Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Analisis Farmasi saat ini merupakan salah satu mata kuliah wajib di
fakultas atau di jurusan/progam studi ilmu farmasi dengan berbagai variasi
nama mata kuliah, tergantung pada fakultas atau jurusan/progam studi yang
bersangkutan. Kemampuan melakukan analisis senyawa obat mutlak
diperlukan bagi mahasiswa farmasi dan mahasiswa lain yang tertarik dengan
analisis obat.
Analisis dalam Farmasi juga masih ada kaitannya dengan Ilmu Kimia
yang merupakan salah satu ilmu yang sangat erat dengan kehidupan dimuka
bumi ini. Dimana, semua materi dapat dijelaskan dengan pemahaman kimia,
jika ingin menganalisis komponen materi tersebut, dibutuhkan ilmu kimia
salah satu bagian dari ilmu kimia tersebut adalah kimia analitik. Kimia
analitik mencakup aspek

kualitatif (ada atau tidak ada) dan

kuantitatif

(berapa jumlahnya).
Farmasi Analisis dapat didefinisikan sebagai penerapan berbagai teknik,
metode, dan prosedur kimia analsis untuk menganalisis bahan-bahan atau
sediaan farmasi. Pada awalnya, tujuan kimia analisis adalah terkait dengan
penentuan komposisi suatu senyawa dalam suatu bahan atau sampel yang
lazim disebut dengan kimia analisis kulitatif (Gandjar dan Rohman, 2007).
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai analisis kualitatif dari obat
antihistamin. Analisis anitihistamin ini dalam sediaan farmasi, dapat
dilakukan analisis kualititatif dengan cara dengan metode kromatografi dapat
dilihat kembali pada awal tahun 1920-an. Pada tahun 1995-an, metode
kromatografi kertas secara menaik (ascending) dan menurun (descending)
telah muncul pada berbagai Farmakope untuk analisis produk-produk obat.
Edisi Farmakope lanjut mulai menggunakan metode kromatografi cair kinerja
tinggi (KCKT) dan kromatografi gas (KG) untuk analisis obat. Saat ini,
metode kromatografi merupakan metode utama yang digunakan untuk
analisis obat dalam Farmakope (Rohman, 2007).

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan analisis kualitatif?
2. Apa itu Antihistamin?
3. Bagaimana mekanisme kerja dari antihistamin?
4. Bagaimana cara mengidentifikasi Antihistamin?
5. Apa saja obat-obat yang bekerja sebagai antihistamin dan bagaimana cara
mengidentifikasinya?
1.3. Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mahasiswa dapat mengetahui tentang analisis kualitatif
2. Mahasiswa dapat mengetahui definisi dari Antihistamin
3. Mahasiswa dapat mengetahui mekanisme kerja dari antihistamin
4. Mahasiwa dapat mengetahui cara mengidentifikasi Antihistamin
5. Mahasiwa dapat mengetahui obat-obat yang bekerja sebagai antihistamin
dan bagaimana cara mengidentifikasinya?

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Dasar Teori
Intensitas efek farmakologik suatu obat seringkali dikaitkan dengan
dosis obat yang dikonsumsi. Namun sebenarnya konsentrasi obat bebas
yang berikatan dengan reseptor-lah yang menentukan besarnya efek
farmakologik yang diberikan oleh suatu obat. Reseptor sebagian besar
terdapat dalam sel-sel jaringan. Oleh karena sebagian besar sel-sel jaringan
diperfusi oleh darah, maka pemeriksaan kadar obat dalam darah
merupakan suatu metode yang paling akurat untuk pemantauan
pengobatan dan pengoptimalan manfaat terapi obat dalam pelayanan
farmasi (Harmita, dkk, 2004).
Analisis

senyawa-senyawa

obat

dengan

berbagai

pereaksi

memberikan hasil berupa warna dan atau endapan pada beberapa pereaksi
kimia.

Pada

analisis

secara

mikrokristal,

senyawa-senyawa

obat

memberikan Kristal yang berbda dan spesifik dengan berbagai reagen


(Samah, 2007).
2.1.1

Analisis Kualitiataif
Analisis kualitatif adalah suatu proses dalam mengidentifikasi
keberadaan suatu senyawa kimia dalam suatu larutan/sampel yang tidak
diketahui. Analisis kualitatif disebut juga analisa jenis yaitu suatu cara
yang dilakukan untuk menentukan macam, jenis zat atau komponenkomponen bahan yang dianalisa. Dalam melakukan analisa kualitatif yang
dipergunakan adalah sifat-sifat zat atau bahan, baik sifat-sifat fisis maupun
sifat-sifat kimianya. Misalnya ada suatu sampel cairan dalam gelas kimia,
bila ingin mengetahui tentang kandungan sampel cair itu maka yang harus
dilakukan adalah menganalisa kualitatif terhadap sampel cairan itu.
Tujuan analisis kualitatif adalah untuk memisahkan dan mengidentifikasi
sejumlah

unsur/senyawa.

