Anda di halaman 1dari 11

Identifikasi kadar BOD, COD, TSS,NH3, Minyak dan DO dalam air

1. Pengukuran Nilai BOD dan DO pada air


Kebutuhan oksigen biologi (BOD) didefinisikan sebagai banyaknya oksigen yang
diperlukan oleh organisme pada saat pemecahan bahan organik. Pada kondisi aerobic,
pemecahan bahan organik diartikan bahwa bahan organik ini digunakan oleh organisme sebagai
bahan makanan dan energinya diperoleh dari proses oksidasi (PESCOD,1973). Parameter BOD,
secara umum banyak dipakai untuk menentukan tingkat pencemaran air buangan. Sehingga
makin banyak bahan organik dalam air, makin besar BOD nya sedangkan DO akan makin
rendah. Air yang bersih adalah yang BOD nya kurang dari 1 mg/l atau 1 ppm, jika BOD nya di
atas 4 ppm, air dikatakan tercemar. Penentuan BOD sangat penting untuk menelusuri aliran
pencemaran dari tingkat hulu ke muara
Berikut adalah metode untuk mengidentifikasi kadar BOD dalam air
I. PERALATAN DAN BAHAN
a. Peralatan
Peralatan yang digunakan terdiri atas:
1) Lemari pengeram KOB dengan kisaran suhu -10 hingga 50C dan stabilkan pada suhu 20C
pada saat pengukuran;
2) Botol KOB 300 mL;
3) Aerator;
4) Gelas ukur 1000 mL;
5) Gelas piala 2000 mL;
6) Peralatan untuk pengukuran oksigen terlarut sesuai dengan SNI 06-6989.14.2004
b. Bahan
Bahan kimia yang berkualitas p.a dan bahan lain yang digunakan pengukuran ini terdiri atas:
1)

Larutan pengencer;

2)

Larutan natrium hidroksida (NaOH) 0,1 N;

3)

Larutan asam sulfat (H2SO4) 0,1 N;

4)

Larutan natrium sulfit (Na2SO3) 0,025 N.

II. PERSIAPAN DAN PENGUKURAN


a. Persiapan Contoh/sampel
1)
Sample yang bersifat asam atau basa harus dinetralkan sampai pada pH 7,0 0,1 dengan
menggunakan asam atau basa.
2)
Sampel yang diduga mengandung sisa klor aktip (yang dapat menghalangi proses
mikrobiologi) harus ditentukan konsentrasi klor aktipnya. Per mol klor aktip yang dikandung
sampel, dibutuhkan satu mol zat pereaksi seperti Na2SO3
3)

Sampel yang diduga mengandung zat beracun.

4)
Sampel yang mengandung oksigen melebihi kejenuhannya (terlalu jenuh), misalnya lenih
dari 9 mg O2 / l pada 20C, perlu diturunkan kadar oksigennya dengan cara pengocokan. Keadaan
tersebut dapat terjadi pada sampel yang ditumbuhi ganggang.
5)

Pengenceran sampel:

Oleh karena jumlah oksegen dalam botol terbatas, maksimum 9 mg/L tersedia, dan sebaiknya
oksigen terlarut pada masa akhir masa inkubasi antara 3-6 mg O2/L, maka sampel perlu
diencerkan.
b. Cara Pengukuran
Pengukuran kadar KOB/BOD dengan tahapan sebagai berikut:
a. Mengambil sampel air sebanyak 500 mL diencerkan di beaker glass dengan air suling yang
sudah diaerasi selama 2 jam sehihingga volumenya menjadi 2000 mL.
b. Membagi sample menjadi 6 botol winkler dan botol winkler diberi nama. Misalnya BOD hari
ke 0, BOD hari ke 1 dan seterusnya sampai hari ke 5.
c. Menambahkan 1 ml MnSO4 dan 1 ml alkali iodide azida ke dalam botol winkler BOD hari ke
0, sementara itu ke 5 botol winkler lainnya dimasukkan ke dalam inkubator.
d. Menutup botol winkler BOD hari ke 0 dan menghomogenkan hingga terbentuk gumpalan
yang sempurna.
e.

