Anda di halaman 1dari 25

Makalah 2 Topik Khusus

TEORI DAN ANALISIS KEHILANGAN TANAH


LIA NAZIA ( 0909200060016)
Program Pasca Sarjana, Magister Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Syiah Kuala Banda Aceh
2011

I. PENDAHULUAN

1.1

Erosi Tanah
Menurut Utomo (1987) dalam Hadiharyanto (2003), erosi tanah pada

dasarnya adalah proses perataan kulit bumi yang meliputi proses pelepasan,
pengangkutan dan pengendapan butir-butir tanah. Untuk di indonesia yang
beriklim tropis basah maka proses erosi tanah lebih banyak disebabkan oleh
air, akibat hujan yang turun di atas permukaan bumi.
Sedangkan menurut Poerbandono (2006) Erosi adalah terangkatnya
lapisan tanah atau sedimen karena stres yang yang ditimbulkan oleh gerakan
angin atau air pada permukaan tanah atau dasar perairan. Pada lingkungan
DAS, laju erosi dikendalikan oleh kecepatan aliran air dan sifat sedimen
(terutama ukuran butirnya). Stres yang bekerja pada permukaan tanah atau
dasar perairan sebanding dengan kecepatan aliran. Resistensi tanah atau
sedimen untuk bergerak sebanding dengan ukuran butirnya. Gaya pembangkit
eksternal yang menimbulkan erosi adalah curah hujan dan aliran air pada
lereng DAS. Curah hujan yang tinggi dan lereng DAS yang miring merupakan
faktor utama yang membangkitkan erosi. Pertahanan DAS terhadap erosi
tergantung utamanya pada tutupan lahan. Penguatan pertahanan terhadap
erosi dapat pula dilakukan dengan upaya-upaya kerekayasaan
Proses erosi tanah yang disebabkan oleh air meliputi tiga tahap yang
terjadi dalam keadaan normal di lapangan, yaitu tahap pertama pemecahan
bongkah-bongkah atau agregat tanah ke dalam bentuk butir-butir kecil atau

1 | Lia Nazia (0909200060016)

Makalah 2 Topik Khusus

partikel tanah, tahap kedua pemindahan atau pengangkutan butir-butir yang


kecil sampai sangat kecil halus dan tahap ketiga adalah pengendapan partikelpartikel tersebut di tempat yang lebih rendah atau di dasar sungai atau waduk
(Sarief, 1985).
Erosi tanah mempengaruhi produktivitas tanah. Erosi dapat mengubah
kondisi fisik dan kimiawi tanah. Erosi tanah merupakan penyebab utama dari
degradasi tanah di seluruh dunia. Di samping dapat menyebabkan degradasi
tanah, erosi dapat juga merusak tanaman yang pada akhirnya mengurangi
produktivitas. Dampak erosi tanah terhadap produktivitas bervariasi cukup
besar antar tempat dan waktu. Selain mengurangi produktivitas lahan di
tempat terjadinya erosi, erosi tanah juga menyebabkan masalah yang serius di
daerah hilir dan di daerah hulu terutama sedimentasi waduk. Ketika siklus
hidrologi air mulai terganggu, maka dapat terjadi banjir di musim hujan dan
kekeringan di musim kemarau. Melihat efek negatif erosi terhadap lingkungan
maka diperlukan suatu cara untuk mengendalikan erosi agar kesuburan dan
produktivitas tanah tidak terganggu dan dapat dipertahankan dari waktu ke
waktu.

1.1.1

Proses Terjadinya Erosi Tanah


Berdasarkan proses terjadinya, erosi tanah dibedakan menjadi dua

bagian sebagai berikut:


1. Normal/geological erosion
Normal/geological erosion adalah erosi yang berlangsung secara ilmiah,
yang terjadi secara normal di lapangan melalui tahap-tahap berikut :
a.

pemecahan agregat-agregat tanah atau bongkah-bongkah tanah ke


dalam partikel-partikel tanah yang berukuran kecil;

b.

pemindahan partikel-partikel tanah, baik dengan melalui penghanyutan


oleh air maupun karena kekuatan angin;

2 | Lia Nazia (0909200060016)

Makalah 2 Topik Khusus

c.

pengendapan partikel-partikel tanah yang terpindahkan atau terangkut


ke tempat-tempat yang lebih rendah atau di dasar-dasar sungai atau
waduk.