Analisis

kualitatif

berhubungan

dengan

penetapan banyak suatu zat tertentu yang ada dalam sampel. Analisis
kualitatif digunakan untuk menganalisa komponen atau jenis zat yang ada
dalam suatu larutan. Analisa kualitatif merupakan salah satu cara yang

paling efektif untuk mempelajari kimia dan unsur-unsur serta ion-ionnya


dalam larutan.
Ada 3 pendekatan analisis kualiataif yaitu; pertama perbandingan
antara data retensi solute yang tidak diketahui dengan data retensi baku
yang sesuai pada kondisi yang sama. Kedua dengan cara spiking, yaitu
dilakukan dengan menambah sampel yang mengandung senyawa tertentu
yang akan diselidiki pada senyawa baku pada kondisi yang sama. Ketiga
dengan nggabungkan alat kromatografi dengan spectrometer massa
(Gandjar, 2007).
2.1.2 Antihistamin
Histamin memegang peranan utama pada proses peradangan dan pada
sistem daya-tangkis. Kerjanya berlangsung melalui tiga jenis reseptor,
yakni reseptor-H1, -H2 dan H3. Reseptor-H1 secara selektif diblok oleh
antihistaminika (H1-blockers), Reseptor-H2 oleh penghambat asam
lambung (H2-blockers), Reseptor-H3 memegang peranan pada regulasi
tonus saraf simpatikus. Hampir semua organ dan jaringan memiliki
histamin dalam keadaan terikat dan inaktif, yang terutama terdapat dalam
sel-sel tertentu. Mast Cells ini (ing.mast = menimbun) menyerupai bolabola kecil berisi gelembung yang penuh dengan histamin dan zat-zat
mediator lain. Di luar tubuh manusia histamin terdapat dalam bakteri,
tanaman (bayam, tomat) dan makanan (Tjay, 2007).
Antihistamin adalah obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan
kerja histamin dalam tubuh melalui mekanisme penghambatan bersaing
pada reseptor H1, H2 dan H3. Efek antihistamin bukan suatu reaksi
antigen antibodi karena tidak dapat menetralkan atau mengubah efek
histamin yang sudah terjadi. Antihistamin pada umumnya tidak dapat
mencegah produksi histamin. Antihistamin bekerja terutama dengan
menghambat secara bersaing interaksi histamin dengan reseptor khas.
Antihistamin sebagai penghambat dapat mengurangi degranulasi sel
mast yang dihasilkan dari pemicuan imunologis oleh interaksi antigen
IgE. Cromolyn dan Nedocromil diduga mempunyai efek tersebut dan

digunakan pada pengobatan asma, walaupun mekanisme molekuler yang


mendasari efek tersebut belum diketahui hingga saat ini.
Berdasarkan hambatan pada reseptor khas antihistamin dibagi
menjadi tiga kelompok yaitu :
Antagonis H1, terutama digunakan untuk pengobatan gejala-gejalal
akibat reaksi alergi. Contoh obatnya adalah: difenhidramina, loratadina,
desloratadina, meclizine, quetiapine (khasiat antihistamin merupakan
efek samping dari obat antipsikotik ini), dan prometazina.
Antagonis H2, digunakan untuk mengurangi sekresi asam lambung
pada pengobatan penderita pada tukak lambung serta dapat pula
dimanfaatkan untuk menangani peptic ulcer dan penyakit refluks
gastroesofagus. Contoh

obatnya

adalah

simetidina,

famotidina,

ranitidina, nizatidina, roxatidina, dan lafutidina.


Antagonis H3, sampai sekarang belum digunakan untuk pengobatan,
masih dalam penelitian lebih lanjut dan kemungkinan berguna dalam
pengaturan

kardiovaskuler,

pengobatan

alergi

dan

kelainan

mental. Contoh obatnya adalah ciproxifan, dan clobenpropit.


