merupakan bahan setengah dan harus diproses
terlebih dahulu oleh pabrik-pabrik lain sehingga menjadi barang yang siap
dikonsumir oleh masyarakat. Hasil produksi dari perusahaan ini adalah : billet dan
wire rod (Anonim1, 2013).
P.T Ispat Indo yang berlokasi di Desa Taman, Kabupaten Sidoarjo,
didirikan pada bulan Oktober 1978, dan kemudian diresmikan pada tanggal 5
Maret 1979. Pada awalnya perusahaan ini hanya mempunyai satu bagian produksi
komersial saja, yaitu bagian rolling mill. Proses rolling mill adalah proses
pembuatan bentuk material dengan penggilasan diantara dua buah roll yang
diputar berlawanan arah sehingga billet yang dalam hal ini merupakan bahan
bakunya akan menjadi kawat baja (steel wire rod) yang digunakan untuk
penulangan bangunan-bangunan (Anonim1, 2013).
Dengan semakin berkembangnya perusahaan, maka untuk memperbesar
produksi dan effesiensi pabrik didirikan lagi bagian peleburan baja yang
memproduksi billet sendiri, bagian irii disebut dengan Steel Melting Shop (SMS).

Untuk tujuan peleburan baja pada SMS digunakan tanur listtrik Ultra High Power
(UHP), yang berkapasitas 80 ton setiap kali peleburan. Ultra High Power
dirangkaikan dengan mesin tuang type Continous Casting Machine (CCM) yang
mempunyai empat strand, semua konstruksi mesin dari stell melting shop buatan
jepang dan sebagian peralatan bantunya dari India (Anonim1, 2013).
Produk yang dihasilkan oleh pabrik ini adalah billet dan wire rod dalam
berbagai macam kualitas tergantung dari pesanan pabrik-pabrik. Saat ini PT. Ispat
Indo sebagai industri baja hulu telah melayani 75 industri baja hlir yang tersebar
dissluruh Indonesia untuk menyediakan bahan bakunya. Untuk itu berbagai usaha
perluasan telah dilakukan oleh perusahaan ini, salah satunya adalah dengan
dilengkapinya proses peleburan dengan 'Ladle Refining System' yaitu tanur listrik
yang hanya digunakan untuk peleburan hingga temperatur 1600 C. Sedangkan
untuk proses pemurnian agar didapatkan komposisi kimia cairanbaja yang
diinginkan dan temperatur mencapai 1700 C dilakukan di ladle (Anonim1, 2013).

2.2 Pencemaran Udara


Pengertian pencemaran udara adalah peristiwa pemasukan dan/atau
penambahan senyawa, bahan, atau energi ke dalam lingkungan udara akibat
kegiatan alam dan manusia sehingga temperatur dan karakteristik udara tidak
sesuai lagi untuk tujuan pemanfaatan yang paling baik, atau dengan singkat
dikatakan bahwa nilai lingkungan udara tersebut telah menurun. Semua senyawa
kimia yang dimasukkan atau asuk ke atmosfer yang belum tercemar disebut
sebagai kontaminan. Kontaminan pada konsentrasi yang cukup tinggi dapat
mengakibatkan efek negatif terhadap penerima, bila hal ini terjadi kontaminan

disebut cemaran atau polutan. Polutan di udara diklasifikasikan menjadi 2


kategori menurut cara polutan masuk atau dimasukkan ke atmosfer yaitu: polutan
primer dan polutan sekunder (Arief, 2013).
1. Polutan primer adalah polutan yang diemisikan secara langsung dari
sumber polutan.
2. Polutan sekunder adalah polutan yang terbentuk oleh proses kimia di
atmosfer.
Lima polutan primer yang secara total memberikan sumbangan lebih dari
90% pencemaran udara global adalah:
1. Karbon monoksida (CO)
2. Nitrogen oksida (NOx)
3. Hidrokarbon (HC)
4. Sulfur oksida (SOx)
5. Partikulat
Selain polutan primer terdapat polutan sekunder yaitu polutan yang
memberikan dampak sekunder terhadap komponen lingkungan ataupun polutan
yang dihasilkan akibat transformasi polutan primer menjadi bentuk polutan yang
berbeda. Ada beberapa polutan sekunder yang dapat mengakibatkan dampak
penting baik lokal, regional, maupun global yaitu (Arief, 2013):
1. CO2 (karbondioksida)
2. Polutan asap kabut atau smog (smoke fog)
3. Hujan asam
4. CFC (Chloro-Fluoro-Carbon/Freon)
5. CH4 (metana)
2.2.1