Proses erosi tanah secara alamiah dapat masih merupakan proses


keseimbangan alam, artinya kecepatan kerusakan tanah atau erosi tanah
masih sama atau lebih kecil dari kecepatan proses pembentukan tanah.

Gambar 1. Proses terjadinya erosi


2. Accelerated erosion
Accelerated erosion atau erosi yang dipercepat adalah merupakan
proses-proses kejadian erosi sebagaimana normal/geological erosion akan
tetapi kejadiannya dipercepat akibat tindakan-tindakan atau perbuatan
manusia yang bersifat negatif, atau karena adanya kesalahan dalam
pengelolaan tanah pertanian.
Erosi yang dipercepat dapat meningkatkan laju erosi tanah, artinya
kecepatan kerusakan tanah atau erosi tanah sudah lebih besar atau
melebihi kecepatan proses pembentukan tanah. seringkali menimbulkan
dampak yang merugikan bagi kehidupan manusia terutama pada
3 | Lia Nazia (0909200060016)

Makalah 2 Topik Khusus

lingkungan yang telah mengalami kerusakan-kerusakan sebelumnya antara


lain akibat banjir, kekeringan, atau penurunan produktivitas tanah.

1.1.2

Bentuk-Bentuk Erosi Tanah


Berdasarkan proses terjadinya, erosi tanah dapat dibedakan kedalam

bermacam-macam bentuk erosi tanah sebagai berikut :


1.

Erosi percikan (splash erosion)


Erosi percikan (splash erosion) yaitu proses erosi tanah akibat pukulan

jatuhnya air hujan di atas permukaan tanah, yang meliputi proses


penghancuran atau pelepasan butir-butir tanah dan proses pemindahan tanah
oleh percikan air hujan. Kemampuan air hujan melepaskan butir-butir tanah
dan memindahkannya tergantung dari ukuran besar butir hujan, kecepatan
dan arah atau sudut jatuhnya serta distribusi hujan. Sifat hujan yang penting
hubungannya dengan proses erosi tanah tersebut di atas yaitu energi kinetik
hujan yang dapat menghancurkan agregat tanah dan memindahkan atau
mengangkut butir-butir tanah yang terlepas.
2. Erosi permukaan (sheet erosion)
Erosi permukaan (sheet erosion) yaitu proses erosi tanah yang
disebabkan oleh kikisan aliran permukaan atau limpasan permukaan. Daya
rusak limpasan permukaan ini terutama dipengaruhi oleh kecepatan limpasan
permukaan yang dapat mengangkat butir-butir tanah hasil erosi percikan.
Limpasan permukaan juga dapat menyebabkan erosi tanah pada permukaan
tanah, karena daya rusak limpasan permukaan mampu melepaskan butir-butir
tanah tersebut.
3. Erosi alur (rill erosion)
Erosi alur (rill erosion) yaitu proses erosi tanah yang terjadi jika air
terkonsentrasi dan mengalir pada tempat-tempat tertentu di permukaan
tanah, sehingga proses pengeerusan tanah banyak terjadi pada tempat
4 | Lia Nazia (0909200060016)

Makalah 2 Topik Khusus

tersebut, yang kemudian membentuk alur-alur. Alur-alur tersebut akan hilang


saat dilakukan pengolahan tanah atau penyiangan.
4. Erosi parit (gully erosion)
Erosi parit (gully erosion) yaitu proses erosi tanah yang merupakan
proses lanjutan dari erosi alur (rill erosion), akibat konsentrasi air yang terus
menerus baik debit aliran maupun kecepatan aliran yang besar menyebabkan
alur-alur yang terkikis berkembang menjadi selokan-selokan atau parit.
5.

Erosi tebing sungai (streambank erosion)


Erosi tebing sungai (streambank erosion) yaitu proses erosi tanah

yang

terjadi

karena

pengikisan

tanah

pada

tebing-tebing

sungai

dan penggerusan dasar sungai oleh aliran air sungai.

Interill Erosion

Gambar 2. Tipe-tipe erosi

5 | Lia Nazia (0909200060016)

Makalah 2 Topik Khusus

1.1.3

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Erosi Tanah


Menurut Wischmeir dan Smith (1972), erosi tanah dapat dirumuskan

sebagai berikut :
A = f (C, S, T, V, H)

...............................................................................

