Anda di halaman 1dari 6

Primodialisme Masyarakat Di Kabupaten Timor Tengah Selatan Dan

Manfaat Bagi Tugas Kepolisian

BAB I
PENDAHULUAN

Indonesia adalah negara yang memiliki masyarakat serta kebudayaan yang sangat
beragam. Menurut J.S.Frunivall (1948), masyarakat majemuk diartikan sebagai
suatu masyarakat dimana sistem nilai yang dianut oleh berbagai kesatuan sosial
yang menjadi bagian-bagiannya adalah sedemikian rupa, sehingga para anggota
masyarakat kurang memiliki loyalitas kepada masyarakat secara keseluruhan.

Seringkali kemajemukan ini dibumbui dengan sifat primodial, hal ini dapat dipahami
karena memang landasan terbentuknya kemajemukan lebih dikarenakan adanya
kesamaan wilayah dan asal budaya. Sejalan dengan Furnivall, Cliord Geertz
menyatakan bahwa masyarakat majemuk adalah masyarakat yang terbagi-bagi ke
dalam sub-sub sistem yang kurang lebih berdiri sendiri-sendiri, dalam mana masingmasing sub sistem terikat kedalam satuan-satuan yang bersifat primordial.

Rasa kesukubangsaan dalam ikatan primodial ini, tidak akan terhapus meskipun
masyarakat / kelompok tersebut berada diluar wilayah lokal mereka. Justru ikatan
primodial tersebut akan menciptakan perasaan senasib dan sepenanggungan
diantara individu dalam sebuah kelompok yang memiliki kesamaan wilayah atau asal
budaya ketika mereka berada diluar wilayah mereka.

Perasaan tersebut akan memunculkan sifat kekeluargaan diantara individu ini,


meskipun sebelumnya tidak pernah saling mengenal atau bertemu muka.
Masyarakat majemuk memang merupakan salah satu khasanah yang menjadikan
Indonesia kaya akan budaya,namun demikian kemajemukan ini kadangkala juga
menghasilkan batas-batas sukubangsa yang didasari oleh stereotip dan prasangka,
kondisi ini juga dapat menyebabkan potensi kesenjangan sosial terutama yang
terjadi antara masyarakat asli dengan masyarakat pendatang.

BAB II
PEMBAHASAN

Perkumpulan Suku bangsa Timor Kabupaten Timor Tengah Selatan adalah


Kabupaten terbesar di pulau Timor yang terletak di Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Kabupaten ini terdiri dari 14 (Empat belas) kecamatan yaitu Kecamatan
Amanuban,Tengah, Amanuban Barat, Amanuban Selatan, Amanuban Timur,
Amanatun Utara, Amanatun Selatan, Ki'e, Kuanfatu, Kolbano, Siso, Mollo Utara,
Mollo Selatan, Boking, dan Kualin. Dengan total luas wilayah 3.947,1 km dengan
jumlah penduduk keseluruhan sejumlah 441.155 jiwa, serta kepadatan penduduk
111,77 jiwa/ km. Secara geografis, Kabupaten Timor Tengah Selatan terletak pada
144.49'01" - 124.04'.00" Bujur Timur dan 9 - 10 Lintang Selatan, berjarak 97 km dari
Kota Kupang (Ibukota Provinsi Nusa Tenggara Timur).

Wilayah Kabupaten Timor Tengah Selatan terdapat beberapa dataran yang sangat
luas dan di manfaatkan oleh masyarakat setempat sebagai lahan pertanian atau
sawah. Komoditas utama pertanian saat ini adalah jeruk SoE. Selain itu Kabupaten
Timor Tengah Selatan terkenal sebagai gudang ternak dan kayu cendana. Pertanian
tanaman pangan dan peternakan menjadi penyumbang kegiatan ekonomi,
disamping perdagangan besar dan eceran. Latar belakang suku penduduk di
Kabupaten Timor Tengah Selatan sangat beraneka ragam, yang sebagian berasal
dari Jawa, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, dan Tionghoa. Seni budaya juga
berkembang sesuai daerah asalnya. Suku bangsa dominan adalah Suku bangsa
Timor , kemudian dilanjutkan dengan Suku Rote, Suku Alor, Suku Sumba dan Suku
Manggarai.

