Anda di halaman 1dari 18

SEMINAR AKUNTANSI PEMERINTAH

PIUTANG JANGKA PANJANG

KELOMPOK II
Arga Jaya Dwiputra, email: bowgel89@gmail.com
Fahreza Dhika Pradana, email: fahrezadhika@gmail.com
Hendra Medianto, email: hendramedianto@gmail.com
Wishnu Kusumo Agung E, email: abulailahasna@gmail.com
Yuli Susanti, email: yuli.santi11@gmail.com

Program Diploma IV Akuntansi Khusus


Sekolah Tinggi Akuntansi Negara, Tangerang Selatan
Abstrak Makalah ini membahas tentang piutang pada laporan keuangan pemerintah
pusat. Secara khusus, makalah ini membahas lebih dalam mengenai piutang jangka
panjang, klasifikasinya, pengukuran dan pengakuan, perubahan piutang menjadi
investasi, dan penentuan serta pembentukan penyisihan piutang tak tertagih.

PENDAHULUAN

Piutang jangka panjang merupakan suatu hal yang baru di dalam penyusunan
laporan keuangan pemerintah pusat. Piutang jangka panjang ini muncul bersamaan
dengan ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan nomor PMK 219/PMK.05/2013
tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah Pusat. Pemunculan istilah piutang jangka
panjang sendiri telah menuai berbagai pendapat pro maupun kontra karena istilah
tersebut hanya terdapat di dalam laporan keuangan pemerintah pusat di Indonesia.
Adanya piutang jangka panjang menimbulkan konsekuensi logis berupa perubahan
struktur neraca sebagaimana terdapat di dalam lampiran PP nomor 71 tahun 2010,
yaitu dengan penambahan akun piutang jangka panjang di bawah akun Aset Tetap.
Piutang jangka panjang ini terdiri dari :
1. Piutang Tagihan Penjualan Angsuran (TPA)
2. Piutang Tuntutan Perbendaharaan/Tuntutan Ganti Rugi (TP/TGR)
3. Piutang Jangka Panjang Penerusan Pinjaman
4. Piutang Jangka Panjang Kredit Pemerintah
5. Piutang Jangka Panjang Lainnya

PIUTANG JANGKA PANJANG

A. Definisi Piutang, Piutang Jangka Pendek dan Piutang Jangka Panjang


Berdasarkan PMK 201/PMK.06/2010 tentang Kualitas Piutang Kementerian
Negara/Lembaga dalam Pembentukan Penyisihan Piutang Tak Tertagih mendefinisikan
piutang sebagai jumlah uang yang wajib dibayar kepada kementerian negara/lembaga
dan/atau hak kementerian negara/lembaga yang dapat dinilai dengan uang sebagai
akibat perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku atau akibat lainnya yang sah.
Berdasarkan PMK 219/PMK.05/2013 tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah
Pusat khususnya yang dijelaskan lebih lanjut pada Lampiran V tentang Kebijakan
Akuntansi Piutang, Piutang dibagi menjadi 2 yaitu piutang jangka pendek dan piutang
jangka panjang.
2

1. Piutang Jangka Pendek


Piutang jangka pendek adalah jumlah uang yang akan diterima oleh Pemerintah
dan/atau hak Pemerintah yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat perjanjian,
kewenangan pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
atau akibat lainnya yang sah, yang diharapkan diterima Pemerintah dalam waktu 12
(dua belas) bulan sejak tanggal pelaporan.
Jenis-jenis Piutang Jangka Pendek dapat dibagi menjadi delapan jenis yaitu:
a. Piutang Pajak
b. Piutang Bukan Pajak
c. Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran (TPA)
d. Bagian

Lancar

Tagihan

Tuntutan

Perbendaharaan/Tuntutan

Ganti

Rugi

(TP/TGR)
e. Bagian Lancar Piutang Jangka Panjang
f. Beban Dibayar di Muka/Uang Muka Belanja
g. Piutang BLU
h. Piutang Transfer ke Daerah
Di dalam penyusunan laporan keuangan pemerintah, khususnya pada neraca,
penyajian piutang jangka pendek disajikan dalam kelompok aset lancar.
2. Piutang Jangka Panjang
Piutang jangka panjang adalah piutang yang diharapkan/dijadwalkan akan
diterima dalam jangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan setelah tanggal
pelaporan. Klasifikasi, pengakuan, dan pengukuran tentang piutang jangka panjang
akan dijelaskan lebih lanjut pada sub bab berikutnya.
B. Klasifikasi Piutang Jangka Panjang
Berdasarkan PMK 219/PMK.05/2013 pada Lampiran V terdapat beberapa jenis
piutang jangka panjang, antara lain:
a. Piutang Tagihan Penjualan Angsuran (TPA)
Piutang TPA merupakan piutang yang timbul karena adanya penjualan aset
pemerintah secara angsuran kepada pegawai pemerintah yang mempunyai jatuh

