Anda di halaman 1dari 24

PRESENTASI KASUS

SINDROMA METABOLIK

Diajukan kepada :
dr. Mamun, Sp.PD.

Disusun oleh :
Fitriyanur Sahrir

(G1A212108)

Chyntia Putriasni

(G1A212118)

Redho Afriando

(G1A212122)

SMF ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
RSUD PROF. Dr. MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO
2013

LEMBAR PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS
SINDROMA METABOLIK

Disusun oleh :
Fitriyanur Sahrir

(G1A212108)

Chyntia Putriasni

(G1A212118)

Redho Afriando

(G1A212122)

Telah dipresentasikan pada


Tanggal,

Mei 2013

Pembimbing,

dr. Mamun, Sp.PD.

BAB I
PENDAHULUAN
Prevalensi sindrom metabolik bervariasi di seluruh dunia, sebagian
mencerminkan usia dan etnis dari populasi dipelajari dan kriteria diagnostik
diterapkan. Secara umum, prevalensi sindroma metabolik meningkat dengan usia.
Prevalensi yang tertinggi di seluruh dunia yang tercatat dalam penduduk asli
Amerika, dengan hampir 60% dari perempuan usia 45-49 dan 45% laki-laki usia 4549 pertemuan National Cholesterol Education Program, Adult Treatment Panel III
(NCEP: ATPIII) kriteria. Di Amerika Serikat, sindrom metabolik kurang umum pada
orang Afrika-Amerika, tetapi lebih sering terjadi pada wanita Meksiko-Amerika.
Berdasarkan data dari National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES)
III, disesuaikan usia prevalensi sindrom metabolik di Amerika Serikat adalah 34%
untuk pria dan 35% untuk perempuan. Di Perancis, 30-64-tahun kohort menunjukkan
sebuah <10% prevalensi untuk setiap gender, meskipun 17,5% dipengaruhi dalam
rentang usia 60-64. Industrialisasi yang lebih besar di seluruh dunia dikaitkan dengan
meningkatnya tingkat obesitas, yang diantisipasi untuk secara dramatis meningkatkan
prevalensi sindrom metabolik, terutama karena penduduk usia. Selain itu,
meningkatnya prevalensi dan tingkat keparahan obesitas pada anak-anak adalah fitur
memulai sindrom metabolik pada populasi yang lebih muda. (Widjaya. 2004).

BAB II
KASUS
1.1. Identitas Pasien
Nama

: Ny. S

Usia

: 55 tahun

Alamat

Lemberang RT/RW:01/01, Kec. Sokaraja. Kab.


Banyumas, Jawa Tengah

Jenis kelamin

: Perempuan

Status

: Sudah Menikah

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Tanggal masuk

: 1 Mei 2013

Tanggal periksa

: 8 Mei 2013

Ruang Rawat

: Bangsal Dahlia

No. CM

: 95-41-73

1.2. Anamnesis
1. Keluhan utama :
Pusing berputar
2. Keluhan tambahan :
Mual, nyeri ulu hati, jika dari posisi tidur ke duduk terasa pusing
berputar,terasa sangat lemas. Keluhan tersebut sudah dirasakan selama 2
3.

hari sebelum masuk rumah sakit.


Riwayat penyakit sekarang
Pasien, Ny. S datang ke IGD RS Prof. Dr. Margono Soekardjo dengan
keluhan pusing berputar yang bertambah berat jika terjadi perubahan
posisi, misalnya dari tidur ke duduk. Badan terasa sangat lemah dan tidak
bertenaga. Pasien juga merasakan mual tanpa disertai muntah, serta pasien
juga mengeluhkan adanya nyeri pada ulu hati. Keluhan tersebut dirasakan
selama 2 hari sebelum masuk rumah sakit.
Pasien mengakui memiliki darah tinggi dan kencing manis sejak 1,5

4.

tahun yang lalu.


Riwayat penyakit dahulu
a. Riwayat keluhan yang sama

: diakui, sejak 2 hari SMRS

5.

6.

b.

Riwayat hipertensi

: diakui, sejak sekitar 1,5 tahun yang

c.

Riwayat DM

lalu dan tidak terkontrol


: diakui, sejak sekitar 1,5 tahun yang

d. Riwayat penyakit jantung


e. Riwayat penyakit ginjal
f. Riwayat penyakit liver
g. Riwayat asma
h. Riwayat alergi
i. Riwayat keganasan
Riwayat penyakit keluarga
a. Riwayat keluhan yang sama
b. Riwayat hipertensi
c. Riwayat DM
d. Riwayat penyakit jantung
e. Riwayat penyakit ginjal
f. Riwayat penyakit liver
g. Riwayat alergi

:
:
:
:
:
:

lalu dan tidak terkontrol


disangkal
disangkal
disangkal
disangkal
disangkal
disangkal

:
:
:
:
:
:
:

disangkal
diakui, yaitu kedua orang tua pasien
diakui, yaitu ayah pasien
disangkal
disangkal
disangkal
disangkal

Riwayat sosial dan lingkungan


a.

