Anda di halaman 1dari 32

1

Cara
Pemeriksaan
Neurologi

CARA PEMERIKSAAN NEUROLOGI


1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Cara pemeriksaan anamnesis.


Cara pemeriksaan kesadaran.
Cara pemeriksaan rangsang meningeal.
Cara pemeriksaan saraf kranialis.
Cara pemeriksaan sistem motorik.
Cara pemeriksaan sistem sensorik.
Cara pemeriksaan refleks.

Anamnesis
Anamnesis yang baik membawa kita menempuh setengah jalan ke arah diagnosis yang tepat.
Terdapat dua pola anamnesis, yaitu:
a. Pasien dibiarkan secara bebas mengemukakan semua keluhan serta kelainan yang
dideritanya.
b. Pemeriksa ( dokter ) membimbing pasien mengemukakan keluhannya atau
kelainannya dengan jalan mengajukan pertanyaan tertuju.
1) Keluhan utama yaitu keluhan yang mendorong pasien datang berobat ke
dokter.
2) Kemudian ditelusuri tiap keluhan dengan mencari riwayat penyakit yang
sedang dideritanya.
3) Kapan mulai timbul.
4) Krononologi timbulnya gejala.
5) Perjalanan penyakit.
CARA PEMERIKSAAN KESADARAN
Pemeriksaan kesadaran dapat dinyatakan secara kuantitatif maupun kualitatif.
Cara Pemeriksaan Kuantitatif (Glasgow Coma Scale)
a. Membuka Mata (Eye).
b. Respon Bicara (Verbal).
c. Respon Gerakan (Motoric).

Penilaian Glasgow Coma Scale (GCS)

TAMPAKAN

SKALA

NILAI

EYE OPENING

SPONTAN

DIPANGGIL

RANGSANG NYERI

TIDAK ADA RESPON

Penilaian Glasgow Coma Scale (GCS)

TAMPAKAN

SKALA

NILAI

VERBAL RESPONSE

ORIENTASI BAIK

JAWABAN KACAU

KATA KATA TIDAK PATUT

BUNYI TAK BERARTI

TIDAK BERSUARA

Penilaian Glasgow Coma Scale (GCS)


MOTOR RESPON

SESUAI PERINTAH

LOKALISASI NYERI

REAKSI PADA NYERI

FLEKSI

EKSTENSI

TIDAK ADA RESPON

Setelah dilakukan scoring maka dapat diambil kesimpulan :


(Compos Mentis(GCS: 15-14) / Apatis (GCS: 13-12) / Somnolen(11-10) / Delirium (GCS: 97)/ Stupor (GCS: 6-4) / Coma (GCS: 3))

CARA PEMERIKSAAN KESADARAN


PITTSBURGH BRAIN STEM SCORE.

Brainstem Reflex
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Refleks bulu mata kedua sisi


Refleks kornea kedua sisi
Dolls eye movement/ice water calories kedua
sisi
Reaksi pupil kanan terhadap cahaya
Reaksi pupil kiri terhadap cahaya
Refleks muntah atau batuk

Positif

Negatif

2
2
2

1
1
1

2
2
2

1
1
1

Interpretasi :
Nilai minimum : 6
Nilai maksimum : 12 ( nilai / skor makin tinggi makin baik )

CARA PEMERIKSAAN KUALITATIF


1. Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat
menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.

2. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya,
sikapnya acuh tak acuh.
3. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriakteriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
4. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang
lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah
dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.
5. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap
nyeri.
6. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap
rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga
tidak ada respon pupil terhadap cahaya).
CARA PEMERIKSAAN RANGSANG MENINGEAL
Kaku Kuduk
Untuk memeriksa kaku kuduk dapat dilakukan sbb:
1. Tangan pemeriksa ditempatkan dibawah kepala pasien yang sedang berbaring,
kemudian kepala ditekukan (fleksi) dan diusahakan agar dagu mencapai dada.
2. Selama penekukan diperhatikan adanya tahanan. Bila terdapat kaku kuduk kita
dapatkan tahanan dan dagu tidak dapat mencapai dada. Kaku kuduk dapat bersifat
ringan atau berat.

