I. PENDAHULUAN
1.1
Erosi Tanah
Menurut Utomo (1987) dalam Hadiharyanto (2003), erosi tanah pada
dasarnya adalah proses perataan kulit bumi yang meliputi proses pelepasan,
pengangkutan dan pengendapan butir-butir tanah. Untuk di indonesia yang
beriklim tropis basah maka proses erosi tanah lebih banyak disebabkan oleh
air, akibat hujan yang turun di atas permukaan bumi.
Sedangkan menurut Poerbandono (2006) Erosi adalah terangkatnya
lapisan tanah atau sedimen karena stres yang yang ditimbulkan oleh gerakan
angin atau air pada permukaan tanah atau dasar perairan. Pada lingkungan
DAS, laju erosi dikendalikan oleh kecepatan aliran air dan sifat sedimen
(terutama ukuran butirnya). Stres yang bekerja pada permukaan tanah atau
dasar perairan sebanding dengan kecepatan aliran. Resistensi tanah atau
sedimen untuk bergerak sebanding dengan ukuran butirnya. Gaya pembangkit
eksternal yang menimbulkan erosi adalah curah hujan dan aliran air pada
lereng DAS. Curah hujan yang tinggi dan lereng DAS yang miring merupakan
faktor utama yang membangkitkan erosi. Pertahanan DAS terhadap erosi
tergantung utamanya pada tutupan lahan. Penguatan pertahanan terhadap
erosi dapat pula dilakukan dengan upaya-upaya kerekayasaan
Proses erosi tanah yang disebabkan oleh air meliputi tiga tahap yang
terjadi dalam keadaan normal di lapangan, yaitu tahap pertama pemecahan
bongkah-bongkah atau agregat tanah ke dalam bentuk butir-butir kecil atau
1.1.1
b.
c.
1.1.2
yang
terjadi
karena
pengikisan
tanah
pada
tebing-tebing
sungai
Interill Erosion
1.1.3
sebagai berikut :
A = f (C, S, T, V, H)
...............................................................................
(1)
Iklim
Pengaruh iklim terhadap erosi dapat bersifat langsung atau tidak
langsung. Pengaruh langsung adalah melalui tenaga kinetis air hujan, terutama
intensitas dan diameter butiran air hujan. Pada hujan yang intensif dan
berlangsung dalam waktu pendek, erosi yang terjadi biasanya lebih besar
daripada hujan dengan intensitas lebih kecil dengan waktu berlangsungnya
hujan lebih lama (Asdak, 2004).
b. Kemiringan dan Panjang Lereng
Kemiringan dan panjang lereng adalah dua faktor yang menentukan
karakteristik topografi suatu daerah aliran sungai. Kedua faktor tersebut
sangat penting untuk terjadinya erosi karena faktor-faktor tersebut
menentukan besarnya kecepatan dan volume runoff (Asdak, 2004). Unsur lain
yang berpengaruh adalah konfigurasi, keseragaman dan arah lereng
(Arsyad, 1989). Panjang lereng dihitung mulai dari titik pangkal aliran
permukaan sampai suatu titik dimana air masuk ke dalam saluran atau sungai,
atau dimana kemiringan lereng berkurang sedemikian rupa sehingga
kecepatan aliran air berubah. Air yang mengalir di permukaan tanah akan
terkumpul di ujung lereng. Dengan demikian berarti lebih banyak air yang
mengalir dan semakin besar kecepatannya di bagian bawah lereng dari pada
bagian atas.
c.