Keluarga
Pasien merupakan seorang ibu yang memiliki 5 orang anak. Ke empat
anaknya telah menikah dan hidup berpisah dengan pasien. Pasien
hanya tinggal serumah dengan anak terakhir, menantu dan suami..
Pasien selalu menjaga hubungan yang baik dengan suami dan anakanaknya serta anggota keluarga yang lain. Biaya kesehatan pasien
ditanggung dengan menggunakan Askes.

b.

Keadaan lingkungan
Pasien tinggal bersama suami dan anak terakhir beserta menantunya
dalam satu rumah sehingga rumah dihuni oleh 4 orang.

c.

Pekerjaan
Pasien adalah seorang ibu rumah tangga. Di mana kebutuhan seharihari pasien dan suaminya dapat tercukupi dari anak-anaknya yang
sudah bekerja.

d.

Kebiasaan personal

Pasien mengaku kurang menjaga pola hidup sehat yaitu pasien jarang
berolah raga.
e.

Diet
Pasien mengakui menyukai makanan gorengan, makan yang gurih dan
asin.

1.3. Pemeriksaan Fisik


1. Keadaan umum
: tampak sakit sedang dan lemah
2. Kesadaran
: compos mentis
3. Vital sign
a. Tekanan darah
: 160/100 mmHg
b. Nadi
: 84 kali/menit reguler
c. Pernapasan
: 20 kali/menit
d. Suhu
: 36,7 C
4. Tinggi badan
: 156 cm
5. Berat badan
: 60 kg
6. Status gizi (IMT)
: 24,6 kg/m2 (normal)
7. Status generalis
a. Pemeriksaan kepala
1) Bentuk kepala
Mesocephal, simetris, venektasi temporalis (-)
2) Rambut
Warna rambut hitam keputihan
3) Mata
Simetris, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema

b.

c.

palpebra (-/-), refleks cahaya (+/+), pupil isokor diameter 3 mm,


4) Telinga
Discharge (-), deformitas (-)
5) Hidung
Discharge (-), deformitas (-) dan napas cuping hidung (-)
6) Mulut
Bibir kering (-), bibir pucat (-), bibir sianosis (-), lidah sianosis (-)
Pemeriksaan leher
Deviasi trakea (-) di garis tengah,
Tekanan Vena Jugularis : 5 + 2 cm
Pemeriksaan thoraks
Paru
Inspeksi
: Dinding dada tampak simetris dan tidak tampak
ketinggalan gerak antara hemithoraks kanan dan kiri,
kelainan bentuk dada (-), retraksi intercostalis (-).

Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung
Inspeksi
Palpasi

d.

e.

: Vokal fremitus lobus superior kanan = kiri


Vokal fremitus lobus inferior kanan = kiri
: Perkusi orientasi lapang paru sonor
Batas paru-hepar SIC V LMCD
: Suara dasar vesikuler +/+ Ronki basah halus di basal
paru -/- Ronki basah kasar -/- Wheezing -/:
:

Ictus cordis tampak di SIV V 2 jari medial LMCS


Ictus cordis teraba pada SIC V 2 jari medial LMCS

dan kuat angkat (-)


Perkusi
: Batas atas kanan : SIC II LPSD
Batas atas kiri
: SIC II LPSS
Batas bawah kanan : SIC IV LPSD
Batas bawah kiri : SIC V 2 jari medial LMCS
Auskultasi : S1 > S2 reguler; Gallop (-); Murmur (-)
Pemeriksaan abdomen
Inspeksi `
: Sedikit cembung
Auskultasi
: Bising usus (+) terdengar setiap 2-5 detik (normal)
Perkusi
: Timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-),
nyeri ketok angulus costo vertebrae (-/-)
Palpasi
: Supel, nyeri tekan (-) epigastrik, undulasi (-)
Hepar-Lien : Tidak teraba
Pemeriksaan ekstremitas
Tabel 1. Pemeriksaan ekstremitas
Pemeriksaan

Ekstremitas

Ekstremitas

Edema
Sianosis
Kuku kuning

superior
Dextra
Sinistra
-

inferior
Dextra Sinistra
-

(ikterik)
Akral dingin
Reflek fisiologis
Bicep/tricep
Patela
Reflek patologis
Sensoris

+
+
D=S

+
+
D=S

+
+
D=S

+
+
D=S

1.4. Pemeriksaan Penunjang


1.