CARA PEMERIKSAAN RANGSANG MENINGEAL


BRUDZINSKI SIGN.
Ini meliputi :
1. Tanda leher menurut Brudzinski
2. Tanda tungkai kontralateral menurut Brudzinski

3. Tanda pipi menurut Brudzinski


4. Tanda simfisis pubis menurut Brudzinski dan istilah ini sering disalahpahamkan
dengan Tanda Brudzinski 1 ( Brudzinskis neck sign), Tanda Brudzinski 2
(Brudzinskis contralateral legsign) dan seterusnya.

CARA PEMERIKSAAN RANGSANG MENINGEAL


Tanda tungkai kontra lateral menurutBrudzinski.
1. Pasien berbaring terlentang. Tungkai yang akan dirangsang difleksikan pada sendi
lutut, kemudian tungkai atas diekstensikan pada sendi panggul.
2. Bila timbul gerakan secara reflektorik berupa fleksi tungkai kontralateral pada sendi
lutut dan panggul ini menandakan test ini postif.

CARA PEMERIKSAAN RANGSANG MENINGEAL


Tanda pipi menurut Brudzinski.
Penekanan pada pipi kedua sisi tepat dibawah os zygomaticus akan disusul oleh gerakan
fleksi secara reflektorik dikedua siku dengan gerakan reflektorik keatas sejenak dari kedua
lengan.
CARA PEMERIKSAAN RANGSANG MENINGEAL
Tanda simfisis pubis menurut Brudzinski.
Penekanan pada simfisis pubis akan disusul oleh timbulnya gerakan fleksi secara reflektorik
pada kedua tungkai disendi lutut dan panggul.
CARA PEMERIKSAAN RANGSANG MENINGEAL
Tanda Kernig
Pasien yang sedang berbaring difleksikan pahanya pada persendian panggul sampai membuat
sudut 90. Setelah itu tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut sampai membentuk
sudut lebih dari 135 terhadap paha. Bila teradapat tahanan dan rasa nyeri sebelum atau
kurang dari sudut 135, maka dikatakan Kernig sign positif.

CARA PEMERIKSAAN RANGSANG MENINGEAL


Tanda Lasegue.
1. Untuk pemeriksaan ini dilakukan pada pasien yang berbaring lalu kedua tungkai
diluruskan (diekstensikan), kemudian satu tungkai diangkat lurus, dibengkokkan (
fleksi ) persendian panggulnya. Tungkai yang satu lagi harus selalu berada dalam
keadaan ekstensi ( lurus ).
2. Pada keadaan normal dapat dicapai sudut 70 derajat sebelum timbul rasa sakit dan
tahanan. Bila sudah timbul rasa sakit dan tahanan sebelum mencapai 70 derajat maka
disebut tanda Lasegue positif. Namun pada pasien yang sudah lanjut usianya diambil
patokan 60 derajat.

CARA PEMERIKSAAN SARAF KRANIALIS (N I)


Persiapan : Pasien harus sadar & kooperatif
Bahan: kopi, teh, tembakau, jeruk peppermint, kamper
Pemeriksaan :
1. Subyektif : Keluhan pasien
2. Obyektif
Inspeksi

Periksa kedua lubang hidung


Yakinkan jalan pernafasan & mukosa baik.

Identifikasi:
1. Pasien diberitahu bahwa daya penciumannya hendak diperiksa.
2. Tutup mata pasien.
3. Pasien mengidenfikasi apa yang tercium olehnya bila suatu zat di dekatkan pada
lubang hidungnya.
Interpretasi :
Normal Hiperosmia
Anosmia Parosmia
Hiposmia Kakosmia
Halusinasi olfactorik

CARA PEMERIKSAAN SARAF


NERVUS OPTIKUS ( N II )
Pemeriksaan nervus optikus :
1. Pemeriksaan tajam pengelihatan.
2. Pemeriksaan pengenalan warna.
3. Pemeriksaan medan (lapangan) penglihatan.
4. Pemeriksaan fundus (funduskopi).
PEMERIKSAAN & INTERPRETASI TAJAM
PENGLIHATAN
Persiapan : Yakinkan tidak ada gangguan visus ok penyakit mata.