Sumber Pencemaran Udara


Sumber polutan dari aktivitas manusia (antropogenik) adalah setiap

kendaraan bermotor, fasilitas, pabrik, instalasi atau aktivitas yang mengemisikan


cemaran udara primer ke atmosfer. Sumber pencemar udara diklasifikasikan
menjadi 2, yaitu (Anonim2, 2013):
1. Sumber tetap (stationery source) seperti: pembangkit energi listrik dengan
bahan bakar fosil, pabrik, rumah tangga, jasa, dan lain-lain. Secara umum,

sumber tetap atau sumber tidak bergerak disebabkan oleh pembakaran


bahan bakar dan dari proses industri.
2. Sumber bergerak (mobile source) seperti: kendaraan yang berjalan.

Sumber tidak bergerak dibagi menjadi 2 kategori yaitu sumber titik dan
sumber area. Sumber titik merupakan sumber pencemar yang berasal dari
satu titik tetap, seperti, cerobong asap atau tangki penyimpanan yang
memancarkan pencemar udara. Sumber area merupakan serangkaian
sumber-sumber kecil yang bersama-sama dapat mempengaruhi kualitas
udara di suatu daerah.
Industri menjadi salah satu sumber pencemaran udara. Pada umumnya
limbah gas dari sebuah industri bersumber dari penggunaan bahan baku, proses,
dan hasil serta sisa pembakaran. Pada saat pengolahan pendahuluan, limbah gas
maupun partikel timbul karena perlakuan bahan-bahan sebelum diproses lanjut.
Limbah yang terjadi disebabkan berbagai hal antara lain; karena reaksi kimia,
kebocoran gas, hancuran bahan-bahan, dan lain-lain. Jenis industri yang menjadi
sumber pencemaran melalui udara diantaranya (Arief, 2013):
a. Industri besi dan baja
b. Industri semen
c. Industri kendaraan bermotor
d. Industri pupuk
e. Industri aluminium
f. Industri pembangkit tenaga listrik
g. Industri kertas
h. Industri kilang minyak
i. Industri pertambangan
Akumulasi bahan pencemar dari industri di udara dipengaruhi oleh arah
angin, tetapi kerena sumbernya bersifat tetap, maka lingkungan sekitar menerima
risiko dampak pencemaran yang cukup tinggi. Konsentrasi bahan pencemar di

udara dipengaruhi berbagai macam faktor antara lain; volume bahan pencemar,
sifat bahan, kondisi iklim dan cuaca, serta topografi (Arief, 2013).
2.2.1 Dampak Pencemaran Udara
Pencemaran udara dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada manusia
melalui berbagai cara, antar lain dengan merangsang timbulnya atau sebagai
faktor pencetus sejumlah penyakit. Kelompok yang terkena terutama bayi, orang
tua, dan golongan berpenghasilan rendah yang biasanya tinggal di kota-kota besar
dengan kondisi perumahan dan lingkungan yang buruk. WHO Inter Regional
Symposium on Criteria for Air Quality and Method of Measurement telah
menetapkan beberapa tingkat konsentrasi pencemaran udara dalam hubungan
dengan akibatnya terhadap kesehatan atau lingkungan (Anonim2, 2013).
1. Tingkat I
Konsentrasi dan waktu expose dimana tidak ditemui akibat apa-apa, baik
secraa langsung maupun tidak langsung.
2. Tingkat II
Konsentrasi dimana mungkin dapat ditemui iritasi pada panca indera,
akibat berbahaya pada tumbuh-tumbuhan, pembatasan penglihatan atau
akibat-akibat lain yang merugikan pada lingkungan (adverse level).
3. Tingkat III
Konsentrasi dimana mungkin timbul hambatan pada fungsi-fungsi faali
yang fital serta perubahan yang mungkin dapat menimbulkan penyakit
menahun atau pemendekan umur (serious level).
4. Level IV
Konsentrasi dimana mungkin terjadi penyakit akut atau kematian pada
golongan populasi yang peka (emergency level).
Beberapa penyakit yang disebabkan oleh pencemaran udara adalah
bronchitis kronika, emphysema pulmonum, bronchopneumonia, asthma bronciale,
cor pulmonale kronikum, kanker paru, penyakit jantung, kanker lambung,