Pemeriksaan Laboratorium
Tabel 2. Hasil pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan

Hasil

Nilai Normal

Hemoglobin
Leukosit
Hematokrit
Eritrosit
Trombosit
Basofil
Eosinofil
Batang
Segmen
Limfosit
Monosit
Kolesterol Total
Trigliserida
HDL kolesterol
LDL kolesterol
Ureum darah
Kreatinin darah
Asam urat
Glukosa Sewaktu
Total Protein
Albumin
Globulin
Glukosa Puasa
Glukosa 2 jam pp
HBA1C
Warna
Kejernihan
Bau
Berat jenis
PH
Leukosit
Nitrit
Protein
Glukosa
Keton
Urobilinogen

Hematologi (30/04/13)
13,9 g/dl
12-16 g/dl
12.520 /l ()
4800-10800/ l
42 %
37-47 %
4,9 juta/ l
4,2-5,4 juta/ l
219.000/ l
150.000-450.000 /l
Hitung Jenis
0,2 %
0-1 %
0,2 % ()
2-4 %
0,00 % ()
2-5 %
69,2 %
40-70 %
25,9 %
25-40 %
4,6 %
2-8 %
Kimia Klinik
276 mg/dl ()
< 200 mg/dl
84 ng/dl
< 160 mg/dl
28,5 mg/dl ()
40-60 mg/dl
230,7 mg/dl ()
100-129 mg/dl
46,4mg/dl ()
14,98-38,52 mg/dl
0,95 mg/dl
0,60-1,00
4,2 mg/dl
2,6-6,0
222 mg/dl ()
<= 200
Kimia Klinik (01-05-2013)
6,98 g/dl
6,40-8,20 g/dl
3,65 g/dl
3,40- 5,00 g/dl
3,33 g/dl ()
2,70-3,20 g/dl
87 mg/dL
190 mg/dL ()
10,5 % ()
Urine Lengkap
Kuning

74-106 mg/dL
<=126 mg/dL
4,7-7,0 %
Kuning muda-kuning

Keruh
Khas
1,025
6,0
500
Negatif
15
Normal
Negatif
Normal

tua
Jernih
Khas
1,010-1,030
4,6-7,8
negatif
Negatif
Negatif
Normal
Negatif
Normal

Bilirubin
Eritrosit
2.

Negatif
Negatif

Negatif
Negatif

Pemeriksaan EKG
Kesan: Normal sinus rhytme, gelombang T abnormal kesan iskemik

anterior.
1.5. Resume
1. Anamnesis
Pasien, datang dengan keluhan pusing berputar yang diperberat jika

terjadi perubahan posisi dari tidur ke duduk. dalam posisi duduk.


Pasien juga mengeluhkan mual, badan terasa lemah, nyeri di bagian

ulu hati
2. Pemeriksaan Fisik
a. KU/Kes
: Tampak sakit sedang dan lemah / Compos Mentis
Vital Sign
: TD : 160/100 mmHg
N : 84 kali/menit regular
RR : 20 kali/menit
S : 36,7 0C
3. Pemeriksaan penunjang
a.

Laboratorium
Hemoglobin

: 13,9 g/dl

Hematokrit

: 42 %

Leukosit

: 12.520 /l ()

Kolesterol Total :

276 mg/dl ()

Trigliserida

84 ng/dl

HDL Kolesterol

28,5 mg/dl ()

LDL Kolesterol

230,7 mg/dl ()

Ureum Darah

46,4mg/dl ()

Kreatinin darah

0,95 mg/dl

Glukosa Sewaktu

222 mg/dl ()

Glukosa 2 jam PP

190 mg/dl ()

HBA1C

10,5% ()

Pem.urin Leukosit: 500

1.6. Diagnosa Klinis

Sindroma Metabolik

Vertigo gangguan vestibular

1.7. Penatalaksanaan
1. Farmakologi :
a. IVFD RL 20 tpm
b. PO Metformin 1x500 mg tab
c. PO Glimepiride 1x1 mg tab (1-0-0)
d. PO Simvastatin 1x20 mg tab (0-0-1)
e. PO Irbesartan 1x300 mg tab
f. PO Amlodipin 1x10 mg tab
g. PO Frego 1x10 mg tab
h. PO propanolol 2x10 mg tab
2.

Non farmakologi :
a.
b.
c.

Diet rendah garam, gula, dan kolesterol


Menghindari faktor risiko
Edukasi penyakit kepada pasien dan keluarga meliputi faktor resiko,
terapi, komplikasi penyakit, prognosis penyakit dan cara pencegahan

perburukan penyakit.
1.8. Rencana Monitoring
1 Keadaan umum dan vital sign
2 Tingkat kesembuhan terhdap efek terapi yang diberikan
3 Efek samping obat
1.9. Prognosis
Ad fungsional

: bonam

Ad sanationam

: dubia ad malam

Ad vitam

: bonam

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
I.