(1)

dimana A adalah besar erosi, f adalah faktor-faktor yang berpengaruh,


C adalah iklim (climate), S adalah sifat-sifat tanah (soil), T adalah topografi,
V adalah vegetasi, dan H adalah peranan manusia (human activities).
Secara ringkas persamaan tersebut mengandung dua jenis perubahan
yaitu (1) faktor-faktor yang dapat dirubah oleh manusia seperti tumbuhan
yang tumbuh diatas tanah (V), sehingga sebagian sifat-sifat tanah (S) yaitu
kesuburan, ketahanan agregat dan kapasitas infiltrasi, serta satu unsur
topografi yaitu panjang lereng; dan (2) faktor yang tidak dapat diubah oleh
manusia seperti iklim, tipe tanah dan kecuraman lereng (Arsyad, 2000).
a.

Iklim
Pengaruh iklim terhadap erosi dapat bersifat langsung atau tidak

langsung. Pengaruh langsung adalah melalui tenaga kinetis air hujan, terutama
intensitas dan diameter butiran air hujan. Pada hujan yang intensif dan
berlangsung dalam waktu pendek, erosi yang terjadi biasanya lebih besar
daripada hujan dengan intensitas lebih kecil dengan waktu berlangsungnya
hujan lebih lama (Asdak, 2004).
b. Kemiringan dan Panjang Lereng
Kemiringan dan panjang lereng adalah dua faktor yang menentukan
karakteristik topografi suatu daerah aliran sungai. Kedua faktor tersebut
sangat penting untuk terjadinya erosi karena faktor-faktor tersebut
menentukan besarnya kecepatan dan volume runoff (Asdak, 2004). Unsur lain
yang berpengaruh adalah konfigurasi, keseragaman dan arah lereng
(Arsyad, 1989). Panjang lereng dihitung mulai dari titik pangkal aliran

6 | Lia Nazia (0909200060016)

Makalah 2 Topik Khusus

permukaan sampai suatu titik dimana air masuk ke dalam saluran atau sungai,
atau dimana kemiringan lereng berkurang sedemikian rupa sehingga
kecepatan aliran air berubah. Air yang mengalir di permukaan tanah akan
terkumpul di ujung lereng. Dengan demikian berarti lebih banyak air yang
mengalir dan semakin besar kecepatannya di bagian bawah lereng dari pada
bagian atas.
c.

Vegetasi
Dalam Arsyad (2000) dijelaskan bahwa pengaruh vegetasi terhadap

aliran permukaan dan erosi dapat dibagi dalam lima bagian, yakni (a)
intersepsi hujan oleh tajuk tanaman, (b) mengurangi kecepatan aliran
permukaan dan kekuatan perusak air, (c) pengaruh akar dan kegiatan-kegiatan
biologi yang berhubungan dengan pertumbuhan vegetatif, (d) pengaruhnya
terhadap stabilitas struktur dan porositas tanah, dan (e) transpirasi yang
mengakibatkan kandungan air berkurang.
d. Tanah
Arsyad (1989), menerangkan bahwa berbagai tipe tanah mempunyai
kepekaan terhadap erosi yang berbeda-beda. Sifat-sifat tanah yang
mempengaruhi kepekaan erosi adalah (1) sifat-sifat tanah yang mempengaruhi
laju infiltrasi, permeabilitas menahan air, dan (2) sifat-sifat tanah yang
mempengaruhi ketahanan struktur tanah terhadap dispersi dan pengikisan
oleh butir-butir hujan yang jatuh dan aliran permukaan. Sifat-sifat tanah yang
mempengaruhi erosi adalah tekstur, struktur, bahan organik, kedalaman, sifat
lapisan tanah, dan tingkat kesuburan tanah.
e.

Aktivitas Manusia (Human Activities)


Manusia dapat mencegah dan mempercepat terjadinya erosi,

tergantung bagaimana manusia mengelolanya. Manusialah yang menentukan


apakah tanah yang dihasilkannya akan merusak dan tidak produktif atau
menjadi baik dan produktif secara lestari. Banyak faktor yang menentukan
7 | Lia Nazia (0909200060016)

Makalah 2 Topik Khusus

apakah manusia akan mempertahankan dan merawat serta mengusahakan


tanahnya secara bijaksana sehingga menjadi lebih baik dan dapat memberikan
pendapatan yang cukup untuk jangka waktu yang tidak terbatas (Arsyad,
1989).

