Cara
Pemeriksaan
Neurologi
Anamnesis
Anamnesis yang baik membawa kita menempuh setengah jalan ke arah diagnosis yang tepat.
Terdapat dua pola anamnesis, yaitu:
a. Pasien dibiarkan secara bebas mengemukakan semua keluhan serta kelainan yang
dideritanya.
b. Pemeriksa ( dokter ) membimbing pasien mengemukakan keluhannya atau
kelainannya dengan jalan mengajukan pertanyaan tertuju.
1) Keluhan utama yaitu keluhan yang mendorong pasien datang berobat ke
dokter.
2) Kemudian ditelusuri tiap keluhan dengan mencari riwayat penyakit yang
sedang dideritanya.
3) Kapan mulai timbul.
4) Krononologi timbulnya gejala.
5) Perjalanan penyakit.
CARA PEMERIKSAAN KESADARAN
Pemeriksaan kesadaran dapat dinyatakan secara kuantitatif maupun kualitatif.
Cara Pemeriksaan Kuantitatif (Glasgow Coma Scale)
a. Membuka Mata (Eye).
b. Respon Bicara (Verbal).
c. Respon Gerakan (Motoric).
TAMPAKAN
SKALA
NILAI
EYE OPENING
SPONTAN
DIPANGGIL
RANGSANG NYERI
TAMPAKAN
SKALA
NILAI
VERBAL RESPONSE
ORIENTASI BAIK
JAWABAN KACAU
TIDAK BERSUARA
SESUAI PERINTAH
LOKALISASI NYERI
FLEKSI
EKSTENSI
Brainstem Reflex
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Positif
Negatif
2
2
2
1
1
1
2
2
2
1
1
1
Interpretasi :
Nilai minimum : 6
Nilai maksimum : 12 ( nilai / skor makin tinggi makin baik )
2. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya,
sikapnya acuh tak acuh.
3. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriakteriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
4. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang
lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah
dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.
5. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap
nyeri.
6. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap
rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga
tidak ada respon pupil terhadap cahaya).
CARA PEMERIKSAAN RANGSANG MENINGEAL
Kaku Kuduk
Untuk memeriksa kaku kuduk dapat dilakukan sbb:
1. Tangan pemeriksa ditempatkan dibawah kepala pasien yang sedang berbaring,
kemudian kepala ditekukan (fleksi) dan diusahakan agar dagu mencapai dada.
2. Selama penekukan diperhatikan adanya tahanan. Bila terdapat kaku kuduk kita
dapatkan tahanan dan dagu tidak dapat mencapai dada. Kaku kuduk dapat bersifat
ringan atau berat.
Identifikasi:
1. Pasien diberitahu bahwa daya penciumannya hendak diperiksa.
2. Tutup mata pasien.
3. Pasien mengidenfikasi apa yang tercium olehnya bila suatu zat di dekatkan pada
lubang hidungnya.
Interpretasi :
Normal Hiperosmia
Anosmia Parosmia
Hiposmia Kakosmia
Halusinasi olfactorik
Tabel Snellen
1. Pasien berdiri 6 m dari kartu snellen.
2. Mata kiri ditutup dengan tangan kiri dan visus mata kanan diperiksa.
3. Dengan mata kanannya membaca huruf-huruf dalam tabel snellen.
4. Begitu juga sebaliknya untuk mata kiri.
Interpretasi
Visus normal : 6/6
x: jarak penderita dg snellen
y: jarak dimana orang normal dapat melihat tulisan dalam snellen
Jari-jari Tangan
1. Visus pasien menurun < 6/60,visus diperiksa dengan menghitung jari-jari.
2. Pasien memberitahukan berapa jari dokter yang diperlihatkan kepadanya.
3. Jika sejauh 6 m tidak terlihat, jarak diperpendek sampai dapat dilihat.
Interpretasi
Normal:menghitung jari tangan jarak 60 m, jika hanya dapat menghitung jari-jari
tangan dari jarak 5 m visus: 5/60
Gerakan Tangan
1. Pasien menentukan arah gerakan tangan pemeriksaan.
2. Jarak pasien dapat menentukan arah gerakan tangan pemeriksa dengan jelas.
Interpretasi
Lampu / Cahaya
1. Memakai rangsangan cahaya.
2. Mata pasien disinari dengan cahaya lampu pasien disuruh menentukan gelap atau
terang.