Tabel Snellen
1. Pasien berdiri 6 m dari kartu snellen.
2. Mata kiri ditutup dengan tangan kiri dan visus mata kanan diperiksa.
3. Dengan mata kanannya membaca huruf-huruf dalam tabel snellen.
4. Begitu juga sebaliknya untuk mata kiri.
Interpretasi
Visus normal : 6/6
x: jarak penderita dg snellen
y: jarak dimana orang normal dapat melihat tulisan dalam snellen

Jari-jari Tangan
1. Visus pasien menurun < 6/60,visus diperiksa dengan menghitung jari-jari.
2. Pasien memberitahukan berapa jari dokter yang diperlihatkan kepadanya.
3. Jika sejauh 6 m tidak terlihat, jarak diperpendek sampai dapat dilihat.

Interpretasi
Normal:menghitung jari tangan jarak 60 m, jika hanya dapat menghitung jari-jari
tangan dari jarak 5 m visus: 5/60
Gerakan Tangan
1. Pasien menentukan arah gerakan tangan pemeriksaan.
2. Jarak pasien dapat menentukan arah gerakan tangan pemeriksa dengan jelas.
Interpretasi

Normal : gerakan tangan dari jarak 300 m


Hanya melihat arah gerakan tangan dari 3 mvisus 3/300

Lampu / Cahaya
1. Memakai rangsangan cahaya.
2. Mata pasien disinari dengan cahaya lampu pasien disuruh menentukan gelap atau
terang.
Interpretasi
Normal : jarak tak terhingga
Jika dapat melihat cahaya dari jarak 1 m visus 1/~.
Cahaya tidak dilihatvisus: nol (nol light perseption)
PEMERIKSAAN DAN INTERPRETASI
Pengenalan warna
Pemeriksaan
1. Menggunakan kartu test ishihara dan stiling / benang wol berwarna.
2. Pasien membaca angka berwarna dalam kartu ishihara atau stiling
3. Mengambil wol yang berwarna sesuai perintah.
Interpretasi
Normal
Buta Warna

Kartu Tes Ishihara

PEMERIKSAAN DAN INTERPRETASI


Medan pengelihatan
Metode test :
1. Tanpa alat : test konfrontasi
2. Dengan alat : test kampimeter dan test perimeter.
Persiapan :
1. Pasien kooperatif.
2. Pasien diberi penjelasan test yang akan dilakukan.
Test Kampimeter & Test Perimeter
1. Papan hitam diletakan di depan pasien jarak 1 atau 2 m.
2. Benda penguji (test objek) berupa bundaran kecil berdiameter 1-3 mm.
3. Mata pasien difiksasi di tengah & benda penguji digerakan dari perifer ke tengah dari
segala jurusan.

Pemeriksaan Funduskopi
1. Pemeriksa memegang oftalmaskop dengan tangan kanan.
2. Tangan kiri pemeriksa memfiksasi dahi pasien.
3. Pemeriksa menyandarkan dahinya pada darsum manus tangan kiri yang memegang
dahi pasien.
4. Mata kanan pasien diperiksa dengan mata kanan pemeriksa, begitu sebaliknya.
5. Pemeriksa menilai retina dan papil nervi optisi.

Oftalmoskop

Interpretasi Funduskopi

Pemeriksaan funduskopi

Gambaran retina

Normal :
a. Latar belakang: merah keoranye-oranyean
b. Papil nervi optisi: lebih muda
c. Pembuluh darah berpangkal pada pusat papil memancarkan cabang-cabangnya ke
seluruh retina
d. Arteri berwarna jernih dan vena berwarna merah tua.
e. Reflek sinar hanya tampak pada arteri
f. Vena berukuran lebih besar dan tampak berkelak-kelok dibandingkan arteri
g. Tampak pulsasi pada pangkal vena besar (di papil) dan penekanan bola mata
pulsasi lebih jelas
Gambaran Nervi Optisi
Normal : bentuk lonjong, warna jingga muda, bagian temporal, sedikit pucat, batas
tegas, bagian nasal agak kabur, fisiologik cupping, vena : arteri 3 : 2

Gambar1. Retina normal

Gambar2. Retina pada penderita diabetes

Gambar 3. Mild Hypertensive Retinopathy. Nicking AV (panah putih) dan


penyempitan focal arterioler (panah hitam) (A). Terlihat AV nickhing (panah hitam)
dan gambaran copper wiring pada arterioles (panah putih) (B)

Gambar 4. Moderate Hypertensive Retinopathy. AV nicking (panah putih) dan cotton


wool spot (panah hitam) (A). Perdarahan retina (panah hitam) dan gambaran cotton
wool spot (panah putih) (B)

Gambar 5. Multipel cotton wool spot (panah putih) dan perdarahan retina (panah
hitam) dan papiledema

Gambar 6. Normal Tension Glaucoma


Saraf Otak III, IV, VI
Pemeriksaan nervi III,IV,VI:
1. Inspeksi saat istirahat :
a. Kedudukan bola mata
b. Observasi celah kelopak mata
2. Inspeksi saat bergerak :
a. Observasi gerakan mata sesuai perintah
3. Pemeriksaan fungsi & reaksi pupil
1.