II. MODEL PREDIKSI EROSI TANAH

Erosi sangat menentukan berhasil tidaknya suatu pengelolaan lahan.


Oleh karena itu, erosi merupakan faktor yang harus dipertimbangkan dalam
perencanaan penggunaan lahan dan pengelolaannya. Salah satu alat bantu
yang dapat digunakan dalam perencanaan penggunaan lahan adalah model
prediksi erosi (Arsyad, 2000).
Prediksi

erosi

dari

sebidang

tanah

adalah

metode

untuk

memperkirakan laju erosi yang akan terjadi pada sebidang tanah bila
pengelolaan tanah dan konservasi tanah tidak mengalami gangguan dalam
jangka waktu yang panjang (Kironoto B., et al, 2000).
Secara ideal, metode prediksi erosi harus memenuhi persyaratanpersyaratan yang nampaknya bertentangan, yaitu: dapat diandalkan, secara
universal dapat dipergunakan, mudah digunakan dengan data yang minimum,
komprehensif dalam hal faktor-faktor yang digunakan, dan mempunyai
kemampuan untuk mengikuti perubahan-perubahan tata guna lahan dan
tindakan konservasi tanah. Karena rumitnya sistem erosi tanah dengan
berbagai faktor berinteraksi, maka pendekatan yang paling memberi harapan
dalam pengembangan metode dan prediksi adalah dengan merumuskan
model konseptual proses itu (Arsyad, 2000).
Pemodelan erosi tanah adalah penggambaran secara matematik
proses-proses penghancuran, transport, dan deposisi partikel tanah di atas
permukaan lahan. Ada tiga alasan dilakukannya pemodelan erosi, yaitu
(Nearing et al, 1994 dalam Vadari T., et al, 2004):

8 | Lia Nazia (0909200060016)

Makalah 2 Topik Khusus

a.

Model erosi dapat digunakan sebagai alat prediksi untuk menilai/menaksir


kehilangan tanah yang berguna untuk perencanaan konservasi tanah (soil
conservation

planning),

perencanaan

proyek

(project

planning),

inventarisasi erosi tanah, dan untuk dasar pembuatan peraturan


(regulation).
b. Model-model matematik yang didasarkan pada proses fisik (physicallybased mathematical models) dapat memprediksi erosi dimana dan kapan
erosi terjadi, sehingga dapat membantu para perencana konservasi tanah
dalam menentukan targetnya untuk menurunkan erosi.
c.

Model dapat dijadikan sebagai alat untuk memahami proses-proses erosi


dan interaksinya, dan untuk penetapan prioritas penelitian.
Model erosi tanah dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu

(Vadari T., et al, 2004):


a.

Model empiris
Model empiris didasarkan pada variabel-variabel penting yang diperoleh
dari penelitian dan pengamatan selama proses erosi terjadi.

b. Model fisik
Model fisik merupakan suatu model yang berhubungan dengan hukum
kekekalan massa dan energi. Persamaan diferensial atau dikenal sebagai
persamaan kontinuitas digunakan dan diaplikasikan untuk erosi tanah
pada satu segmen tanah pada lahan yang berlereng
c.

Model konseptual.
Model konseptual dirancang untuk mengetahui proses internal dalam
sistem dan mekanisme fisik yang umumnya selalu berkaitan dengan
hukum fisika dalam bentuk yang sederhana. Umumnya model ini tidak
linear, bervariasi dalam waktu, dan parameternya mutlak.
Model-model penduga erosi umumnya merupakan model empiris.

Model prediksi erosi yang merupakan contoh dari model empiris antara lain
adalah Universal Soil Loss Equation (USLE), perbaikan dari model USLE yaitu
9 | Lia Nazia (0909200060016)

Makalah 2 Topik Khusus

Revised Universal Soil Loss Equation (RUSLE) dan pengembangan dari USLE
yaitu MUSLE (Modified Universal Soil Loss Equation).
Dalam paper ini hanya akan dibahas model prediksi erosi USLE,
sedangkan untuk RUSLE dan MUSLE akan dibahas pada paper dua.

2.1.

