Anda di halaman 1dari 12

BAB II

KONSEP DASAR
1. Pengertian
OREF adalah reduksi terbuka dengan Fiksasi eksterna . Fiksasi eksterna adalah
alat yang diletakkan diluar kulit untuk menstabilisasikan fragmen tulang dengan
memasukkan dua atau tiga pin metal perkutaneus menembus tulang pada bagian proksimal
dan distal dari tempat fraktur dan pin tersebut dihubungkan satu sama lain dengan
menggunakan eksternal bars. Teknik ini terutama atau kebanyakan digunakan untuk
fraktur pada tulang tibia, tetapi juga dapat dilakukan pada tulang femur, humerus dan
pelvis (Mansjoer, 2000). . Fiksasi eksternal digunakan untuk mengobati fraktur terbuka
dengan kerusakan jaringan lunak . Alat ini memberikan dukungan yang stabil untuk
fraktur kominutif ( hancur atau remuk ). Pin yang telah terpasang dijaga agar tetap terjaga
posisinya , kemudian dikaitkan pada kerangkanya. Fiksasi ini memberikan rasa nyaman
bagi pasien yang mengalami kerusakan fragmen tulang.
Adapun definisi lainnya adalah bahwa Fiksasi eksterna adalah alat yang diletakkan
diluar kulit untuk menstabilisasikan fragmen tulang dengan memasukkan dua atau tiga pin
metal perkutaneus menembus tulang pada bagian proksimal dan distal dari tempat fraktur
dan pin tersebut dihubungkan satu sama lain dengan menggunakan eksternal bars. Teknik
ini terutama atau kebanyakan digunakan untuk fraktur pada tulang tibia, tetapi juga dapat
dilakukan pada tulang femur, humerus dan pelvis. Prinsip dasar dari teknik ini adalah
dengan menggunakan pin yang diletakkan pada bagian proksimal dan distal terhadap
daerah atau zona trauma, kemudian pin-pin tersebut dihubungkan satu sama lain dengan
rangka luar atau eksternal frame atau rigid bars yang berfungsi untuk menstabilisasikan
fraktur. Alat ini dapat digunakan sebagai temporary treatment untuk trauma
muskuloskeletal atau sebagai definitive treatment berdasarkan lokasi dan tipe trauma yang
terjadi pada tulang dan jaringan lunak.Pada pelvis, kompresi oleh fiksasi eksterna dapat
menstabilisasikan pelvis, mengurangi perdarahan, sebagai penatalaksanaan resusitasi awal
dan sebagai definitive treatment pada beberapa trauma . Fiksasi eksterna terutama
digunakan ketika terdapat luka dan trauma pada jaringan lunak yang merupakan
kontraindikasi langsung untuk dilakukan pembedahan terhadap fraktur.

Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada gambar berikut ini :

2. Indikasi
a. Fraktur terbuka grade II dan III
b. Fraktur terbuka yang disertai hilangnya jaringan atau tulang yang parah.
c. Fraktur yang sangat kominutif ( remuk ) dan tidak stabil.
d. Fraktur yang disertai dengan kerusakan pembuluh darah dan saraf.
e. Fraktur pelvis yang tidak bisa diatasi dengan cara lain.
f. Fraktur yang terinfeksi di mana fiksasi internal mungkin tidak cocok. Misal : infeksi
pseudoartrosis ( sendi palsu ).
g. Non union yang memerlukan kompresi dan perpanjangan.
h. Kadang kadang pada fraktur tungkai bawah diabetes melitus.
3. Keuntungan , Kerugian dan Komplikasi Eksternal Fiksasi
A. Keuntungan eksternal fiksasi adalah :
Fiksator ini memberikan kenyamanan bagi pasien , mobilisasi awal da latihan
awal untuk sendi di sekitarnya sehingga komplikasi karena disuse dan imobilisasi
dapat diminimalkan.

B. Kerugian eksternal fiksasi adalah :


a. Pin dan wires dapat menembus jaringan lunak
b. Membatasi pergerakan sendi.
c. Terdapat komplikasi pin-track pada penggunaan fiksasi eksterna yang
lama.
d. Secara mekanis pemasangan pin dan rangka fiksasi sulit dilakukan dan
mudah terjadi infeksi jika teknik pemasangannya tidak benar.
e. Alat-alat pada fiksasi eksterna sangat mahal.
f. Rangka fiksasi dapat terdiri dari beberapa rangkaian sehingga pasien
merasa tidak nyaman dan dengan alasan estetika.
C. Sedangkan komplikasinya adalah :
a. Infeksi di tempat pen ( osteomyelitis ).
b. Kekakuan pembuluh darah dan saraf.
c. Kerusakan periostium yang parah sehingga terjadi delayed
union atau non union .
d. Emboli lemak.
e. Overdistraksi fragmen.
4. Hal hal yang Harus Diperhatikan pada Klien dengan Pemasangan Eksternal
Fiksasi
a.

