KELOMPOK II
Arga Jaya Dwiputra, email: bowgel89@gmail.com
Fahreza Dhika Pradana, email: fahrezadhika@gmail.com
Hendra Medianto, email: hendramedianto@gmail.com
Wishnu Kusumo Agung E, email: abulailahasna@gmail.com
Yuli Susanti, email: yuli.santi11@gmail.com
PENDAHULUAN
Piutang jangka panjang merupakan suatu hal yang baru di dalam penyusunan
laporan keuangan pemerintah pusat. Piutang jangka panjang ini muncul bersamaan
dengan ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan nomor PMK 219/PMK.05/2013
tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah Pusat. Pemunculan istilah piutang jangka
panjang sendiri telah menuai berbagai pendapat pro maupun kontra karena istilah
tersebut hanya terdapat di dalam laporan keuangan pemerintah pusat di Indonesia.
Adanya piutang jangka panjang menimbulkan konsekuensi logis berupa perubahan
struktur neraca sebagaimana terdapat di dalam lampiran PP nomor 71 tahun 2010,
yaitu dengan penambahan akun piutang jangka panjang di bawah akun Aset Tetap.
Piutang jangka panjang ini terdiri dari :
1. Piutang Tagihan Penjualan Angsuran (TPA)
2. Piutang Tuntutan Perbendaharaan/Tuntutan Ganti Rugi (TP/TGR)
3. Piutang Jangka Panjang Penerusan Pinjaman
4. Piutang Jangka Panjang Kredit Pemerintah
5. Piutang Jangka Panjang Lainnya
Lancar
Tagihan
Tuntutan
Perbendaharaan/Tuntutan
Ganti
Rugi
(TP/TGR)
e. Bagian Lancar Piutang Jangka Panjang
f. Beban Dibayar di Muka/Uang Muka Belanja
g. Piutang BLU
h. Piutang Transfer ke Daerah
Di dalam penyusunan laporan keuangan pemerintah, khususnya pada neraca,
penyajian piutang jangka pendek disajikan dalam kelompok aset lancar.
2. Piutang Jangka Panjang
Piutang jangka panjang adalah piutang yang diharapkan/dijadwalkan akan
diterima dalam jangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan setelah tanggal
pelaporan. Klasifikasi, pengakuan, dan pengukuran tentang piutang jangka panjang
akan dijelaskan lebih lanjut pada sub bab berikutnya.
B. Klasifikasi Piutang Jangka Panjang
Berdasarkan PMK 219/PMK.05/2013 pada Lampiran V terdapat beberapa jenis
piutang jangka panjang, antara lain:
a. Piutang Tagihan Penjualan Angsuran (TPA)
Piutang TPA merupakan piutang yang timbul karena adanya penjualan aset
pemerintah secara angsuran kepada pegawai pemerintah yang mempunyai jatuh
dari
(Pemda)/Badan
dalam
Usaha
dan/atau
Milik
luar
Negara
negeri
kepada
(BUMN)/Badan
Pemerintah
Usaha
Milik
Daerah
Daerah
dengan
pemberian
kredit
oleh
pemerintah
kepada
diterbitkan
Surat
Keputusan
Pembebanan
Penggantian
Kerugian
menjadi sebesar nilai bersih yang dapat direalisasikan (net realizable value). Penyisihan
piutang tidak tertagih dibentuk berdasarkan kualitas/umur piutang. Ketentuan lebih
lanjut mengenai penggolongan kualitas/umur piutang dan besaran penyisihan piutang
tidak tertagih diatur dalam PMK 201/PMK.06/2010.
E. Penyajian dan Pengungkapan Piutang Jangka Panjang
Pada laporan keuangan tahunan, Piutang TPA, Tagihan TP/TGR, Piutang Jangka
Panjang Penerusan Pinjaman, dan Piutang Jangka Panjang Kredit Pemerintah yang
jatuh tempo lebih dari 12 bulan setelah tanggal pelaporan disajikan pada neraca
sebagai Piutang Jangka Panjang. Sedangkan Piutang TPA, Tagihan TP/TGR, Piutang
Jangka Panjang Penerusan Pinjaman, dan Piutang Jangka Panjang Kredit Pemerintah
yang jatuh tempo kurang dari 12 bulan setelah tanggal pelaporan direklasifikasi sebagai
Aset Lancar. Penyajian Piutang Jangka Panjang dalam mata uang asing pada neraca
menggunakan kurs tengah Bank Sentral pada tanggal pelaporan. Selisih penjabaran
pos Piutang Jangka Panjang dalam mata uang asing antara tanggal transaksi dan
tanggal pelaporan dicatat sebagai kenaikan atau penurunan ekuitas periode berjalan.
