PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tonsil atau yang lebih sering dikenal dengan amandel adalah massa yang
terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat dengan kriptus
didalamnya, bagian organ tubuh yang berbentuk bulat lonjong melekat pada
kanan dan kiri tenggorok. Terdapat 3 macam tonsil yaitu tonsil faringeal
(adenoid), tonsil palatina, dan tonsil lingual yang membentuk lingkaran yang
disebut cincin Waldeyer. Semuanya mempunyai struktur dasar yang sama massa
limfoid ditunjang kerangka retinakulum jaringan penyambung.
Adenoid (tonsila faringeal) mempunyai struktur limfoidnya tersusun
dalam lipatan, sedangkan tonsila palatina mempunyai susunan limfoidnya sekitar
pembentukan seperti kripta. Sistem kripta yang kompleks dalam tonsila palatina
mungkin bertanggung jawab pada kenyataan bahwa tonsila palatina lebih sering
terkena penyakit daripada komponen cincin limfoid lainnya.
Tonsila lingualis mempunyai kripta-kripta kecil yang tidak terlalu
berlekuk-lekuk atau bercabang dibandingkan dengan tonsila palatina. Prevalensi
penyakit tonsillitis akut lebih sering terkena pada anak-anak, sedangkan tonsillitis
lingualis lebih sering terkena pada orang dewasa.
Tonsillitis merupakan salah satu dari penyakit THT yang sering
dikeluhkan pasien ketika berobat ke dokter. Banyak aspek yang harus
diperhatikan dalam penanganan tonsillitis ini. Dari sisi penyakitnya, terapinya,
tindakannya, akibat akibat yang ditimbulkan baik dari penyakitnya sendiri
maupun dari terapi atau tindakan yang dilakukakan.
B. Tujuan
Tujuan umum dari laporan kasus ini adalah untuk dapat lebih mendalami dan
memahami atas kasus kasus tentang tonsillitis. Tujuan khususnya adalah sebagai
pemenuhan tugas kepaniteraan stase THT.
BAB II
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS
Nama
: Ny. NN
Umur
: 49Tahun
JenisKelamin
: Perempuan
Alamat
: Japara
Tanggal MRS
: 28 Januari2014
B. ANAMNESIS (autoanamnesis)
KeluhanUtama:
Sakit tenggorokan 2 bulan
Keluhan Tambahan:
Os merasakan sakit pada telinga bagian kanan dan bunyi mendenging yang
dirasakan sudah 2 hari, tidak ada cairan yang keluar dari telinga. Os
merasakan demam yang hilang timbul 1 minggu.
Riwayat alergi :
Alergi terhadap cuaca dingin, akan tetapi alergi obat dan makanan disangkal.
Riwayat pengobatan :
Berobat ke puskesmas namun tidak ada perubahan. Dokter puskesmas
memberikan obat antibiotik dan antipeuretik, demam hilang akan tetapi sakit
pada tenggorokannya masih ada.
C. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran
: composmentis
Berat badan
: 64 kg
Tanda Vital
Tekanan darah : 120 / 80 mmHg
Penafasan
: 18 x/ menit
Nadi
: 72 x/menit
Suhu
: Afebris
D. Status Generalis
Kepala
Mata
refleks
pupil
Hidung
(+/+)
isokor,
Mulut
Thorax
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi :
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Ekstremitas
Superior
Inferior
AS
Aurikula
Preaurikula
Retroaurikula
MAE
massa(-)
Membran timpani
Uji Rinne
Uji Weber
Uji Schwabach
2. Hidung
Tabel 2. Pemeriksaan hidung
Pemeriksaan
Inspeksi
Dextra
Sinistra
Dalam batas
normal
tenang
Bentuk dan
ukuran
mukosa
dalam batas
normal
tenang
sekret
eutrofi
konka inferior
eutrofi
septum
lurus
polip /tumor
pasase udara
Rhinoskopi
anterior
lurus
Sinus paranasal:
Inspeksi
Palpasi
nyeri tekan kedua pipi (-), atas orbita (-), medius kontur (-)
Tes penciuman
Kiri
Kesan : normosmia
: kopi, jarak 20 cm
Transluminasi
Sinus maksilaris : tampak terang pada sinus maksilaris, nyeri tekan (-)
Sinus frontalis
3. Tenggorok
Tabel 3. Pemeriksaan orofaring
Bagian
Pemeriksaan
Keterangan
Orofaring
Mukosa mulut
Lidah
Mulut
Palatum molle
Gigi geligi
Uvula
tenang
bersih, basah
tenang
gigi berlubang bawah
kiri
simetris
Mukosa
Hiperemis
Besar
TIII/TIIhiperemis
Kripta
Melebar +/+
Detritus
-/-
Perlengketan
-/-
Mukosa
tenang
Granula
Tonsil
Faring
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Manis
Asin
Asam
Pahit
+
Gambar 1. lingua
4. Pemeriksaan maksilofasial
Tabel 5. Pemeriksaan maksilofasial
Kanan
Nervus
I.