Persiapan psikologis

Penting sekali mempersiapkan pasien secara psikologis sebelum dipasang fiksator


eksternal Alat ini sangat mengerikan dan terlihat asing bagi pasien. Harus diyakinkan
bahwa ketidaknyamanan karena alat ini sangat ringan dan bahwa mobilisasi awal dapat
diantisipasi untuk menambah penerimaan alat ini, begitu juga keterlibatan pasien pada
perawatan terhadap perawatan fiksator ini.
b.

Pemantauan terhadap kulit, darah, atau pembuluh saraf.

Setelah pemasangan fiksator eksternal , bagian tajam dari fiksator atau pin harus
ditutupi untuk mencegah adanya cedera akibat alat ini. Tiap tempat pemasangan pin dikaji
mengenai adanya kemerahan , keluarnya cairan, nyeri tekan, nyeri dan longgarnya
pin.Perawat harus waspada terhadap potensial masalah karena tekanan terhadap alat ini
terhadap kulit, saraf, atau pembuluh darah.

c.

Pencegahan infeksi

Perawatan pin untuk mencegah infeksi lubang pin harus dilakukan secara rutin. Tidak
boleh ada kerak pada tempat penusukan pin, fiksator harus dijaga kebersihannya. Bila pin
atau klem mengalami pelonggaran , dokter harus diberitahu. Klem pada fiksator eksternal
tidak boleh diubah posisi dan ukurannya.
d.

Latihan isometrik

Latihan isometrik dan aktif dianjurkan dalam batas kerusakan jaringan bisa menahan.
Bila bengkak sudah hilang, pasien dapat dimobilisasi sampai batas cedera di tempat lain.
Pembatasan pembebanan berat badan diberikan untuk meminimalkan pelonggaran puin
ketika terjadi tekanan antara interface pin dan tulang.

5. Terdapat beberapa tipe fiksasi eksterna yaitu ada 4 :


1. Pin fixators : unilateral, bilateral frame, V-shaped dan triangular.
Ring (Wire fixator)
2. Hybrid fixators (wire and pin), adalah tipe fiksasi eksternal yang digunakan untuk
fraktur tertutup pada sendi. Dinamakan hybrid karena terdiri dari wire fixation (3/4
ring fixator) dengan pin fixator (fiksasi unilateral pada bagian diafisis).
3. Pinless external fixators , tujuan utama desain dari pinless fixator adalah untuk
menghindari tembusnya pin kedalam kanalis medularis.
4. Mefisto, merupakan teknik fiksasi eksterna yang baru diperkenalkan dan dirancang
untuk limb lengthening dan bone transport.
6. Metode dan Teknik Pemasangan
A. Metode
Terdapat dua metode yang pada umumnya digunakan untuk meletakkan pin yang
digunakan pada fiksasi eksterna yaitu :
1. Through-and-through, yaitu masing-masing pin dimasukkan melalui kulit dan
menembus fragmen tulang kemudian keluar menembus kulit pada sisi sebelahnya.
2. One-side (Cantilever system), yaitu pin dimasukkan melewati fragmen tulang tetapi

tidak sampai menembus sampai pada sisi sebelah dan menonjol hanya pada salah satu
sisi tubuh.
B. Teknik Pemasangan
1. Teknik pin insertion
Sebelum dilakukan fiksasi, berikan tanda silang pada tempat atau daerah safe Zone
sebagai tempat untuk memasukkan pin dan meminimalkan resiko trauma pada sistem
saraf, pembuluh darah dan tendo.
a) Diafisis
i. Untuk pemasangan pin pada bagian diafisis sangat penting bagi kita
untuk menghindari terjadinya kerusakan pada tulang akibat rasa panas
ii.

yang ditimbulkan pada saat memasukkan pin atau schanz screws.


