Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Negara Indonesia adalah Negara hukum, maka setiap perihal maupun
perilaku di atur dan di landasi oleh hukum. Bila ingin terjadi suatu
keseimbangan dan keharmonisan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,
sebagai warga Negara yang baik kita harus menaati hukum yang berlaku.
Tidak hanya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara saja, namun dalam
segala aspek kehidupan di Indonesia telah di atur oleh hukum agar lebih
teratur. Dalam bidang kedokteran dan kedokteran gigi pun dilandasi oleh
hukum. Dalam praktik kedokteran atau kedokteran gigi mereka tidak bisa
sewenang-wenang memperlakukan pasien yang kita rawat. Sebagai dokter
atau dokter gigi yang baik, menaati hukum sesuai dengan kode etik yang telah
di tetapkan adalah penting untuk keberlangsungan praktik kedokteran maupun
kedokteran gigi di Indonesia.
Masyarakat sudah jengah dengan praktik-praktik kedokteran maupun
kedokteran gigi yang merugika seperti mal praktik dan sejenisnya. Masyarakat
menuntut pelayanan yang berkualitas dan sesuai dengan yang mereka
harapkan.
Namun dalam praktik kedokteran ini, tidak hanya dokter maupun tenaga
kesehatan lainnya saja yang harus menaati hukum, tidak hanya mereka yang
tindakannya telah di atur dan di landasi hukum. Sebagai pasien yang juga
masyarakat, mereka pun juga memiliki sikap dan perilaku yang sudah di atur
dalam hukum di Negara ini. Pasien tidak bisa sewenang-wenang mencela
maupun berbuat sesuatu yang merugikan dokter atau dokter gigi. Pasien juga
harus menghormati dokter atau dokter gigi yang merawatnya.
Dalam praktik kedokteran dan kedokteran gigi, harus ada keseimbangan
dan suatu relasi yang harmonis antara dokter atau dokter gigi dengan pasien
yang di rawatnya. Untuk mengetahui apa saja kode etik maupun peraturanperaturan yang harus di taati, sudah sewajarnya mahasiswa kedokteran
maupun kedokteran gigi menerima pelajaran etika hukum dalam study nya di
perkuliahan. Agar calon dokter dan dokter gigi kelak dapat meningkatkan
penjaminan mutu dan pelayanan praktik kedokteran dan kedokteran gigi di
Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa saja hak dan kewajiban dokter atau dokter gigi?
2. Apa saja hak dan kewajiban pasien?

1.3 Tujuan
1. Untuk memahami hak dan kewajiban dokter atau dokter gigi kepada
pasien yang dirawat
2. Untuk memahami hak dan kewajiban pasien kepada dokter atau dokter
gigi yang merawat.
1.4 Manfaat
Untuk memahami dan mesyelaraskan serta mewujudkan hubungan
baik antara dokter atau dokter gigi dengan pasien yang dirawatnya sesuai
dengan norma dan etika hukum praktek kedokteran dan kedokteran gigi di
Indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 HAK DOKTER


Di dalam praktik kedokteran maupun kedokteran gigi, dokter atau
dokter gigi memiliki hak-hak yang harus di penuhi antara lain:
1. Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas
sesuai standar profesi dan standar operasional prosedur
2. Memberikan pelayanan medis sesuai standar profesi dan standar
operasional prosedur
3. Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau
keluarganya
4. Menerima imbalan jasa

2.2 KEWAJIBAN DOKTER


Ditinjau dari segi profesionalisme, secara normatif dokter
mempunyai kewajiban-kewajiban profesionalisme yang harus
diamalkan dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang meliputi:
a. Kewajiban mempertahankan dan meningkatkan kompetensi
profesionalnya (Commitment to professional competence);
b. Kewajiban untuk berkata dan berlaku jujur kepada pasien
(Commitment to honesty with patient);
c. Kewajiban melindungi kerahasiaan pasien (Commitment to patient
confidentially);
d. Kewajiban untuk memelihara hubungan dan komunikasi yang
sepantasnya dengan pasien (Commitment to maintaining
appropriate relations with patient);
e. Kewajiban untuk meningkatkan mutu pelayanan terhadap pasien
(Commitment to improving quality of care);
f. Kewajiban meningkatkan jangkauan pelayanan pasien
(Commitment to improving acces to care);
g. Kewajiban menyesuaikan distribusi pelayanan dalam hal
keterbatasan fasilitas (Commitment to adjust distribution of finite
resources);
h. Kewajiban terhadap ilmu pengetahuan (Commitment to Scientifiec
knowledge);
i. Kewajiban memelihara kepercayaan dengan pengelolaan konflik
kepentingan secara baik (Commitment to maintaining Trust by
managing conflicts of interest).