Beberapa obat lainnya juga memiliki khasiat antihistamin.
Contohnya adalah obat antidepresan trisiklik dan antipsikotik.
Prometazina adalah obat yang awalnya ditujukan sebagai antipsikotik,
namun kini digunakan sebagai antihistamin. Senyawa-senyawa lain
seperti cromoglicate dannedocromil, mampu mencegah penglepasan
histamin dengan cara menstabilkan sel mast, sehingga mencegah
degranulasinya.
2.1.2.1 Penggolongan Obat Antihistamin
Antihistamin Penghambat Reseptor H1 (Ah1) bermanfaat untuk :
Antagonisme terhadap histamin AH1menghambat efek
histamin pada pembuluh darah, bronkus dan bermacam-macam otot
polos;

selain

itu

AH1 bermanfaat

untuk

mengobati

reaksi

hipersensitivitas atau keadaan lain yahg disertai penglepasan histamin


endogen berlebihan. AH1 dapat merangsang maupun menghambat
SSP. Efek perangsangan yang kadang-kadang terlihat dengan dosis

AH1 biasanya ialah insomnia, gelisah dan eksitasi. Efek perangsangan


ini juga dapat terjadi pada keracunan AH1 selain itu AH1 berguna
untuk mengobati alergi tipe eksudatif akut misalnya pada polinosis
dan urtikaria. Efeknya bersifat paliatif, membatasi dan menghambat
efek histamin yang dilepaskan sewaktu reaksi antigen-antibodi terjadi.
AH 1 dapat menghilangkan bersin, rinore dan gatal pada mata, hidung
dan tenggorokan. AH1 efektif terhadap alergi yang disebabkan debu,
tetapi kurang efektif bila jumlah debu banyak dan kontaknya lama.
Antihistamin Penghambat Reseptor H2 (Ah2)
Reseptor histamin H2 berperan dalam efek histamin terhadap
sekresi cairan lambung, perangsangan jantung serta relaksasi uterus
tikus dan bronkus domba. Beberapa jaringan seperti otot polos
pembuluh darah mempunyai kedua reseptor yaitu H1 dan H2.
Contoh Oba:
1. Simetidin Dan Ranitidin simetidin dan ranitidin menghambat
reseptor H2 secara selektiv dan reversibel. Perangsangan reseptor
H2 akan merangsang sekresi cairan lambung, sehingga pada
pemberian simetidin atau ranitidin sekresi cairan lambung
dihambat. Simetidin dan ranitidin mengurangi volume dan kadar
ion hidrogen cairan lambung. Penurunan sekresi asam lambung
mengakibatkan perubahan pepsinogen menjadi pepsin juga
menurun.
Simetidin dan Ranitidin diindikasikan untuk tukak peptik.
Penghambatan 50% sekresi asam lambung dicapai bila kadar
simetidin plasma 800 mg/ml atau kadar ranitidin plasma 100
mg/ml. Tetapi yang lebih penting adalah efek penghambatannya 24
jam. Simetidin 1000 mg/hari menyebabkan penurunan kira-kira
50% dan ranitidin 300 mg/hari menyebabkan penurunan 70%
sekresi asam lambung. AH2 juga bermanfaat untuk hipersekresi
asam lambung pada sindrom Zollinger-Ellison. Dalam hal ini
mungkin lebih baik digunakan ranitidin untuk mengurangi

kemungkinan timbulnya efek samping akibat besarnya dosis yang


diperlukan.
Antihistamin h1 yang lebih spesifik memperbaiki modalitas
terapi.
Antihistamin H1 merupakan salah satu obat terbanyak dan
terluas

digunakan

di

seluruh

dunia.

Fakta

ini

membuat

perkembangan sekecil apapun yang berkenaan dengan obat ini


menjadi suatu hal yang sangat penting. Semisal perubahan dalam
penggolongan

antihistamin

H1. Dulu,

antihistamin-H1 dikenal

sebagai antagonis reseptor histamin H1. Namun baru-baru ini,


seiring perkembangan ilmu farmakologi molekular, antihistamin
H1 lebih digolongkan sebagai inverse agonist ketimbang antagonis
reseptor histamin H1.
Suatu obat disebut sebagai inverse agonist bila terikat dengan
sisi reseptor yang sama dengan agonis, namun memberikan efek
berlawanan. Jadi, obat ini memiliki aktivitas intrinsik (efikasi
negatif) tanpa bertindak sebagai suatu ligan. Sedangkan suatu
antagonis bekerja dengan bertindak sebagai ligan yang mengikat
reseptor atau menghentikan kaskade pada sisi yang ditempati
agonis. Beda dengan inverse agonist, suatu antagonis sama sekali
tidak berefek atau tidak mempunyai aktivitas intrinsik.
Penemuan modus operandi antihistamin H1 yang lebih spesifik
tersebut, bisa menjadi pertimbangan untuk pemberian obat secara
tepat. Demikian juga dengan perkembangan identifikasi serta
pengelompokkan

antihistamin.

Sebelumnya

antihistamin

dikelompokkan menjadi 6 grup berdasarkan struktur kimia, yakni:


1.

etanolamin,

2. etilendiamin,
3. alkilamin,
4. piperazin,
5. piperidin, dan
6. fenotiazin.