Membiarkan gumpalan mengendap 5 menit sampai 10 menit.

f. Menambahkan 5 ml H2SO4 pekat, menutup dan menghomogenkan hingga endapan larut


sempurna.
g. Mengambil 50 ml sampel dengan pipet dan memasukkannya ke dalam Erlenmeyer 150 ml

h. Meneteskan indikator amilum/ kanji berwarna biru kemudian menitrasi sampel dengan
Na2SO3 sampai warna biru tepat hilang dan mencatan volume Na2SO3 yang terpakai.
i.

Botol winkler selanjutnya diukur nilai DO nya seperti tahapan d-h.

Kadar BOD ditentukan dengan rumus :


5 X [ kadar { DO(0 hari) - DO (5 hari) }] ppm
Selama penentuan oksigen terlarut, baik untuk DO maupun BOD, diusahakan seminimal
mungkin larutan sampai yang akan diperiksa tidak berkontak dengan udara bebas. Khusus untuk
penentuan BOD, sebaiknya digunakan botol sampel BOD dengan volume 250 ml dan semua
isinya dititrasi secara langsung. Perhitungan kadar DO nya :
DO,ml/L = B/B -2 x 5,6 x 10 x N x V
Dimana :
B = volume botol sampel BOD = 250 ml
B 2 = volume air dalam botol sampel setelah ditambah 1 ml MnCl2 dan 1 ml NaOH-KI.
5,6 = konstanta yang sama dengan ml oksigen ~ 1 mgrek tiosulfat
10 = volume K2Cr2O7 0,01 N yang ditambahkan
N = normalitas tiosulfat
V = volume tiosulfat yang dibutuhkan untuk titrasi.

2. Pengukuran Nilai COD pada air


Chemical Oxygen Demand ( COD )

COD adalah jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat
organis yang ada dalam 1 liter sampel air, dimana pengoksidasi K2,Cr2,O7 digunakan sebagai
sumber oksigen (oxidizing agent) (G. Alerts dan SS Santika, 1987).
COD adalah jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang ada dalam air
dapat teroksidasi melalui reaksi kimia baik yang dapat didegradasi secara biologis maupun yang
sukar didegradasi. Bahan buangan organic tersebut akan dioksidasi oleh kalium bichromat yang
digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent) menjadi gas CO2 dan gas H2O serta
sejumlah ion chrom. Reaksinya sebagai berikut :
HaHbOc + Cr2O72- + H+ CO2 + H2O + Cr3+
Jika pada perairan terdapat bahan organik yang resisten terhadap degradasi biologis,
misalnya tannin, fenol, polisacharida dansebagainya, maka lebih cocok dilakukan pengukuran
COD daripada BOD. Kenyataannya hampir semua zat organic dapat dioksidasi oleh oksidator
kuat seperti kalium permanganat dalam suasana asam, diperkirakan 95% - 100% bahan organic
dapat dioksidasi.
Seperti pada BOD, perairan dengan nilai COD tinggi tidak diinginkan bagi kepentingan
perikanan dan pertanian. Nilai COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya kurang dari 20
mg/L, sedangkan pada perairan tercemar dapat lebih dari 200 mg/L dan pada limbah industri
dapat mencapai 60.000 mg/ (UNESCO,WHO/UNEP, 1992).