Untuk memasukkan pin atau schanz screws secara tepat, maka pin
tersebut harus mencapai korteks pada bagian ujungnya tetapi tidak
sampai menembus terlalu jauh. Dan untuk mencapai sasaran yang tepat
maka kita bisa menggunakan ukuran atau dibantu dengan intraoperative

iii.

x-ray.
Jika pin yang dimasukkan tidak mencapai ujung korteks maka
kemungkinan pin yang digunakan agak pendek atau pin yang dimasukkan
menembus bagian lain. Dan dari gambaran x-ray kontrol akan tampak
empty hole pada bagian ujung korteks yang berarti skrup yang
dimasukkan tidak mencapai ujung korteks.

b) Metafisis
i. Untuk pemasangan pada bagian metafisis terdapat hal-hal penting yang
harus diperhatikan pada saat akan memasukkan pin atau schanz screw
yaitu :
Tidak membuat trauma pada pembuluh darah dan nadi.
Tidak meletakkan pin pada sendi.
Menghindari fracture lines.
Menggunakan self-drilling screws pada tulang metafisis.
2. Frame construction

a.Tampak gambaran ilustrasi penatalaksanaan fixator first untuk complex open


fracture.
b. Pada setiap fragment tulang, pin dipasang berdasarkan kondisi jaringan lunak.
c. Hubungkan pin pada rangka atau bar yang memiliki dua pengait untuk mereposisi.
d. Setelah direposisi, kedua bars dihubungkan dengan tube ketiga dan dilakukan tubeto-tube clamps.
e.Tampak pada tulang fibula juga difiksasi untuk menjaga stabilisasi.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
1.

Pengkajian

a.

Pre operasi
Data subyektif
a. Mengeluh takut

Data Obyektif

menjalani operasi

a. Klien tampak gelisah,

b. Mengeluh takut

murung

Masalah
Kecemasan

dipasang alat-alat yang b. Peningkatan denyut nadi


banyak pada tubuh
c. Menyatakan
kekhawatiran
kaki/tangan tidak
berfungsi lagi.
a. Mengeluh sakit dan a. Tampak meringis dan

b.

sulit bergerak pada

memegangi tubuh yang

tubuh yang cedera


Post Operasi

cedera

Data subyektif

Nyeri

Data obyektif
- Ada luka post

Masalah

operasi,terpasang alat fiksasi 1). Resti infeksi


eksterna ( pin, kerangka
portable )
- Mengeluh malu
dengan keadaan tubuh

2) Gangguan citra diri

penuh alat
- Mengeluh tidak bisa

- Klien tampak kesulitan

3) Hambatan mobilitas

bergerak bebas

dalam bergerak.

fisik
4) Defisit pengetahuan
5) Resiko

- Klien mengatakan tidak

penatalaksanaan

tahu cara perawatan alat - Klien selalu menanyakan

regimen terapeutik

yang dipasang

inefektif

kapan alat bisa dibuka.


- Terpasang pin logam dan

fiksator dengan ujung tajam 6) Resiko cedera

2.

Diagnosa Keperawatan

a.

Pre operasi
1)

Kecemasan b/d ancaman integritas biologis sekunder akibat operasi d/d


mengeluh takut operasi, takut dipasang alat, khawatir tangan dan kaki tidak
berfungsi, tampak gelisah dan murung , tachicardi.

2)

Nyeri b/d trauma jaringan dan refleks spasme otot sekunder akibat fraktur
ditandai dengan mengeluh sakit, sulit bergerak, tampak meringis dan
memegangi tubuh yang cedera.

b.

Post operasi
1)

Resti infeksi b/d tempat masuknya organisme sekunder akibat adanya jalur
invasif (pin ).

2)

Gangguan citra tubuh b/d perubahan dalam penampilan sekunder akibat


pemasangan eksternal fiksasi.

3)

Hambatan mobilitas fisik b/d alat eksternal fiksasi.

4)

Defisit pengetahuan b/d kurangnya informasi.

5)

Resiko penatalaksanaan regimen terapeutik inefektif b/d ketidaktahuan tentang


perawatan eksternal fiksasi.

6)

Resiko cedera b/d terpasang alat berujung tajam.

3.

Perencanaan

a.

Prioritas Diagnosa Keperawatan

Pre operasi :
1)

Nyeri b/d trauma jaringan dan refleks spasme otot sekunder akibat fraktur
ditandai dengan mengeluh sakit, sulit bergerak, tampak meringis dan memegangi
tubuh yang cedera

2)

Kecemasan b/d ancaman integritas biologis sekunder akibat operasi d/d


mengeluh takut operasi, takut dipasang alat, khawatir tangan dan kaki tidak
berfungsi, tampak gelisah dan murung , tachicardi.