METODA USLE (Universal Soil Loss Equation)


Metoda

USLE

adalah

model

erosi

yang

dirancang

untuk

memprediksi rata-rata erosi tanah dalam jangka panjang dari suatu areal
usaha tani dengan sistem pertanaman dan pengelolaan tertentu (Wischmeir
dan Smith, 1978).
Metoda USLE sebagai suatu persamaan hanya dapat menduga besar
erosi tanah tahunan yang berasal dari erosi permukaan yang terjadi pada
bagian profil bentang lahan (landscape) dan tidak dapat menghitung deposisi
yang terjadi. USLE juga tidak diperuntukkan untuk menghitung hasil sedimen
yang berada pada hilirnya maupun bentuk erosi gully (Murtiono U, 2008).
Wischmeir dan Smith (1978) menjelaskan bahwa USLE dirancang untuk
memberikan panduan praktek konservasi untuk tempat tertentu, untuk
memperkirakan kemungkinan penurunan kehilangan tanah apabila praktek
konservasi diterima, untuk menentukan intensitas tanam yang dapat diterima
untuk tindakan konservasi alternatif, dan untuk menentukan panjang lereng
maksimum yang dapat diterima untuk pengelolaan tanaman. Persamaan ini
tidak dianjurkan untuk wilayah geografis dimana faktor-faktornya tidak dapat
dihitung secara akurat, untuk menghitung erosi tanah dari DAS yang kompleks
(dengan mengambil panjang lereng rata-rata keseluruhan dan membuat
penyesuaian lainnya), dan untuk memperkirakan erosi tanah dari curah hujan
tertentu.
Model penduga erosi USLE juga telah secara luas digunakan di
Indonesia. Disamping digunakan sebagai model penduga erosi wilayah (DAS),
model tersebut juga digunakan sebagai landasan pengambilan kebijakan

10 | Lia Nazia (0909200060016)

Makalah 2 Topik Khusus

pemilihan teknik konservasi tanah dan air yang akan diterapkan, walaupun
ketepatan penggunaan model tersebut dalam memprediksi erosi DAS masih
diragukan (Kurnia U, 1997).
Sebelum USLE dikembangkan lebih lanjut, prakiraan besarnya erosi
ditentukan berdasarkan data atau informasi kehilangan tanah di suatu tempat
tertentu. Dengan demikian, prakiraan besarnya erosi tersebut dibatasi oleh
faktor-faktor topografi/geologi, vegetasi dan meteorologi (Asdak, 2004).
Model prediksi erosi USLE menggunakan persamaan empiris sebagai
berikut (Wischmeir dan Smith, 1978):
A = R x K x LS x C x P .............................................................................

(2)

dimana :
A

= banyaknya tanah tererosi (ton ha-1 tahun-1);

= faktor curah hujan, yaitu jumlah satuan indeks erosi hujan, yang
merupakan perkalian antara energi hujan total (E) dengan intensitas
hujan maksimum 30 menit (I30);

= faktor erodibilitas tanah, yaitu laju erosi per unit indeks erosi untuk
suatu tanah yang diperoleh dari petak homogen percobaan standar,
dengan panjang 72,6 kaki (22 m) terletak pada lereng 9% tanpa
tanaman;

= faktor panjang lereng 9%, yaitu nisbah erosi dari tanah dengan panjang
lereng tertentu dan erosi dari tanah dengan panjang lereng 72,6 kaki
(22 m) di bawah keadaan yang identik;

= faktor kecuraman lereng, yaitu nisbah antara besarnya erosi dari suatu
tanah dengan kecuraman lereng tertentu, terhadap besarnya erosi
dari tanah dengan lereng 9% di bawah keadaan yang identik;

= faktor vegetasi penutup tanah dan pengelolaan tanaman, yaitu nisbah


antara besarnya erosi dari suatu areal dengan vegetasi penutup dan
pengelolaan tanaman tertentu terhadap besarnya erosi dari tanah
yang identik tanpa tanaman;

= faktor tindakan konservasi tanah, yaitu nisbah antara besarnya erosi


dari tanah yang diberi perlakuan tindakan konservasi tanah seperti

11 | Lia Nazia (0909200060016)

Makalah 2 Topik Khusus

pengelolaan kontur, penanaman dalam strip atau teras terhadap


besarnya erosi dari tanah yang diolah searah lereng dalam keadaan
yang identik.