Vegetasi
Dalam Arsyad (2000) dijelaskan bahwa pengaruh vegetasi terhadap
aliran permukaan dan erosi dapat dibagi dalam lima bagian, yakni (a)
intersepsi hujan oleh tajuk tanaman, (b) mengurangi kecepatan aliran
permukaan dan kekuatan perusak air, (c) pengaruh akar dan kegiatan-kegiatan
biologi yang berhubungan dengan pertumbuhan vegetatif, (d) pengaruhnya
terhadap stabilitas struktur dan porositas tanah, dan (e) transpirasi yang
mengakibatkan kandungan air berkurang.
d. Tanah
Arsyad (1989), menerangkan bahwa berbagai tipe tanah mempunyai
kepekaan terhadap erosi yang berbeda-beda. Sifat-sifat tanah yang
mempengaruhi kepekaan erosi adalah (1) sifat-sifat tanah yang mempengaruhi
laju infiltrasi, permeabilitas menahan air, dan (2) sifat-sifat tanah yang
mempengaruhi ketahanan struktur tanah terhadap dispersi dan pengikisan
oleh butir-butir hujan yang jatuh dan aliran permukaan. Sifat-sifat tanah yang
mempengaruhi erosi adalah tekstur, struktur, bahan organik, kedalaman, sifat
lapisan tanah, dan tingkat kesuburan tanah.
e.
erosi
dari
sebidang
tanah
adalah
metode
untuk
memperkirakan laju erosi yang akan terjadi pada sebidang tanah bila
pengelolaan tanah dan konservasi tanah tidak mengalami gangguan dalam
jangka waktu yang panjang (Kironoto B., et al, 2000).
Secara ideal, metode prediksi erosi harus memenuhi persyaratanpersyaratan yang nampaknya bertentangan, yaitu: dapat diandalkan, secara
universal dapat dipergunakan, mudah digunakan dengan data yang minimum,
komprehensif dalam hal faktor-faktor yang digunakan, dan mempunyai
kemampuan untuk mengikuti perubahan-perubahan tata guna lahan dan
tindakan konservasi tanah. Karena rumitnya sistem erosi tanah dengan
berbagai faktor berinteraksi, maka pendekatan yang paling memberi harapan
dalam pengembangan metode dan prediksi adalah dengan merumuskan
model konseptual proses itu (Arsyad, 2000).
Pemodelan erosi tanah adalah penggambaran secara matematik
proses-proses penghancuran, transport, dan deposisi partikel tanah di atas
permukaan lahan. Ada tiga alasan dilakukannya pemodelan erosi, yaitu
(Nearing et al, 1994 dalam Vadari T., et al, 2004):
a.
planning),
perencanaan
proyek
(project
planning),
Model empiris
Model empiris didasarkan pada variabel-variabel penting yang diperoleh
dari penelitian dan pengamatan selama proses erosi terjadi.
b. Model fisik
Model fisik merupakan suatu model yang berhubungan dengan hukum
kekekalan massa dan energi. Persamaan diferensial atau dikenal sebagai
persamaan kontinuitas digunakan dan diaplikasikan untuk erosi tanah
pada satu segmen tanah pada lahan yang berlereng
c.
Model konseptual.
Model konseptual dirancang untuk mengetahui proses internal dalam
sistem dan mekanisme fisik yang umumnya selalu berkaitan dengan
hukum fisika dalam bentuk yang sederhana. Umumnya model ini tidak
linear, bervariasi dalam waktu, dan parameternya mutlak.
Model-model penduga erosi umumnya merupakan model empiris.
Model prediksi erosi yang merupakan contoh dari model empiris antara lain
adalah Universal Soil Loss Equation (USLE), perbaikan dari model USLE yaitu
9 | Lia Nazia (0909200060016)
Revised Universal Soil Loss Equation (RUSLE) dan pengembangan dari USLE
yaitu MUSLE (Modified Universal Soil Loss Equation).
Dalam paper ini hanya akan dibahas model prediksi erosi USLE,
sedangkan untuk RUSLE dan MUSLE akan dibahas pada paper dua.
2.1.
USLE
adalah
model
erosi
yang
dirancang
untuk
memprediksi rata-rata erosi tanah dalam jangka panjang dari suatu areal
usaha tani dengan sistem pertanaman dan pengelolaan tertentu (Wischmeir
dan Smith, 1978).