DEFINISI
Sindrom Metabolik atau Sindrom X merupakan kumpulan dari faktorfaktor risiko untuk terjadinya penyakit kardiovaskular yang ditemukan pada
seorang individu. Faktor-faktor risiko tersebut meliputi dislipidemi,
hipertensi, gangguan toleransi glukosa dan obesitas abdominal/sentral. The
National Cholesterol Education Program-Adult Treatment Panel III (NCEPATP III) mendapatkan bahwa sindrom metabolik merupakan indikasi untuk
dilakukan intervensi terhadap gaya hidup yang ketat, meliputi diet, latihan
fisik dan intervensi farmakologik (Grundy S.M. 2006).

II.

ETIOLOGI DAN FAKTOR PREDISPOSISI


Etiologi Sindrom Metabolik belum dapat diketahui secara pasti. Suatu
hipotesis menyatakan bahwa penyebab primer dari sindrom metabolik adalah
resistensi insulin. Resistensi insulin mempunyai korelasi dengan timbunan
lemak viseral yang dapat ditentukan dengan pengukuran lingkar pinggang
atau waist to hip ratio. Hubungan antara resistensi insulin dan penyakit
kardiovaskular diduga dimediasi oleh terjadinya stres oksidatif yang
menimbulkan disfungsi endotel yang akan menyebabkan kerusakan vaskular
dan

pembentukan

atheroma.

Hipotesis

lain

menyatakan

bahwa

terjadi perubahan hormonal yang mendasari terjadinya obesitas abdominal.


Suatu studi membuktikan bahwa pada individu yang mengalami peningkatan
kadar kortisol didalam serum (yang disebabkan oleh stress kronik) mengalami
obesitas abdominal, resistensi insulin dan dislipidemia. Para peneliti juga
mendapatkan bahwa ketidakseimbangan aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal
yang terjadi akibat stress akan menyebabkan terbentuknya hubungan antara
gangguan psikososial dan infark miokard (Grundy S.M. 2006).

III.

PATOMEKANISME
1. Resistensi Insulin
Hipotesis

yang

paling

diterima

untuk

menggambarkan

patofisiologi metabolik sindrom adalah resistensi insulin. Resistensi


insulin terjadi ketika sel dalam tubuh (hati, otot skelet dan jaringan
adiposa) menjadi berkurang tingkat sensitifitasnya dan terutama sensitif
terhadap insulin, hormon yang diproduksi oleh sel beta pankreas yang
berfungsi untuk memfasilitasi absorbsi glukosa. Ketika terjadi resistensi
insulin, glukosa tidak dapat lagi diabsorbsi oleh tubuh dan tertimbun di
aliran darah yang menyebabkan kebutuhan insulin yang meningkat.
Produksi insulin yang berlebihan dapat melemahkan sel beta. Sehingga
pankreas sudah tidak dapat lagi memproduksi cukup insulin dan menjadi
hiperglikemia.
2. Obesitas dan peningkatan lingkar pinggang
Peningkatan jaringan adipose menyebabkan tingginya perubahan
tingkat jaringan adiposa derivat asam lemak bebas ke hati melalui
sirkulasi splanchnic, ketika terjadi penignkatan lemak subcutan abdominal
dapat melepaskan produk lipolisis pada sirkulasi sistemik dan mencegah
efek langsung pada metabolisme hati.
3. Dislipidemia
Peningkatan asam lemak bebas ke hati meningkatan produksi
VLDL. Dengan kondisi fisiologi, insulin menghambat sekresi VLDL ke
dalam sirkulasi sistemik. Dalam pengaturan resistensi insulin, peningkatan
asam lemak bebas ke hati dan hati meningkatkan pembentukan
trigliseride. Jadi, hipertrigliseridemia adalah refleksi dari resistensi insulin
dan satu dari kriteria penting metabolik sindrom.
4. Intoleransi glukosa
Kerusakan metabolisme glukosa oleh insulin meliputi keagalan
untuk menekan glukoneogenesis di hati dan menjadi sarana pengambilan
glukosa oleh jaringan sensitif insulin. Untuk mengimbangi kerusakan oleh

insulin, sekresi insulin harus ditingkatkan untuk mencegah euglikemia.


Jika penyeimbangan ini gagal, kerusakan sekresi insulin dan hiperglikemia
akan terjadi. Meskipun asam lemak bebas dapat merangsang sekresi
insulin, paparan yang berkepanjangan dapat menyebabkan kelebihan asam
lemak bebas yang menyebabkan kegagalan sekresi insulin.
5. Hipertensi
Hubungan antara resistensi insulin dan hipertensi sudah ditetapkan
meskipun ada beberapa mekanisme yang diajukan. Yang pertama, insulin
sebagai vasodilasator ketika diberika intravena pada orang normal, dengan
efek sekunder pada reabsorbsi sodium oleh ginjal. Keadaan resistensi
insulin, efek vasodilasator pada insulin bisa jadi menghilang, akan tetapi
fungsi ginjal pada reabsrobsi sodium tetap dipertahankan. Asam lemak itu
sendiri

dapat

memediasi

vasokonstriksi.