tempo lebih dari 12 bulan setelah tanggal pelaporan.Contoh tagihan penjualan


angsuran antara lain adalah penjualan rumah dinas dan penjualan kendaraan dinas.
b. Tagihan Tuntutan Perbendaharaan/ Tuntutan Ganti Rugi (TP/TGR)
Tagihan tuntutan perbendaharaan merupakan suatu proses penagihan yang
dilakukan terhadap bendahara dengan tujuan untuk menuntut penggantian atas
suatu kerugian yang diderita oleh negara sebagai akibat langsung ataupun tidak
langsung dari suatu perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh bendahara
tersebut atau kelalaian dalam pelaksanaan tugas kewajibannya. Tagihan tuntutan
ganti rugi merupakan suatu proses yang dilakukan terhadap pegawai negeri bukan
bendahara dengan tujuan untuk menuntut penggantian atas suatu kerugian yang
diderita oleh negara sebagai akibat langsung ataupun tidak langsung dari suatu
perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh pegawai tersebut atau kelalaian
dalam pelaksanaan tugas kewajibannya.
c. Piutang Jangka Panjang Penerusan Pinjaman
Piutang Penerusan Pinjaman adalah aset yang dimiliki Pemerintah sehubungan
dengan adanya penerusan pinjaman yang berasal dari pinjaman/hibah baik yang
bersumber

dari

(Pemda)/Badan

dalam
Usaha

dan/atau
Milik

luar

Negara

negeri

kepada

(BUMN)/Badan

Pemerintah
Usaha

Milik

Daerah
Daerah

(BUMD)/penerima lainnya yang penyelesaiannya mengakibatkan aliran masuk


sumber daya ekonomi Pemerintah di kemudian hari.
d. Piutang Jangka Panjang Kredit Pemerintah
Piutang Jangka Panjang Kredit Pemerintah adalah aset yang dimiliki Pemerintah
sehubungan

dengan

pemberian

kredit

oleh

pemerintah

kepada

masyarakat/kelompok masyarakat yang penyelesaiannya mengakibatkan aliran


masuk sumber daya ekonomi Pemerintah di kemudian hari.
e. Piutang Jangka Panjang Lainnya
Piutang Jangka Panjang yang tidak dapat diklasifikasikan sebagai jenis piutang
sebagaimana telah dijelaskan di atas dikategorikan sebagai Piutang Jangka
Panjang Lainnya.
C. Pengakuan Piutang Jangka Panjang
4

Pengakuan piutang jangka panjang dibedakan berdasarkan jenis piutang jangka


panjang yaitu sebagai berikut:
a. Piutang Tagihan Penjualan Angsuran (TPA)
Piutang TPA diakui pada saat terjadinya penjualan angsuran yang ditetapkan dalam
naskah/dokumen perjanjian penjualan.
b. Piutang Tagihan TP/TGR
Piutang Tagihan TP/TGR diakui apabila telah memenuhi kriteria:
1) Telah ditandatanganinya Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak (SKTJM);
2) Telah