Penemuan antihistamin baru yang ternyata kurang bersifat sedatif,


akhirnya menggeser popularitas penggolongan ini. Antihistamin kemudian
lebih dikenal dengan penggolongan baru atas dasar efek sedatif yang
ditimbulkan, yakni generasi pertama, kedua, dan ketiga.
Generasi pertama dan kedua berbeda dalam dua hal yang signifikan.
Generasi pertama lebih menyebabkan sedasi dan menimbulkan efek
antikolinergik yang lebih nyata. Hal ini dikarenakan generasi pertama kurang
selektif dan mampu berpenetrasi pada sistem saraf pusat (SSP) lebih besar
dibanding generasi kedua. Sementara itu, generasi kedua lebih banyak dan
lebih

kuat

terikat

dengan

protein

plasma,

sehingga

mengurangi

kemampuannya melintasi otak.


Sedangkan generasi ketiga merupakan derivat dari generasi kedua,
berupa

metabolit (desloratadine dan fexofenadine)

(levocetirizine).

Pencarian

generasi

ketiga

ini

dan enansiomer

dimaksudkan

untuk

memperoleh profil antihistamin yang lebih baik dengan efikasi tinggi serta
efek samping lebih minimal. Faktanya, fexofenadine memang memiliki risiko
aritmia jantung yang lebih rendah dibandingkan obat induknya, terfenadine.
Demikian juga dengan levocetirizine atau desloratadine, tampak juga lebih
baik dibandingkan dengan cetrizine atau loratadine.

2.1.2.2 Anti alergi Plus Anti inflamasi


Sebagai inverse agonist, antihistamin H1beraksi dengan bergabung
bersama dan menstabilkan reseptor H1 yang belum aktif, sehingga berada
pada status yang tidak aktif. Penghambatan reseptor histamine H1 ini bisa
mengurangi permiabilitas vaskular, pengurangan pruritus, dan relaksasi
otot polos saluran cerna serta napas. Tak ayal secara klinis, antihistamin
H1 generasi pertama ditemukan sangat efektif berbagai gejala rhinitis
alergi reaksi fase awal, seperti rhinorrhea, pruritus, dan sneezing. Tapi,
obat ini kurang efektif untuk mengontrol nasal congestion yang terkait
dengan reaksi fase akhir.
Sementara itu antihistamin generasi kedua dan ketiga memiliki profil
farmakologi yang lebih baik. Keduanya lebih selektif pada reseptor

perifer dan juga bisa menurunkan lipofilisitas, sehingga efek samping


pada SSP lebih minimal. Di samping itu, obat ini juga memiliki
kemampuan antilergi tambahan, yakni sebagai antagonis histamin.
Antihistamin generasi baru ini mempengaruhi pelepasan mediator dari
sel mast dengan menghambat influks ion kalsium melintasi sel
mast/membaran basofil plasma, atau menghambat pelepasan ion kalsium
intraseluler dalam sel. Obat ini menghambat reaksi alergi dengan bekerja
pada leukotriene dan prostaglandin, atau dengan menghasilkan efek antiplatelet activating factor.
Selain berefek sebagai anti alergi, antihistamin H1 diduga juga
memiliki

efek

anti

inflamasi.

Hal

ini

terlihat

dari

studi in

vitrodesloratadine, suatu antihistamin H1 generasi ketiga. Studi


menunjukkan, desloratadine memiliki efek langsung pada mediator
inflamatori,

seperti

menghambat pelepasan

intracellular

adhesion

molecule-1 (ICAM-1) oleh sel epitel nasal, sehingga memperlihatkan


aktivitas anti-inflamatori dan imunomodulatori. Kemampuan tambahan
inilah yang mungkin menjelaskan kenapa desloratadine secara signifikan
bisa memperbaiki nasal congestion pada beberapa double-blind, placebocontrolled studies. Efek ini tak ditemukan pada generasi sebelumnya,
generasi pertama dan kedua. Sehingga perlu dilakukan studi lebih lanjut
untuk menguak misteri dari efek tambahan ini.
2.1.2.3 Nasib Antihistamin H1 dalam Tubuh
Pemberian antihistamin H1 secara oral bisa diabsorpsi dengan baik
dan mencapai konsentrasi puncak plasma rata-rata dalam 2 jam. Ikatan
dengan protein plasma berkisar antara 78-99%. Sebagian besar
antihistamin H1 dimetabolisme melaluihepatic microsomal mixedfunction oxygenase system. Konsentrasi plasma yang relatif rendah
setelah pemberian dosis tunggal menunjukkan kemungkinan terjadi efek
lintas pertama oleh hati.
Waktu paruh antihistamin H1 sangat bervariasi. Klorfeniramin
memiliki waktu paruh cukup panjang sekitar 24 jam, sedang akrivastin
hanya 2 jam. Waktu paruh metabolit aktif juga sangat berbeda jauh

