Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
Demam berdarah dengue (Dengue hemorrhagic fever) merupakan
penyebab utama morbiditas dan mortalitas di Asia Tropik termasuk Indonesia.
Insiden tertinggi pada anak dengan puncak umur 5-11 tahun.1,2
Beberapa dekade terakhir ini, insiden demam dengue menunjukkan
peningkatan yang sangat pesat di seluruh penjuru dunia. Sebanyak dua setengah
milyar atau dua perlima penduduk dunia beresiko terserang demam dengue.
Sebanyak 1,6 milyar (52%) dari penduduk yang beresiko tersebut hidup di
wilayah Asia Tenggara. WHO memperkirakan sekitar 50 juta kasus infeksi dengue
tiap tahunnya. Pada tahun 2007 di Amerika terdapat lebih dari 890.000 kasus
dengue yang dilaporkan dimana 26.000 kasus diantaranya tergolong dalam
demam berdarah dengue (DBD).3
Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah
tanah air.5 Sejak Januari sampai dengan 5 maret 2004 total kasus DBD di seluruh
Propinsi di Indonesia sudah mencapai 26.015, dengan jumlah kematian sebanyak
389 orang dengan kasus tertinggi terdapat di propinsi DKI Jakarta (11.534 kasus).4
Jumlah kejadian DBD di Indonesia sepanjang bulan Januari-November 2007
mencapai 127.687 kasus, dengan jumlah kasus meninggal 1.296 kasus. Keadaan
ini masih menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan keadaan tahun tahun
sebelumnya. Berdasarkan data kasus dan angka kematian DBD di Dinas
Kesehatan Propinsi Riau tahun 2004 menunjukkan selama tahun tersebut telah
dilaporkan kasus DBD di Propinsi Riau sebanyak 732 kasus, dan menempati
urutan ke-6 dari 10 besar penyakit yang dirawat di RSUD Arifin Achmad Propinsi
Riau. Selama tahun 2004 periode Januari Mei, khususnya kota Pekanbaru
dinyatakan sebagai wilayah Kejadian Luar Biasa DBD, dimana terjadi
peningkatan kasus DBD sebanyak 119 orang dan kematian 4 orang dengan
incidence rate 3,36 % .2
Penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti, A.
albopictus, A. polynesiensis dan beberapa spesies A.scuttellaris, akan tetapi di
Indonesia penularan adalah melalui A. aegypti dan A. Albopictus.1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Definisi
Demam dengue/ dan demam berdarah dengue (Dengue Hemorrhagic

Fever/ DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan
manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/ atau nyeri sendi yang disertai leukopeni,
ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik.5
2.2

Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus

dengue, yang termasuk genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus


merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai
tunggal dengan berat molekul 4x106. Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1,
DEN2, DEN-3, DEN-4 yang semua nya dapat menyebabkan demam dengue atau
demam berdarah dengue.5,6,7 Keempat serotype ini ditemukan di Indonesia dengan
DEN-3 merupakan serotype terbanyak.1
2.3

Patofisiologi
Fenomena

patofisiologi

utama

menentukan

berat

penyakit

dan

membedakan demam berdarah dengue dengan dengue klasik ialah tingginya


permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma, terjadinya
hipotensi, trombositopenia dan diabetes hemoragik. Meningginya nilai hematokrit
pada penderita dengan renjatan menimbulkan dugaan bahwa renjatan terjadi
sebagai akibat kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler melalui kapiler yang
rusak dengan mengakibatkan menurunnya volume plasma dan meningginya nilai
hematokrit.8
Dua teori yang banyak dianut dalam menjelaskan patogenesis infeksi
dengue adalah hipotesis infeksi sekunder (secondary heterologous infection
theory) dan hipotesis immune enhancement.9
Menurut hipotesis infeksi sekunder yang diajukan oleh Suvatte, sebagai
akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berbeda, respon antibodi

anamnestik pasien akan terpicu, menyebabkan proliferasi dan transformasi


limfosit dan menghasilkan titer tinggi IgG antidengue. Karena bertempat di
limfosit, proliferasi limfosit juga menyebabkan tingginya angka replikasi virus
dengue. Hal ini mengakibatkan terbentuknya kompleks virus-antibodi yang
selanjutnya
menyebabkan

mengaktivasi

sistem komplemen.