diterbitkan

Surat

Keputusan

Pembebanan

Penggantian

Kerugian

Sementara (SKP2KS) kepada pihak yang dikenakan tuntutan Ganti Kerugian


Negara; atau
3) Telah ada putusan Lembaga Peradilan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht
van gewijsde) yang menghukum seseorang untuk membayar sejumlah uang
kepada Pemerintah.
c. Piutang Jangka Panjang Penerusan Pinjaman
Piutang Jangka Panjang Penerusan Pinjaman diakui atau timbul pada saat
terjadinya penarikan pinjaman sesuai dengan tanggal yang tercantum dalam Notice
of Disbursement (NoD) untuk mekanisme pembayaran langsung, mekanisme Letter
of Credit (LC) dan mekanisme pembiayaan pendahuluan. Sedangkan untuk
penarikan pinjaman dengan mekanisme rekening khusus, maka piutang jangka
panjang penerusan pinjaman diakui pada saat terbitnya Surat Perintah Pencairan
Dana (SP2D) Penerusan Pinjaman.
d. Piutang Jangka Panjang Kredit Pemerintah
Piutang Jangka Panjang Kredit Pemerintah timbul pada saat terjadinya pengeluaran
pembiayaan atas kredit yang diberikan pemerintah.
e. Piutang Jangka Panjang Lainnya
Piutang Jangka Panjang Lainnya diakui pada saat timbulnya hak pemerintah untuk
menagih kepada pihak lain.
D. Pengukuran Piutang Jangka Panjang
5

Sedangkan untuk pengukuran atas peristiwa-peristiwa yang menimbulkan piutang


yang berasal dari perikatan perjanjian adalah sebagai berikut:
a. Piutang Tagihan Penjualan Angsuran (TPA)
Piutang TPA dicatat sebesar tagihan sebagaimana yang ditetapkan dalam
naskah/dokumen perjanjian penjualan.
b. Piutang Tagihan TP/TGR
Piutang TP/TGR dicatat sebesar tagihan sebagaimana yang ditetapkan dalam surat
keterangan/ketetapan/keputusan adanya kerugian negara.
c. Piutang Jangka Panjang Penerusan Pinjaman
Piutang penerusan pinjaman dicatat sebesar nilai nominal pada saat transaksi
penarikan penerusan pinjaman.
d. Piutang Jangka Panjang Kredit Pemerintah
Piutang Jangka Panjang Kredit Pemerintah dicatat sebesar nilai nominal pada saat
transaksi pemberian kredit.
e. Piutang Jangka Panjang Lainnya
Piutang Jangka Panjang Lainnya dicatat sebesar nilai nominal transaksi yang
berakibat pada timbulnya hak tagih pemerintah.
Terkait piutang jangka panjang dalam mata uang asing dicatat dengan menggunakan
kurs tengah Bank Sentral pada saat terjadinya transaksi atau timbulnya piutang.
Agar nilai piutang menggambarkan nilai bersih yang dapat direalisasikan, maka
piutang-piutang (sebagian atau seluruhnya) yang diperkirakan tidak tertagih perlu dibuat
penyisihan akun piutang. Metode untuk menghitung piutang yang tidak tertagih adalah
metode pencadangan/penyisihan piutang tidak tertagih (the allowance method). Metode
ini mengestimasi besarnya piutang-piutang yang tidak akan tertagih dan kemudian
mencatat dan menyajikan nilai estimasi tersebut sebagai penyisihan piutang tidak
tertagih, yang mengurangi nilai piutang bruto. Beban yang timbul atas pembentukan
penyisihan piutang tidak tertagih tersebut pada akhir periode pelaporan dicatat sebagai
beban penyisihan piutang tidak tertagih dan disajikan pada Laparon Operasional.
Penyisihan piutang tidak tertagih akan menyesuaikan jumlah piutang pada neraca
6

menjadi sebesar nilai bersih yang dapat direalisasikan (net realizable value). Penyisihan
piutang tidak tertagih dibentuk berdasarkan kualitas/umur piutang. Ketentuan lebih
lanjut mengenai penggolongan kualitas/umur piutang dan besaran penyisihan piutang
tidak tertagih diatur dalam PMK 201/PMK.06/2010.
E. Penyajian dan Pengungkapan Piutang Jangka Panjang
Pada laporan keuangan tahunan, Piutang TPA, Tagihan TP/TGR, Piutang Jangka
Panjang Penerusan Pinjaman, dan Piutang Jangka Panjang Kredit Pemerintah yang
jatuh tempo lebih dari 12 bulan setelah tanggal pelaporan disajikan pada neraca
sebagai Piutang Jangka Panjang. Sedangkan Piutang TPA, Tagihan TP/TGR, Piutang
Jangka Panjang Penerusan Pinjaman, dan Piutang Jangka Panjang Kredit Pemerintah
yang jatuh tempo kurang dari 12 bulan setelah tanggal pelaporan direklasifikasi sebagai
Aset Lancar. Penyajian Piutang Jangka Panjang dalam mata uang asing pada neraca
menggunakan kurs tengah Bank Sentral pada tanggal pelaporan. Selisih penjabaran
pos Piutang Jangka Panjang dalam mata uang asing antara tanggal transaksi dan
tanggal pelaporan dicatat sebagai kenaikan atau penurunan ekuitas periode berjalan.
Penyisihan piutang tidak tertagih disajikan tersendiri dalam neraca dan sebagai
pengurang atas nilai pos piutang jangka panjang.
Ilustrasi penyajian piutang jangka panjang di neraca sebagai berikut:

Ada perlakuan khusus tentang piutang ini yaitu:


1) Denda, pinalti, dan biaya lainnya yang sejenis yang timbul dari piutang jangka
panjang.
7

Apabila terdapat bunga, denda, commitment fee, dan/atau biaya-biaya pinjaman


lainnya yang belum diterima oleh pemerintah sampai dengan akhir periode
pelaporan atas pinjaman jangka panjang, maka bunga, denda, commitment fee,
dan/atau biaya-biaya lainnya tersebut harus diakui sebagai piutang jangka pendek
(aset lancar).
2) Piutang yang penagihannya diserahkan kepada Direktur Jenderal Kekayaan Negara
Terhadap Piutang Jangka Panjang yang penagihannya diserahkan kepada
PUPN/Direktorat Jenderal Kekayaan Negara oleh suatu instansi, pengakuan atas
piutang tersebut tetap melekat pada satuan kerja instansi yang bersangkutan.
Klasifikasi piutang jangka panjang adalah sesuai dengan klasifikasi awalnya.
Misalnya, piutang jangka panjang yang diserahkan penagihannya, karena macet,
kepada Panitia Urusan Piutang Negara / Ditjen Kekayaan Negara (PUPN/DJKN),
maka nilai piutang dimaksud tetap disajikan sebagai piutang jangka panjang pada
Kementerian/Lembaga yang bersangkutan, dan tidak direklasifikasi menjadi aset
lancar.
F. Akuntansi

Piutang

Jangka

Panjang

Berdasarkan

Standar

Akuntansi

Pemerintah
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 219/PMK.05/2013 mengatur mengenai
kebijakan akuntansi pemerintah pusat yang merupakan prinsip-prinsip, dasar-dasar,
konvensi-konvensi, aturan-aturan, dan praktik-praktik spesifik yang dipilih dalam
penyusunan dan penyajian laporan keuangan pemerintah pusat. Kebijakan akuntansi
tersebut disusun berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintah berbasis akrual.
Kebijakan akuntansi tersebut bertujuan untuk memberikan pedoman bagi Entitas
Akuntansi dan Entitas Pelaporan pada pemerintah pusat dalam menyusun Laporan
Keuangan Pemerintah Pusat, Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara, dan
Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga dalam rangka meningkatkan
keterbandingan Laporan Keuangan baik antar periode maupun antar Entitas Pelaporan;
serta memberikan pedoman dalam pelaksanaan sistem dan prosedur akuntansi
pemerintah pusat.

Standar Akuntansi Pemerintah tidak mengatur secara khusus akuntansi piutang


jangka panjang, namun pengaturan-pengaturan umum terkait piutang jangka panjang
dapat diuraikan sebagai berikut:
Klasifikasi Aset
Berdasarkan PSAP 1 tentang Penyajian Laporan Keuangan diatur bahwa entitas
pelaporan mengklasifikasikan asetnya dalam aset lancer dan nonlancar. Setiap entitas
pelaporan mengungkapkan setiap pos aset yang mencakup jumlah-jumlah yang
diharapkan akan diterima atau dibayar dalam waktu dua belas bulan setelah tanggal
pelaporan dan jumlah-jumlah yang diharapkan akan diterima atau dibayar dalam waktu
lebih dari dua belas bulan. Suatu aset diklasifikasikan sebagai aset lancar jika:
1. diharapkan segera untuk direalisasikan, dipakai, atau dimiliki untuk dijual dalam
waktu dua belas bulan sejak tanggal pelaporan, atau
2. berupa kas dan setara kas.
Semua aset selain yang termasuk dalan kriteria tersebut, diklasifikasikan sebagai
aset non lancar. Aset lancar meliputi kas dan setara kas, investasi jangka pendek,
piutang, dan persediaan. Disebutkan bahwa pos piutang terdiri dari antara lain piutang
pajak, retribusi, denda, penjualan angsuran, tuntutan ganti rugi, dan piutang lainnya
yang diharapkan diterima dalam waktu dua belas bulan setelah tanggal pelaporan.
Sementara itu, aset nonlancar diklasifikasikan menjadi investasi jangka panjang, aset
tetap, dana cadangan, dan aset lainnya untuk mempermudah pemahaman atas pospos aset nonlancar yang disajikan di neraca. Contoh format penyajian aset dalam
neraca dalam PSAP 1 yaitu sebagai berikut:

Disebutkan bahwa ilustrasi neraca tersebut hanya merupakan contoh dan bukan
merupakan bagian dari standar. Ilustrasi bertujuan menggambarkan penerapan standar
untuk membantu dalam pelaporan keuangan. Berdasarkan ilustrasi tersebut dapat
dilihat bahwa tidak terdapat klasifikasi khusus untuk piutang jangka panjang
sebagaimana

penyajian

piutang

jangka

panjang

berdasarkan

PMK

Nomor

219/PMK.05/2013. Piutang jangka panjang diletakkan dalam klasifikasi Investasi


Jangka Panjang dan Aset Lainnya, mengingat klasifikasi aset nonlancar dalam PSAP 1

10

hanya terdiri dari Investasi Jangka Panjang, Aset Tetap, Dana Cadangan, dan Aset
Lainnya. Investasi jangka panjang sendiri didefinisikan sebagai aset yang dimaksudkan
untuk memperoleh manfaat ekonomi seperti bunga, dividen dan royalti, atau manfaat
sosial, sehingga dapat meningkatkan kemampuan pemerintah dalam rangka pelayanan
kepada masyarakat. Investasi jangka panjang dibagi menurut sifat penanaman
investasinya, yaitu permanen dan nonpermanen. Investasi permanen adalah investasi
jangka panjang yang dimaksudkan untuk dimiliki secara berkelanjutan, sedangkan
investasi nonpermanen adalah investasi jangka panjang yang dimaksudkan untuk
dimiliki secara tidak berkelanjutan. Sementara aset lainnya merupakan klasifikasi untuk
aset nonlancar lainnya yang tidak termasuk dalam Investasi Jangka Panjang, Aset
Tetap, atau Dana Cadangan. Termasuk dalam aset lainnya yaitu aset tak berwujud,
tagihan penjualan angsuran yang jatuh tempo lebih dari dua belas bulan, aset
kerjasama dengan fihak ketiga, dan kas yang dibatasi penggunaannya.
Pengakuan Aset
Kriteria pengakuan aset, termasuk piutang jangka panjang, diatur dalam PSAP 1
secara umum bahwa aset diakui pada saat potensi manfaat ekonomi masa depan
diperoleh oleh pemerintah dan mempuyai nilai atau biaya yang dapat diukur dengan
andal. Aset diakui pada saat diterima atau kepemilikannya dan/atau kepenguasaannya
berpindah.
Sementara untuk aset yang diklasifikasikan sebagai investasi, pengakuannya diatur
lebih khusus dalam PSAP 6 yaitu sebagai berikut:
Pengeluaran kas dan/atau aset, penerimaan hibah dalam bentuk investasi dan
perubahan piutang menjadi investasi dapat diakui sebagai investasi apabila memenuhi
kriteria sebagai berikut:
1. Kemungkinan manfaat ekonomi dan manfaat sosial atau jasa potensial di masa
yang akan datang atas suatu investasi tersebut dapat diperoleh pemerintah;
2. Nilai perolehan atau nilai wajar investasi dapat diukur secara memadai/reliabel.
Dalam menentukan apakah pengeluaran kas dan/atau aset, penerimaan hibah dalam
bentuk investasi dan perubahan piutang menjadi investasi memenuhi kriteria
pengakuan investasi yang pertama, entitas perlu mengkaji tingkat kepastian
11