normosmia
Olfaktorius
Penciuman
II.
Kiri
normosmia
Optikus
Visus normal
Daya penglihatan
(+)
Refleks pupil
Visus normal
(+)
III. Okulomotor
(+)
(+)
(+)
(+)
superior
(+)
(+)
inferior
(+)
(+)
medial
(+)
(+)
laterosuperior
IV. Troklear
(+)
Trigeminal
(+)
Tes sensoris
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
VI. Abdusen
Gerakan bola mata ke lateral
(+)
VII. Fasial
(+)
(+)
(+)
(+)
Mengangkat alis
(+)
Kerutan dahi
(+)
Menunjukkan gigi
(+)
(+)
anterior
VIII. Akustikus
Tes garpu tala
+
Uji rinne
Lateralisasi (-)
Uji weber
+
Lateralisasi (-)
Uji schwabach
Sama dg pemeriksa
Sama dg pemeriksa
IX. Glossofaringeal
(+)
Refleks muntah
(+)
(+)
(+)
anterior
X.
(+)
Vagus
(+)
menelan
(-)
Deviasi uvula
(-)
(+)
Pergerakan palatum
(+)
XI. Assesorius
(+)
Memalingkan kepala
10
(+)
(+)
Kekuatan bahu
(+)
XII. Hipoglossus
(-)
Tremor lidah
(-)
(-)
Deviasi lidah
(-)
5. Leher
Thyroid
Kelenjar submental
Media
Inferior
Kelenjar suprasternalis
F. Resume
Perempuan 49 tahun datang ke poli THT dengan keluhan sakit menelan
yang hilang timbul sejak 2 bulan yang lalu. Os mengeluhkan sakit
menelan saat makan, sering susah tidur karena sesak nafas, jika tidur bunyi
mendengkur, merasakan demam 1 minggu yang lalu (demam hilang
timbul). Os juga mengeluhkan adanya rasa sakit pada telinga sebelah
kanan dan bunyi mendenging pada telinga sebelah kiri sejak 2 hari pada
saat datang ke poli THT. Os menyatakan adanya alergi terhadap cuaca
dingin. Sebelum datang ke poli THT Os berobat ke PUSKESMAS namun
tidak ada perubahan. Os nampak sakit ringan, pada pemeriksaan telinga
didapatkan adanya nyeri tekan pada tragus sign telinga kiri, tonsil terlihat
membesar dengan ukuran TIII/TII, kripta melebar, terdapat nyeri tekan pada
kelenjar getah bening di bagian submandibula kanan dan kiri.
11
G. Diagnosis banding
1. Tonsillitis kronis hipertrofikans
2. Abses peritonsillar dekstra
H.
Diagnosa Kerja
I. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium:
darah rutin (Hemoglobin, Hematokrit, Trombosit, Leukosit)
Kultur dan resistensi apus tenggorok
Rontgen thorax PA
J. Penatalaksanaan
Non-medikamentosa
Stop merokok
Hindari konsumsi makanan pedas dan minuman dingin
Medikamentosa
Cefadroksil 3 x 500 mg
Tramadol 3 x 500 mg
Cetirizine 1 x 10 mg
Metil prednisolon 3 x 8 mg
Ambriksol 3 x 30 mg
K. PROGNOSA
Quo ad vitam
: ad bonam
Quo ad functionam
: ad malam
12
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Tonsil
Tonsil atau yang lebih sering dikenal dengan amandel adalah massa yang
terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat dengan kriptus
didalamnya, bagian organ tubuh yang berbentuk bulat lonjong melekat pada
kanan dan kiri tenggorok. Terdapat 3 macam tonsil yaitu tonsil faringal
(adenoid), tonsil palatina, dan tonsil lingual yang membentuk lingkaran yang
disebut cincin Waldeyer. Tonsil terletak dalam sinus tonsillaris diantara kedua
pilar fausium dan berasal dari invaginasi hipoblas di tempat ini. Tonsil
palatina yang biasanyadisebuttonsil saja terletakdidalam fosa tonsil.