Penyisihan piutang tidak tertagih disajikan tersendiri dalam neraca dan sebagai
pengurang atas nilai pos piutang jangka panjang.
Ilustrasi penyajian piutang jangka panjang di neraca sebagai berikut:
Piutang
Jangka
Panjang
Berdasarkan
Standar
Akuntansi
Pemerintah
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 219/PMK.05/2013 mengatur mengenai
kebijakan akuntansi pemerintah pusat yang merupakan prinsip-prinsip, dasar-dasar,
konvensi-konvensi, aturan-aturan, dan praktik-praktik spesifik yang dipilih dalam
penyusunan dan penyajian laporan keuangan pemerintah pusat. Kebijakan akuntansi
tersebut disusun berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintah berbasis akrual.
Kebijakan akuntansi tersebut bertujuan untuk memberikan pedoman bagi Entitas
Akuntansi dan Entitas Pelaporan pada pemerintah pusat dalam menyusun Laporan
Keuangan Pemerintah Pusat, Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara, dan
Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga dalam rangka meningkatkan
keterbandingan Laporan Keuangan baik antar periode maupun antar Entitas Pelaporan;
serta memberikan pedoman dalam pelaksanaan sistem dan prosedur akuntansi
pemerintah pusat.
Disebutkan bahwa ilustrasi neraca tersebut hanya merupakan contoh dan bukan
merupakan bagian dari standar. Ilustrasi bertujuan menggambarkan penerapan standar
untuk membantu dalam pelaporan keuangan. Berdasarkan ilustrasi tersebut dapat
dilihat bahwa tidak terdapat klasifikasi khusus untuk piutang jangka panjang
sebagaimana
penyajian
piutang
jangka
panjang
berdasarkan
PMK
Nomor
10
hanya terdiri dari Investasi Jangka Panjang, Aset Tetap, Dana Cadangan, dan Aset
Lainnya. Investasi jangka panjang sendiri didefinisikan sebagai aset yang dimaksudkan
untuk memperoleh manfaat ekonomi seperti bunga, dividen dan royalti, atau manfaat
sosial, sehingga dapat meningkatkan kemampuan pemerintah dalam rangka pelayanan
kepada masyarakat. Investasi jangka panjang dibagi menurut sifat penanaman
investasinya, yaitu permanen dan nonpermanen. Investasi permanen adalah investasi
jangka panjang yang dimaksudkan untuk dimiliki secara berkelanjutan, sedangkan
investasi nonpermanen adalah investasi jangka panjang yang dimaksudkan untuk
dimiliki secara tidak berkelanjutan. Sementara aset lainnya merupakan klasifikasi untuk
aset nonlancar lainnya yang tidak termasuk dalam Investasi Jangka Panjang, Aset
Tetap, atau Dana Cadangan. Termasuk dalam aset lainnya yaitu aset tak berwujud,
tagihan penjualan angsuran yang jatuh tempo lebih dari dua belas bulan, aset
kerjasama dengan fihak ketiga, dan kas yang dibatasi penggunaannya.
Pengakuan Aset
Kriteria pengakuan aset, termasuk piutang jangka panjang, diatur dalam PSAP 1
secara umum bahwa aset diakui pada saat potensi manfaat ekonomi masa depan
diperoleh oleh pemerintah dan mempuyai nilai atau biaya yang dapat diukur dengan
andal. Aset diakui pada saat diterima atau kepemilikannya dan/atau kepenguasaannya
berpindah.