dengan obat induknya, seperti astemizole 1,1 hari sementara metabolit


aktifnya,N-desmethylastemizole, memiliki waktu paruh 9,5 hari. Hal
inilah yang mungkin menjelaskan kenapa efek antihistamin H1 rata-rata
masih eksis meski kadarnya dalam darah sudah tidak terdeteksi lagi.
Waktu paruh beberapa antihistamin H1 menjadi lebih pendek pada anak
dan jadi lebih panjang pada orang tua, pasien disfungsi hati, danm pasien
yang menerima ketokonazol, eritromisin, atau penghambat microsomal
oxygenase lainnya.
2.1.2.4 Indikasi
Antihistamin

generasi

pertama

di-approve untuk

mengatasi

hipersensitifitas, reaksi tipe I yang mencakup rhinitis alergi musiman


atau tahunan,rhinitis vasomotor, alergi konjunktivitas, dan urtikaria.
Agen ini juga bisa digunakan sebagai terapi anafilaksis adjuvan.
Difenhidramin, hidroksizin, dan prometazin memiliki indikasi lain
disamping untuk reaksi alergi. Difenhidramin digunakan sebagai
antitusif, sleep aid, anti-parkinsonism atau motion sickness. Hidroksizin
bisa digunakan sebagai pre-medikasi atau sesudah anestesi umum,
analgesik adjuvan pada pre-operasi atau prepartum, dan sebagai antiemetik. Prometazin digunakan untuk motion sickness, pre- dan
postoperative atau obstetric sedation.
2.1.2.4 Sifat Antihistamin
Sifat-sifat yang dimiliki antihistamin antara lain sebagai berikut :

Umumnya histamin seperti alkaloida mempunyai pH 8-11

Tidak larut dalam air, larut dalam asam encer dan alkalis

2.1.2.5 Identifikasi Antihistamin


Antihistamin dapat diidentifikasikan dengan beberapa cara :

Titik leleh, contoh titik leleh dari Difenhidramin berkisar 1660 1670

Reaksi Warna (gunakan asam pekat) :

Dengan H2SO4 pekat semua memberikan warna, kecuali antistin dan


chlortrimeton

Beberapa warna yang dihasilkan adalah :

1. Multergan : Rosa
2. Phenergan : Rosa merah
3. Histaphen : Kuning tua
4. Avil

: Kuning

5. Neo-antergan: Merah
6. Neo-benodin : Kuning dengan bintik jingga
7. Benadryl

: Jingga + coklat + merah

8. Fenatiazin : merah + jingga + hijau


Dengan HNO3 pekat
Beberapa warna yang dihasilkan :
1. Histaphen : Kuning dengan bintik jingga
2. Antergan : Kuning
3. Neo-benodin : kekuningan
4. Avil : Kuning + gas
Masing-masing zat + H2SO4 pekat/HCl pekat/HNO3 pekat -> berwarna +
air -> berubah (kemungkinan alkaloid 80%), jika tetap kemungkinan
alkaloid, tapi beberapa alkaloid juga bisa menyebabkan perubahan warna
(tergantung posisi N). Perlu dilakukan reaksi pendukung lainnya.
Mandelin
Pereaksi : NH Vanadat % dalam air + H2SO4 pekat
Frohde
Pereaksi : Larutan 1% NH4 molibdat dalam H2SO4 pekat
Beberapa warna yang dihasilkan :
1. Phenergan : Merah violet
2. Neo-antergan : Merah ungu
3. Neo-benodin : Kuning kenari
4. Multergan : Ungu
5. Histaphen : kuning dengan bintik coklat
6. Fenotiazin : Coklat hijau violet
7. Benadryl : Merah jingga

Marquis
Pereaksi : larutan encer formalin (formalin 0,1% 1%) + H2SO4 pekat
Beberapa warna yang dihasilkan :
1. Benadryl : ungu
2. Avil : Kekuningan
3. Multergen : Ungu
4. Antistin : lama lama akan berwarna ungu
FeCl3
AgNO3
Reaksi Kristal
Beberapa pereaksi yang dapat digunakan adalah sebagai berikut :
1. AuCl3
2. PtCl3
3. Asam Pikrat
4. Asam Pikrolon
5. Garam Reinekat
Proses kerja : zat dilarutkan dalam HCL 0,2 N kemudian ditambahkan
pereaksi endapan, dipanaskan dalam api kecil hingga larut, dinginkan
mengkristal
Pengecualian untuk pereaksi asam pikrat: pada gelas objek, zat diberi
air kemudian ditetesi asam pikrat, jangan ditambah HCl (dengan HCl,
yang keluar adalah kristal asam pikrat sendiri
Pengecualian untuk asam pikrolon : Tidak perlu dipanaskan dalam api
kecil
Mayer (pada plat tetes)
Pereaksi : HgCl2 + lautan KI 5% + H2SO4 pekat
Proses kerja : zat + HCl 0,2 N + pereaksi
Contoh : Benadryl ungu muda