Analisis COD

Prinsipnya pengukuran COD adalah penambahan sejumlah tertentu kalium bikromat


(K2Cr2O7) sebagai oksidator pada sampel (dengan volume diketahui) yang telah ditambahkan
asam pekat dan katalis perak sulfat, kemudian dipanaskan selama beberapa waktu. Selanjutnya,
kelebihan kalium bikromat ditera dengan cara titrasi. Dengan demikian kalium bikromat yang
terpakai untuk oksidasi bahan organik dalam sampel dapat dihitung dan nilai COD dapat
ditentukan
Metode Analisa COD
Metoda standar penentuan kebutuhan oksigen kimiawi atau Chemical Oxygen
Demand(COD) yang digunakan saat ini adalah metoda yang melibatkan penggunaan oksidator
kuat kalium bikromat, asam sulfat pekat, dan perak sulfat sebagai katalis.
Kepedulian akan aspek kesehatan lingkungan mendorong perlunya peninjauan kritis
metoda standar penentuan COD tersebut, karena adanya keterlibatan bahan-bahan berbahaya dan
beracun dalam proses analisisnya. Berbagai usaha telah dilakukan untuk mencari metoda
alternatif yang lebih baik dan ramah lingkungan.
Perkembangan metoda-metoda penentuan COD dapat diklasifikasikan menjadi dua
kategori. Pertama, metoda yang didasarkan pada prinsip oksidasi kimia secara konvensional dan
sederhana dalam proses analisisnya. Kedua, metoda yang berdasarkan pada oksidasi
elektrokatalitik pada bahan organik dan disertai pengukuran secara elektrokimia.

3. Pengukuran Nilai TSS dan TDS pada air


A.

Total Suspended Solid (TSS)

Total suspended solid atau padatan tersuspensi total (TSS) adalah residu dari padatan
total yang tertahan oleh saringan dengan ukuran partikel maksimal 2m atau lebih besar dari
ukuran partikel koloid. TSS menyebabkan kekeruhan pada air akibat padatan tidak terlarut dan
tidak dapat langsung mengendap. TSS terdiri dari partikel-partikel yang ukuran maupun beratnya
lebih kecil dari sedimen, misalnya tanah liat, bahan-bahan organik tertentu, sel-sel
mikroorganisme, dan sebagainya (Nasution, 2008) .
TSS merupakan tempat berlangsungnya reaksi-reaksi kimia yang heterogen, dan
berfungsi sebagai bahan pembentuk endapan yang paling awal dan dapat menghalangi
kemampuan produksi zat organik di suatu perairan (Tarigan dan Edward, 2003). TSS umumnya
dihilangkan dengan flokulasi dan penyaringan. TSS memberikan kontribusi untuk kekeruhan
dengan membatasi penetrasi cahaya untuk fotosintesis dan visibilitas di perairan. Oleh karena itu
nilai kekeruhan tidak dapat dikonversi ke nilai TSS.
Kekeruhan sendiri merupakan kecenderungan ukuran sampel untuk menyebarkan cahaya.
Sementara hamburan diproduksi oleh adanya partikel tersuspensi dalam sampel. Kekeruhan
adalah murni sebuah sifat optik. Pola dan intensitas sebaran akan berbeda akibat perubahan
dengan ukuran dan bentuk partikel serta materi. Sebuah sampel yang mengandung 1.000 mg/L
dari fine talcum powder akan memberikan pembacaan yang berbeda kekeruhan dari sampel yang
mengandung 1.000 mg/L coarsely ground talc . Kedua sampel juga akan memiliki pembacaan
yang berbeda kekeruhan dari sampel mengandung 1.000 mg/L ground pepper, meskipun tiga
sampel tersebut mengandung nilai TSS yang sama.
TSS berhubungan erat dengan erosi tanah dan erosi dari saluran sungai. TSS sangat
bervariasi, mulai kurang dari 5 mgL -1 yang yang paling ekstrem 30.000 mgL -1 di beberapa
sungai. TSS ini menjadi ukuran penting erosi di alur sungai. Baku mutu air berdasarkan
peraturan pemerintah No.82 tahun 2001, batas ambang dari TSS di sungai 50 mg/L. Estimasi
nilai TSS diperoleh dengan cara menghitung perbedaan antara padatan terlarut total dan padatan
total menggunakan rumus:

TSS (mg/L) = (A-B) X 1000 / V


Keterangan:
A = berat kertas saring + residu kering (mg)
B = berat kertas saring (mg)
V = volume contoh (mL)

Menurut Alabaster dan Lloyd (1982) padatan tersuspensi bisa bersifat toksik bila
dioksidasi berlebih oleh organisme sehingga dapat menurunkan konsentrasi oksigen terlarut
sampai dapat menyebabkan kematian pada ikan.