mengalirnya manfaat ekonomi dan manfaat sosial atau jasa potensial di masa yang
akan datang berdasarkan bukti-bukti yang tersedia pada saat pengakuan yang pertama
kali. Eksistensi dari kepastian yang cukup bahwa manfaat ekonomi yang akan datang
atau jasa potensial yang akan diperoleh memerlukan suatu jaminan bahwa suatu
entitas akan memperoleh manfaat dari aset tersebut dan akan menanggung risiko yang
mungkin timbul. Kriteria pengakuan investasi yang kedua, biasanya dapat dipenuhi
karena adanya transaksi pertukaran atau pembelian yang didukung dengan bukti yang
menyatakan/mengidentifikasikan biaya perolehannya. Dalam hal tertentu, suatu
investasi mungkin diperoleh bukan berdasarkan biaya perolehannya, atau berdasarkan
nilai wajar pada tanggal perolehan. Dalam kasus yang demikian, penggunaan nilai
estimasi yang layak dapat digunakan.
Pengukuran Aset
Dalam PSAP 1 juga diatur mengenai pengukuran aset bahwa untuk piutang dicatat
sebesar nilai nominal. Sementara investasi jangka panjang dicatat sebesar biaya
perolehan termasuk biaya tambahan lainnya yang terjadi untuk memperoleh
kepemilikan yang sah atas investasi tersebut. Namun pengukuran untuk aset lainnya
tidak diatur dalam PSAP 1.

G. Penyisihan Piutang Jangka Panjang


Berdasarkan PMK nomor 69/PMK.06/2014 tentang Penentuan Kualitas Piutang dan
Pembentukan Penyisihan Piutang Tidak Tertagih pada Kementerian Negara/Lembaga
dan Bendahara Umum Negara dijelaskan beberapa hal yang terkait kualitas piutang
dan penyisihan piutang baik itu piutang jangka pendek maupun jangka panjang.
1. Klasifikasi Piutang
Berdasarkan PMK nomor 69/PMK.06/2014 piutang diklasifikasikan menjadi:
a. Piutang Perpajakan yang dikelola oleh Kementerian Keuangan, meliputi:
1) Piutang Pajak PPh Migas;
2) Piutang Pajak PPh Non Migas;
3) Piutang Pajak PPN;
4) Piutang Pajak PPnBM;

12

5) Piutang Pajak PBB dan BPHTB;


6) Piutang Pajak Cukai dan Bea Meterai;
7) Piutang Pajak Lainnya; dan
8) Piutang Pajak Perdagangan Internasional.
b. Piutang yang dikelola oleh Kementerian/Lembaga, meliputi:
1) Piutang Penerimaan Negara Bukan Pajak Sumber Daya Alam Non Migas;
2) Piutang Penerimaan Negara Bukan Pajak Lainnya:
3) Piutang Tagihan Penjualan Angsuran;
4) Piutang Tagihan Tuntutan Perbendaharaan/Tuntutan Ganti Rugi;
5) Piutang dari kegiatan Operasional Badan Layanan Umum; dan
6) Belanja Dibayar di Muka/Uang Muka Belanja.
c. Piutang yang dikelola oleh BUN, meliputi:
1) Piutang Penerimaan Negara Bukan Pajak, meliputi:
a) Sumber Daya Alam Migas; dan
b) Bagian Laba Badan Usaha Milik Negara.
2) Piutang PT Perusahaan Pengelola Aset;
3) Piutang transfer ke Daerah;
4) Piutang Kredit Investasi Pemerintah;
5) Piutang Penerusan Pinjaman;
6) Piutang dari Kas Umum Negara;
7) Piutang Kelebihan Pembayaran Subsidi; dan
8) Piutang Lain-Lain, meliputi:
a) Piutang eks Badan Penyehatan Perbankan Nasional; dan
b) Piutang eks Bank Dalam Likuidasi.
Pengelolaan piutang oleh BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
dilakukan oleh PPA BUN sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
2. Kualitas Piutang
Kementerian/lembaga dan PPA BUN wajib melakukan penyisihan piutang
tidak tertagih berdasarkan prinsip kehati-hatian. Dalam rangka melaksanakan
prinsip kehati-hatian tersebut maka Kementerian/Lembaga dan PPA BUN wajib:
13

a. menilai dan menentukan Kualitas Piutang yang dikelola; dan


b. memantau dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan agar hasil
penagihan Piutang yang telah disisihkan senantiasa dapat direalisasikan.
Penilaian kualitas piutang harus dilakukan dengan mempertimbangkan
sekurang-kurangnya

jatuh

tempo

piutang

dan

upaya

penagihan.