Fosa tonsildibatasioleharkusfaring anterior dan arkusfaring posterior.
Arkusfaring
anterior
dibentukolehmuskuluspalatoglosus
yang
dipersarafiolehnervusvagus
tonsiladalahmuskuluskonstriktorfaring
(N.X).
Batas
superior.
Pada
lateral
batas
atas
fosa
yang
tonsil.
Fosa
iniberisijaringanikatjarang
biasanyamerupakantempatnanahmemecahkeluarbilaterjadiabses.
tonsildiliputiolehfasia
yang
merupakanbagiandarifasiabukofaring,
13
dan
Fosa
dan
Gambar 2. CincinWaldeyer
Pada kutub atas tonsil seringkali ditemukan celah intratonsil yang
merupakan sisa kantong faring yang kedua. Kutub bawah tonsil biasanya
melekat pada dasar lidah. Permukaan medial tonsil bentuknya beraneka ragam
dan mempunyai celah yang disebut kriptus. Epitel yang melapisi tonsil adalah
epitel skuamosa yang juga meliputi kriptus.
Didalam kriptus biasanya ditemukan leukosit, limfosit, epitel yang
terlepas, bakteri dan sisa makanan. Permukaan lateral tonsil melekat pada
fasia faring yang sering juga disebut kapsul tonsil. Kapsul ini tidak melekat
erat pada otot faring, sehingga mudah dilakukan diseksi pada tonsillektomi.
Tonsil mendapat darah dari arteri palatina minor, arteri palatina asendens,
cabang tonsil arteri maksila eksterna, arteri faring asendens dan arteri lingualis
dorsal.
Tonsil lingual terletak didasar lidah dan dibagi menjadi 2 oleh ligamentum
glosoepiglotika. Digaris tengah, disebelah anterior massa ini terdapat foramen
sekum pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papila sirkumvalata.
Tempat ini kadang-kadang menunjukkan penjalaran duktus tiroglosus dan
secara klinik merupakan tempat penting bila ada massa tiroid lingual (lingual
thyroid) atau kista duktus tiroglossus.
14
15
16
17
1. Tonsillitis akut
a. Etiologi
Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A streptokokus
hemolitikus, pneumokokus, streptokokus viridan, dan streptokokus
pyogenes. Hemofilus influenzae merupakan penyebab tonsillitis akut
supuratif.
b. Patofisiologi
Penularan
penyakit
ini
terjadi
melalui
droplet.
Kuman
18
c. Manifestasi klinik
Gejala dan tanda-tanda yang ditemukan dalam tonsillitis akut ini
meliputi demam dengan suhu tubuh yang tinggi, nyeri tenggorok dan nyeri
sewaktu menelan, nafas yang berbau, rasa lesu, rasa nyeri di persendian,
tidak nafsu makan, dan rasa nyeri di telinga (otalgia). Rasa nyeri ditelinga
ini karena nyeri alih (referred pain) melalui saraf n.glosofaringius (n.IX).
Pada pemeriksaan juga akan nampak tonsil membengkak, hiperemis, dan
terdapat detritus berbentuk folikel, lacuna atau tertutup oleh membrane
semu. Kelenjar submandibula membengkak dan nyeri tekan.
d. Komplikasi
Otitis media akut (pada anak- anak), abses peritonsillar, abses
parafaring, toksemia, septikemia, bronkitis, nefritis akut, miokarditis, dan
arthritis.
e. Pemeriksaan
1) Tes Laboratorium
Tes laboratorium ini digunakan untuk menentukan apakah
bakteri yang ada dalam tubuh pasien merupkan bakteri grup A, karena
grup ini disertai dengan demam reumatik, glomerulonefritis.
2) Pemeriksaan penunjang
Kultur dan uji resistensi bila diperlukan.