Kewajiban-kewajiban dokter terhadap pasien dalam melaksanakan


pelayanan kesehatan sebagaimana diuraikan di atas, secara normatif
diatur lebih konkret dalam ketentuan Pasal 51 Undang-Undang No.
29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, yang menyatakan bahwa;
Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran
mempunyai kewajiban :
a. Memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan
standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien;
b. Merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai
keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu
melakukan suatu pemeriksaan dan pengobatan;
c. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien,
bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia;
d. Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan,
kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu
melakukannya;
e. Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu
kedokteran atau kedokteran gigi.
Masih dalam hubungannya dengan kewajiban dokter, Hermein
Hadiati Koeswadji menyatakan bahwa ;
Dari Kode Etik Kedokteran dapat dirumuskan kewajiban-kewajiban
pokok Dokter sebagai berikut:
1. Dokter wajib merawat pasiennya dengan cara keilmuan yang
dimiliki secara adekuat (memenuhi syarat)
2. Dokter wajib menjalankan tugasnya sendiri sesuai dengan yang
telah diperjanjikan, kecuali apabila pasien menyetujui perlu adanya
seseorang yang mewakilinya
3. Dokter wajib memberikan informasi kepada pasiennya mengenai
segala sesuatu yang berhubungan dengan penyakit penderitanya

2.3 HAK PASIEN


Pentingnya mengetahui hak-hak pasien dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan baru muncul pada akhir tahun 1960. Tujuan dari hal
tersebut adalah untuk meningkatkan mutu asuhan kesehatan dan
membuatn system asuhan kesehatan yang responsive terhadap
kebutuhan klien.
Dewasa ini, pasien / klien dapat meminta untuk membuat
keputusan sendiri dan mengendalikan diri sendiri bila ia sakit. Hakhak pasien antara lain berupa:
A. Hak Atas Informasi
Hak informasi atau penjelasan, merupakan hak asasi pasien yang
paling utama bahkan dalam tindakan-tindakan khusus diperlukan
Persetujuan Tindakan Medik yang ditanda-tangani oleh pasien dan
atau keluarganya.
Bahwa dalam hubungn dokter dengan pasien posisi dokter adalah
dominant, jika dibandingkan dengan posisi pasien yang awam
dalam bidang kedokteran. Dokter dianggap mempunyai kekuasaan
tertentu dengan pengetahuan dan ketrampilan yang dimilikinya.
Dalam memberikan informasi kepada pasien, kadangkala agak sulit
menentukan informasi yang mana harus diberikan, karena sangat
bergantung pada usia, pendidikan, keadaan umum pasien dan
mentalnya. Namun pada umumnya dapat diperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
1. Informasi yang diberikan haruslah dengan bahasa yang dimengerti
pasien.
2. Pasien harus memperoleh informasi tentang penyakitnya, tindakantindakan yang akan diambil, kemungkinan komplikasi dan resikoresikonya
3. Untuk anak-anak dan pasien akit jiwa, maka informasi diberikan
kepada orang tua atau walinya.
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan No 585 tahun 1989
dinyatakan bahwa dokter harus menyampaikan informasi atau
penjelasan kepada pasien / keluarga diminta atau tidak diminta.
Mengenai apa yang harus disampaikan, tentulah segala sesuatu
yang berkaitan dengan penyakit pasien. Tindakan apa yang akan
dilakukan, tentunya prosedur tindakan yang akan dijalani pasien
baik diagnostik maupun terapi dan lain-lain sehingga pasien atau
keluarga dapat memahaminya. Ini mencakup bentuk, tujuan,
resiko, manfaat dari terapi yang akan dilaksanakan dan alternative
terapi.

Penyampain informasi haruslah secara lisan, termasuk


penyampaian formulir untuk ditandatangani pasien atau keluarga
tanpa penjelasan dan pembahasan secara lisan dengan pasien /
keluarga hal ini dianggap bertentangan dengan kepatutan yang
berlaku.