penyakit-penyakit lain seperti iritasi mata, iritasi kulit, dan sebagainya (Anonim 2,
2013).
2.3 Partikel Debu
Partikel debu adalah suatu kumpulan senyawa dalam bentuk padatan
maupun cair yang tersebar dengan diameter yang sangat kecil, kurang dari satu
mikron sampai dengan maksimal 500 mikron. Ukuran partikel debu yang
membahayakan kesehatan umumnya berkisar antara 0,1 mikron sampai 10
mikron. Partikel debu tersebut akan berada di udara dalam waktu yang relative
lama dalam keadaan melayang-layang, dan dapat masuk ke dalam tubuh manusia
melalui saluran pernafasan. Selain dapat berpengaruh negatif terhadap kesehatan,
partikel debu juga mengganggu daya tembus pandang mata dan juga dapat
mengadakan berbagai reaksi kimia di udara (Anonim, 1988).
Partikulat debu melayang (Suspended Particulate Matter/SPM) merupakan
campuran yang sangat rumit dari berbagai senyawa organik dan anorganik yang
terbesar di udara dengan diameter yang sangat kecil, mulai dari < 1 mikron
sampai dengan maksimal 500 mikron. Partikulat debu tersebut akan berada di
udara dalam waktu yang relatif lama dalam keadaan melayang-layang di udara
dan masuk kedalam tubuh manusia melalui saluran pernafasan. Selain dapat
berpengaruh negatif terhadap kesehatan, partikel debu juga dapat mengganggu
daya tembus pandang mata dan juga mengadakan berbagai reaksi kimia di udara.
Partikel debu SPM pada umumnya mengandung berbagai senyawa kimia yang
berbeda, dengan berbagai ukuran dan bentuk yang berbada pula, tergantung dari
mana sumber emisinya. Karena Komposisi partikulat debu udara yang rumit, dan

pentingnya ukuran partikulat dalam menentukan pajanan, banyak istilah yang


digunakan untuk menyatakan partikulat debu di udara. Beberapa istilah digunakan
dengan mengacu pada metode pengambilan sampel udara seperti : Suspended
Particulate Matter (SPM), Total Suspended Particulate (TSP), balack smake.
Istilah lainnya lagi lebih mengacu pada tempat di saluran pernafasan dimana
partikulat debu dapat mengedap, seperti inhalable/thoracic particulate yang
terutama mengedap disaluran pernafasan bagian bawah, yaitu dibawah pangkal
tenggorokan (larynx ). Istilah lainnya yang juga digunakan adalah PM-10
(partikulat debu dengan ukuran diameter aerodinamik <10 mikron), yang
mengacu pada unsur fisiologi maupun metode pengambilan sampel (Anonim,
1988).
2.3.1

Sumber dan Distribusi Partikulat Debu


Secara alamiah partikulat debu dapat dihasilkan dari debu tanah kering

yang terbawa oleh angin atau berasal dari muntahan letusan gunung berapi.
Pembakaran yang tidak sempurna dari bahan bakar yang mengandung senyawa
karbon akan murni atau bercampur dengan gas-gas organik seperti halnya
penggunaan mesin disel yang tidak terpelihara dengan baik. Partikulat debu
melayang (SPM) juga dihasilkan dari pembakaran batu bara yang tidak sempurna
sehingga terbentuk aerosol kompleks dari butir-butiran tar. Dibandingkan dengan
pembakaraan batu bara, pembakaran minyak dan gas pada umunya menghasilkan
SPM lebih sedikit. Kepadatan kendaraan bermotor dapat menambah asap hitam
pada total emisi partikulat debu. Demikian juga pembakaran sampah domestik
dan sampah komersial bisa merupakan sumber SPM yang cukup penting.