Kementerian/Lembaga dan PPA BUN yang melakukan pelanggaran dikenakan


sanksi administratif berupa teguran tertulis oleh Menteri Keuangan. Penentuan
Kualitas Piutang dilakukan terhadap piutang yang tercatat dalam aset lancar,
piutang jangka panjang dan piutang yang tercatat pada aset lainnya di neraca.
Kualitas piutang ditetapkan dalam 4 (empat) golongan, yaitu kualitas lancar,
kualitas kurang lancar, kualitas diragukan dan kualitas macet. Sedangkan
penentuan piutang dilakukan berdasarkan :
a. kondisi piutang pada tanggal laporan keuangan
b. umur piutang pada tanggal laporan keuangan.
Penentuan Kualitas Piutang yang dikelola oleh Kementerian/Lembaga
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b, dilakukan dengan
ketentuan:
a. kualitas lancar apabila belum dilakukan pelunasan sampai dengan tanggal
jatuh tempo yang ditetapkan;
b. kualitas kurang lancar apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung
sejak tanggal Surat Tagihan Pertama tidak dilakukan pelunasan;
c. kualitas diragukan apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak
tanggal Surat Tagihan Kedua tidak dilakukan pelunasan; dan
d. kualitas macet apabila:
1) dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal Surat Tagihan
Ketiga tidak dilakukan pelunasan; atau
2) Piutang telah diserahkan pengurusannya kepada Panitia Urusan Piutang
Negara/Direktorat Jenderal Kekayaan Negara.
Penentuan Kualitas Piutang yang dikelola oleh Bendahara Umum Negara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c dilakukan dengan
ketentuan:
14

a. kualitas lancar apabila piutang belum jatuh tempo;


b. kualitas kurang lancar apabila piutang tidak dilunasi pada saat jatuh tempo
sampai dengan 1 (satu) tahun sejak jatuh tempo;
c. kualitas diragukan apabila piutang tidak dilunasi lebih dari 1 (satu) tahun
sampai dengan 3 (tiga) tahun sejak jatuh tempo; dan
d. kualitas macet apabila piutang tidak dilunasi lebih dari 3 (tiga) tahun sejak
jatuh tempo.
Penentuan Kualitas Piutang tidak dilakukan terhadap Belanja Dibayar di
Muka/Uang Muka Belanja, Piutang transfer ke Daerah dan Piutang kelebihan
pembayaran subsidi dalam hal Belanja Dibayar di Muka/Uang Muka Belanja,
pembayaran transfer ke Daerah dan kelebihan pembayaran subsidi dimaksud
dikompensasikan di tahun anggaran berikutnya.
3. Penyisihan Piutang Tidak Tertagih
Penyisihan piutang tidak tertagih pada Kementerian/Lembaga dan PPA BUN
ditetapkan sebesar:
a. 5 (lima permil) dari Piutang yang memiliki kualitas lancar.
b. 10% (sepuluh persen) dari Piutang dengan kualitas kurang lancar setelah
dikurangi dengan nilai agunan atau nilai barang sitaan;
c. 50% (lima puluh persen) dari Piutang dengan kualitas diragukan setelah
dikurangi dengan nilai agunan atau nilai barang sitaan; dan
d. 100% (seratus persen) dari Piutang dengan kualitas macet setelah dikurangi
dengan nilai agunan atau nilai barang sitaan.
Nilai agunan yang diperhitungkan sebagai pengurang dalam pembentukan
Penyisihan Piutang Tidak Tertagih ditetapkan sebesar:
a. 100% (seratus persen) dari agunan berupa surat berharga yang diterbitkan
oleh Bank Indonesia, surat berharga negara, garansi bank, tabungan dan
deposito yang diblokir pada bank, emas dan logam mulia;
b. 80% (delapan puluh persen) dari nilai hak tanggungan atas tanah
bersertifikat hak milik (SHM) atau hak guna bangunan (SHGB) berikut
bangunan di atasnya;