Inspeksi saat istirahat


A. Kedudukan bola mata

Pemeriksaan
1. Kedudukan mata kiri dan kanan semetris/tidak
2. Strabismus, deviasio conjugee, krisis akulogirik
3. Eksoptalmus / endoftalmus
Interpretasi
Normal : Kedudukan bola mata simetris
Kelainan : Stabismus, deviatio conjugee, krisis okulogirik, eksoptalmus / endoftalmus
B. Observasi celah kelopak mata
Pemeriksaan :
1. Penderita memandang lurus kedepan
2. Perhatikan kedudukan kelopak mata terhadap pupil & iris.
Interpretasi
Normal : simetris kanan-kiri
Kelainan :
a. Celah kelopak mata menyempit ptosis enoftalmus & blefarospasmus
b. Celah kelopak mata melebar eksoftalmus & proptosis
2.

Pemeriksaan gerakan bola mata


a. Penilaian gerakan monocular
b. Penilaian gerakan kedua bola mata atas perintah

c. Penilaian gerakan bola mata mengikuti obyek bergerak


d. Pemeriksaan gerakan konjungat reflektorik (dolls eye movement)

3. Pemeriksaan & Interpretasi


Pupil-Reaksi pupil
Pemeriksaan :
a. Observasi bentuk, ukuran pupil & posisi pupil
b. Perbandingan pupil kanan dan kiri
c. Pemeriksaan reflek pupil
d. Reflek cahaya langsung
e. Reflek cahaya tidak langsung atau konsensuil
f. Reflek pupil akomodatif / reflek pupil konvergensi

Interpretasi
Normal :
a. Bentuk pupil : bulat regular
b. Ukuran pupil : 2 mm 5 mm

c.
d.
e.
f.
g.

Posisi pupil : ditengah-tengah


Isokor
Reflek cahaya langsung (+) reaksi pupil pada mata yang disinari secara langsung.
Reflek cahaya konsensuil (+) reaksi pupil pada mata sebelahnya.
Reflek akomodasi/konvergensi (+)

Kelainan :
a. Pinpoint pupil ( keadaan pupil dimana kurang dari 0,0079 inchi pada pencahayaan
yang normal. Beberapa kondisi medis yang dapat menyebabkan pinpoint pupil adalah
stroke, trauma kepala, keracunan obat).

b. Bentuk ireguler
c. Anisokor dengan kelainan reflek cahaya
d. Pupil adie (pupil tonik)
Terjadi respon cahaya yang terganggu dan respons akomodasi yang normal dan
dilatasi yang lambat setelah akomodasi. Pupil tonik sangat sensitif terhadap
parasimpatomimetik topical (methacholie 2,5%, pilocarpine). Konstriksi pupil lebih
hebat pada pupil tonik dibandingkan mata normal dan dapat mengakibatkan nyeri
karena spasme M.siliaris. Etiologi tidak diketahui. Beberapa kondisi yang
menyebabkan pupil tonik antara lain, herpes zooster, varicella arteri, tis temporalis,
sifilis
e. Pupil marcus gunn (dalam keadaan tertentu terjadi dilatasi parodoksikal pada pupil
yang terkena cahaya. hal ini berhubungan dengan kerusakan cabang aferen pada mata
yang disinari. Contohnya adalah pada mata buta, bila cahaya diarahkan ke mata
tersebut, maka tidak ada impuls yang diterima retina (aferen) dan pupil mata buta
tidak akan konstriksi, ia akan berdilatasi. Penyakit N.optikus unilateral atau bilateral
dimana terkenanya kedua saraf tidak sama beratnya, penyakit retina, ambliopia,
gangguan traktus optikus bila menyebabkan gangguan lapang pandang yang satu
lebih berat dari yang lain.