Berbagai proses industri seperti proses penggilingan dan penyemprotan, dapat


menyebabkan abu berterbangan di udara, seperti yang juga dihasilkan oleh emisi
kendaraan bermotor (Anonim, 1988).
2.3.2

Dampak Partikulat Debu Terhadap Kesehatan


Inhalasi merupakan satu-satunya rute pajanan yang menjadi perhatian

dalam hubungannya dengan dampak terhadap kesehatan. Walau demikian ada


juga beberapa senjawa lain yang melekat bergabung pada partikulat, seperti timah
hitam (Pb) dan senyawa beracun lainnya, yang dapat memajan tubuh melalui rute
lain. Pengaruh partikulat debu bentuk padat maupun cair yang berada di udara
sangat tergantung kepada ukurannya. Ukuran partikulat debu bentuk padat
maupun cair yang berada diudara sangat tergantung kepada ukurannya. Ukuran
partikulat debu yang membahayakan kesehatan umumnya berkisar antara 0,1
mikron sampai dengan 10 mikron. Pada umunya ukuran partikulat debu sekitar 5
mikron merupakan partikulat udara yang dapat langsung masuk kedalam paruparu dan mengendap di alveoli. Keadaan ini bukan berarti bahwa ukuran
partikulat yang lebih besar dari 5 mikron tidak berbahaya, karena partikulat yang
lebih besar dapat mengganggu saluran pernafasan bagian atas dan menyebabkan
iritasi. Keadaan ini akan lebih bertambah parah apabila terjadi reaksi sinergistik
dengan gas SO2 yang terdapat di udara juga (Anonim, 1988).
Partikulat debu yang melayang dan berterbangan dibawa angin akan
menyebabkan iritasi pada mata dan dapat menghalangi daya tembus pandang mata
(Visibility) Adanya ceceran logam beracun yang terdapat dalam partikulat debu di
udara merupakan bahaya yang terbesar bagi kesehatan. Pada umumnya udara

yang tercemar hanya mengandung logam berbahaya sekitar 0,01% sampai 3% dari
seluruh partikulat debu di udara Akan tetapi logam tersebut dapat bersifat
akumulatif dan kemungkinan dapat terjadi reaksi sinergistik pada jaringan tubuh,
Selain itu diketahui pula bahwa logam yang terkandung di udara yang dihirup
mempunyai pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan dosis sama yang
besaral dari makanan atau air minum. Oleh karena itu kadar logam di udara yang
terikat pada partikulat patut mendapat perhatian (Anonim, 1988).
2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Udara Ambien
Udara ambien adalah adalah udara bebas di permukaan bumi pada lapisan
troposfir yang berada di dalam wilayah yurisdiksi Republik Indonesia yang
dibutuhkan dan mempengaruhi kesehatan manusia, makhluk hidup dan unsur
Lingkungan hidup lainnya. Sedangkan mutu udara ambien adalah kadar zat,
energy, dan/atau komponen lain yang ada di udara bebas (Anonim, 1999).
Kualitas udara ambien dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain (Wang, 2004):
2.4.1 Kegiatan industri
Pencemaran udara akibat kegiatan suatu industri sangat ditentukan oleh
pemakaian bahan baku dan bahan bakar oleh industri tersebut. Jika kegiatan
industri suatu daerah ditelusuri selama kurun waktu tertentu (misalnya selama 5
tahun), maka dapat diketahui fluktuasi pemakaian bahan baku dan bahan bakar
industri selama 5 thaun tersebut. Jumlah dan macam bahan baku, bahan bakar
serta proses dalam suatu industri menentukan kualitas buangan yang dikeluarkan.
Identifikasi bahan baku dan bahan bakar tersebut berguna untuk mencoba
menghubungkan antara jumlah dan macam bahan baku dan bahan bakar dengan
kualitas udara ambien.
2.4.2 Iklim

Iklim dipengaruhi oleh curah hujan, dimana curah hujan mempengaruhi


penyerapan dan penjerapan debu. Curah hujan yang besar dapat menghilangkan
debu yang menutupi permukaan daun (Hesakti, 2004).
2.4.3

Kelembaban udara relative


Rata-rata kelembaban udara relative di daerah industri adalah 78,5%.