peningkatan

permeabilitas

Pelepasan C3a

dinding

pembuluh

dan C5a
darah

dan

merembesnya cairan ke ekstravaskular. Hal ini terbukti dengan peningkatan kadar


hematokrit, penurunan natrium dan terdapatnya cairan dalam rongga serosa. Pada
penderita renjatan berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari pada
30% dan berlangsung selama 24 -48 jam. Renjatan yang tidak ditanggulangi
secara adekuat akan menimbulkan anoksia jaringan, asidosis metabolik dan
kematian.9
Hipotesis immune enhancement menjelaskan menyatakan secara tidak
langsung bahwa mereka yang terkena infeksi kedua oleh virus heterolog
mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD berat. Antibodi
heterolog yang telah ada akan mengenali virus lain kemudian membentuk
kompleks antigen-antibodi yang berikatan dengan Fc reseptor dari membran
leukosit terutama makrofag. Sebagai tanggapan dari proses ini, akan terjadi
sekresi

mediator

vasoaktif

yang

kemudian

menyebabkan

peningkatan

permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan


syok.9
2.4

Gambaran Klinis
Gambaran klinis penderita dengue terdiri atas 3 fase yaitu fase febris, fase

kritis dan fase pemulihan.10


Pada fase febris, Biasanya demam mendadak tinggi 2 7 hari, disertai
muka kemerahan, eritema kulit, nyeri seluruh tubuh, mialgia, artralgia dan sakit
kepala. Pada beberapa kasus ditemukan nyeri tenggorok, injeksi farings dan
konjungtiva, anoreksia, mual dan muntah. Pada fase ini dapat pula ditemukan
tanda perdarahan seperti ptekie, perdarahan mukosa, walaupun jarang dapat pula
terjadi perdarahan pervaginam dan perdarahan gastrointestinal.10

Fase kritis, terjadi pada hari 3 7 sakit dan ditandai dengan penurunan
suhu tubuh disertai kenaikan permeabilitas kapiler dan timbulnya kebocoran
plasma yang biasanya berlangsung selama 24 48 jam. Kebocoran plasma sering
didahului oleh lekopeni progresif disertai penurunan hitung trombosit. Pada fase
ini dapat terjadi syok.10
Fase pemulihan, bila fase kritis terlewati maka terjadi pengembalian
cairan dari ekstravaskuler ke intravaskuler secara perlahan pada 48 72 jam
setelahnya. Keadaan umum penderita membaik, nafsu makan pulih kembali,
hemodinamik stabil dan diuresis membaik.10
2.5

Diagnosis
Diagnosis demam berdarah dengue ditegakkan berdasarkan kriteria

diagnosis menurut WHO tahun 1997 yang terdiri dari kriteria klinis dan
laboratoris. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi diagnosis yang berlebihan
(overdiagnosis). Kriteria klinis demam dengue adalah demam akut selama 2-7
hari ditandai dengan dua atau lebih manifestasi klinis seperti nyeri kepala, nyeri
retro-orbital, mialgia/artralgia, ruam kulit, manifestasi perdarahan (petekie atau uji
bendung positif), leukopenia dan pemeriksaan serologi dengue positif atau
ditemukan pasien demam dengue atau demam berdarah dengue yang sudah
dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama.9,11
Kriteria Klinis:9,11
1.

Demam akut mendadak 2-7 hari, bersifat bifasik

2.

Terdapat manifestasi perdarahan yang ditandai dengan :


-

Uji tourniket positif

Ptekie, ekimosis, purpura

Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi

Hematemesis dan melena

Kriteria Laboratoris:9,11
-

Trombositopenia (100.000/mm3 atau kurang)


Terdapat minimal satu tanda-tanda kebocoran plasma sebagai berikut:
- Peningkatan hematokrit > 20% dibandingkan standar sesuai dengan
umur dan jenis kelamin.

Penurunan hemtokrit >20% setelah mendapatkan terapi cairan,

dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.


Tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura,

asites

atau

hipoproteinemia.
Dua kriteria klinis pertama ditambah trombositopenia atau peningkatan
hematokrit, cukup untuk menegakkan diagnosis klinis demam berdarah dengue.
Efusi pleura dan atau hipoalbumin, dapat memperkuat diagnosis terutama pada
pasien anemia dan atau terjadi perdarahan. Pada kasus syok, peningkatan
hematokrit dan adanya trombositopenia, mendukung diagnosa demam berdarah
dengue.12
WHO (2004) membagi demam berdarah dengue menjadi 4 derajat
berdasarkan tingkat keparahan, yaitu 5
Derajat 1: Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi
perdarahan adalah uji torniquet.
Derajat 2:

Seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit dan

perdarahan lain.
Derajat 3: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan
nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut
kulit dingin dan lembab, tampak gelisah.
Derajat 4: Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.
Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture)
ataupun deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reserve
Transcriptase Polymerase Chain Reaction), namun karena teknik yang lebih
rumit, saat ini tes serologis yang mendeteksi adanya antibody spesifik terhadap
dengue berupa antibody total, IgM maupun IgG. Pemeriksaan IgM dan IgG dapat
untuk menentukan jenis infeksi virus dengue apakah primer atau sekunder.
IgM terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke 3,
menghilang setelah 60-90 hari. IgG pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi
pada hari ke 14, pada infeksi sekunder IgG mulai terdeteksi pada hari ke 2.
Penting untuk membedakan infeksi primer maupun sekunder. Hal ini dapat
ditentukan dari terbentuknya IgG antidengue, yang menunjukkan infeksi
sekunder, dimana sudah dapat dideteksi pada hari ke-3 demam.5

2.6

Penatalaksanaan
Prinsip utama adalah terapi suportif, dimana angka kematian dapat

diturunkan hingga kurang dari 1%. Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit dalam
Indonesia (PAPDI) bersama dengan Divisi Penyakit Tropik dan infeksi dan Divisi
Hematologi dan onkologi Medik Fakultas Kedokteran FK UI, telah menyusun
lima protokol penatalaksanaan Demam berdarah dengue pada pasien dewasa
berdasarkan kriteria :12
1. Tatalaksana dengan rencanan tindakan sesuai indikasi
2.

Praktis dalam penatalaksanaan

3.

Mempertimbangkan cost efectiveness


Protokol pemberian cairan sebagai komponen utama penatalaksanaan

DBD dewasa mengikuti 5 protokol, mengacu pada protokol WHO. Protokol ini
terbagi dalam 5 kategori, sebagai berikut:5
1. Penanganan tersangka DBD dewasa tanpa syok
2. Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat
3. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit >20%
4. Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD dewasa
5. Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa
Protokol I. Penanganan Tersangka (probable) demam berdarah dengue
dewasa tanpa syok
Apabila didapatkan nilai Hb, Ht dan trombosit seperti:5
1. Hb, Ht, trombosit normal atau trombosit antara 100.000-150.000, pasien dapat
dipulangkan dengan anjuran kontrol ke poliklinik dalam waktu 24 jam
berikutnya dimana dilakukan pemeriksaan Hb, Ht dan Leukosit, trombosit tiap
24 jam, atau apabila keadaan penderita memburuk, segera kembali ke IGD
2. Hb, Ht normal tapi trombosi <100.000, dianjurkan untuk dirawat
3. Hb, ht meningkat dan trombosit normal dan atau turun juga dianjurkan untuk
dirawat

Protokol II. Penanganan Tersangka (probable) demam berdarah dengue


dewasa diruang rawat
Pasien tersangka demam berdarah dengue tanpa perdarahan spontan dan masif
dan tanpa syok maka di ruang rawat diberikan cairan infus kristaloid per hari
dengan jumlah seperti rumus berikut:5
1500+(20 x(BB dalam kg-20)
Setelah pemberian cairan, dilakukan pemeriksaan Hb, Ht tiap 24 jam:5
1. Bila Hb, Ht meningkat 10-20 % dan trombosit < 100.000, jumlah pemberian
cairan tetap sesuai rumus diatas dengan pemantauan Hb,Ht trombosit tiap 12
jam
2. Bila Hb, Ht meningkat >20% dan trombosit < 100.000, maka pemberian
cairan sesuai dengan protokol III