Interpretasi
Normal : jarak tak terhingga
Jika dapat melihat cahaya dari jarak 1 m visus 1/~.
Cahaya tidak dilihatvisus: nol (nol light perseption)
PEMERIKSAAN DAN INTERPRETASI
Pengenalan warna
Pemeriksaan
1. Menggunakan kartu test ishihara dan stiling / benang wol berwarna.
2. Pasien membaca angka berwarna dalam kartu ishihara atau stiling
3. Mengambil wol yang berwarna sesuai perintah.
Interpretasi
Normal
Buta Warna
Pemeriksaan Funduskopi
1. Pemeriksa memegang oftalmaskop dengan tangan kanan.
2. Tangan kiri pemeriksa memfiksasi dahi pasien.
3. Pemeriksa menyandarkan dahinya pada darsum manus tangan kiri yang memegang
dahi pasien.
4. Mata kanan pasien diperiksa dengan mata kanan pemeriksa, begitu sebaliknya.
5. Pemeriksa menilai retina dan papil nervi optisi.
Oftalmoskop
Interpretasi Funduskopi
Pemeriksaan funduskopi
Gambaran retina
Normal :
a. Latar belakang: merah keoranye-oranyean
b. Papil nervi optisi: lebih muda
c. Pembuluh darah berpangkal pada pusat papil memancarkan cabang-cabangnya ke
seluruh retina
d. Arteri berwarna jernih dan vena berwarna merah tua.
e. Reflek sinar hanya tampak pada arteri
f. Vena berukuran lebih besar dan tampak berkelak-kelok dibandingkan arteri
g. Tampak pulsasi pada pangkal vena besar (di papil) dan penekanan bola mata
pulsasi lebih jelas
Gambaran Nervi Optisi
Normal : bentuk lonjong, warna jingga muda, bagian temporal, sedikit pucat, batas
tegas, bagian nasal agak kabur, fisiologik cupping, vena : arteri 3 : 2
Gambar 5. Multipel cotton wool spot (panah putih) dan perdarahan retina (panah
hitam) dan papiledema
Pemeriksaan
1. Kedudukan mata kiri dan kanan semetris/tidak
2. Strabismus, deviasio conjugee, krisis akulogirik
3. Eksoptalmus / endoftalmus
Interpretasi
Normal : Kedudukan bola mata simetris
Kelainan : Stabismus, deviatio conjugee, krisis okulogirik, eksoptalmus / endoftalmus
B. Observasi celah kelopak mata
Pemeriksaan :
1. Penderita memandang lurus kedepan
2. Perhatikan kedudukan kelopak mata terhadap pupil & iris.
Interpretasi
Normal : simetris kanan-kiri
Kelainan :
a. Celah kelopak mata menyempit ptosis enoftalmus & blefarospasmus
b. Celah kelopak mata melebar eksoftalmus & proptosis
2.
Interpretasi
Normal :
a. Bentuk pupil : bulat regular
b. Ukuran pupil : 2 mm 5 mm
c.
d.
e.
f.
g.
Kelainan :
a. Pinpoint pupil ( keadaan pupil dimana kurang dari 0,0079 inchi pada pencahayaan
yang normal. Beberapa kondisi medis yang dapat menyebabkan pinpoint pupil adalah
stroke, trauma kepala, keracunan obat).