Kelembaban udara relative yang lebih besar dari 80% berbahaya jika udara
atmosfer mengandung gas SO2 dan partikel aluminiaum. Selain itu juga dikatakan
bahwa di daerah dengan kelembaban udara relative yang tinggi, terjadinya korosi
akan lebih cepat jika udaranya mengandung gas SO2 dan debu batu bara
dibandingkan dengan jika udaranya hanya mengandung gas SO2.
2.4.4 Suhu
Suhu rata-rata di daerah industri sekitar 27,850 C. suhu udara yang tinggi
akan mempercepat terjadinya reaksi kimia di atmosfer, sedangkan suhu udara
yang rendah menyebabkan keadaan menjadi lembab. Pada keadaan yang lembab,
bahan polutan akan bersifat korosif. Pada suhu yang ekstrem tinggi (5000 C),
udara yang mengandung gas SO2 mempunyai kemampuan korosi 3 kali lebih
besar dibandingkan dengan udara tanpa mengandung gas SO2 (Urone, 1976: 25;
Upham & Jocom, 1977: 70)
2.4.5 Kecepatan angin
Kecepatan angin rata-rata di daerah industri sekitar 5 knot dan kecepatan
maksimum sekitar 15 knot. Pergerakan udara dengan kecepatan tinggi di daerah
tercemar, akan meningkatkan daya rusak secara abrasi.
2.4.6 Arah angin
Lokasi pusat industri yang potensial mengeluarkan emisi pencemar udara
terletak di tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Gresik, Kebomas, dan Manyar.
Berdasarkan data dari Stasiun Meteorologi Perak II Surabaya tahun 1992, arah

angina tahunan yang dominan adalah dari arah tenggara, sehingga bahan
pencemar yang keluar dari cerobong akan terbawa angina yang berasal dari
tenggara tersebut. Sesuai dengan geografis kota Gresik bahan polutan tersebut
akan terbawa kea rah barat laut menuju ke laut dan kea rah barat. Dengan
demikian mengenai hubungan antara iklim dengan kualitas udara ambien dapat
disimpulkan bahwa kondisi iklim mikro tidak menambah beban pencemaran
udara di daerah penelitian.
2.4.7 Transportasi
Kualitas udara ambien selain dipengaruhi oleh suhu, kelembaban udara
relative, dan kecepatan angina, juga dipengaruhi oleh adanya industri dan
banyaknya kendaraan bermotor. Secara nasional jumlah kendaraan bermotor
(mobil) pada tahun 1979 adalah 2.511.367 dan pada tahun 1980 adalah 3.871.557.
Pada tahun 1985 jumlah tersebut meningkat menjadi 6.828.697 dan pada tahun
1990 berjumlah 7.308.434. Dari jumlah tersebut sekitar 64% berada di pulau
Jawa. Berdasarkan analisi empiric dapat disimpulkan bahwa emisi gas buang dari
kendaraan bermotor yang berupa gas CO, CO 2, NO2, HC, partikel Pb, dan asap
foto kimia akan menambah beban pencemaran udara di daerah studi.
2.5 Tanaman Puring
Tanaman ini termasuk family Euphorbiaccae, yan tumbuhan bergetah.
Varietasnya sangat banyak. Menurut perkiraan ada ribuan jenis puring di dunia
ini, dan ini mudah teramati dari corak dan bentuk daunnya yang beragam.
Tanaman ini berasal dari negara tropis yang sepanjang tahun berlimpah akan
cahaya matahari, seperti Indonesia, Malaysia,Filipina, India, Thailand, Sri Lanka
dan Kepulauan Pasifik Selatan (Dewi, 2012).