Metoda USLE sebagai suatu persamaan hanya dapat menduga besar
erosi tanah tahunan yang berasal dari erosi permukaan yang terjadi pada
bagian profil bentang lahan (landscape) dan tidak dapat menghitung deposisi
yang terjadi. USLE juga tidak diperuntukkan untuk menghitung hasil sedimen
yang berada pada hilirnya maupun bentuk erosi gully (Murtiono U, 2008).
Wischmeir dan Smith (1978) menjelaskan bahwa USLE dirancang untuk
memberikan panduan praktek konservasi untuk tempat tertentu, untuk
memperkirakan kemungkinan penurunan kehilangan tanah apabila praktek
konservasi diterima, untuk menentukan intensitas tanam yang dapat diterima
untuk tindakan konservasi alternatif, dan untuk menentukan panjang lereng
maksimum yang dapat diterima untuk pengelolaan tanaman. Persamaan ini
tidak dianjurkan untuk wilayah geografis dimana faktor-faktornya tidak dapat
dihitung secara akurat, untuk menghitung erosi tanah dari DAS yang kompleks
(dengan mengambil panjang lereng rata-rata keseluruhan dan membuat
penyesuaian lainnya), dan untuk memperkirakan erosi tanah dari curah hujan
tertentu.
Model penduga erosi USLE juga telah secara luas digunakan di
Indonesia. Disamping digunakan sebagai model penduga erosi wilayah (DAS),
model tersebut juga digunakan sebagai landasan pengambilan kebijakan
pemilihan teknik konservasi tanah dan air yang akan diterapkan, walaupun
ketepatan penggunaan model tersebut dalam memprediksi erosi DAS masih
diragukan (Kurnia U, 1997).
Sebelum USLE dikembangkan lebih lanjut, prakiraan besarnya erosi
ditentukan berdasarkan data atau informasi kehilangan tanah di suatu tempat
tertentu. Dengan demikian, prakiraan besarnya erosi tersebut dibatasi oleh
faktor-faktor topografi/geologi, vegetasi dan meteorologi (Asdak, 2004).
Model prediksi erosi USLE menggunakan persamaan empiris sebagai
berikut (Wischmeir dan Smith, 1978):
A = R x K x LS x C x P .............................................................................
(2)
dimana :
A
= faktor curah hujan, yaitu jumlah satuan indeks erosi hujan, yang
merupakan perkalian antara energi hujan total (E) dengan intensitas
hujan maksimum 30 menit (I30);
= faktor erodibilitas tanah, yaitu laju erosi per unit indeks erosi untuk
suatu tanah yang diperoleh dari petak homogen percobaan standar,
dengan panjang 72,6 kaki (22 m) terletak pada lereng 9% tanpa
tanaman;
= faktor panjang lereng 9%, yaitu nisbah erosi dari tanah dengan panjang
lereng tertentu dan erosi dari tanah dengan panjang lereng 72,6 kaki
(22 m) di bawah keadaan yang identik;
= faktor kecuraman lereng, yaitu nisbah antara besarnya erosi dari suatu
tanah dengan kecuraman lereng tertentu, terhadap besarnya erosi
dari tanah dengan lereng 9% di bawah keadaan yang identik;
Gambar 1. Plot Standar USLE (panjang 22,1 m, lebar 4 m dan kemiringan 9%)
2.2
Komponen-komponen USLE
Besarnya erosi diperoleh dari perkalian faktor-faktor yang berkaitan
dengan curah hujan, jenis tanah, panjang dan kemiringan lereng, sistem
tanam, dan tindakan konservasi tanah dan air yang diterapkan di daerah
kajian. Secara skematik persamaan USLE dapat dijelaskan pada gambar 2.
Besarnya erosi
yang akan terjadi
Kemungkinan
erosi tanah
Hujan
Pengelolaan
Sifat tanah
Energi
Kekuatan
Perusak
Pengelolaan
lahan
Pengelolaan
tanaman
Hujan
A
=
R
K
LS
P
C
Gambar 2. Skema persamaan USLE (Wischmeier dan Smith, 1978 dalam
Arsyad, 2000)
12 | Lia Nazia (0909200060016)
2.2.1
........................................................................................