Marcus Gunn Pupil (Relative Afferent Pupillary Defect)


f. Pupil midriasis

g. Pupil argyll Robertson

Jaras eferen yang terkena adalah antara fraktus optikus danNc.Edinger Westphal.
Contohnya pada pasien dengan sifilis tertier yang mengenai susunan saraf pusat.
Gejala:
o Pupil besar, sering ireguler
o Tidak bereaksi terhadap cahaya tetapi bereaksi terhadap akomodasi
o Sering disertai iris atrofi

N. Kokhlearis dan N. Vestibularis (N VIII)


A. N.Kokhelaris (N. Akustikus)

1. Suara Bisik
Pemeriksaan:
Uji berbisik dilakukan di ruang yang cukup tenang, dengan panjang 6 meter.
Pemeriksa duduk ke samping, telinga yang akan diperiksa ke ruang yang 6 meter itu,
sedangkan telinga yang sebelah lagi ditutup dengan jarinya.Pemeriksa mengucapkan
kata yang terdiri dari 2 suku kata, diucapkan secara berbisik pada akhir ekspirasi.
Pasien harus mengulangi apa yang disebut pemeriksa. Dimulai sejak jarak 6 meter,
makin lama pemeriksa makin mendekat, sampai pasien dapat menyebut kata dengan
benar. Hasil uji berbisik orang normal ialah 5/6 6/6.

2. Uji garputala
a. Rinne, yaitu : membandingkan hantaran udara dengan hantaran tulang.
Pemeriksaan :
Garputala digetarkan, lalu diletakkan pada tulang di belakang telinga dengan demikian
getaran melalui tulang akan sampai ke telinga dalam. Apabila pasien tidak mendengar bunyi
dari garputala yang digetrakan itu, maka garputala dipindahkan ke depan liang telinga, kirakira 2,5 cm jaraknya dari liang telinga. Hantaran disini ialah hantaran melalui udara. Pada
pasien yang pendengarannya masih baik, maka hantaran melalui udara lebih baik dari
hantaran melalui tulang. Jadi garputala yang tadi diletakkan di tulang telinga belakang telinga
tidak terdengar lagi, ketika dipegang di dekat liang telinga akan terdengar lagi, disebut uji
rinne positif.

b. Schwabach, yaitu: membandingkan hantaran tulang pasien dengan pemeriksa yang


pendengarannya normal.
Pemeriksaan :
1. Getarkan garputala,tempelkan pada proc.mastoideus penderita
2. Jika suara garputala tidak didengar lagi oleh penderita, pindahkan ke proc.mastoideus
pemeriksa.
Interpretasi :
Schwabach normal apabila bunyi sudah tidak terdengar oleh pemeriksa.
Schwabach memendek apabila pemeriksa masih dapat mendengar bunyi.

c. Weber, yaitu: membandingkan hantaran tulang telinga kanan dan kiri.

Pemeriksaan :
1. Getarkan garputala dan tempatkan diatas calvaria penderita.
2. Tanyakan kepada penderita ke telinga mana suara garputala terdengar lebih keras.
Interpretasi :

B. N.Vestibularis
Pemeriksaan keseimbangan :
1. Uji Romberg (pasien berdiri dengan kaki rapat dan lengan di samping badan, awalnya
dengan mata terbuka, kemudian mata tertutup selama 20-30 detik).
2. Jalan ditempat dengan mata tertutup
3. Mengerak-gerakkan kedua anggota bagian atas, keatas, kebawah dengan mata tertutup
Interpretasi :
a. Romberg + tidak mampu mempertahankan cara berdiri, meregangkan kaki untuk
mempertahankan cara berdiri.
b. Jalan berubah arah kesisi labirin yang rusak
c. Deviasi kearah labirin yang rusak
Nervus Glosofaringeus & Nervus Vagus ( N IX & N X )
1. Pemeriksaan Fungsi Motorik
A. INSPEKSI LENGKUNG LANGIT-LANGIT
1) Minta penderita membuka mulut & suruh ucapkan Ah,Ah
2) Perhatikan lengkung langit-langit dan posisi uvula