Dragendorff
Pereaksi : Larutan bismut nitrat basa dalam air/asam asetat glasial dengan
KI dalam air
Proses kerja : zat + peraksi

Reaksi Korek Api


Proses kerja ada 2 cara :
Batang korek api dicelupkan kedalam campuran (zat dalam HCl), lalu
dibasahi dengan HCl pekat, atau
Batang korek api dibasahi dengan HCl pekat, keringkan lalu celupkan
kedalam campuran (zat dalam HCl) untuk penentuan amin aromatis
primer (berwarna jingga).
Contoh : avil jingga

2.1.2.6 Obat Antihistamin dan Identifikasinya


Deksklorfeniramin maleat
Merupakan suatu antihistamin yang dapat mencegah gejala-gejala
alergi, yang disebabkan sebagian besar oleh histamin (H1).
Deksklorfeniramin maleat bekerja dengan menghambat reseptor H1,
pada pembuluh darah, bronkus, dan berbagai otot polos.
Selain itu juga dapat mengatasi reaksi hipersensitivitas atau
keadaan lain yang disertai penglepasan histamin endogen yang
berlebihan (Anonym, 2010). Difenhidramin ini memblokir aksi
histamin, yaitu suatu zat dalam tubuh yang menyebabkan gejala
alergi. Difenhidramin menghambat pelepasan histamin (H1) dan
asetilkolin (menghilangkan ingus saat flu).

Prometazin
Adalah antihistamin generasi pertama dari golongan fenotiazin.
Obat

ini

mengandung

anti-mabuk,

anti

emetik,

dan

efek

antikolinergik, serta efek sedatif yang kuat dan di beberapa negara


yang diberikan untuk insomnia.,
Prometazin

Prometazin merupakan antihistamin generasi pertama yang


termasuk dalam kelompok fenotiazin. Prometazin juga memiliki efek
antiemetik dan antikolinergik. Selain itu prometazin juga memiliki
efek sedatif yang cukup kuat.
Prometazin HCl merupakan senyawa kimia yang berbentuk
serbuk kristal kekuningan yang praktis tidak berbau. Kontak yang
cukup lama prometazin dengan udara dapat mengakibatkan
terjadinya reaksi oksidasi yang menyebabkan perubahan warna
prometazin menjadi biru. Prometazin-HCl sangat mudah larut dalam
air dan agak sukar larut dalam alkohol. Prometazin yang beredar
dipasaran adalah prometazin dalam bentuk campuran rasemat.
Cara identifikasi prometazin menurut FI IV:
- Spektrum serapan infra merah. Sampel didispersikan dalam
kalium bromida.
- Menunjukan adanya reaksi klorida seperti tertera pada uji
identifikasi umum
- Cara lain untuk identifikasi dapat dilakukan dengan:
1. KLT
2. KCKT
Analisa Kualitatif
Uji Analisa Kualitatif Phenargan HCl atau prometazin HC yaitu:
Pemerian :
- tablet couting (biru hijau), tidak berbau, dan rasanya sangat
pahit
- kelarutan mudah larut dalam air, spiritus,dan kloroform
Reaksi :
zat + FeCl3 rosa jingga
zat + HNO3p merah marganta panaskan di W.B akan
berwarna kuning
zat + H2SO4p rosa merah + air rosa
zat + KMNO4 + NaOH hijau coklat kotor

zat + pereaksi frohde merah violet zat + pereaksi nillon


rosa (kekuningan)
zat + DAB-HCl jingga
zat + H2SO4p + Cr 2O7 hijau
zat + pereaksi marquis merah marganta
zat berfluroresensi kuning
Analisa Kuantitatif
Penetapan kadar prometazine dalam sediaan tablet dilakukan
dengan

metode

spektrofotometri

ultraviolet

secara

multikomponen, Pometazin Hydroclorine di ukur menggunakan


blanko dapar fosfat pH 6,4 pada panjang gelombang 230 nm dan
266 nm, sehingga didapatkan panjang gelombang serapan
maksimum. Diukur validitasnya berdasarkan parameter akurasi
(metode penambahan baku) dan presisi.
Spektrum peresapan ultra violet larutan 0,0005 % b/v setebal
2cm pada daerah 220 nm sampai 350 nm menunjukkan
maksimum pada 251 nm dan maksimum yang kurang jelas pada
lebih kurang 301 nm,resapan pada 251 nm lebih kurang 0,91.
Pada