(3)
dimana Ek adalah energi kinetik, m adalah massa butir air hujan, dan v adalah
kecepatan jatuh air hujan. Energi jatuh air hujan diketahui mulai erosive pada
ketinggian di atas 5 meter, dan mencapai maksimumnya untuk berbagai
ukuran butiran hujan pada ketinggian di atas 20 meter.
Agar dapat mengkorelasikan antara energi kinetik butiran air hujan ke
dalam energi penghancur agregat tanah, ukuran dan bentuk butir harus
dipertimbangkan.
Energi
kinetik
hujan
didapatkan
dari
persamaan
i 3 in.h-1
...........................................
(4)
E = 1074
i 3 in.h-1
...........................................
(5)
i 76 mm.h-1
...................... (6)
E = 0.283
i 76 mmh-1
...................... (7)
Parameter EI
Dalam model USLE, R atau EI30 diperoleh dari hasil perkalian energi
kinetik hujan dengan intensitas hujan selama 30 menit (I30) atau energi kinetik
hujan dari intensitas hujan yang lebih besar dari 25 mm dalam satu jam (KE > 1).
Untuk menghitung EI30 atau KE > 1 diperlukan data curah hujan hasil pencatatan
secara otomatis (Vadari T., et al, 2004). Berhubung sangat terbatasnya
penyebaran penakar hujan otomatis di lapangan, Lenvain (1975, dalam Arsyad,
1989) mengusulkan metoda lain untuk menentukan EI30 dengan berdasarkan
data catatan hujan yang umumnya tersedia di lapangan. Persamaan yang
diperoleh merupakan hubungan antara EI30 dengan curah hujan tahunan (R)
sebagai berikut :
EI 30 2,34 R 1,98
...................................................................
(8)
telah
2.467 ( Pd ) 2
(i) Rd
( 0.02727 Pd 0 . 725 )
...................................................
(9)
dimana :
Rd = erosivitas hujan harian
Pd = curah hujan harian (cm)
(ii) Rm 6,119(Pm )1,21(HH) 0,47 (Pmax )0,53
.............................
(10)
dimana :
Rm
Pm
HH
Pmax
(iii) Bilamana data hujan harian maksimum pada bulan yang akan dihitung
erosivitasnya tidak ada, dan hanya tersedia data hujan bulanan, maka
dapat digunakan persamaan:
(11)
A
R
......................................................................................
(12)
dengan K adalah nilai faktor erodibilitas tanah, A adalah besarnya erosi yang
terjadi dari tanah pada petak standar (ton/ha/tahun) dan R adalah EI30 tahunan.
Sifat-sifat fisika dan kimia tanah yang di perlukan untuk menentukan
nilai erodibilitas tanah adalah: (1) tekstur tanah, (2) kadar bahan organik,
(3) struktur tanah, dan (4) permeabilitas tanah (Arsyad, 2000).
Penentuan besarnya nilai K dapat dilakukan dengan menggunakan
nomograph atau rumus Wischmeir dan Smith (1978) sebagai berikut.
.......
(13)
dimana :
M
a
b
c
jenis dan struktur tanah. Prakiraan besarnya nilai erodibilitas tanah dapat
diketahui berdasarkan data persentase debu dan pasir sangat halus, pasir,
bahan organik, struktur dan permeabilitas tanah.
Adapun yang menjadi patokan dasar pada kelas tekstur lapangan
menurut kekasaran dan perkiraan persentase dabu dengan pasir sangat halus
dan pasir tertera pada tabel 1.
Mencakup
Debu dan
pasir sangat
halus
Pasir
1. Kasar
Pasir (Sand)
Pasir berlempung (loamy sand)
10
26
85
69
2. Agak kasar
43
47
3. Agak halus
Lempung (loam)
Lempung berdebu (silty loam)
Debu (silt)
62
81
94
20
4
1
4. Agak Halus
52
64
24
15
2
50
Liat (clay)
Liat berpasir (sandy clay)
Liat berdebu (silty clay)
27
13
53
11
45
1
5. Halus
Kandungan bahan organik merupakan sifat dari kimia, hal ini juga
faktor penentu yang rentan terhadap terjadinya erosi.