Gambar 1. Plot Standar USLE (panjang 22,1 m, lebar 4 m dan kemiringan 9%)
2.2

Komponen-komponen USLE
Besarnya erosi diperoleh dari perkalian faktor-faktor yang berkaitan

dengan curah hujan, jenis tanah, panjang dan kemiringan lereng, sistem
tanam, dan tindakan konservasi tanah dan air yang diterapkan di daerah
kajian. Secara skematik persamaan USLE dapat dijelaskan pada gambar 2.
Besarnya erosi
yang akan terjadi

Kemungkinan
erosi tanah

Hujan

Pengelolaan

Sifat tanah

Energi
Kekuatan
Perusak

Pengelolaan
lahan

Pengelolaan
tanaman

Hujan

A
=
R
K
LS
P
C
Gambar 2. Skema persamaan USLE (Wischmeier dan Smith, 1978 dalam
Arsyad, 2000)
12 | Lia Nazia (0909200060016)

Makalah 2 Topik Khusus

Berikut ini adalah uraian masing-masing faktor yang menjadi komponen


penyusun persamaan USLE.

2.2.1

Faktor Erosivitas Hujan (R)


Tenaga pendorong yang menyebabkan terkelupas dan terangkutnya

partikel-partikel tanah ke tempat yang lebih rendah dikenal dengan istilah


erosivitas hujan. Faktor erosivitas hujan merupakan hasil perkalian antara
energi kinetik (E) dari satu kejadian hujan dengan intensitas hujan maksimum
selama 30 menit (I30). Jumlah dari seluruh hujan dengan spesifikasi tersebut di
atas selama satu tahun merupakan erosivitas hujan tahunan (Asdak, 2004).
Erosivitas hujan dapat diperoleh dengan menghitung besarnya energi
kinetik hujan (Ek) yang ditimbulkan oleh intensitas hujan.
a.

Energi Kinetik Hujan (E)


Sifat hujan yang berpengaruh terhadap besarnya erosi adalah energi

kinetik hujan, karena menjadi penyebab utama dalam proses peghancuran


agregat-agregat tanah. Energi kinetik hujan dapat dihitung dari rumus dasar
sebagai berikut:
Ek = mv2

........................................................................................

(3)

dimana Ek adalah energi kinetik, m adalah massa butir air hujan, dan v adalah
kecepatan jatuh air hujan. Energi jatuh air hujan diketahui mulai erosive pada
ketinggian di atas 5 meter, dan mencapai maksimumnya untuk berbagai
ukuran butiran hujan pada ketinggian di atas 20 meter.
Agar dapat mengkorelasikan antara energi kinetik butiran air hujan ke
dalam energi penghancur agregat tanah, ukuran dan bentuk butir harus
dipertimbangkan.

Energi

kinetik

hujan

didapatkan

dari

persamaan

(Wischmeier dan Smith, 1978):


E = 916 + 331 log10 i

i 3 in.h-1

...........................................

(4)

13 | Lia Nazia (0909200060016)

Makalah 2 Topik Khusus

E = 1074

i 3 in.h-1

...........................................

(5)

dimana E adalah energi kinetik dalam ft.ton.acre-1.in-1 dan i adalah intensitas


hujan dalam inci.hr-1. Batas dari 3 in.h-1 dibebankan pada i karena ukuran
butiran hujan tidak terus meningkat ketika intensitas hujan melebihi 3 in.h-1
(Carter et al, 1974 dalam Renard K. G., et al, 1996).
Bila dikonversikan kedalam unit SI, maka persamaan di atas menjadi
sebagai berikut (Foster et al, 1981b, app. A dalam Renard K. G., et al, 1996):
E = 0.119 + 0.0873 log1o i

i 76 mm.h-1

...................... (6)

E = 0.283

i 76 mmh-1

...................... (7)

dimana E dalam MJ.ha-1.mm-1


b.