Interpretasi :
Normal : Simetris lengkung langit-langit
Kelainan :
a. Lengkung langit-langit yang sehat bergerak keatas
b. Lengkung langit-langit yang lumpu tertinggal.
B. Pemeriksaan fungsi menelan
1) Minta penderita minum air
2) Perhatikan mampu minum air atau air masuk ke hidung
Interpretasi:
Normal : mampu minum air dengan baik.
Kelainan : air akan masuk ke hidung pada lesi n.IX bilateral
C. Pemeriksaan Fonasi suara
Minta penderita mengucapkan a.a.a.a.a.
Interpretasi :
Normal
Gangguan fonasi suara sangau
2.Pemeriksaan fungsi parasimpatis
Inspeksi sekresi kelenjar ludah
Interpretasi :
Normal
Kelainan : sekresi kelenjar ludah

3.Pemeriksaan Fungsi Sensorik

A. Reflek muntah
Sentuh bagian atas faring/palatum molle
Interpretasi :
Reflek muntah +/ -

B. Pemeriksaan Fungsi pengecapan


1) Minta pasien menjulurkan lidahnya.
2) Bersihkan lidah penderita pada 1/3 bagian belakang.
3) Berilah rangsangan pengecapan pada lidah 1/3 belakang.
Interpretasi :
Ageusia saat lidah tidak bisa mengecap rasa sama sekali.
Hipoageusia jika lidah hanya bisa mengecap sedikit rasa.
Parageusia merasa tidak enak terhadap apapun yang masuk ke mulut.
Dysgeusia perubahan pada indera pengecap, seperti rasa logam, tengik, busuk.
Nervus Aksesorius (N XI)
1. Pemeriksaan Fungsi M.Sterno Kleidomastodius
a. Pasien memutar kepala ke sisi yang sehat.
b. Pemeriksa meraba M.sterno kleidomastoideus sisi kontralateral.
Interpretasi :
Normal : Kontraksi +
Kelainan : Kontkaksi

2. Pemeriksaan Fungsi M.Trapezius


A. Saat Istirahat
B. Saat bahu digerakkan

Interpretasi :
Normal : simetris
Kelainan : Asimetris, kelemahan pada bahu yang sakit

Nervus Hipoglosus (N XII)


Pemeriksaan:
a. Inspeksi lidah saat istirahat
b. Inspeksi lidah saat dijulurkan
c. Pemeriksaan artikulasi kata
Interpretasi :
Normal : Deviasi
Kelainan : Deviasi +

a.normal

b.kelainan

CARA PEMERIKSAAN SISTEM MOTORIK


1. Pengamatan
a. Gaya berjalan dan tingkah laku
b. Simetri tubuh dan extermitas

c.lidah atrofi (defisiensi B12)

c. Kelumpuhan badan dan anggota gerak


2.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Gerakan volunter
Mengangkat kedua tangan dan bahu
Fleksi dan extensi artikulus kubiti
Mengepal dan membuka jari tangan
Mengangkat kedua tungkai pada sendi panggul
Fleksi dan ekstansi artikulus genu
Plantar fleksi dan dorsal fleksi plantar kaki
Gerakan jari-jari kaki

3.
a.
b.
c.
d.

Palpasi otot
Pengukuran besar otot
Nyeri tekan
Kontraktur
Konsistensi ( kekenyalan )

Konsistensi otot yang meningkat terdapat pada:


1. Spasme otot akibat iritasi radix saraf spinalis, misal: meningitis, HNP.
2. Kelumpuhan jenis UMN ( spastisitas ).
3. Gangguan UMN ekstrapiramidal ( rigiditas ).
4. Kontraktur otot.
Konsistensi otot yang menurun terdapat pada:
1. Kelumpuhan jenis LMN akibat denervasi otot.
2. Kelumpuhan jenis LMN akibat lesi di motor end plate.
Cara menilai kekuatan otot :
1. Dengan menggunakan angka dari 0-5.
0 : Tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot, lumpuh total.
1 : Terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak didapatkan gerakan pada persendiaan
yang harus digerakkan oleh otot tersebut.
2 : Didapatkan gerakan,tetapi gerakan ini tidak mampu melawan gaya berat
(gravitasi).
3 : Dapat mengadakan gerakan melawan gaya berat.
4 : Disamping dapat melawan gaya berat, ia dapat pula mengatasi sedikit tahanan
yang diberikan.
5 : Tidak ada kelumpuhan ( normal ).