3) Terapi
Dengan menggunakan antibiotic spektrum lebar dan sulfonamide,
antipiretik, dan obat kumur yang mengandung desinfektan.
19
f. Perawatan
Perawatan yang dilakukan pada penderita tonsillitis biasanya dengan perawatan
sendiri dan dengan menggunakan antibiotik. Tindakan operasi hanya dilakukan
jika sudah mencapai tonsillitis yang tidak dapat ditangani sendiri.
1) Perawatan sendiri
Apabila penderita tonsillitis diserang karena virus sebaiknya biarkan virus itu
hilang dengan sendirinya. Selama satu atau dua minggu sebaiknya penderita
banyak istirahat, minum minuman hangat.
2) Antibiotik
Jika tonsillitis disebabkan oleh bakteri maka antibiotik yang akan berperan
dalam proses penyembuhan. Antibiotik oral perlu dimakan selama setidaknya
10 hari.
3) Tindakan operasi
Tonsillektomi biasanya dilakukan jika pasien mengalami tonsillitis selama
tujuh kali atau lebih dalam setahun, pasien mengalami tonsillitis lima kali atau
lebih dalam dua tahun, tonsil membengkak dan berakibat sulit bernafas,
adanya abses.
2. Tonsillitis membranosa
Ada beberapa macam penyakit yang termasuk dalam tonsillitis
membranosa beberapa diantaranya yaitu Tonsillitis difteri, Tonsillitis septik, serta
Angina plaut vincent, penyakit kelainan darah seperti leukemia akut, anemia
pernisiosa, neutropenia maligna serta infeksi mononukleosis, proses spesifik luas
dan tuberkulosis, infeksi jamur moniliasis, aktinomikosis dan blastomikosis, serta
infeksi virus morbili, pertusis, dan skarlatina.
20
a. Tonsillitis difteri
Etiologi
Penyebab penyakit ini adalah kuman Corynebacterium diphteriae yaitu
Patofisiologi
Bakteri masuk melalui mukosa lalu melekat serta berkembang biak pada
Manifestasi klinis
Tonsillitis difteri ini lebih sering terjadi pada anak-anak pada usia 2-5
tahun.
Penularan
melalui
udara,
benda
atau
makanan,
dan
uang
terkontaminasai dengan masa inkubasi 2-7 hari. Gambaran klinik dibagi dalam
3 golongan yaitu:
21
Gejala umum dari penyaki ini adalah terjadi kenaikan suhu subfebris,
nyeri menelan, nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah, dan nadi
lambat.
Gejala lokal berupa nyeri tenggorok, tonsil membengkak ditutupi bercak
putih kotor makin lama makin meluas dan menyatu membentuk membran
semu. Membran ini melekat erat pada dasar dan bila diangkat akan timbul
pendarahan. Jika menutupi laring akan menimbulkan serak dan stridor
inspirasi, bila menghebat akan terjadi sesak nafas. Bila infeksi tidak
terbendung, kelenjar limfa leher akan membengkak menyerupai leher sapi
(bull neck).
Gejala eksotoksin akan menimbulkan kerusakan jaringan tubuh yaitu
pada jantung berupa miokarditis sampai decompensation cordis, mengenai
saraf kranial menyebabkan kelumpuhan otot palatum dan otot-otot
pernapasan, dan pada ginjal menimbulkan albuminoria.
Diagnosis
Diagnosis tonsillitis difteri harus dibuat berdasarkan pemeriksaan klinis
karena
penundaan
pengobatan
akan
membahayakan
jiwa
penderita.
dengan
pembiakan
pada
media
Loffler
dilanjutkan
tes
Pemeriksaan
Tes Laboratorium
Dilakukan dengan cara preparat langsung kuman(dari permukaan
bawah membran semu). Medium transport yang dapat dipakai adalah agar
Mac conkey atau Loffler.
Tes Schick (tes kerentanan terhadap difteria)
22
Terapi
Anti difteri serum diberikan segera tanpa menunggu hasil kultur dengan dosis
20.000-100.000 unit tergantung dari umur dan beratnya penyakit itu.
Pengobatan
Tujuan dari pengobatan penderita diphtheria adalah menginaktivasi toksin
keluhan.
Komplikasi
Laringitis difteri, miokarditis, kelumpuhan otot palatum mole, kelumpuhan
otot mata, otot faring laring sehingga suara parau, kelumpuhan otot
pernapasan, dan albuminuria.