spectrum

peresapan

inframerah,menunjukkan

maksimum hanya pada panjang gelombang yang sama dan


mempunyai intensitas relative yang sama seperti promethazine
hydroclorida PK.
Dekslorfeniramin
Ditentukan kadarnya dengan beberapa cara diantaranya dengan
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT), Spektrofotometri UV dan
Titrasi Asam Basa.
Menurut Gritter Roy.J (1991), Dalam beberapa tahun terakhir ini
teknologi KCKT telah menjadi metode analisis rutin dan bahkan
preparatif pada banyak laboratorium. Kolom yang tersedia mempunyai
banyak sekali pelat teori (lebih dari 10.000 untuk kolom 100cm), dan
kromatografi dilakukan dalam kondisi yang mendekati kondisi ideal
demikian rupa sehingga dapat diperoleh pemisahan yang sangat baik;

seringkali, hasil dapat diperoleh dalam waktu beberapa menit dan


ditafsirkan secara kuantitatif dengan ketepatan yang lumayan.
Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) memiliki
keuntungan antara lain dapat digunakan untuk analisa suatu zat dalam
jumlah kecil, Resolusinya baik, kecepatan analisis dan kepekaannya
tinggi, ideal untuk molekul besar dan ion, serta kolom dapat dipakai
kembali
GUGUS FUNGSI YANG TERKANDUNG DALAM PROMETAZINE
HYDROCHLORINE
Secara kimia, prometazin hidroklorida muncul sebagai bubuk putih
pingsan kristal kuning yang praktis tidak berbau. Oksidasi lambat dapat
terjadi pada kontak yang terlalu lama untuk udara biasanya menyebabkan
perubahan warna biru. Prometazin sebagai garam hidroklorida secara
bebas larut dalam air dan agak larut dalam alkohol. Prometazin adalah
senyawa kiral, terjadi sebagai campuran enantiomer.
Prometazin, 10 - (2-dimethylaminopropyl) fenotiazin, disintesis oleh
alkylating fenotiazin dengan 1-dimethylamino-2-propylchloride:
Hydroclorine
Nama Sistematik ( IUPAC ) : (RS) - N, N-dimetil-1-(10 H-phenothiazin10-il) propan-2-amina
Rumus: C17 H 20 N 2 S .HCl
Mol. massa : 284,42 g / mol
Kelarutan: Larut dalam air, kloroform dan agak larut dalam alcohol
Pemerian : tablet ,serbuk hablur (biru hijau satau putih), tidak berbau, dan
rasanya sangat pahit,agak higroskopis.
GUGUS

SETELAH

PROMETAZINE

HYDROCHLORINE

DIMETABOLISME DALAM TUBUH


Antihistaminika

adalah

zat-zat

yang dapat

mengurangi

atau

menghindarkan efek atas tubuh dari histamin yang berlebihan,


sebagaimana terdapat pada gangguan-gangguan alergi. Bila dilihatdari
rumus molekulnya, bahwa inti molekulnya adalah etilamin, yang juga
terdapat dalam molekul histamin. Gugus anetilamin ini sering kali

berbentuk suatu rangkaian lurus, tetapi dapat pula merupakan bagian dari
suatu

struktur

siklik,

misalnya

antazolin.

Antihistaminika

tidak

mempunyai kegiatan-kegiatan yang tepat berlawanan dengan histamine


seperti halnya dengan adrenalin dan turunan-turunannya, tetapi melakukan
kegiatannya melalui persaingan substrat atau competitive inhibition.
Obat-obat ini pun tidak menghalang-halangi pembentukan histamine pada
reaksi antigen-antibody, melainkan masuknya histamine kedalam unsurunsur penerima didalam sel (reseptor-reseptor) dirintangi dengan
menduduki sendiri tempatnya itu. Dengan kata lain karena antihistaminic
mengikat diri dengan reseptor-reseptor yang sebelumnya harus menerima
histamin, maka zat ini dicegah untuk melaksanakan kegiatannya yang
spesifik terhadap jaringan-jaringan. Dapat diangga petilaminlah dari
antihistaminika yang bersaing dengan histamine untuk sel-sel reseptor
tersebut.
Di dalam tubuh adanya stimulasi reseptor H1 dapat menimbulkan
vasokontriksi pembuluh-pembuluh yang lebih besar, kontraksi otot
(bronkus, usus, uterus), kontraksi sel-sel endotel dan kenaikan aliran limfe.
Jika histamin mencapai kulit misal pada gigitan serangga, maka terjadi
pemerahan disertai rasa nyeri akibat pelebaran kapiler atau terjadi
pembengkakan yang gatal akibat kenaikan tekanan pada kapiler. Histamin
memegang peran utama pada proses peradangan dan pada sistem imun.
Prometazin dimetabolisme terutama untuk promethazine sulphoxide
dan ke promethazine desmethyl tingkat yang lebih rendah. Obat ini diserap
dengan

baik

puncak sulphoxide

dari

saluran

metabolit

pencernaan. Konsentrasi

terjadi

setelah

pemberian

plasma
intravena.