B. Hak atas Persetujuan Tindakan Medis


Persetujuan Tindakan Medis adalah terjemahan yang dipakai untuk
istilah informed concent. Informed artinya telah diberitahukan
telah disampaikan atau telah diinformasikan. Concent artinya
persetujuan yang diberikan kepada seseorang untuk berbuat
sesuatu. Dengan demikian informed concent adalah persetujuan
yang diberikan pasien kepada dokter setelah diberi penjelasan.
Melalui Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 589 Tahun 1989
yang dimaksud dengan Informed concent adalah semua keadaan
yang berhubungan dengan penyakit pasien dan tindakan medik apa
yang akan dilakukan dokter serta hal-hal yang perlu dijelaskan
dokter atas pertanyaan pasien atau keluarga.
Bentuk persetujuan tindakan medik pertama yang disebut Implied
concent yaitu persetujuan yang diberikan pasien secara tersirat,
tanpa pernyataan tegas. Isyarat persetujuan ini ditangkap dokter
dari sikap dan tindakan pasien. Umumnya tindakan dokter disini
adalah tindakan yang biasa dilakukan atau sudah diketahui umum.
Misalnya pengambilan darah untuk pemeriksaan laboratorium,
melakukan suntikan kepada pasien, melakukan penjahitan luka dan
sebagainya.
Implied concent bentuk lain adalah pasien dalam kedaan gawat
darurat (emergency) sedang dokter memerlukan tindakan segera,
sementara pasien dalam keadaan tidak bisa memberi persetujuan
dan keluarganya pun tidak ditempat, maka dokter dapat melakukan
tindakan medik terbaik menurut dokter demikian menurut
Permenkes Nomor 585 Tahun 1989 pasal 11. Jenis persetujuan ini
disebut sebagai Presumed concent yaitu, bila pasien dalam
keadaan sadar, dianggap akan menyetujui tindakan yang akan
dilakukan dokter.

Bentuk persetujuan kedua yaitu Expressed concent adalah


persetujuan yang dinyatakan secara lisan atau tulisan, bila yang
akan dilakukan lebih dari prosedur pemeriksaan dari tindakan yang
biasa. Dalam keadaan demikian sebaiknya kepada pasien
disampaikan terlebih dahulu tindakan apa yang akan dilakukan
supaya tidak terjadi salah pengertian. Misalnya pemeriksaan dalam
rectal atau pemeriksaan dalam vaginal, mencabut kuku dan lainlain tindakan yang melebihi prosedur pemeriksaan dan tindakan
umum. Disini belum diperlukan persetujuan tertulis. Persetujuan
secara lisan sudah mencukupi.
Apabila tindakan yang akan dilakukan mengandung resiko seperti
tindakan pembedahan atau prosedur pemeriksaan dan pengobatan
yang invasif, sebaiknya diperoleh persetujuan tindakan medis
secara tertulis. Seperti dikemukakan sebelumnya, oleh kalangan
kesehatan atau rumah sakit, surat pernyataan pasien atau inilah
yang disebu Persetujuan Tindakan Medis.
C. Hak Atas Rahasia Kedokteran
Pekerjaan dokter harus senantiasa dipenuhi, untuk menciptakan
adanya kepercayaan mutlak diperlukan dalam hubungan dokter
pasien. Hipokrates merumuskan sumpah yang harus diucapkan
oleh murid-muridnya tentang rahasia jabatan dokter berbunyi:
Apapun yang saya dengar atau lihat tentang kehidupan seseorang
yang tidak patut disebarluaskan, tidak akan saya ungkapkan,
karena saya harus merahasiakannya. Namun dalam perkembangan
iptek kedokteran selanjutnya, terdapat pengecualian untuk
membuka rahasia jabatan dan pekerjaan dokter, demi memelihara
kepentingan umum dan mencegah hal-hal yang dapat merugikan
orang lain.
Salah satu ayat lafal sumpah dokter Indonesia berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 1960, mengatakan : Saya
akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena
pekerjaan saya dan karena keilmuan saya sebagai dokter. Dalam
Bab II Kodeki tentang kewajiban dokter terhadap pasien
dicantumkan antara lain : Seorang dokter wajib merahasiakan
segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien karena
kepecayaan yang diberikan kepadanya, bahkan juga setelah pasien
meninggal dunia.
Untuk menegaskan kedudukan rahasia jabatan dan pekerjaan
dokter telah pula dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10
tahun 1966 tentang wajib simpan rahasia kedokteran, dimana
dinyatakan bahwa Menteri Kesehatan dapat melakukan tindakan
administratif berdasarkan pasal 111 UU No 23 tahun 1992 tentang
kesehatan, jika tidak dapat dipidana menurut KUHP.