23
Pencegahan
Untuk mencegah penyakit ini dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan
pada diri anak serta memberikan penyuluhan tentang penyakit ini pada anakanak. Selain itu juga diberikan imunisasi yang terdiri dari imunisasi DPT dan
pengobatan carrier.
Tes kekebalan
24
Pengobatan
Memperbaiki hygiene mulut, antibiotika spektrum luas selama 1 minggu,
juga pemberian vitamin C dan B kompleks.
3. Tonsillitis kronis
Etiologi
Bakteri penyebab tonsillitis kronis sama halnya dengan tonsillitis akut ,
namun terkadang bakteri berubah menjadi bakteri golongan Gram negatif.
Faktor predisposisi
Hygiene mulut yang buruk, pengobatan tonsillitis akut yang tidak adekuat,
rangsangan kronik karena rokok maupun makanan.
Patofisiologi
Karena proses radang berulang maka epitel mukosa dan jaringan limfoid
terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti dengan
jaringan parut. Jaringan ini akan mengerut sehingga ruang antara kelompok
melebar yang akan diisi oleh detritus, proses ini meluas hingga menembus kapsul
dan akhirnya timbul perlekatan dengan jaringan sekitar fosa tonsillaris.
Pemeriksaan
1) Terapi
Terapi mulut (terapi lokal) ditujukan kepada hygiene mulut dengan berkumur
atau obat isap.
Terapi radikal dengan tonsillektomi bila terjadi infeksi yang berulang atau
kronik, gejala sumbatan serta curiga neoplasma.
2) Faktor penunjang
Kultur dan uji resistensi kuman dari sedian apus tonsil.
25
C. Indikasi tonsillektom
Tonsillektomi menurut American Academy of Otolaryngology (AAO) adalah:
1. Indikasi Absolut
a. Pembengkakan tonsil yang menyebabkan obstruksi saluran
napas, disfagia berat, gangguan tidur dan komplikasi
kardiopulmoner.
b. Abses peritonsillar yang tidak membaik dengan pengobatan
medis dan drainase.
c. Tonsillitis yang menimbulkan kejang demam.
d. Tonsillitis yang membutuhkan biopsi untuk menentukan
patologi anatomi
2. Indikasi Relatif
a. Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil per tahun dengan
terapi antibiotik adekuat.
26
menyebutkan
kapan
tepatnya
metode
ini
mulai
27
2. Diseksi
Kebanyakan tonsillektomi saat ini dilakukan dengan
metode diseksi. Hanya sedikit ahli THT yang secara rutin
melakukan tonsillektomi dengan teknik sluder. Di negaranegara barat, terutama sejak para pakar bedah mengenal
anestesi umum dengan endotrakeal pada posisi rose yang
mempergunakan alat pembuka mulut davis, mereka lebih
banyak mengerjakan tonsillektomi dengan cara diseksi. Cara
ini juga banyak digunakan pada pasien anak.
Walaupun telah ada modifikasi teknik dan penemuan
peralatan dengan desain yang lebih baik untuk tonsillektomi,
prinsip dasar teknik tonsillektomi tidak berubah. Pasien
menjalani anestesi umum (general endotracheal anesthesia).
Teknik operasi meliputi: memegang tonsil, membawanya ke
garis tengah, insisi membran mukosa, mencari kapsul tonsil,
mengangkat dasar tonsil dan mengangkatnya dari fossa dengan
manipulasi hati-hati. Lalu dilakukan hemostasis dengan
elektokauter atau ikatan. Selanjutnya dilakukan irigasi pada
daerah tersebut dengan salin.
Bagian penting selama tindakan adalah memposisikan
pasien dengan benar dengan mouth gag pada tempatnya.