Gambar.1 Observasi dan pemberian cairan suspek DBD dewasa


tanpa renjatan di Unit Gawat Darurat

Gambar.2 Pemberian cairan pada suspek DBD dewasa di ruang

Protokol III. Penatalaksanaan DBD dengan Peningkatan Ht >20%


Meningkatnya Ht >20% menunjukkan tubuh mengalami defisit cairan
sebanyak 5%. Pada keadaan ini terapi awal pemberian cairan adalah dengan
memberikan infus cairan kristaloid sebanyak 6-7 ml/kg/jam. Pasien kemudian
dipantau setelah 3-4 jam pemberian cairan. Bila terjadi perbaikan yang ditandai
dengan tanda tanda hematokrit turun, frekuensi nadi turun, tekanan darah stabil,
produksi urin meningkat, maka jumlah cairan infus dikurangi menjadi 5
ml/kg/jam. 2 jam kemudian dilakukan pemantauan kembali dan bila keadaan
tetap menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan infus dikurangi menjadi 3
ml/kg/jam. Bila dalam pemantauan keadaan tetap membaik maka pemberian
cairan dapat dihentikan 24-48 jam kemudian.5
Apabila setelah pemberian terapi cairan awal 6-7 ml/kg/jam tadi keadaan
tetap tidak membaik, yang ditandai dengan hematokrit dan nadi meningkat,
tekanan nadi menurun <20 mmHg, produksi urin menurun, maka kita harus
menaikkan jumlah cairan infus menjadi 10 ml/kg/jam. 2 jam kemudian dilakukan
pemantauan kembali dan bila keadaan menunjukkkan perbaikan maka jumlah
cairan dikurangi menjadi 5 ml/kg/jam tetapi bila keadaan tetap tidak menunjukkan

perbaikan maka jumlah cairan infus dinaikkan menjadi 15 ml/kg/jam dan bila
dalam perkembangannya kondisi menjadi memburuk dan didapatkan tanda tanda
syok maka pasien ditangani sesuai dengan protokol tatalaksana sindrom syok
dengue pada dewasa. Bila syok telah teratasi maka pemberian cairan dimulai lagi
seperti terapi pemberian cairan awal.5

Protokol IV. Penatalaksanaan Perdarahan spontan pada demam berdarah


dengue dewasa
Perdarahan spontan dan masif pada penderita DBD dewasa adalah
epistaksis yang tidak terkendali walaupun telah diberikan tampon hidung,
perdarahan saluran cerna (hematemesis dan melena atau hematoskezia),
hematuria, perdarahan otak atau perdarahan tersembunyi dengan jumlah
perdarahan 4-5 cc/ KgBB/jam. Pemeriksaan Hb, Ht, trombosit sebaiknya diulang
setiap 4-6 jam. Pemberian heparin diberikan apabila secara klinis didapatkan
tanda-tanda koagulsi intravaskular diseminata/ KID (protrombin time), PTT
(partial protrombin time), fibrinogen, D-Dimer atau CT (clotting time), BT
(blooding time), tes parakoagulasi dengan ethanol gelation test. Tranfusi
komponen darah sesuai indikasi, seperti FFP (fresh frozen plasma) jika terdapat
defisiensi faktor pembekuan dengan PT dan APTT yang memanjang, PRC
(packed red cell) bila Hb < 10 gr% dan tranfuse trombosit jika terdapat
perdarahan spontan dan masif dengan jumlah trombosit < 100.000/ l disertai atau
tanpa KID.5
Protokol V. Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa.
Atasi renjatan melalui penggantian cairan intravaskular yang hilang atau
resusitasi cairan dengan cairan kristaloid. Pada fase awal, guyur cairan 10-20 ml/
KgBB, evaluasi setelah 15-30 menit. Bila renjatan telah teratasi (TD sistolik 100
mmHg, tekanan nadi . 20 mmHg, frekuensi nadi <100 x/menit dengan volume
cukup, akral hangat, kulit tidak pucat dan diuresis 0,5-1 cc/KgBB/jam), jumlah
cairan dikurangi