Ciri khas tanaman ini adalah daunnya begitu kaya warna dan bentuk.
Orang dapat menemukan warna daunnya berkisar dari merah, oranye dan kuning,
sampai hijau dengan semua kombinasi bercak warna. Bentukk daunnya bervariasi
dari lebar dan lonjung hingga sempit dan memanjang (Dewi, 2012). Gambar
tanaman puring dapat dilihat pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Tanaman Puring (Codiaeum variegatum)


Sumber: (Dewi, 2012)
Klasifikasi tumbuhan puring adalah sebagai berikut:
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Class
: Magnoliopsida
Ordo
: Euphorbiales
Familia
: Euphorbiaceae
Genus
: Codiaeum
Spesies
: Codiaeum variegatum BI.
2.6 Mekanisme Penyerapan Polutan oleh Daun dan batang
Tumbuhan secara fisiologis dapat meredam atau mengurangi efek negatif
dari polutan yang ada di sekelilingnya. Pada umumnya proses penangkapan
(entrapped) debu oleh daun, cabang dan ranting pohon dilakukan melalui dijerap
oleh pohon tergantung dari luas permukaan bidang penangkap debu. Pohon
berdaun lebar, rimbun dengan ranting dan cabang yang banyak secara insentif
cepat menangkap partikel lebih banyak dibanding pohon berdaun sempit dan
jarang (Fandeli, 2000).

Lapisan debu yang menutupi permukaan daun pring menutupi cahaya


yang diperlukan oleh tumbuhandan mengurangi pembentukan yang diberi
karbohidrat. Lerman dan Darley (1984) juga menunjukkan bahwa daun buncis
yang diberi semen dengan ukuran debu 8-20 m selama dua hari sebanyak 4,7
g/m3/hari, menyebabkan kerusakan pada daun yang tumbuh pada kondisi
berembun dan tidak pada daun yang tubuh pada kondisi kering.
Lapisan debu yang menutupi batang tanaman akan menyebabkan
tertutupnya lentisel yang terdapat pada bagian organ tanaman. Lentisel yang
tertutup menyebabkan proses yang terjadi di dalamna tidak berjalan dengan
semestinya. Sehingga terganggunya lentiisel ini akan mempengaruhi pertumbuhan
tanaman (Dahlan, 1992).

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1988. Parameter Pencemar Udara dan Dampaknya Terhadap Kesehatan.
Departemen Kesehatan: Jakarta
Anonim. 1999. Peraturan Pemerintah No.41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian
Pencemaran Udara
Anonim1. 2013. http://www.ispatindo.com/ina/home.htm. diakses pada 19
Desember 2013 pukul 20.30
Anonim2. 2013. Penyebab dan Sumber Pencemaran Udara. Badan Pengelolaan
Lingkungan Hidup Daerah: Jakarta
Arief, L. M., 2013. Pengolahan Limbah Gas. Fakultas Kesehatan Masyarakat:
Universitas Esa Unggul
Dahlan. E.N. 1992. Hutan kota : untuk pengelolaan dan peningkatan kualitas
lingkungan hidup. Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI): Jakarta
Dewi, Y. I. 2012. Kajian Efektivitas Daun Puring (Codiaeum variegatum) dan
Lidah Mertua (Sansevieria Trispasciata) dalam Menyerap Timbal di Udara
Ambien. Jurnal Ilmiah Satya Negara Indonesia. 5. 1-7
Fandeli, C. 2000. Dampak Debu Pabrik Semen terhadap Vegetasi. Jurnal
Konservasi Kehutanan. 2(1): 71-91
Hesakti, S. A. 2004. Kandungan Debu Semen yang Terjerap dan Terserap pada
Bebeapa Jenis Tanaman (Studi Kasus di PT. Semen baturaja, Oku Sumatra
Selatan). Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor: Bogor
Lenman, S.L, dan Ellis F. D. 1984. Particulate dalam Responses of Plant to Air
Pollution. J. B. Mudd dan T.T Kozlowsky (Editor): Plan resources of
South East Asia N 12 (3)/ Medcal and poisonous plant 3. Babckhuys
Publisher, Leiden, The netherlang. Hal. 211-212
Wang, L.K. 2004. Air Pollution Control Engineering. Humana Press Inc: United
States of America

Anda mungkin juga menyukai