B.

Total Dissolve Solid (TDS)

Total Dissolve Solid (TDS) yaitu ukuran zat terlarut (baik itu zat organik maupun
anorganik) yang terdapat pada sebuah larutan. TDS menggambarkan jumlah zat terlarut dalam
part per million (ppm) atau sama dengan milligram per liter (mg/L). Umumnya berdasarkan
definisi diatas seharusnya zat yang terlarut dalam air (larutan) harus dapat melewati saringan
yang berdiameter 2 micrometer (210-6 meter). Aplikasi yang umum digunakan adalah untuk
mengukur kualitas cairan pada pengairan, pemeliharaan aquarium, kolam renang, proses kimia,
pembuatan air mineral, dan lain-lain (Misnani, 2010).
Total padatan terlarut dapat pula merupakan konsentrasi jumlah ion kation (bermuatan
positif) dan anion (bermuatan negatif) di dalam air. Analisa total padatan terlarut merupakan
pengukuran kualitatif dari jumlah ion terlarut, tetapi tidak menjelaskan pada sifat atau hubungan
ion. Selain itu, pengujian tidak memberikan wawasan dalam masalah kualitas air yang spesifik.
Oleh karena itu, analisa total padatan terlarut digunakan sebagai uji indikator untuk menentukan
kualitas umum dari air. Sumber padatan terlarut total dapat mencakup semua kation dan anion
terlarut (Oram, B.,2010).
Sumber utama untuk TDS dalam perairan adalah limpahan dari pertanian, limbah rumah
tangga, dan industri. Unsur kimia yang paling umum adalah kalsium, fosfat, nitrat, natrium,
kalium dan klorida. Bahan kimia dapat berupa kation, anion, molekul atau aglomerasi dari ribuan
molekul. Kandungan TDS yang berbahaya adalah pestisida yang timbul dari aliran permukaan.
Beberapa padatan total terlarut alami berasal dari pelapukan dan pelarutan batu dan tanah
(Anonymous, 2010). Batas ambang dari TDS yang diperbolehkan di sungai adalah 1000mg/L.
Peningkatan padatan terlarut dapat membunuh ikan secara langsung, meningkatkan penyakit dan
menurunkan tingkat pertumbuhan ikan serta perubahan tingkah laku dan penurunan reproduksi
ikan. Selain itu, kuantitas makanan alami ikan akan semakin berkurang (Alabaster dan Lloyd ,
1982).
Ada dua metode yang sering digunakan dalam pengukuran TDS, yaitu:
1.

Gravimetri

Gravimetri adalah pemeriksaan jumlah zat dengan cara penimbangan hasil reaksi
pengendapan. Gravimetri merupakan pemeriksaan jumlah zat yang paling tua dan paling
sederhana dibandingkan dengan cara pemeriksaan kimia lainnya. Hal ini dikarenakan metode
gravimetri ditentukan melalui penimbangan langsung massa zat yang dipisahkan dari zat-zat lain.

Bagian terbesar dari gravimetri meliputi transformasi unsur atau radikal kesenyawaan
murni stabil yang dapat segera diubah menjadi bentuk yang dapat ditimbang dengan teliti.
Metode gravimetri memakan waktu yang cukup lama. Adanya pengotor pada konstituen dapat
diuji dan bila perlu digunakan faktor-faktor koreksi. Faktor paling penting dalam metode ini
yaitu proses pemisahan harus cukup sempurna sehingga kualitas analit yang ditimbang
mendekati murni (Irha, 2011).
2.