7 ml/KgBB/jam. Bila keadaan tetap stabil 60-120 menit,

pemberian cairan 5 ml/KgBB/jam. Bila 24-48 jam renjatan teratasi, cairan

perinfus dihentikan mencegah hipervolemi seperti edema paru dan gagal jantung.
Selain itu dapat diberikan O2 2-4 L/ menit. Pantau tanda vital dalam 48 jam
pertama kemungkinan terjadinya renjatan berulang. Bila pada fase awal
pemberian cairan renjatan belum teratasi, periksa hematokrit, bila meningkat
berarti perembesn plasma masih berlangsung dan diberikan diberikan tranfusi
darah segar 10 ml/kgBB dan dapat diulang sesuai kebutuhan.5
Pemberian cairan koloid mula-mula diberikan dengan tetesan cepat 10-20
ml/kg BB, evaluasi setelah 10-30 menit. Bila keadaan belum teratasi, pasang
kateter vena sentral untuk memantau kecukupan cairan dan cairan koloid
dinaikkan hingga jumlah maksimum 30 ml/kgBB (maksimal 1-1,5 l/hari) dengan
sasaran tekanan vena sentral 15-18 cmH2O. Bila keadaan belum teratasi, periksa
dan koreksi gangguan asam basa, elektrolit, hipoglikemi, anemia, KID, infeksi
sekunder.Bila keadaan belum teratasi, berikan obat inotropik atau vasopresor.5

10

BAB III
ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama

: Nn. D

Umur

: 17 tahun

Jenis kelamin

: Perempuan

Pekerjaan

: Pelajar

Alamat

: Jl. Rajawali Tampan

Masuk RS

: 20 Februari 2014

Tanggal pemeriksaan : 21 Februari 2014


ANAMNESIS (Autoanamnesis)
Keluhan Utama
Demam sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS)
Riwayat Penyakit Sekarang
- Sejak 5 hari SMRS pasien mengeluhkan demam tinggi, muncul mendadak,
demam terus menerus, tidak menggigil, demam berkurang setelah minum obat
penurun panas, otot dan persendian pegal pegal, sakit kepala, batuk kering,
nafsu makan berkurang, tidak ada nyeri tenggorokan, tidak ada perdarahan dari
gusi dan hidung, BAK dan BAB berdarah tidak ada, timbul bintik-bintik
kemerahan pada tubuh tidak ada. Keluhan juga disertai mual, muntah setiap
kali makan, muntah berisi makanan yang dimakan, sebanyak 1/4 gelas aqua
setiap kali muntah, nyeri ulu hati. Riwayat keluar kota disangkal. Pasien sudah
dibawa berobat ke klinik dokter dan diberikan obat penurun panas, demam
berkurang setelah minum obat tapi kemudian demam lagi.
- Sejak 2 hari SMRS, pasien merasa keluhan tidak berkurang, demam tinggi
terus menerus, mual dan muntah setiap kali makan, muntah berisi makanan
yang dimakan, batuk kering, timbul bintik bintik kemerahan pada tubuh bagian
tangan dan dada, BAK tidak ada keluhan, mencret, cairan lebih banyak dari

11

pada ampas, BAB 1 kali sehari, BAB berdarah tidak ada. Pasien lalu dibawa
berobat ke RSUD Arifin Achmad Pekanbaru.
Riwayat Penyakit Dahulu
- Pasien tidak pernah mengeluhkan keluhan yang sama sebelumnya
-

Riwayat magh disangkal

- Riwayat hipertensi disangkal


- Riwayat DM disangkal
- Riwayat penyakit jantung disangkal
Riwayat Penyakit Dalam Keluarga
- Ayah dan adik pasien juga mengalami demam namun tidak dirawat di rumah
sakit.
Riwayat Pekerjaan, Kebiasaan dan sosial ekonomi :

Pasien adalah seorang pelajar SMA kelas 3 di Pekanbaru

Pasien sering makan siang di kantin sekolah

Riwayat berpergian jauh tidak ada dalam 1 bulan terakhir

Daerah sekitar rumah padat, ventilasi baik

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Komposmentis

Vital Sign

Tekanan darah

: 120/70 mmHg

Frekuensi nadi

: 80x/menit

Frekuensi napas : 22x/menit


Suhu

: 38,70 C (axilla)

Kepala dan leher


Mata

: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil bulat,


isokor dengan diameter 2/2 mm, reflek cahaya (+/+)

Lidah

: tidak kotor, faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1.