Parameter EI
Dalam model USLE, R atau EI30 diperoleh dari hasil perkalian energi

kinetik hujan dengan intensitas hujan selama 30 menit (I30) atau energi kinetik
hujan dari intensitas hujan yang lebih besar dari 25 mm dalam satu jam (KE > 1).
Untuk menghitung EI30 atau KE > 1 diperlukan data curah hujan hasil pencatatan
secara otomatis (Vadari T., et al, 2004). Berhubung sangat terbatasnya
penyebaran penakar hujan otomatis di lapangan, Lenvain (1975, dalam Arsyad,
1989) mengusulkan metoda lain untuk menentukan EI30 dengan berdasarkan
data catatan hujan yang umumnya tersedia di lapangan. Persamaan yang
diperoleh merupakan hubungan antara EI30 dengan curah hujan tahunan (R)
sebagai berikut :
EI 30 2,34 R 1,98

...................................................................

Sedangkan Bols, 1978 dalam Kironoto B., et al (2000)

(8)
telah

mengadakan pendekatan dalam menghitung EI30 dengan mengunakan data


hujan harian, hari hujan dan hujan bulanan. Formulasi ini masih terbatas bagi
daerah pulau Jawa dan Madura. Adapun formulasinya adalah sebagai berikut:

14 | Lia Nazia (0909200060016)

Makalah 2 Topik Khusus

2.467 ( Pd ) 2
(i) Rd
( 0.02727 Pd 0 . 725 )

...................................................

(9)

dimana :
Rd = erosivitas hujan harian
Pd = curah hujan harian (cm)
(ii) Rm 6,119(Pm )1,21(HH) 0,47 (Pmax )0,53

.............................

(10)

dimana :
Rm
Pm
HH
Pmax

= erosivitas hujan bulanan


= hujan bulanan (cm)
= hari hujan dalam satu bulan.
= hujan harian maksimum pada bulan yang bersangkutan (cm)

(iii) Bilamana data hujan harian maksimum pada bulan yang akan dihitung
erosivitasnya tidak ada, dan hanya tersedia data hujan bulanan, maka
dapat digunakan persamaan:

Rm 2,21(Pm )1,36 ...............................................................

(11)

2.2.2 Faktor Erodibilitas Tanah (K)


Menurut Wiscmeier dan Smith (1978), erodibiitas tanah didefinisikan
sebagai erosi per satuan indeks erosi hujan untuk suatu tanah dalam keadaan
standar. Tanah dalam keadaan standar adalah tanah yang terbuka, tidak ada
vegetasi sama sekali, terletak pada lereng 9% dengan bentuk lereng yang
seragam, dan panjang lereng 72,6 feet atau 22 meter. Nilai faktor erodibilitas
tanah yang ditandai dengan huruf K, dinyatakan dalam persamaan berikut :

A
R

......................................................................................

(12)

15 | Lia Nazia (0909200060016)

Makalah 2 Topik Khusus

dengan K adalah nilai faktor erodibilitas tanah, A adalah besarnya erosi yang
terjadi dari tanah pada petak standar (ton/ha/tahun) dan R adalah EI30 tahunan.
Sifat-sifat fisika dan kimia tanah yang di perlukan untuk menentukan
nilai erodibilitas tanah adalah: (1) tekstur tanah, (2) kadar bahan organik,
(3) struktur tanah, dan (4) permeabilitas tanah (Arsyad, 2000).
Penentuan besarnya nilai K dapat dilakukan dengan menggunakan
nomograph atau rumus Wischmeir dan Smith (1978) sebagai berikut.

100K 1,2922,1M1,14(10 4 )(12 a) 3,25(b 2) 2,5(c 3)

.......

(13)

dimana :
M
a
b
c

= parameter ukuran butir yang diperoleh dari (% debu + % pasir sangat


halus) x (100 - % tanah liat)
= kandungan bahan organik
= kode struktur tanah
= kode kelas permeabilitas penampang tanah
Untuk menentukan nilai K ini, maka daerah tinjauan dibagi menurut

jenis dan struktur tanah. Prakiraan besarnya nilai erodibilitas tanah dapat
diketahui berdasarkan data persentase debu dan pasir sangat halus, pasir,
bahan organik, struktur dan permeabilitas tanah.
Adapun yang menjadi patokan dasar pada kelas tekstur lapangan
menurut kekasaran dan perkiraan persentase dabu dengan pasir sangat halus
dan pasir tertera pada tabel 1.