b. Bentuk ireguler
c. Anisokor dengan kelainan reflek cahaya
d. Pupil adie (pupil tonik)
Terjadi respon cahaya yang terganggu dan respons akomodasi yang normal dan
dilatasi yang lambat setelah akomodasi. Pupil tonik sangat sensitif terhadap
parasimpatomimetik topical (methacholie 2,5%, pilocarpine). Konstriksi pupil lebih
hebat pada pupil tonik dibandingkan mata normal dan dapat mengakibatkan nyeri
karena spasme M.siliaris. Etiologi tidak diketahui. Beberapa kondisi yang
menyebabkan pupil tonik antara lain, herpes zooster, varicella arteri, tis temporalis,
sifilis
e. Pupil marcus gunn (dalam keadaan tertentu terjadi dilatasi parodoksikal pada pupil
yang terkena cahaya. hal ini berhubungan dengan kerusakan cabang aferen pada mata
yang disinari. Contohnya adalah pada mata buta, bila cahaya diarahkan ke mata
tersebut, maka tidak ada impuls yang diterima retina (aferen) dan pupil mata buta
tidak akan konstriksi, ia akan berdilatasi. Penyakit N.optikus unilateral atau bilateral
dimana terkenanya kedua saraf tidak sama beratnya, penyakit retina, ambliopia,
gangguan traktus optikus bila menyebabkan gangguan lapang pandang yang satu
lebih berat dari yang lain.
Jaras eferen yang terkena adalah antara fraktus optikus danNc.Edinger Westphal.
Contohnya pada pasien dengan sifilis tertier yang mengenai susunan saraf pusat.
Gejala:
o Pupil besar, sering ireguler
o Tidak bereaksi terhadap cahaya tetapi bereaksi terhadap akomodasi
o Sering disertai iris atrofi
1. Suara Bisik
Pemeriksaan:
Uji berbisik dilakukan di ruang yang cukup tenang, dengan panjang 6 meter.
Pemeriksa duduk ke samping, telinga yang akan diperiksa ke ruang yang 6 meter itu,
sedangkan telinga yang sebelah lagi ditutup dengan jarinya.Pemeriksa mengucapkan
kata yang terdiri dari 2 suku kata, diucapkan secara berbisik pada akhir ekspirasi.
Pasien harus mengulangi apa yang disebut pemeriksa. Dimulai sejak jarak 6 meter,
makin lama pemeriksa makin mendekat, sampai pasien dapat menyebut kata dengan
benar. Hasil uji berbisik orang normal ialah 5/6 6/6.
2. Uji garputala
a. Rinne, yaitu : membandingkan hantaran udara dengan hantaran tulang.
Pemeriksaan :
Garputala digetarkan, lalu diletakkan pada tulang di belakang telinga dengan demikian
getaran melalui tulang akan sampai ke telinga dalam. Apabila pasien tidak mendengar bunyi
dari garputala yang digetrakan itu, maka garputala dipindahkan ke depan liang telinga, kirakira 2,5 cm jaraknya dari liang telinga. Hantaran disini ialah hantaran melalui udara. Pada
pasien yang pendengarannya masih baik, maka hantaran melalui udara lebih baik dari
hantaran melalui tulang. Jadi garputala yang tadi diletakkan di tulang telinga belakang telinga
tidak terdengar lagi, ketika dipegang di dekat liang telinga akan terdengar lagi, disebut uji
rinne positif.
Pemeriksaan :
1. Getarkan garputala dan tempatkan diatas calvaria penderita.
2. Tanyakan kepada penderita ke telinga mana suara garputala terdengar lebih keras.
Interpretasi :
B. N.Vestibularis
Pemeriksaan keseimbangan :
1. Uji Romberg (pasien berdiri dengan kaki rapat dan lengan di samping badan, awalnya
dengan mata terbuka, kemudian mata tertutup selama 20-30 detik).
2. Jalan ditempat dengan mata tertutup
3. Mengerak-gerakkan kedua anggota bagian atas, keatas, kebawah dengan mata tertutup
Interpretasi :
a. Romberg + tidak mampu mempertahankan cara berdiri, meregangkan kaki untuk
mempertahankan cara berdiri.
b. Jalan berubah arah kesisi labirin yang rusak
c. Deviasi kearah labirin yang rusak
Nervus Glosofaringeus & Nervus Vagus ( N IX & N X )
1. Pemeriksaan Fungsi Motorik
A. INSPEKSI LENGKUNG LANGIT-LANGIT
1) Minta penderita membuka mulut & suruh ucapkan Ah,Ah
2) Perhatikan lengkung langit-langit dan posisi uvula
Interpretasi :
Normal : Simetris lengkung langit-langit
Kelainan :
a. Lengkung langit-langit yang sehat bergerak keatas
b. Lengkung langit-langit yang lumpu tertinggal.