Leher

: KGB tidak membesar, JVP 5-2 cmH2O


12

Thorak
Paru :
- Inspeksi

: gerakan dinding dada simetris kiri dan kanan, petekie (+)

- Palpasi

: vokal fremitus kanan dan kiri sama

- Perkusi

: Sonor pada kedua lapangan paru.

- Auskultasi : Vesikuler kedua lapangan paru, ronki (-/-), wheezing (-/-)


Jantung :
- Inspeksi

: ictus kordis tidak terlihat

- Palpasi

: ictus kordis teraba SIK V 1 jari medial LMC sinistra

- Perkusi

: Batas jantung kanan : Linea Ssternalis dekstra


Batas jantung kiri

: SIK V 2 jari medial LMC sinistra

- Auskultasi : Bunyi jantung 1 dan 2 normal, bunyi tambahan (-)


Abdomen :
- Inspeksi

: Perut datar, venektasi (-)

- Palpasi

: Supel, nyeri tekan epigastrium (+) , hepar dan lien tidak teraba

- Perkusi

: Timpani, shifting dullness (-)

- Auskultasi : Bising usus (+) normal


Ekstremitas : Petekie (+) pada kedua ekstremitas atas, akral hangat, CRT <2
detik, edema tungkai tidak ada, sianosis (-), turgor kulit normal, uji
tourniket : rumpleed (+)
Pemeriksaan Penunjang
(20/02/2014) Pemeriksaan laboratorium darah rutin
Hb

: 13,3 gr/dl

Leukosit

: 4.100 /ul

Trombosit : 48.000 /ul


Ht

: 38,3 %

13

Pemeriksaan serologi dengue:


IgG antidengue

: reaktif

IgM antidengue

: reaktif

RESUME
Sejak 5 hari SMRS pasien mengeluhkan demam tinggi mendadak, terus
menerus, demam berkurang setelah minum obat penurun panas, otot dan
persendian pegal pegal, sakit kepala, batuk kering, nafsu makan berkurang, mual,
muntah setiap kali makan, muntah berisi makanan yang dimakan, sebanyak 1/4
gelas aqua setiap kali muntah, nyeri ulu hati. Pasien sudah dibawa berobat ke
klinik dokter dan diberikan obat penurun panas. Sejak 2 hari SMRS, keluhan tidak
berkurang, demam tinggi terus menerus, mual dan muntah setiap kali makan,
timbul bintik bintik kemerahan pada tubuh bagian tangan dan dada, mencret,
cairan lebih banyak dari pada ampas, frekuensi 1 kali sehari. Ayah dan adik pasien
juga menderita keluhan yang sama. Pasien lalu dibawa berobat ke RSUD Arifin
Achmad Pekanbaru. Dari pemeriksaan fisik suhu 38,7C, nyeri tekan epigastrium,
petekie pada ekstremitas atas dan dada. Dari pemeriksaan penunjang:
trombositopenia, leukopeni, Uji tourniket (+), uji serologi IgG antidengue dan
IgM antidengue reaktif.
DAFTAR MASALAH
1.

Demam

2.

Trombositopeni

3.