Tabel 2. Klasifikasi kandungan bahan organik tanah.
Kelas
Sangat rendah (very low)
Rendah (low)
2,0 - 3,5
Sedang (medium)
3,6 - 5,0
Tinggi (high)
3,6 - 5,0
> 8,5
Jenis Tanah
Latosol coklat kemerahan dan litosol
Latosol kuning kemerahan dan litosol
Komplek mediteran dan litosol
Latosol kuning kemerahan
Grumusol
Aluvial
Regusol
Penilaian
struktur
dan
Faktor K (erodibilitas)
0,43
0,36
0,46
0,56
0,20
0,47
0,40
permeabilitas
tanah
masing-masing
Kode Penilaian
1
2
3
4
2.2.3
Kecepatan
(cm/jam)
> 25,4
12,7 25,4
6,3 12,7
2,0 6,3
0,5 2,0
< 0,5
Kode Penilaian
1
2
3
4
5
6
(14)
dimana :
L
X
m
(15)
dimana s adalah kecuraman lereng dalam persen. Dalam prakteknya nilai L dan
S sering dihitung sekaligus berupa faktor LS. LS adalah perbandingan antara
besarnya erosi dari sebidang tanah dengan panjang lereng dengan kecuraman
tertentu terhadap besarnya erosi dari tanah yang terletak pada lereng dengan
22,1 meter dengan kecuraman 9%. Nilai LS untuk suatu bidang tanah dapat
dihitung dengan persamaan:
(11)
(16)
22,1
(17)
dengan :
T
= faktor topografi/LS
= panjang lereng (m)
= 0,5 untuk lereng 5% atau lebih
0,4 untuk lereng 3,5% 4,9%
0,3 untuk lereng < 3,5%
= 34,7046
= sudut kemiringan lahan, dalam derajat
Nilai
Kemiringan lereng
08
8 15
15 25
25 40
> 40
LS
0,4
1,4
3,1
6,8
9,5
Macam penggunaan
Tanah terbuka/ tanpa tanaman
Sawah
Tegalan
Ubikayu
Jagung
Kedelai
Kentang
Kacang tanah
Padi
Tebu
Pisang
Akar wangi (sereh wangi)
Rumput bede (tahun pertama)
Rumput bede (tahun kedua)
Kopi dengan penutup tanah buruk
Talas
Kebun campuran : - kerapatan tinggi
- kerapatan sedang
- kerapatan rendah
Perladangan
Hutan alam :
- serasah banyak
- serasah kurang
Nilai faktor
1,0
0,01
0,7
0,8
0,7
0,399
0,4
0,2
0561
0,2
0,6
0,4
0,287
0,002
0,2
0,85
0,1
0,2
0,5
0,4
0,001
0,005
2.2.5
0,5
0,2
0,3
0,181
0,195
0,345
0,417
0,495
0,571
0,049
0,096
0,128
0,259
0,377
0,079
0,357
0,001
konservasi tanah secara mekanis atau fisik saja, tetapi juga berbagai macam
usaha yang bertujuan mengurangi erosi tanah.
Tabel 8. Nilai faktor P untuk berbagai tindakan konservasi tanah khusus
No.
1.
2.
3.
4.