Lampu kepala digunakan oleh ahli bedah dan harus diposisikan
serta dicek fungsinya sebelum tindakan dimulai. Mouth gag
diselipkan dan bilah diposisikan sehingga pipa endotrakeal
terfiksasi aman diantara lidah dan bilah. Mouth gag paling baik
ditempatkan dengan cara membuka mulut menggunakan
28
29
Gambar 8.Tonsillektomi
dan
perbaikan
peralatan
operasi,
maka
berupa
radiasi
bedah
listrik
transfer
energi
30
4. Radiofrekuensi
Pada teknik radiofrekuensi, elektroda disisipkan langsung
ke jaringan. Densitas baru di sekitar ujung elektroda cukup
tinggi untuk membuat kerusakan bagian jaringan melalui
pembentukan panas. Selama periode 4-6 minggu, daerah
jaringan yang rusak mengecil dan total volume jaringan
berkurang. Pengurangan jaringan juga dapat terjadi bila energi
radiofrekuensi diberikan pada medium penghantar seperti
larutan salin. Partikel yang terionisasi pada daerah ini dapat
menerima cukup energi untuk memecah ikatan kimia di
jaringan. Karena proses ini terjadi pada suhu rendah (40 C 70 C), mungkin lebih sedikit jaringan sekitar yang rusak.
Alat radiofrekuensi yang paling banyak tersedia yaitu alat
Bovie, Elmed Surgitron system (bekerja pada frekuensi 3,8
MHz), the Somnus somnoplasty system (bekerja pada 460 kHz),
the
ArthroCare
coblation
system
dan
Argon
plasma
teknik
radiofrekuensi
dapat
menurunkan
31
5. Skalpel harmonik
Skalpel harmonik menggunakan teknologi ultrasonik untuk
memotong dan mengkoagulasikan jaringan dengan kerusakan
jaringan minimal. Teknik ini menggunakan suhu yang lebih
rendah
dibandingkan
elektrokauter
dan
laser.
Dengan
mekanik
ditransfer
kejaringan,
memecah
ikatan
32
karena lebih
tonsillectomy
merupakan
tonsillektomi
Meskipun
mikrodebrider
endoskopi
bukan
33
Titanyl
Phospote)
untuk
menguapkan
dan
pascaoperasi
berkurang.
Tekhnik
ini
34
BAB IV
KESIMPULAN
A.
Kesimpulan
Tonsilitis akut adalah radang akut yang disebabkan oleh kuman
Streptococcus beta hemolyticus, Streptococcus viridians, Streptococcus
pyogenes, Pneumococcus, Haemophylus influenzae dan Staphylococcus,
dapat juga disebabkan oleh virus. Tonsilitis kronik merupakan hasil dari
serangan tonsillitis akut yang berulang. Terdapat beberapa jenis tonsiitis,
yaitu tonsilitis akut, tonsilitis foliularis, tonsilitis lakunaris, tonsilitis
membranosa, dan tonsilitis kronis.
Kuman-kuman penyebab menginfiltrasi lapisan epitel dan terjadi
reaksi jaringan limfoid superfisial. Terdapat pembendungan radang dengan
infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Proses ini tampak sebagau detritus
pada korpus tonsil. Detritus merupakan kumpulan leukosit, bakteri dan
epitel yang terlepas, suatu tonsillitis akut dengan detritus disebut tonsillitis
folikularis, bila bercak detritus berdekatan menjadi satu maka terjadi
tonsillitis lakunaris.
Manifestasi klinik tonsillitis akut berupa sakit tenggorokan, sakit
saat menelan, muntah. Tonsil bengkak, panas, gatal, sakit pada otot dan
sendi, nyeri pada seluruh badan, sakit kepala dan sakit pada telinga. Pada
tonsilitis dapat mengakibatkan kekambuhan sakit tenggorokan dan keluar
nanah pada lekukan tonsil.
Komplikasi dapat berupa abses peritonsil, otitis media akut,
mastioditis, laryngitis, sinusitis, rinitis, endokarditis bakterialis, arthritis
reumatoid, GNAPS dan lain-lain.
Penatalaksanaan
tonsilitis
akut
dapat
diberikan
obat-obat
35
B.
Saran
Tonsilitis seringkali diremehkan oleh penderita maupun orangtua
dari anak yang menderita. Sebagai dokter, maka perlu diberikan
penjelasan tentang penyakit, komplikasi, serta pilihan terapi baik dengan
obat maupun tindakan pembedahan. Dokter juga harus memberikan
informasi tentang hal-hal yang dapat menyebabkan kambuhnya penyakit
ini.
36
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
Soepardi Efiaty A, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi keenam, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta. h. 102 103
3.
Adams, George L. 1997. BOEIS Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta: EGC
4.
Radang
Amandel
(Tonsilitis).
Diakses
dari
Original
6.
7.
37