Sementara untuk aset yang diklasifikasikan sebagai investasi, pengakuannya diatur
lebih khusus dalam PSAP 6 yaitu sebagai berikut:
Pengeluaran kas dan/atau aset, penerimaan hibah dalam bentuk investasi dan
perubahan piutang menjadi investasi dapat diakui sebagai investasi apabila memenuhi
kriteria sebagai berikut:
1. Kemungkinan manfaat ekonomi dan manfaat sosial atau jasa potensial di masa
yang akan datang atas suatu investasi tersebut dapat diperoleh pemerintah;
2. Nilai perolehan atau nilai wajar investasi dapat diukur secara memadai/reliabel.
Dalam menentukan apakah pengeluaran kas dan/atau aset, penerimaan hibah dalam
bentuk investasi dan perubahan piutang menjadi investasi memenuhi kriteria
pengakuan investasi yang pertama, entitas perlu mengkaji tingkat kepastian
11
mengalirnya manfaat ekonomi dan manfaat sosial atau jasa potensial di masa yang
akan datang berdasarkan bukti-bukti yang tersedia pada saat pengakuan yang pertama
kali. Eksistensi dari kepastian yang cukup bahwa manfaat ekonomi yang akan datang
atau jasa potensial yang akan diperoleh memerlukan suatu jaminan bahwa suatu
entitas akan memperoleh manfaat dari aset tersebut dan akan menanggung risiko yang
mungkin timbul. Kriteria pengakuan investasi yang kedua, biasanya dapat dipenuhi
karena adanya transaksi pertukaran atau pembelian yang didukung dengan bukti yang
menyatakan/mengidentifikasikan biaya perolehannya. Dalam hal tertentu, suatu
investasi mungkin diperoleh bukan berdasarkan biaya perolehannya, atau berdasarkan
nilai wajar pada tanggal perolehan. Dalam kasus yang demikian, penggunaan nilai
estimasi yang layak dapat digunakan.
Pengukuran Aset
Dalam PSAP 1 juga diatur mengenai pengukuran aset bahwa untuk piutang dicatat
sebesar nilai nominal. Sementara investasi jangka panjang dicatat sebesar biaya
perolehan termasuk biaya tambahan lainnya yang terjadi untuk memperoleh
kepemilikan yang sah atas investasi tersebut. Namun pengukuran untuk aset lainnya
tidak diatur dalam PSAP 1.
12
jatuh
tempo
piutang
dan
upaya
penagihan.
15
c. 60% (enam puluh persen) dari nilai jual objek pajak atas tanah bersertifikat
hak milik (SHM), hak guna bangunan (SHGB), atau hak pakai, berikut
bangunan di atasnya yang tidak diikat dengan hak tanggungan;
d. 50% (lima puluh persen) dari nilai jual objek pajak atas tanah dengan bukti
kepemilikan bukti kepemilikan berupa Surat Girik (letter C) atau bukti
kepemilikan non sertifikat lainnya yang dilampiri surat pemberitahuan pajak
terhutang (SPPT) terakhir;
e. 50% (lima puluh persen) dari nilai hipotik atas pesawat udara dan kapal laut
dengan isi kotor paling sedikit 20M3 (dua puluh meter kubik);
f. 50% (lima puluh persen) dari nilai jaminan fidusia atas kendaraan bermotor;
dan
g. 50% (lima puluh persen) dari nilai atas pesawat udara, kapal laut, dan
kendaraan bermotor yang tidak diikat sesuai ketentuan yang berlaku dan
yang disertai bukti kepemilikan.
Nilai barang sitaan yang diperhitungkan sebagai pengurang dalam
pembentukan Penyisihan Piutang Tidak Tertagih ditetapkan sebesar:
a. 100% (seratus persen) dari agunan berupa surat berharga yang diterbitkan
oleh Bank Indonesia, surat berharga negara, tabungan dan deposito yang
diblokir pada bank, emas dan logam mulia;
b. 60% (enam puluh persen) dari nilai jual objek pajak atas tanah bersertifikat
hak milik (SHM), hak guna bangunan (SHGB), atau hak pakai, berikut
bangunan di atasnya;
c. 50% (lima puluh persen) dari nilai jual objek pajak atas tanah dengan bukti
kepemilikan berupa Surat Girik (letter C) atau bukti kepemilikan non sertifikat
lainnya yang dilampiri surat pemberitahuan pajak terutang (SPPT) terakhir;
dan
d. 50% (lima puluh persen) dari nilai atas pesawat udara, kapal laut, dan
kendaraan bermotor yang disertai bukti kepemilikan.
16
KESIMPULAN
17
DAFTAR PUSTAKA
18