Kewajiban untuk menyimpan rahasia kedokteran pada pokoknya


ialah kewajiban moril yang telah ada sejak zaman Hipokrates,
sebelum adanya undang-undang atau peraturan yang mengatur soal
tersebut.
Pengertian rahasia jabatan ialah rahasia dokter sebagai pejabat
truktural, sedangkan rahasia pekerjaan ialah rahasia dokter pada
waktu menjalankan prakteknya (fungsional). Umumnya hamper
tidak ada perbedaan anatar kedua istilah tersebut.
Untuk memahami soal rahasia jabatan ditilik dari sudut hukum,
maka tingkah laku seorang dokter dibagi dalam 2 jenis :
I. Tingkah laku yang bersangkutan dengan pekerjaan sehari-hari,
dalam hal ini yang harus diperhatikan ialah:
a. Pasal 322 KUHP yang berbunyi :
1. Barang siapa dengan sengaja membuka suatu rahasia yang ia wajib
menyimpannya oleh karena jabatan atau pekerjaannya, baik yang
sekarang maupun yang dulu, dihukum degan hukuman penjara
selama-lamanya sembilan bulan atau denda sebanyak-banyaknya
enam ratus rupiah.
2. Jika kejahatan itu dilakukan terhadap seorang tertenu, maka ia
hanya dituntut atas pengaduan orang itu.
b. Pasal 1365 KUHPdt : Barang siapa yang berbuat salah sehingga
orang lain menderita kerugian, wajib untu menganti kerugian.
Seorang dokter berbuat salah, apabila ia tanpa disengaja membuka
rahasia tentang seorang pasien yang kebetulan terdengar oleh
majikan orang yang sakit itu. Kemudian majikan memberhentikan
pegawainya, karena takut penyakitnya akan menulari pegawaipegawai lain. Dokter diadukan oleh pasien itu, selain hukum
pidana, dokter dapat dihukum perdata dengan kewajiban
mengganti kerugian.
Menurut hukum, setiap warga Negara dapat dipanggil oleh
pengadilan untuk didengar sebagai saksi. Selain itu, seorang yang
mempunyai keahlian dapat juga dipanggil sebagai ahli. Maka
dapatlah terjadi, bahwa seorang yang mempunyai keahlian,
umpamanya seorang dokter, dipanggil sebagi ahli atau sekaligus
sebagai saksi ahli.

Sebagai saksi atau saksi ahli mungkin sekali ia diharuskan


memberi keterangan tentang seorang yang sebelum itu telah
menjadi pasien yang diobatinya. Hal ini menunjukkan dokter
diduga melanggar rahasia pekerjaannya. Pasal 170 KUHAP
menandaskan ;
1. Mereka yang karena pekerjaannya, harkat martabat atau jabatannya
diwajibkan menyimpan rahasia, dapat dibebaskan dari kewajiban
untuk memberi keterangan sebagai saksi, yaitu tentang hal yang
dipercayakan kepada mereka.
2. Hakim menentukan sah atau tidaknya segala alasan untuk
permintaan tersebut, maka pengadilan negeri memutuskan apakah
alasan yang dikemukakan oleh saksi atau saksi ahli untuk berbicara
itu, layak dan dapat diterima atau tidak.
D. Hak Atas pendapat kedua
Dalam aspek hukum kesehatan, hubungan dokter dengan pasien
terjalin dalam ikatan transaksi terapeutik. Masing-masing pihak
yaitu yang memberi pelayanan (medical providers) dan yang
menerima pelayanan (medical receives) mempunyai hak dan hak
dan kewajiban yang harus dihormati. Di satu pihak dokter
mempunyai kewajiban untuk melakukan diagnosis, pengobatan
dan tindakan medik yang terbaik menurut jalan pikiran dan
pertimbangannya, tetapi dilain pihak pasien atau keluarga pasien
mempunyai hak untuk menentukan pengobatan atau tindakan
medik apa yang akan dilaluinya. dan melakukan konfirmasi kepada
dokter lain terhadap penyakit yang dideritanya untuk memperoleh
pertimbangan dari aspek medis dalam rangka menentukan sikap
atas tindakan medis yang akan dihadapi.
Latar belakang hal ini adalah tidak semua jalan pikian dan
pertimbangan terbaik dari dokter akan sejalan dengan apa yang
diinginkan atau dapat diterima oleh pasien atau keluarga pasien.
Hal ini terjadi karena dokter umumnya melihat pasien hanya dari
segi medik saja, sedangkan mempertimbangkan dari segi lain yang
tidak kalah pentingnya seperti keuangan, psikis, agama,
pertimbangan keluarga dan lain- lain. Dalam kerangka situasi
inilah masalah pendapat kedua dari pihak dokter yang lain dan
sama kualifikasinya perlu, arus informasi telah membawa dimana
hak untuk menerima atau menolak pengoabatan harus diberikan
kesempatan bagi pasien untuk memperoleh informasi dari dokter
lain sebelum memberikan persetujuan tindakan medik.