Electrical Conductivity

Konduktivitas listrik air secara langsung berhubungan dengan konsentrasi padatan


terlarut yang terionisasi dalam air. Ion dari konsentrasi padatan terlarut dalam air menciptakan
kemampuan pada air untuk menghasilkan arus listrik yang dapat diukur menggunakan
conductivity meter. Electrical conductivity berfungsi mengukur konduktivitas listrik bahan-bahan
yang terkandung dalam air.
Semakin banyak bahan (mineral logam maupun nonlogam) dalam air maka hasil
pengukuran akan semakin besar. Sebaliknya, bila sangat sedikit bahan yang terkandung dalam air
maka hasilnya mendekati nol, atau disebut air murni (Insan, 2008). Prinsip kerjanya dengan
menghubungkan 2 buah probe ke larutan yang diukur, kemudian dengan rangkaian pemprosesan
sinyal akan mengeluarkan output yang menujukkan besar konduktivitas/daya hantar listrik
sampel air tersebut (Endrah, 2010).
C.

Metode Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel air berdasarkan composite sample, dengan prosedur kerja
menurut Hadi (2003) dan Dirjen Pengairan Departemen Pekerjaan Umum (1991), sebagai
berikut :
1. Setelah alat pengambil sampel dipersiapkan, sampel diambil + 4 liter kemudian dicampurkan
ke dalam penampung sementara hingga merata, titik kedalaman pengambilan sampel adalah satu
meter di bawah permukaan air dengan titik pengambilan sampel air untuk tiap lokasi yaitu
bagian kiri, tengah dan kanan badan air.
2. Pemeriksaan unsurunsur yang dapat berubah dengan cepat, dilakukan langsung setelah
pengambilan sampel; unsurunsur tersebut antara lain; pH, suhu; kemudian hasilnya dicatat.
3.. Pemberian label sampel air, selanjutnya sampel di analisis di laboratorium
4. Hasil analisa laboratorium kemudian diolah sebagai bahan pengolahan data dengan
menggunakan metode Indeks Pencemaran (IP).
Data dianalisis dengan menggunakan Indeks Pencemaran menurut Kementrian Lingkungan
Hidup

4. Pengukuran OD
Oksigen terlarut (dissolved oxygen, disingkat DO) atau sering juga disebut
dengan kebutuhan oksigen (Oxygen demand) merupakan salah satu parameter penting
dalam analisis kualitas air. Nilai DO yang biasanya diukur dalam bentuk konsentrasi ini
menunjukan jumlah oksigen (O2) yang tersedia dalam suatu badan air. Semakin besar
nilai DO pada air, mengindikasikan air tersebut memiliki kualitas yang bagus. Sebaliknya
jika nilai DO rendah, dapat diketahui bahwa air tersebut telah tercemar. Pengukuran DO
juga bertujuan melihat sejauh mana badan air mampu menampung biota air
seperti ikan dan mikroorganisme. Selain itu kemampuan air untuk membersihkan
pencemaran juga ditentukan oleh banyaknya oksigen dalam air. Oleh sebab pengukuran
parameter ini sangat dianjurkan disamping paramter lain seperti kob dan kod.
Di dalam air, oksigen memainkan peranan dalam menguraikan komponenkomponen kimia menjadi komponen yang lebih sederhana. Oksigen memiliki
kemampuan untuk beroksida dengan zat pencemar seperti komponen organik sehingga
zat pencemar tersebut tidak membahayakan. Oksigen juga diperlukan oleh
mikroorganisme, baik yang bersifat aerob serta anaerob, dalam proses metabolisme.
Dengan adanya oksigen dalam air, mikroorganisme semakin giat dalam menguraikan
kandungan dalam air.
Jika reaksi penguraian komponen kimia dalam air terus berlaku, maka kadar
oksigen pun akan menurun. Pada klimaksnya, oksigen yang tersedia tidak cukup untuk
menguraikan komponen kimia tersebut. Keadaan yang demikian merupakan pencemaran
berat pada air.
Untuk mengukur kadar DO dalam air, ada 2 metode yang sering dilakukan:
a. Metoda titrasi dengan cara WINKLER
b. Metoda elektrokimia
Analisis Oksigen Terlarut
Analisis oksigen terlarut dapat ditentukan dengan 2 macam cara, yaitu :
a. Metoda titrasi dengan cara WINKLER
Prinsipnya dengan menggunakan titrasi iodometri. Sampel yang akan dianalisis terlebih
dahulu ditambahkan larutan MnCl2 den Na0H - KI, sehingga akan terjadi endapan Mn02.
Dengan menambahkan H2SO4 atan HCl maka endapan yang terjadi akan larut kembali dan
juga akan membebaskan molekul iodium (I2) yang ekivalen dengan oksigen terlarut.
Iodium yang dibebaskan ini selanjutnya dititrasi dengan larutan standar natrium tiosulfat
(Na2S203) dan menggunakan indikator larutan amilum (kanji).