Konsentrasi puncak plasma ini terjadi setelah 2 sampai 3 jam


bila prometazin

diberikan

secara

oral

(25

sampai

50

mg)

atau intramuskuler (25 mg). Metabolisme juga terjadi pada dinding usus
tetapi lebih rendah derajat dari sebelumnya. Setelah pemberian rektal
prometazin dalam formulasi supositoria, terjadi konsentrasi plasma puncak
yang diamati setelah sekitar 8 jam. Bioavailabilitas oralnya adalah sekitar
25%. Sedangkan Bioavailabilitas rektalnya 23%.

Prometazin hydrochloride sebagai AH1 menghambat efek histamin


pada pembuluh darah, bronkus dan bermacam-macam otot polos. AH1
juga bermanfaat untuk mengobati reaksi hipersensitivitas dan keadaan lain
yang disertai pelepasan histamin endogen berlebih. Histamin endogen
bersumber dari daging dan bakteri dalam lumen usus atau kolon yang
membentuk histamin dari histidin.
Dosis terapi AH1 umumnya menyebabkan penghambatan sistem saraf
pusat dengan gejala seperti kantuk, berkurangnya kewaspadaan dan waktu
reaksi yang lambat, mekanismenya mengantagonir histamine dengan jalan
memblok reseptor-H1 di otot licin dari dinding pembuluh, bronchi dan
saluran

cerna,

kandung

kemin

dan

rahim.

Efek

samping

ini

menguntungkan bagi pasien yang memerlukan istirahat namun dirasa


menggangu bagi mereka yang dituntut melakukan pekerjaan dengan
kewaspadaan tinggi. Jadi sebenarnya rasa kantuk yang ditimbulkan
setelah penggunaan Prometazin hydrochloride merupakan salah satu efek
samping dari obat tersebut.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan materi yang telah dibahas dalam isi makalah sebelumnya
dapat disimpulkan bahwa:
1. Analisis kualitatif adalah suatu proses dalam mengidentifikasi keberadaan
suatu senyawa kimia dalam suatu larutan/sampel yang tidak diketahui.
2. Definisi dari Antihistamin adalah obat yang dapat mengurangi atau
menghilangkan

kerja

histamin

dalam

tubuh

melalui

mekanisme

penghambatan bersaing pada reseptor H1, H2 dan H3. Efek antihistamin


bukan suatu reaksi antigen antibodi karena tidak dapat menetralkan atau
mengubah efek histamin yang sudah terjadi
3. Mekanisme kerja dari antihistamin terbagi dari beberapa golongan:
Antogonis H1, H2, dan H3. Cara mengidentifikasi Antihistamin
4. Antihistamin dapat diidentifikasikan dengan beberapa cara :

Titik leleh, contoh titik leleh dari Difenhidramin berkisar 1660 1670

Reaksi Warna (gunakan asam pekat) :

Dengan H2SO4 pekat semua memberikan warna, kecuali antistin dan


chlortrimeton

5. Obat-obat yang bekerja sebagai antihistamin


- Dekslorfeniramin
Ditentukan kadarnya dengan beberapa cara diantaranya dengan
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT), Spektrofotometri UV dan
Titrasi Asam Basa.
- Prometazin
Cara identifikasi prometazin menurut FI IV:
- Spektrum serapan infra merah. Sampel didispersikan dalam kalium
bromida.
- Menunjukan adanya reaksi klorida seperti tertera pada uji
identifikasi umum

3.2 Saran
Saran untuk yang membaca makalah ini untuk mencari literature-literatur
lain lagi mengenai cara pengidentifikasian senyawa obat yang berkhasiat
sebagai Antihistamin.

DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI.1974.Ekstra
FARITEX

Farmakope Indonesia. Jakarta: PT

Digregorio & Ruch, 1980; Moolenaar et al, 1981 Farmakologi dan Terapi edisi
IV (FK-UI,1995)
Gandjar, G.I dan Rohman, A.2012. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka
Belajar
Gandjar, Ibnu Gholib dan Abdul Roman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka
Pelajar: Yogyakarta.
Joyce jammes, Colin Baker, dkk. 2006. Prinsip - Prinsip Sains Untuk
Keperawatan
( principles of science for nurses ): Jakarta
Keenan, Charles W, kleinfelter, dkk., 1994. Kimia Untuk Universitas. Erlangga:
Jakarta.
Sumardjo, damin. 2009. Pengantar Kimia: Buku Panduan kuliah mahasiswa
kedokteran dan program strata 1 Fakultas Bioeksata. Semarang. http://wiropharmacy.blogspot.com/search?q=analisis+kualitatif.html. Diakses 30 Maret
2012.

Anda mungkin juga menyukai