Di Kabupaten Timor Tengah Selatan inilah penulis terakhir bertugas sebelum


melanjutkan pedidikan di STIK PTIK, yakni dengan menjabat sebagai Kasat Reskrim
pada Polres Timor Tengah Selatan. Dari pengalaman tugas selama di Kabupaten
Timor Tengah Selatan inilah, penulis mengetahui adanya ragam sukubangsa yang
ada di kabupaten ini. Selama penulis berdinas terdapat beberapa perkumpulan
kesukubangsaan yang sering / aktif mengadakan pertemuan pertemuan
kesukubangsaan seperti forum keluarga Alor, forum Rote, dan masih banyak
lainnya. Forum kesukubangsaan ini merupakan wujud persatuan diantara kelompok

masyarakat yang didasari kesamaan asal atau asal budaya. Manfaat Kelompok
Primordial Bagi Tugas Kepolisian. Sekilas kita akan memandang kelompokkelompok

kesukubangsaan

ini

sebagai

sebuah

kelompok

eksklusif

yang

memisahkan diri dengan komunitas masyarakat lainnya. Tetapi dari pengalaman


yang dirasakan dan dialami sendiri oleh penulis, sesungguhnya kelompok tersebut
tidaklah menutup diri atau meng-eksklusifkan diri mereka dibandingkan dengan
masyarakat lainnya. Pengalaman ini didapat penulis ketika melakukan kegiatan
pengamanan pada saat ada kelompok yang mengadakan acara / hajat besar,
kelompok tersebut adalah forum masyarkat Alor yang berada di Kabupaten Timor
Tengah Selatan. Kejadian pengamanan tersebut membuat penulis menjadi lebih
dekat secara emosional dengan komunitas masyarakat Alor. Tidak membutuhkan
waktu yang lama, penulis sudah bisa membaur dan sering di ikut sertakan pada
acara-acara perkumpulan mereka,meskipun penulis tidak memiliki hubungan darah
atau hubungan kesamaan asal dan budaya.

Begitu pula dengan komunitas / perkumpulan masyarkat lainnya seperti forum


masyarakat Rote yang sering melaksanakan acara Arisan Keluarga. Penulis
seringkali diminta untuk hadir sebagai tamu dalam forum acara tersebut. Hal ini
dikarenakan sebelumnya penulis juga sempat berdinas di Polres Rote Ndao
Kabupaten Rote Ndao sehingga lebih mudah dalam menjalin kedekatan emosional
penulis dengan para tetua-tetua kelompok tersebut. Dengan membina hubungan ini,
maka penulis bisa mengetahui segala kegiatan yang mereka lakukan.

Pada dasarnya, kedua contoh komunitas ini memang merupakan perkumpulan


primordial yang didasari kesamaan asal dan budaya. Namun anggapan yang
menyertai keberadaan kelompok primordial dimana mereka dianggap sebagai
kelompok eksklusif yang memisahkan diri dengan komunitas masyarkat lainnya
adalah tidak tepat. Penulis membuktikan sendiri melalui pengalaman yang penulis
rasakan, bahwa pihak luar terlepas dari kedudukannya sebagai pejabat negara
(PNS, Polri, Instansi tertentu lainnya) dapat masuk kedalam komunitas tersebut.
Walaupun pada acara yang bersifat kekeluargaan sekalipun penulis dapat masuk
dan ikut serta pada acara itu. Manfaat paling nyata dari kegiatan yang penulis
lakukan ini adalah penulis dapat melakukan pembinaan secara tidak langsung
terhadap kelompok-kelompok ini dalam kaitannya dengan pembinaan Kamtibmas.