Hiperinsulinemia

dapat

menyebabkan pada peningkatan aktivitas sistem saraf dan menyebabkan


terjadinya hipertensi (Handelsman, 2009).
Obesitas Sentral dan Resistensi Insulin
Obesitas sentral (tipe android/abdominal/viseral) adalah suatu keadaan
ketika terjadi penimbunan lemak secara berlebihan dan jauh melebihi normal
di daerah abdomen. Obesitar sentral merupakan faktor risiko yang sangat
berpengaruh dalam mencetuskan resitensi insulin. Dibandingkan dengan sel
lemak perifer, sel lemak sentral lebih resisten terhadap efek metabolik dari
insulin dan lebih sensitif terhadap hormon lipolitik. Dengan demikian
peningkatan pelepasan asam lemak bebas ke aliran darah yang masuk sistem
portal hati menyebabkan pertambahan substrat untuk sintesis trigliserid
hepatik dan menggangu metabolisme insulin. Sel lemak viseral dilaporkan
menghasilkan lebih banyak IL-6, TNF-, dan resistin sedangkan leptin dan
adiponektin dihasilkan dalam jumlah yang lebih sedikit.
Obesitas dapat mempengaruhi organ-organ yang sensitif terhadap
insulin diantaranya :

a. Hati : Peningkatan jumlah asam lemak bebas dalam darah dapat


merangsang hati untuk melakukan glukoneogenesis. Hal ini tidak selalu
menyebabkan terjadinya peningkatan produksi produksi glukosa hepatik
sebab masih dapat diimbangi oleh peningkatan sekresi insulin yang
menurunkan glikogenolisis. Diabetes yang tidak terkontrol, obesitas dan
jaringan lemak intraabdominal merupakan faktor pendorong kuat
penyebab peningkatan aktifitas glukoneogenesis.
b. Otot Skelet : Otot skelet adalah tempat penimbunan glukosa terbesar
sehingga bisa dikatakan merupakan determinan utama terjadinya resistensi
insulin dengan menurunkan oksidasi glukosa dan sintesis glikogen.
Ketidakmampuan otot skelet secara relatif untuk memetabolisme glukosa
ataupun oksidasi lemak bisa merupakan patogenesis terjadinya resistensi
insulin.
c. Pankreas : Pemaparan sel beta pankreas dengan asam lemak bebas dapat
menyebabkan kerusakan pada sel beta. Pemaparan akut asam lemak bebas
pada pankreas menyebabkan peningkatan sekresi insulin. Jika pemaparan
berlangsung kronik maka dapat menyebabkan gangguan pada sekresi
insulin. Defek sekresi insulin ditandai dengan hilangnya sensitifitas sel
beta terhadap glukosa plasma yang melebihi normal.
Resistensi insulin pada orang yang mengalami obesitas sentral sangat
mungkin disebabkan oleh efek lipotoksisitas dari asam lemak bebas,
gluukotoksisitas dari hiperglikemi kronik ataupun reaksi inflamasi yang
dicetuskan oleh sitokin-sitokin sel lemak. Selain itu aktifitas lipolisis yang
diinduksi sistem saraf simpatik dan kerja hormon insulin juga turut berperan
dalam menggangu sensitifitas insulin dalam tubuh (Nurtanio, 2007).

Gambar 1. Proses seluler yang berkaitan dengan disfungsi endotel


IV.

PENEGAKAN DIAGNOSIS
Berdasarkan the National Cholesterol Education Program Third Adult
Treatment Panel (NCEP-ATP III), Sindrom Metabolik adalah seseorang
dengan memiliki sedikitnya 3 kriteria berikut:
1. Obesitas abdominal (lingkar pinggang > 88 cm untuk wanita dan untuk
pria > 102 cm)
2. Peningkatan kadar trigliserida darah ( 150 mg/dL, atau 1,69 mmol/ L);
3. Penurunan kadar kolesterol HDL (< 40 mg/dL atau < 1,03 mmol/ L pada
pria dan pada wanita < 50 mg/dL atau <1,29 mmol/ L);
4. Peningkatan tekanan darah (tekanan darah sistolik 130 mmHg, tekanan
darah diastolik 85 mmHg atau sedang memakai obat anti hipertensi)
5. Peningkatan glukosa darah puasa (kadar glukosa puasa 110 mg/dL, atau
6,10 mmol/ L atau sedang memakai obat anti diabetes) (Semiardji.
2004).