Terkait dengan declaration of Lisbon (1981) dan Patientss Bill of


Right (American Hospital Asscociation, 1972) pada intinya
menyatakan bahwa pasien mempunyai hak menerima dan
menolak pengobatan, dan hak untuk menerima informasi dari
dokternya sebelum memberikan persetujuan atas tindakan medik.
Hal ini berkaitan dengan hak menentukan nasib sendiri (the right to
self determination) sebagai dasar hak asasi manusia, dan hak atas
informasi yang dimiliki pasien tentang penyakitnya dan tindakan
medik apa yang hendak dilakukan terhadap dirinya.
Dengan demikian pendapat kedua sebetulnya dapat dilihat sebagai
penghormatan terhadap hak otonomi perorangan, Lebih jauh hal ini
dapat menghindarkan atau mencegah terjadinya penipuan atau
paksaan. Hak atas pendapat kedua merupakan pembatasan otorisasi
dari dokter terhadap kepentingan pasien.
Untuk lebih menjelaskan hak-hak pasien di atas selanjutnya perlu
dikaitkan dengan KODEKI dimana terdapat beberapa ketentuan
tentang kewajiban dokter terhadap pasien yang merupakan pula
hak-hak pasien yang perlu diperhatikan yaitu seorang pasien
memiliki hak :
1. Hak untuk hidup, hak atas tubuhnya sendiri dan hak untuk mati
secara wajar.
2. Memperoleh pelayanan kedokteranyang manusiawi sesuai dengan
standar profesi kedokteran.
3. Memperoleh penjelasan tentang diagnosis dan terapi yang
direncanakan,bahkan dapat menarik diri dari kontrak terapeutik
4. Menolak prosedur diagnosis dan terapi yang direncanakan, bahkan
dapat menarik diri dari kontrak terapetik
5. Memperoleh penjelasan tentang riset kodeokteran yang akan
diikutinya
6. Menolak atau menerima keikutsertaannya dalam riset kedokteran
7. Dirujuk kepada dokter spesialis kalau diperlukan, dan
dikembalikan kepada dokter yang merujuknya setelah selesai
konsultasi atau pengobatan untuk memperoleh perawatan tindak
lanjut
8. Kerahasiaan dan rekam mediknya atas hal pribadi
9. Memperoleh penjelasan tentang peraturan-peraturan rumah sakit
10. Berhubungan dengan keluarga, penasehat atau rohaniawan dan
lain-lainnya yang diperlukan selama perawatan di rumah sakit.
11. Memperoleh penjelasan tentang perincian biaya rawat inap, obat,
pemeriksaan laboratorium, pemeriksan roentgen, ultrasonografi
(USG), CT- scan, Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan
sebagainya.

10

2.4 KEWAJIBAN PASIEN


Pasien juga memiliki kewajiban yang harus di jalankan terhadap
dokter atau dkter gigi yang merawatnya, antara lain:
1. Memberi informasi lengkap perihal penyakitnya kepada tenaga
kesehatan.
2. Pasien berkewajiban untuk mematuhi segala instruksi dokter atau
perawat dalam rangka pengobatan.
3. Menghormati privasi tenaga kesehatan yang mengobatinya.
4. Pasien dan keluarga berkewajiban untuk mentaati segala peraturan
tata tertib rumah sakit.
5. Pasien beserta penanggungnya berkewajiban untuk melunasi
semua imbalan atas jasa pelayanan rumah sakit atau dokter.
6. Pasien dan penanggungnya berkewajiban untuk memenuhi segala
perjanjian yang ditandatangani.
7. Memeriksakan diri sedini mungkin pada dokter.

11

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Indonesia adalah Negara hukum, dimana setiap hal yang ada di
dalamnya telah di atur dan di landasi oleh hukum dan peraturan untuk
menyelaraskan kehidupan berbangsa dan bernegara. Demikian juga
dalam praktek kedokteran maupun kedokteran gigi di Indonesia, dokter
atau dokter gigi dan juga pasien memiliki hak dan kewajiban yang
harus dijalankan oleh keduanya. Hal ini dilakukan agar praktik
kesehatan di Indonesia dapat berkembang ke arah kemajuan. Selain itu,
hal ini juga memicu akan terciptanya suasana yang tertib bila semua
hak dan kewajiban dapat tercapai.

4.2 Saran

12

DAFTAR PUSTAKA

13

Anda mungkin juga menyukai