Penulis sendiri berpegangan pada tugas pokok yang diemban sebagai personel
Polri, pada Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia menyatakan bahwa tugas pokok Polri adalah
memelihara Kamtibmas, menegakkan hukum, dan memberikan pengayoman,
pelayanan, dan perlindungan kepada masyarkat. Masyarakat dalam pengertian
pasal ini adalah semua masyarkat tanpa terkecuali, artinya kita tidak boleh
membedakan asal suku dan budaya masyarakat tersebut. Salah satu contoh riil dari
kegunaan membina hubungan emosional dengan komunitas kesukubangsaan ini,
yang palling diraskan penulis adalah ketika penulis mendengar adanya laporan
masyarakat mengenai kasus penganiayaan yang dilakukan inisial IM (35 th), salah
satu anggota dari forum masyarakat Alor yang tinggal di Kabupaten Timor Tengah
Selatan , Kota SoE tepatnya di Kampung Alor. Masyarakat yang melaporkan
kejadian tersebut tidak berani untuk bertemu dengan IM karena menurutnya IM
dilindungi oleh saudara-saudaranya sesama masyarkat Alor.

Kemudian penulis bersama anggota mendatangi IM dikediamannya, kemudian


meng-konfrontir/menanyakan

dugaan

penganiayaan

yang

dilaporkan

oleh

masyarakat kepada Polisi. Tidak ada perasaan ragu bagi kami pihak Kepolisian
untuk mendatangi IM sekalipun dia dilindungi oleh komunitasnya tersebut. Hal ini
dikarenakan hubungan emosional dan kedekatan kami pihak Polisi sangat dekat
dengan kelompok primordial ini. Sebelum mendatangi IM, terlebih dahulu penulis
dan anggota memberitahukan hal ini kepada tetua dari komunitas masyarakat Alor
mengenai kejadian ini. Setelah meminta keterangan dari IM, diketahui bahwa
dugaan penganiayaan yang dilaporkan oleh salah seorang masyarakat berawal dari
kesalahpahaman semata. Masalah inipun dapat diselesaikan secara kekeluargaan
dan berujung pada sebuah penyelesaian yang menguntungkan kedua belah pihak.
Kedua pihak sepakat untuk berdamai dan tidak meneruskan kejadian ini melalui
ranah hukum. Dalam hal ini penulis lebih melakukan upaya tersebut untuk
mencegah terjadinya perang antar suku - suku bangsa yang ada agar tercipta situasi
kamtibmas yang kondusif.

BAB III
PENUTUP

A.Kesimpulan.
Dari hasil pengalaman yang dirasakan oleh penulis secara langsung, keberadaan
kelompok primordial yang tumbuh dan berkembang dimasyarakat adalah salah
satu wujud kekuatan sosial dalam masyarakat sendiri. Keberadaan kelompokkelompok sosial tersebut tidak bisa dikesampingkan begitu saja dalam tatanan
kehidupan sosial bermasyarakat.
Sebagai anggota Polri, keberadaan kelompok ini seharusnya dapat dibina dan
dimanfaatkan untuk membantu pelaksanaan tugas Kepolisian. Hubungan
emosional layak dikedepankan untuk menghadapi dan mengawali pembinaan
kelompok ini. Pada umumnya, anggapan yang menyatakan bahwa kelompok
kemasyarkatan ini menutup diri dengan pihak luar adalah tidak tepat. Dengan pola
pembinaan yang tepat, maka banyak manfaat bagi Polisi utamanya terkait dengan
pembinaan Kamtibmas yang dapat dicapai.
B.Saran.
Agar anggota Polri dalam pelaksanaan tugas dan pelaksanaan pembinaan
terhadap masyarakat agar bersosialisasi atau berbaur dengan masyarakat atau
kelompok primordial karena itu merupakan salah satu tugas yang diemban dalam
tugas kepolisian yaitu adalah salah satu wujud pelaksanaan Polmas. Seperti yang
diketahui, Polmas merupakan strategi Polri dalam menjalin hubungan dengan
masyarakat dalam upayanya menjaga dan membina kamtibmas.

Daftar Pustaka
Parsudi Suparlan, Sukubangsa dan Hubungan Antar Suku Bangsa.
Wikipedia, Kondisi Geografis Kab.Timor Tengah Selatan.

Anda mungkin juga menyukai