Leukopeni

ANALISIS MASALAH
1. Demam
Dari anamnesis didapatkan sejak 5 hari SMRS pasien mengeluh demam
tinggi yang muncul mendadak dan terus menerus. Pasien juga mengeluh nyeri
kepala, nyeri otot dan persendian. Hal ini sesuai dengan kepustakaan kriteria
klinis dari demam berdarah dengue yaitu demam tinggi mendadak, tanpa
sebab yang jelas, berlangsung terus menerus selama 2-7 hari, disertai nyeri

14

kepala, mialgia dan artralgia.5,13 Timbul bintik bintik kemerahan di tubuh


bagian tangan dan dada. Pasien tidak mengeluh adanya demam disertai
menggigil, berkeringat banyak, dan pasien tidak pernah mempunyai riwayat
bepergian keluar kota dan tidak pernah menderita keluhan yang sama
sebelumnya. Hal ini dapat menyingkirkan diagnosis malaria dan demam tifoid.
2. Trombositopenia
Dari pemeriksaan laboratorium pasien didapatkan trombositopenia, yaitu
trombosit 48.000/mm3. Hal ini sesuai dengan kriteria dari demam berdarah
dengue. Trombosititopenia terjadi pada hari ke 3-8. Dalam kepustakaan
disebutkan trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme
supresi sumsum tulang dan destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit.
Gambaran sumsum tulang pada fase awal infeksi menunjukkan keadaan
hiposeluler dan supresi megakariosit.5,15
3. Leukopenia
Jumlah leukosit pada pasien demam berdarah dengue bervariasi dari
leukopeni ringan hingga leukopenia sedang. Leukopenia akan muncul antara
hari demam pertama dan ke tiga pada 50% kasus DBD ringan. Hal ini
sebagian besar disebabkan oleh adanya degenerasi sel PMN yang matur dan
pembentukan sel PMN muda. Pada pasien dijumpai leukosit 4.100/mm3. Hal
ini sesuai dengan kepustakaan, leukopenia merupakan salah satu gejala
laboratorium dari demam berdarah dengue.5,15
DIAGNOSIS KERJA : DHF grade II
RENCANA PEMERIKSAAN
Cek trombosit, Hb, Ht, dan leukosit tiap 24 jam

15

RENCANA PENATALAKSANAAN
Non Farmakologi :
-

Istirahat
Banyak minum air putih

Farmakologi :
-

IVFD Ringer laktat 30 tts/ mnt


Ranitidin intravena 2 x 1 amp (50 mg)
Paracetamol tab 3 x 500 mg

FOLLOW UP PASIEN
22 Februari 2014
S : demam, nafsu makan kurang, sakit kepala, BAB encer frekuensi 1 kali sehari
O : Kesadaran : Komposmentis
TD : 110/70 mmHg

RR : 20 x/mnt

N : 84 x/menit

T : 38,30C

Ptekie pada ekstremitas atas dan dada


A : DHF grade I
P : IVFD RL 30 tts/mnt
Paracetamol tab 3x500 mg

DAFTAR PUSTAKA

16

1. Pasaribu S. Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue. Bagian Ilmu


Kesehatan Anak FK USU. Cermin Dunia Kedokteran No.80. USU press.
2. Akhyar Y, Kurniawan L. Demam Berdarah Dengue. Faculty of medicine
University of Riau. FK UR press,2009
3. Hairani LK. Gambaran epidemiologi demam berdarah di Indonesia. FKM
UI. 2009
4. Wahono TD. Demam Berdarah Dengue. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan; 2004
5. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Buku ajar Ilmu Penyakit
Dalam jilid III. Demam Berdarah Dengue. Edisi IV. Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta : 2006. 1709-13
6. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman pelayanan medis. IDI. Jakarta:
2010. 141-9
7. DEPKES.

Tatalaksana

DBD.

Available

from:

http://www.depkes.go.id/downloads/Tata%20Laksana%20DBD.pdf
8. Lestari K. Epidemiologi dan pencegahan Demam Berdarah dengue di
Indonesia. Farmaka. 2007; 5:12-29
9. Chen K, Herdiman T. Pohan, Sinto R. Diagnosis dan terapi cairan pada
demam berdarah dengue. Medicinus: Scientic Journal of Pharmaceutical
Development and Medical Application. 2009; 22: 3-7
10. World Health Organization. Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment,
Prevention and Control. New edition. Geneva. 2009.
11. Departemen Kesehatan RI. Pedoman tatalaksana klinis infeksi dengue di
sarana pelayanan kesehatan, 2005.p.19-34
12. Hendarwanto. Dengue. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam I. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI, 1999. 417-426.

17

Anda mungkin juga menyukai