Komponen

Kriteria diagnosis WHO :


Resistensi insulin plus :

Kriteria diagnosis ATP III :


3 komponen dibawah ini

Obesitas abdominal/ Waist to hip ratio :


Laki2 : > 0.90;
sentral
Wanita : > 0.85, atau
IMB > 30 kg/m2
Hipertrigliseridemia 150 mg/dl ( 1.7 mmol/L)

Lingkar pinggang :
Laki2 : > 102 cm (40 inchi)
Wanita : > 88 cm (35 inchi)

HDL Cholesterol

< 40 mg/dl (< 1.036 mmol/L)


< 50 mg/dl (< 1.295 mmol/L)

< 35 mg/dl (< 0.9 mmol/L)


< 39 mg/dl (< 1.0 mmol/L

150 mg/dl ( 1.7 mmol/L)

TD 140/90 mmHg atau riwayat TD 130/85 mmHg atau riwayat


Hipertensi

terapi anti hipertensif


terapi anti hipertensif
Kadar glukosa darah Toleransi glukosa terganggu, 110 mg/dl atau 6.1 mmol/L
tinggi

glukosa

puasa

terganggu,

Mikroalbuminuri

resistensi insulin atau DM


Ratio albumin urin dan kreatinin
30 mg/g atau laju ekskresi
albumin 20 mcg/menit

V.

PENATALAKSANAAN
NON FARMAKOTERAPI
1. Mengatur komposisi makanan
2. Mengatur waktu makan
3. Penurunan berat badan secara bermakna dapat memperbaiki semua aspek
dari sindrom metabolik. Demikian pula peningkatan aktifitas fisik dan
pengurangan asupan kalori akan memperbaiki abnormalitas sindrom
metabolik. Perubahan diet spesifik ditujukan terhadap aspek2 tertentu dari
sindrom metabolik seperti :
Mengurangi asupan lemak jenuh untuk menurunkan resistensi insulin
Mengurangi asupan garam untuk menurunkan tekanan darah
Mengurangi asupan karbohidrat dengan indeks glikemik tinggi untuk
menurunkan kadar glukosa darah dan trigliserida
4. Diet yang banyak mengandung buah-buahan, sayur-sayuran, biji-bijian,
lemak tak jenuh dan produk2 susu rendah lemak bermanfaat pada

sebagian besar pasien dengan sindrom metabolik. Dokter keluarga efektif


dalam membantu pasien merubah gaya hidupnya melalui pendekatan
individual untuk menilai adanya faktor2 risiko spesifik, intervensi
terhadap

faktor2

risiko

tersebut

serta

membantu

pasien

dalam

mengidentifikasi hambatan2 yang dialami dalam upaya merubah


perilaku.Saat ini belum ada studi acak terkontrol yang khusus tentang
penatalaksanaan

Sindrom

Metabolik.

Berdasarkan

studi

klinis,

penatalaksanaan agresif terhadap komponen2 Sindrom Metabolik dapat


mencegah atau memperlambat onset diabetes, hipertensi dan penyakit
kardiovaskular. Semua pasien yang didiagnosis dengan Sindrom
Metabolik hendaklah dimotivasi untuk merubah kebiasaan makan dan
latihan fisiknya sebagai pendekatan terapi utama. Penurunan berat badan
dapat memperbaiki semua aspek Sindrom Metabolik, mengurangi semua
penyebab dan mortalitas penyakit kardiovaskular. Namun kebanyakan
pasien mengalami kesulitan dalam mencapai penurunan berat badan.
Latihan fisik dan perubahan pola makan dapat menurunkan tekanan darah
dan memperbaiki kadar lipid, sehingga dapat memperbaiki resistensi
insulin( Semiardji. 2004).
LATIHAN FISIK
Otot rangka merupakan jaringan yang paling sensitif terhadap
insulin didalam tubuh, dan merupakan target utama terjadinya
resistensi insulin. Latihan fisik terbukti dapat menurunkan kadar lipid
dan resistensi insulin didalam otot rangka. Pengaruh latihan fisik
terhadap sensitivitas insulin terjadi dalam 24 48 jam dan hilang
dalam 3 sampai 4 hari.

Jadi aktivitas fisik teratur hendaklah

merupakan bagian dari usaha untuk memperbaiki resistensi insulin.


Pasien hendaklah diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan
derajat aktifitas fisiknya. Manfaat paling besar dapat diperoleh bila
pasien menjalani latihan fisik sedang secara teratur dalam jangka
panjang.

Kombinasi

latihan

fisik

aerobik

dan

latihan

fisik

menggunakan beban merupakan pilihan terbaik. Dengan menggunakan


dumbbell ringan dan elastic exercise band merupakan pilihan terbaik
untuk latihan dengan menggunakan beban. Jalan kaki dan jogging
selama 1 jam perhari juga terbukti dapat menurunkan lemak viseral
secara bermakna pada laki2 tanpa mengurangi jumlah kalori yang
dibutuhkan.(Grundy S.M. 2006)
Diet
Sasaran utama dari diet terhadap Sindrom Metabolik adalah
menurunkan risiko penyakit kardiovaskular dan diabetes melitus.
Review dari Cochrane Database mendukung peranan intervensi diet
dalam menurunkan risiko penyakit kardiovaskular. Bukti-bukti dari
suatu studi besar menunjukkan bahwa diet rendah sodium dapat
membantu mempertahankan penurunkan tekanan darah. Hasil2 dari
studi klinis diet rendah lemak selama lebih dari 2 tahun menunjukkan
penurunan bermakna dari kejadian komplikasi kardiovaskular dan
menurunkan angka kematian total (Grundy S.M. 2006).
The Seventh Report of the Joint National Committee on
Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood
Pressure (JNC 7) merekomendasikan tekanan darah sistolik antara
120 139 mmHg atau diastolik 80 89 mmHg sebagai stadium pre
hipertensi, sehingga modifikasi gaya hidup sudah mulai ditekankan
pada

stadium

ini

untuk

mencegah

penyakit

kardiovaskular.