15

c. 60% (enam puluh persen) dari nilai jual objek pajak atas tanah bersertifikat
hak milik (SHM), hak guna bangunan (SHGB), atau hak pakai, berikut
bangunan di atasnya yang tidak diikat dengan hak tanggungan;
d. 50% (lima puluh persen) dari nilai jual objek pajak atas tanah dengan bukti
kepemilikan bukti kepemilikan berupa Surat Girik (letter C) atau bukti
kepemilikan non sertifikat lainnya yang dilampiri surat pemberitahuan pajak
terhutang (SPPT) terakhir;
e. 50% (lima puluh persen) dari nilai hipotik atas pesawat udara dan kapal laut
dengan isi kotor paling sedikit 20M3 (dua puluh meter kubik);
f. 50% (lima puluh persen) dari nilai jaminan fidusia atas kendaraan bermotor;
dan
g. 50% (lima puluh persen) dari nilai atas pesawat udara, kapal laut, dan
kendaraan bermotor yang tidak diikat sesuai ketentuan yang berlaku dan
yang disertai bukti kepemilikan.
Nilai barang sitaan yang diperhitungkan sebagai pengurang dalam
pembentukan Penyisihan Piutang Tidak Tertagih ditetapkan sebesar:
a. 100% (seratus persen) dari agunan berupa surat berharga yang diterbitkan
oleh Bank Indonesia, surat berharga negara, tabungan dan deposito yang
diblokir pada bank, emas dan logam mulia;
b. 60% (enam puluh persen) dari nilai jual objek pajak atas tanah bersertifikat
hak milik (SHM), hak guna bangunan (SHGB), atau hak pakai, berikut
bangunan di atasnya;
c. 50% (lima puluh persen) dari nilai jual objek pajak atas tanah dengan bukti
kepemilikan berupa Surat Girik (letter C) atau bukti kepemilikan non sertifikat
lainnya yang dilampiri surat pemberitahuan pajak terutang (SPPT) terakhir;
dan
d. 50% (lima puluh persen) dari nilai atas pesawat udara, kapal laut, dan
kendaraan bermotor yang disertai bukti kepemilikan.

16

KESIMPULAN

Berdasarkan PMK nomor 219/PMK.05/2013 tentang Kebijakan Akuntansi


Pemerintah Pusat, piutang dibagi menjadi dua yaitu piutang jangka pendek dan piutang
jangka panjang. Piutang jangka pendek adalah piutang yang diharapkan akan diterima
oleh pemerintah dalam jangka waktu paling lama 12 bulan setelah tanggal pelaporan.
Sedangkan piutang jangka panjang adalah piutang yang diharapkan akan diterima oleh
pemerintah lebih dari 12 bulan setelah tanggal pelaporan. Piutang jangka panjang
diklasifikasikan menjadi :
1. Piutang Tagihan Penjualan Angsuran (TPA)
2. Piutang Tuntutan Perbendaharaan/Tuntutan Ganti Rugi (TP/TGR)
3. Piutang Jangka Panjang Penerusan Pinjaman
4. Piutang Jangka Panjang Kredit Pemerintah
5. Piutang Jangka Panjang Lainnya
Piutang jangka panjang disajikan di dalam neraca pada bagian aset dibawah aset
lancar. Selain itu, piutang jangka panjang dimungkinkan untuk berubah menjadi
investasi apabilan memenuhi kriteria tertentu. Berdasarkan PSAP 06 paragraf 20,
kriteria tersebut adalah :
a. Kemungkinan manfaat ekonomi dan manfaat sosial atau jasa potensial di masa
yang akan datang atas suatu investasi tersebut dapat diperoleh pemerintah.
b. Nilai perolehan atau nilai wajar investasi dapat diukur secara memadai/reliabel.
Untuk pengendalian resiko pengelolaan piutang, pemerintah perlu menetapkan
penyisihan piutang tak tertagih yang besarnya ditentukan oleh umur dan kualitas
piutang sebagaimana diatur dalam PMK 69/PMK.06/2014.

17

DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi


Pemerintahan.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK 201/PMK.06/2010 tentang Kualitas
Piutang Kementerian Negara/Lembaga dalam Pembentukan Penyisihan Piutang Tak
Tertagih
Peraturan Menteri Keuangan nomor PMK 219/PMK.05/2013 tentang Kebijakan
Akuntansi Pemerintah Pusat
Peraturan Menteri Keuangan nomor PMK 69/PMK.06/2014 tentang Penentuan
Kualitas Piutang dan Pembentukan Penyisihan Piutang Tidak Tertagih pada
Kementerian Negara/Lembaga dan Bendahara Umum Negara

18

Anda mungkin juga menyukai