Nilai P
0,04
0,15
0,35
0,40
0,40
0,50
0,75
0,90
1,00
Tabel 9. Nilai faktor P dan Batas Panjang Lereng Untuk Penanaman Dalam
Strip (A), Penanaman/Pengolahan Menurut Kontur (B) dan Terras
Berdasar Lebar (C) (Wischmeir dan Smith, 1978)
Kemiringan
tanah (%)
1-2
35
6-8
9 12
13 16
17 20
21 - 25
Lebar
Strip (m)
40
30
30
24
24
18
15
(A)
Panjang
lereng
maks (m)
240
180
120
70
48
36
30
(B)
P
0,30
0,25
0,25
0,30
0,35
0,40
0,45
Panjang
lereng
maks (m)
120
90
60
36
24
18
15
(C)
P
0,60
0,50
0,50
0,60
0,70
0,80
0,90
0,12
0,10
0,10
0,12
0,14
0,16
0,18
Keterangan
Sangat ringan
Ringan
Sedang
Berat
Sangat berat
Referensi :
1. Arsyad, Sitanalaya, 1989, Soil and Water Conservation (translated). IPB
Press, Bogor.
2. Arsyad, Sitanalaya, 2000, Konservasi Tanah dan Air, IPB Press, Bogor.
3. Asdak, Chay, 2004, Hidrologi dan Pengelolaan DAS, Cetakan Ketiga,
Penerbit Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
4. Departemen Kehutanan, 1997, Rencana Teknik Lapangan, Rehabilitasi
Lahan dan Konservasi Tanah, Buku I dan II, Yogyakarta.
5. Hadiharyanto S., 2003, Kajian Metode RUSLE Untuk Menaksir Laju Erosi DAS
Embung Banyukuwung Di Kabupaten Rembang, Tesis, Program Pasca
Sarjana Magister Teknik Sipil, Univ. Diponegoro, Semarang.
6. Kironoto, B., dan Yulistiyanto, B., 2000, Konservasi Lahan, Program
Magister Pengelolaan Sumberdaya Air, Univ. Gadjah Mada, Yogyakarta.
7. Kurnia U., 1997, Pendugaan Erosi dengan Metoda USLE : Kelemahan dan
Keunggulan, Lokakarya Penetapan Model Pendugaan Erosi Tanah,
Bogor, 7 Maret.
8. Murtiono, Ugro Hari, 2008, Kajian Model Estimasi Volume Limpasan
Permukaan, Debit Puncak Aliran, dan Erosi Tanah dengan Model Soil
Conservation Service (SCS), Rasional dan Modified Universal Soil Loss
Equation (MUSLE) (studi kasus di DAS Keduang, Wonogiri) dalam Forum
Geografi,Vol. 22, No. 2, Desember 2008. Hlm. 169-185, ISSN 0852-0682.
9. Poerbandono, Basyar A., Harto Agung B., Rallyanti P., 2006, Evaluasi
Perubahan Perilaku Erosi Daerah Aliran Sungai Citarum Hulu dengan
Pemodelan Spasial, Jurnal infrastruktur dan Lingkungan Binaan, Vol. II,
No.2, Juni 2006.
10. Rachman A, Dariah A., ........., Permodelan Dalam Perencanaan Konservasi
Tanah Dan Air, Balai Penelitian Tanah, Bogor.
11. Renard, K. G., G. R. Foster, G. R. Weesies, D. K. McCool, and D. C. Yoder
(Coordinators), 1996, Predicting Soil Erosion by Water: A Guide to
Conservation Planning with the Revised Universal Soil Loss Equation
(RUSLE), U.S. Department of Agriculture, Agriculture Handbook
No. 703 (In Review).
12. Sarief E., S., 1985, Konservasi Tanah dan Air, Pustaka Buana, Bandung.
13. Vadari T., Subagyono K., Sutrisno N., 2004, Model Prediksi Erosi: Prinsip,
Keunggulan, dan Keterbatasan, Pusat Penelitian dan Pengembangan
Tanah dan Agroklimat (Puslitbangtanak), Bogor.
14. Wischmeier,W.H. dan D.D. Smith, 1972, Predicting Rainfall Erosion
Losses A Guide To Conservation Planning, USDA. Ag. Handbook No.282
15. Wischmeier,W.H. dan D.D. Smith, 1978, Predicting Rainfall Erosion
Losses A Guide To Conservation Planning, USDA. Ag. Handbook No.537