B. Pemeriksaan fungsi menelan
1) Minta penderita minum air
2) Perhatikan mampu minum air atau air masuk ke hidung
Interpretasi:
Normal : mampu minum air dengan baik.
Kelainan : air akan masuk ke hidung pada lesi n.IX bilateral
C. Pemeriksaan Fonasi suara
Minta penderita mengucapkan a.a.a.a.a.
Interpretasi :
Normal
Gangguan fonasi suara sangau
2.Pemeriksaan fungsi parasimpatis
Inspeksi sekresi kelenjar ludah
Interpretasi :
Normal
Kelainan : sekresi kelenjar ludah
A. Reflek muntah
Sentuh bagian atas faring/palatum molle
Interpretasi :
Reflek muntah +/ -
Interpretasi :
Normal : simetris
Kelainan : Asimetris, kelemahan pada bahu yang sakit
a.normal
b.kelainan
Gerakan volunter
Mengangkat kedua tangan dan bahu
Fleksi dan extensi artikulus kubiti
Mengepal dan membuka jari tangan
Mengangkat kedua tungkai pada sendi panggul
Fleksi dan ekstansi artikulus genu
Plantar fleksi dan dorsal fleksi plantar kaki
Gerakan jari-jari kaki
3.
a.
b.
c.
d.
Palpasi otot
Pengukuran besar otot
Nyeri tekan
Kontraktur
Konsistensi ( kekenyalan )
b. Menguji sensai panas dan dingin: dengan menggunakan dua tabung tes, satu berisi air
panas dan satu air dingin, sentuh kulit dengan tabung tersebut minta pasien untuk
mengidentifikasi sensasi panas atau dingin.
c. Sentuhan ringan : dengan menggunakan bola kapas atau lidi kapas, beri sentuhan
ringan ujung kapas pada titik-titik berbeda sepanjang permukaan kulit. Minta pasien
untuk bersuara jika merasakan sensasi.
d. Vibrasi/getaran : dengan garputala, tempelkan batang garpu tala yang sedang bergetar
di bagian distal sendi interfalang dari jari dan sendi interfalang dari ibu jari kaki, siku,
dan pergelangan tangan. Minta pasien untuk bersuara pada saat di rasakan vibrasi.
PEMERIKSAAN REFLEKS
1.Refleks superficial
Refleks dinding perut
Stimulus : Goresan dinding perut daerah epigastrik, supraumbilical, infra Umbilical dari
lateral ke medial.
Respons : kontraksi dinding perut
Afferent :
1. n. intercostal T 5 7 ( epigastrik )
2. n. intercostal T 7 9 ( supra umbilical )
3. n. intercostal T 9 11 ( umbilica )
4. n. intercostal T 11 L 1 ( infra umbilical )
5. n. iliohypogastricus
6. n. ilioinguinalis
Efferent : idem
Refleks cremaster
Stimulus : goresan pada kulit paha sebelah medial dari atas ke bawah
Respons : elevasi testis Ipsilateral
Afferent : n. ilioinguinal ( L 1-2 )
Efferent : n. genitofemoralis
2.Refleks fisiologis ( tendon / periosteum )
Refleks biseps (BPR)
Stimulus : ketokan pada jari pemeriksa yang ditempatkan pada tendon biseps brachii, posisi
lengan setengah ditekuk pada sendi siku.
Respons : fleksi lengan pada sendi siku
Afferent : n. musculucutaneus ( c 5-6 )
Efferenst : idem
Klonus lutut
Stimulus : pegang dan dorong os patella ke arah distal
Respons : kontraksi reflektorik m. quadriceps femoris selama stimulus berlangsung.
Klonus kaki
Stimulus : dorsofleksikan kaki secara maksimal, posisi tungkai fleksi di sendi lutut.
Respons : kontraksi reflektorik otot betis selama stimulus berlangsung.
3.Refleks patologis
Babinski
Stimulus : penggoresan telapak kaki bagian lateral dari posterior ke anterior.
Respons : ekstensi ibu jari kaki dan pengembangan (fanning) jari jari kaki.
Chaddock
Stimulus : penggoresan kulit dorsum pedis bagian lateral, sekitar malleolus lateralis dari
posterior ke anterior.
Respons : seperti babinski
Oppenheim