Post operasi :
1) Resti infeksi b/d tempat masuknya organisme sekunder akibat adanya jalur invasif
(pin ).
2) Resiko cedera b/d terpasang alat berujung tajam
3) Hambatan mobilitas fisik b/d alat eksternal fiksasi
4) Gangguan citra tubuh b/d perubahan dalam penampilan sekunder akibat pemasangan
eksternal fiksasi
5) Resiko penatalaksanaan regimen terapeutik inefektif b/d ketidaktahuan tentang
perawatan eksternal fiksasi
Diagnosa Defisit pengetahuan b/d kurangnya informasi tidak diangkat karena
dengan diatasinya diagnosa ke-5 , mak diagnosa ini juga dapat diatasi.
b.

Rencana Keperawatan

Pre operasi
1) Diagnosa 1
Rencana tujuan :
Setelah diberikan askep selama 124 jam diharapkan keluhan nyeri berkurang.

Rencana tindakan
a. Kaji tingkat nyeri dan intensitas.

Rasionalisasi
a. Mengetahui tingkat nyeri

b. Ajarkan teknik distraksi selama

b. Mengurangi nyeri tanpa tindakan

nyeri akut

invasif

c. Observasi vital sign

c. Tingkat nyeri dapat diketahui dari vital

d. Kolaboratif pemberian obat

sign.

analgesik dan kaji efektivitasnya.


d. Mengatasi nyeri pasien dan menyusun
rencana selanjutnya bila nyeri tidak bisa
diatasi dengan analgesik.
2) Diagnosa 2
Rencana tujuan :
Setelah diberikan tindakan perawatan selama 2 x 30 menit diharapkan kecemasan klien
berkurang
Rencana tindakan
a. Kaji tingkat ansietas

Rasionalisasi
a. Sebagai acuan membuat strategi

b. Beri kenyamanan dan

tindakan.

ketentraman hati, perlihatkan rasa

b. Agar pasien lebih tenang menghadapi

empati.

operasi.

c. Bila ansietas berkurang , beri

c. Bila keadaan klien lebih tenang maka

penjelasan tentang operasi ,

klien akan lebih mudah menerima

pemasangan eksternal fiksasi, serta

penjelasan yang diberikan.

persiapan yang harus dilakukan.

Post operasi
1)

Diagnosa 1

Rencana tujuan :
Setelah diberikan askep selama 1 minggu diharapkan tidak terjadi infeksi
Rencana tindakan
a. Jaga kebersihan di daerah

Rasionalisasi
a. Mencegah kolonisasi kuman.

pemasangan eksternal fiksasi.

b. Mencegah infeksi kuman melalui pin

b. Lakukan perawatan luka secara c. Menemukan tanda-tanda infeksi secara


aseptik di daerah pin.

dini.

c. Observasi vital sign dan tanda- d. Untuk mencegah atau


tanda infeksi sistemik maupun

mengobati infeksi.

lokal ( demam, nyeri, kemerahan,


keluar cairan, pelonggaran pin )
d. Kolaboratif pemberian
antibiotika.
2)

Diagnosa 2

Rencana tujuan : Setelah diberikan askep selama 3 x 24 jam diharapkan


tidak terjadi cedera /trauma akibat alat yang dipasang.

1.

Rencana tindakan
Tutup ujung-ujung pin atau

fiksator yang tajam


2.

Beri penjelasan pada klien

agar berhati hati dengan alat yang

1.

Rasionalisasi
Mencegah cedera akibat alat yang

tajam
2.

Agar pasien mengantisipasi

gerakan untuk mencegah cedera.

terpasang

3)

Diagnosa 3

Rencana tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selam 3 x 24 jam diharapkan klien mampu
memperlihatkan kemampuan mobilitas.
1.

Rencana Tindakan
Latih bagian tubuh yang

sehat dengan latihan ROM


b. Bila bengkak pada daerah

Rasionalisasi
a. Mencegah terjadinya atrofi disuse .
b. Membantu meningkatkan kekuatan
c. Mempercepat kemampuan klien untuk

pemasangan eksternal fiksasi

mandiri serta meningkatkan rasa percaya

sudah berkurang, latih pasien

diri klien.

untuk latihan isometrik di daerah


tersebut.
2.

Latih pasien menggunakan

alat bantu jalan

Anda mungkin juga menyukai