Reaksi kimia yang terjadi dapat dirumuskan :


MnCI2 + NaOH ==> Mn(OH)2 + 2 NaCI
2 Mn(OH)2 + O2 ==> 2 MnO2 + 2 H20
MnO2 + 2 KI + 2 H2O ==> Mn(OH)2 + I2 + 2 KOH
I2 + 2 Na2S2O3 ==> Na2S4O6 + 2 NaI
Kandungan Karbon Organik Total (TOC)
Selain karbon anorganik yang terdapat dalam komponen penyusun alkalinitas,
karbon di perairan juga terdapat dalam bentuk karbon organik yang berasal dari tumbuhan
atau biota akuatik, baik yang hidup atau mati dan menjadi detritus; maupun karbon yang
terdapat pada bahan organik yang berasal dari limbah industry dan domestic.
Penjumlahan karbon organik total dan karbon anorganik total (karbonat, bikarbonat, dan
asam karbonat) merupakan nilai karbon total (total carbon).
Karbon organik total atau Total Organic Carbon (TOC) terdiri atas bahan organic
terlarut atau DOC (Dissolved Organic Carbon) dan partikulat atau POC (particulate Organic
Carbon) dengan perbandingan 10 : 1. Bahan organik yang tercakup dalam TOC
misalnya asam amino dan karbohidrat (Jeffries dan Mills, 1996). DOC dan POC dapat
diukur secara terpisah dengan menyaring air sampel menggunakan filter berdiameter 0,7
m; sedangkan pengukuran TOC tidak memerlukan penyaringan. TOC juga dapat
menggambarkan tingkat pencemaran, terutama apabila nilai TOC antara bagian hulu dan
bagian hilir dari tempat pembuangan suatu limbah dapat dibandingkan.
Pada penentuan nilai TOC, bahan organik dioksidasi menjadi karbondioksida
yang diukur dengan non-dispersive infrared analyzer. Pengukuran TOC juga dapat
dilakukan dengan menggunakan flame ionization detector. Pada metode ini, karbon
dioksida di reduksi menjadi gas metana. Pengukurn TOC relatife lebih cepat daripada
pengukuran BOD dan COD.
Pada perairan alami yang relative jernih, nilai DOC biasanya lebih besar daripada

POC. Pada saat sungai mengalami banjir, nilai POC akan lebih besar daripada DOC. Pada
perairan alami, nilai TOC biasanya berkisar antara 1 30 mg/liter (McNeely et. al.,
1979); sedangkan pada air tanah nilai TOC biasanya lebih kecil, yaitu 2mg/liter. Nilai
TOC perairan yang telah menerima limbah, baik domestik maupun industri, atau perairan
pada daerah berawa-rawa (swamp) dapat lebih dari 10 -100 mg/liter.

Anda mungkin juga menyukai