Berdasarkan studi dari the Dietary Approaches to Stop Hypertension


(DASH), pasien yang mengkonsumsi diet rendah lemak jenuh dan
tinggi karbohidrat terbukti mengalami penurunan tekanan darah yang
berarti walaupun tanpa disertai penurunan berat badan.
Penurunan asupan sodium dapat menurunkan tekanan darah
lebih lanjut atau mencegah kenaikan tekanan darah yang menyertai
proses menua. Studi dari the Coronary Artery Risk Development in
Young Adults mendapatkan bahwa konsumsi produk2 rendah lemak
dan garam disertai dengan penurunan risiko sindrom metabolik yang

bermakna. Diet rendah lemak tinggi karbohidrat dapat meningkatkan


kadar trigliserida dan menurunkan kadar HDL kolesterol, sehingga
memperberat dislipidemia. . Suatu studi menunjukkan adanya korelasi
antara penyakit kardiovaskular dan asupan biji-bijian dan kentang.
Para peneliti merekomendasikan diet yang mengandung biji-bijian,
buah-buahan dan sayuran untuk menurunkan risiko penyakit
kardiovaskular. Efek jangka panjang dari diet rendah karbohidrat
belum diteliti secara adekuat, namun dalam jangka pendek, terbukti
dapat menurunkan kadar trigliserida, meningkatkan kadar HDLcholesterol dan menurunkan berat badan. (Wahba. 2007).
Pilihan untuk menurunkan asupan karbohidrat adalah dengan
mengganti makanan yang mempunyai indeks glikemik tinggi dengan
indeks glikemik rendah yang banyak mengandung serat. Makanan
dengan indeks glikemik rendah dapat menurunkan kadar glukosa post
prandial dan insulin.
Modifikasi gaya hidup melalui penurunan berat badan, olah raga
teratur, berhenti merokok dan mengurangi makanan berlemak. Dengan
mengurangi 10% dari kelebihan berat badan secara otomatis dapat
menurunkan tekanan darah dan memperbaiki gangguan resistensi insulin.
Sebagian orang mampu menurunkan tekanan darah dan hiperglikemianya
hanya dengan merubah gaya hidup. Namun, sebagian besar orang
memerlukan bantuan obat-obatan untuk menurunkan tekanan darah,
menurunkan trigliserida dan meningkatkan HDL.
Karena semua permasalahan ini saling terkait, maka penanganan pada
satu unsur dari sindrom ini dapat memperbaiki unsur yang lain.
Contohnya, melalui olah raga yang teratur, akan membantu anda
menurunkan berat badan, mengurangi gula darah serta memperbaiki
kondisi hiperglikemia dan resistensi insulin. Kombinasi antara makanan
yang sehat dengan olah raga yang teratur dapat mengobati kondisi
sindroma metabolik sehingga mencegah risiko penyakit jantung, sroke,
diabetes dan masalah medis lai Terapi pada orang obesitas (Wahba. 2007).

1. Terapi diet
Dengan cara mengurangi asupan lemak, karbohidrat,dan gula.
2. Aktivitas fisik
Misalnya dengan melakukan olahraga (berjalan) selama 30 menit
secara rutin 3x seminggu lalu ditingkatkan menjadi 5 kali seminggu
selama 45 menit. Hal ini terbukti dapat membakar 100-200 kalori/hari
3. Terapi perilaku
a. Pengawasan : kebiasaan makan, aaktivitas fisik, managemen
stress
b. Stimulus control
c. Pemecahan masalah
d. Dukungan
4. Farmako terapi
Obat
Sibutramide
Kontra indikasi untuk penderita hipertensi, penyakit jantung koroner,
danstroke
Orlistat :bekerja dengan menghambat absorbsi lemak 30%
5. Tindakan bedah
Jika BMI lebih dari sama dengan 40 atau 35 dan gagal dalam terapi
menggunakan obat, dilakukan bedah gastro.
Menurunkan resiko penyakit kardiovaskular atherosclerosis dan
diabetes mellitus tipe 2 pada pasien yang belum diabetes.
1.
Penatalaksanaan ada 2 pilar :
a. Tatalaksana penyebab
Berat badan lebih/obesitas & aktifitas fisik
b. Tatalaksana factor lipid dan non lipid
2. Penurunan berat badan :
a. Pengaturan penurunan berat badan merupakan dasar, baik dalam
b.
c.

obesitas maupun sindrom metabolic.