Memeriksa fungsi sensorik


Kepekaan saraf perifer. Pasien diminta memejamkan mata
a. Menguji sensasi nyeri: dengan menggunakan Spatel lidah yang dipatahkan atau ujung
kayu aplikator kapas digoreskan pada beberapa area kulit, minta pasien untuk
bersuara pada saat dirasakan sensasi tumpul atau tajam.

b. Menguji sensai panas dan dingin: dengan menggunakan dua tabung tes, satu berisi air
panas dan satu air dingin, sentuh kulit dengan tabung tersebut minta pasien untuk
mengidentifikasi sensasi panas atau dingin.
c. Sentuhan ringan : dengan menggunakan bola kapas atau lidi kapas, beri sentuhan
ringan ujung kapas pada titik-titik berbeda sepanjang permukaan kulit. Minta pasien
untuk bersuara jika merasakan sensasi.
d. Vibrasi/getaran : dengan garputala, tempelkan batang garpu tala yang sedang bergetar
di bagian distal sendi interfalang dari jari dan sendi interfalang dari ibu jari kaki, siku,
dan pergelangan tangan. Minta pasien untuk bersuara pada saat di rasakan vibrasi.
PEMERIKSAAN REFLEKS
1.Refleks superficial
Refleks dinding perut
Stimulus : Goresan dinding perut daerah epigastrik, supraumbilical, infra Umbilical dari
lateral ke medial.
Respons : kontraksi dinding perut
Afferent :
1. n. intercostal T 5 7 ( epigastrik )
2. n. intercostal T 7 9 ( supra umbilical )
3. n. intercostal T 9 11 ( umbilica )
4. n. intercostal T 11 L 1 ( infra umbilical )
5. n. iliohypogastricus
6. n. ilioinguinalis
Efferent : idem
Refleks cremaster
Stimulus : goresan pada kulit paha sebelah medial dari atas ke bawah
Respons : elevasi testis Ipsilateral
Afferent : n. ilioinguinal ( L 1-2 )
Efferent : n. genitofemoralis
2.Refleks fisiologis ( tendon / periosteum )
Refleks biseps (BPR)
Stimulus : ketokan pada jari pemeriksa yang ditempatkan pada tendon biseps brachii, posisi
lengan setengah ditekuk pada sendi siku.
Respons : fleksi lengan pada sendi siku
Afferent : n. musculucutaneus ( c 5-6 )
Efferenst : idem

Refleks triceps (TPR)


Stimulus : ketukan pada tendon otot triseps brachii, posisi lengan fleksi pada sendi siku dan
sedikit pronasi
Respons : extensi lengan bawah disendi siku
Afferent : n. radialis ( C 6-7-8 )
Efferenst : idem

Klonus lutut
Stimulus : pegang dan dorong os patella ke arah distal
Respons : kontraksi reflektorik m. quadriceps femoris selama stimulus berlangsung.
Klonus kaki
Stimulus : dorsofleksikan kaki secara maksimal, posisi tungkai fleksi di sendi lutut.
Respons : kontraksi reflektorik otot betis selama stimulus berlangsung.
3.Refleks patologis
Babinski
Stimulus : penggoresan telapak kaki bagian lateral dari posterior ke anterior.
Respons : ekstensi ibu jari kaki dan pengembangan (fanning) jari jari kaki.

Chaddock
Stimulus : penggoresan kulit dorsum pedis bagian lateral, sekitar malleolus lateralis dari
posterior ke anterior.
Respons : seperti babinski

Oppenheim

Stimulus : pengurutan crista anterior tibiae dari proksimal ke distal


Respons : seperti babinski
Gordon
Stimulus : penekanan betis secara keras
Respons : seperti babinski
Schaffer
Stimulus : memencet tendon achilles secara keras
Respons: seperti babinski
Gonda
Stimulus : penekukan ( planta fleksi) maksimal jari kaki keempat
Respons: seperti babinski
Stransky
Stimulus : penekukan ( lateral ) maksimal jari kaki kelima
Respons: seperti babinski
Rosolimo
Stimulus : pengetukan pada telapak kaki
Respons: fleksi jari jari kaki pada sendi interphalangealnya
Hoffman
Stimulus : goresan pada kuku jari tengah pasien
Respons : ibu jari, telunjuk dan jari jari lainnya berefleksi
Tromner
Stimulus : colekan pada ujung jari tengah pasien
Respons : seperti Hoffman

Anda mungkin juga menyukai