Penurunan berat badan 5-10% sudah dapat memberikan
perbaikan profil metabolic
Penanganannya :
- Diet
- Aktifitas fisik >> olahraga
- Perubahan perilaku >> yang terpenting
- Obat-obatan >> penurunan berat badan (sibutramin dan
orlistat)
Cara kerja sibutramin :

Cara kerjanya sentral


Efek mengurangi asupan
mempercepatrasa

kenyang

energy
dan

melalui

efek

mempertahankan

pengeluaran energy (efek nya menurunkan berat badan dan


mempertahankan berat badan yang sudah turun)
Efek metabolic >> penurunan berat badan dengan
pemberian sibutramin setelah 24 minggu disertai dengan
diet dan aktifitas fisik >> memperbaiki kadar trigliserida
dan kolesterol HDL
3. Toleransi glukosa merupakan salah satu manifesti sindrom metabolic
yang dapat menjadi awal suatu diabetes mellitus. Penelitian
menunjukan adanya hubungan yang kuat antara toleransi glukosa
terganggu (TGT) dan risiko kardiovaskular pada sindrom metabolic
dan diabetes.
a. Perubahan gaya hidup
b. Aktifitas fisik yang teratur >> efektif menurunkan berat badan
dan TGT
c. Modifikasi diet secara bermakna memperbaiki glukosa 2 jam
pasca prandial dan kadar insulin.
4. Hipertensi :
a. Tiazolidindion >> pengaruh ringan tetapi persisten terhadap
b.

penurunan tekanan darah systole dan diastole


Tiazolidindion dan methformin >> menurunkan kadar asam

c.

lemak vevas
Pada diabetes prevention program >> methformin mengurangi
progresi diabetes sebesar 31% dan efektif pada pasien muda dan

obesitas.
5. Terapi untuk dislipidemia :
a. Perubahan gaya hidup dengan medikasi
b. Perubahan diet dan aktifitas fisik >> tidak cukup >> disarankan
dengan obatan
c. Terapi obat gembrifozil >> memperbaiki profil lipid dan
menurunkan risiko penyakit kardiovaskuler.
d. Fenobibrat:
- khusus menurunkan kadar trigliserida

- meningkatkan kolesterol HDL


- menurunkan kadar fibrinogen
e. kombinasi fenofibrat dan statin :
- memperbaiki kadar trigliserida
- memperbaiki kolesterol HDL
- memperbaiki LDL
6. Tindakan bedah
Jika BMI lebih dari sama dengan 40 atau 35 dan gagal dalam
terapi menggunakan obat, dilakukan bedah gastro.
VI.

KOMPLIKASI
Beberapa komplikasi sindroma metabolik meliputi jantung koroner,
gagal jantung, neuropati, infark miokard, gagal ginjal kronis, stroke dan
komplikasi kainnya meliputi peningkatan terjadinya risiko fibrilasi atrium,
tromboembolisme vena, dan kematian mendadak serta penurunan fungsi
kognitif.

VII.

PROGNOSIS
Prognosis sindroma metabolik ini tergantung dari kepatuhan pasien
untuk menjalani terapi, semakin banyak faktor resiko maka semakin tunggu
resiko timbulnya penyakit jantung dan serebrovaskuler. Penyakit DM dan
hipertensi tidak dapat sembuh total, tetapi hanya terkontrol.

DAFTAR PUSTAKA
Grundy S.M. 2006. Metabolic syndrome: connecting and reconceiling cardiovaskuler
and diabetes world. J Am Coll Cardiol. 47:1093-1110.
Handelsman, Yehuda. 2009. Metabolic Syndrome Pathophysiology and Clinical
Presentation. Toxicologic Pathology, 37:18-20,2009
M. Wahba. 2007. Obesity and obesity inisiated metabolic syndrome: mechanistic link
to chronic kidney disease. Clin J Am Soc Nephrol. 2:550-562.
Nurtanio, Natasha dan Wangko, Sunny. 2007. Resistensi Insulin pada Obesitas
Sentral. BIK Biomed., Vol.3, No.3. Juli-September 2007
Semiardji. 2004. The Significant of Visceral Fat in Metabolic Syndrome. Jakarta:
Diabetes Meeting 9-10 Oktober.
Tjokroprawiro A. 2005. The Mets: One of The Major Threat to Human Health.
Plennery Lecture Surabaya Metabolic Syndrome Update-1 (SUMETSU-1).
Surabaya: 19-20 Februari.
Widjaya. 2004. Obesitas dan sindroma metabolik. Forum Diagnosticum. 4:1-16.

Anda mungkin juga menyukai