16 | Lia Nazia (0909200060016)

Makalah 2 Topik Khusus

Tabel 1. kelas tekstur lapangan menurut kekasaran dan perkiraan persentase


debu dengan pasir sangat halus dan pasir.
Kelas Tekstur

Mencakup

Debu dan
pasir sangat
halus

Pasir

1. Kasar

Pasir (Sand)
Pasir berlempung (loamy sand)

10
26

85
69

2. Agak kasar

Lempung berpasir (sandy loam)

43

47

3. Agak halus

Lempung (loam)
Lempung berdebu (silty loam)
Debu (silt)

62
81
94

20
4
1

4. Agak Halus

Lempung berliat (clay loam)


Lempung liat berdebu (silty clay loam)
Lempung liat berpasir (sandy clay
loam)

52
64
24

15
2
50

Liat (clay)
Liat berpasir (sandy clay)
Liat berdebu (silty clay)

27
13
53

11
45
1

5. Halus

Kandungan bahan organik merupakan sifat dari kimia, hal ini juga
faktor penentu yang rentan terhadap terjadinya erosi.
Tabel 2. Klasifikasi kandungan bahan organik tanah.
Kelas
Sangat rendah (very low)

Bahan organik (BO)


--------------%-----------< 2,0

Rendah (low)

2,0 - 3,5

Sedang (medium)

3,6 - 5,0

Tinggi (high)

3,6 - 5,0

Sangat tinggi (very high)

> 8,5

Sumber: CSR FAO Staff, (1983)

Nilai K untuk beberapa jenis tanah di Indonesia yang dikeluarkan oleh


Departemen Kehutanan, diberikan pada tabel di bawah ini:

17 | Lia Nazia (0909200060016)

Makalah 2 Topik Khusus

Tabel 3. Jenis tanah dan faktor erodibilitas (K)


No.
1
2
3
4
5
6
7

Jenis Tanah
Latosol coklat kemerahan dan litosol
Latosol kuning kemerahan dan litosol
Komplek mediteran dan litosol
Latosol kuning kemerahan
Grumusol
Aluvial
Regusol

Penilaian

struktur

dan

Faktor K (erodibilitas)
0,43
0,36
0,46
0,56
0,20
0,47
0,40

permeabilitas

tanah

masing-masing

menggunakan tabel 4 dan 5 (Wischmeier, 1971 dalam Hadiharyanto, 2003).


Tabel 4. Penilaian struktur tanah
Tipe struktur tanah
Granular sangat halus (very fine granular)
Granular halus (fine granular)
Granular sedang dan besar (medium, coarse granular)
Gumpal, lempeng, pejal (blocky, platty, massif)

Kode Penilaian
1
2
3
4

Tabel 5. Penilaian permeabilitas tanah


Kelas permeabilitas tanah
Cepat (rapid)
Sedang sampai cepat (moderate to rapid)
Sedang (moderate)
Sedang sampai lambat (moderate to slow)
Lambat (slow)
Sangat lambat (very slow)

2.2.3

Kecepatan
(cm/jam)
> 25,4
12,7 25,4
6,3 12,7
2,0 6,3
0,5 2,0
< 0,5

Kode Penilaian
1
2
3
4
5
6

Faktor Panjang Dan Kemiringan Lereng (LS)


Nilai faktor panjang dan kemiringan lereng (LS) merupakan unsur

topografi yang sangat menentukan besar kecilnya erosi. Semakin besar


derajat kemiringan dan panjang lereng akan mempercepat dan memperbesar
aliran permukaan, sehingga menyebabkan erosi semakin besar.

18 | Lia Nazia (0909200060016)

Makalah 2 Topik Khusus

Panjang lereng, L, diukur dari suatu tempat pada permukaan tanah


dimana erosi mulai terjadi sampai dengan tempat dimana terjadi
pengendapan. Oleh karena nilai L adalah perbandingan besarnya erosi dari
suatu lereng terhadap besarnya erosi dari suatu lereng dengan panjang 22,1
meter, maka nilai L dapat dinyatakan sebagai berikut (Schwab, et al, 1981
dalam Asdak, 2004):
L = ( X/22,1)m ...................................................................................

(14)

dimana :
L
X
m

= faktor panjang kemiringan lereng tanah (m)


= panjang lereng (m)
= adalah tetapan tergantung dari kemiringan lereng tanah, dengan:
m = 0,2 untuk kemiringan lereng 1%
m = 0,3 untuk kemiringan lereng > 1% sampai dengan 3%
m = 0,4 untuk kemiringan lereng > 3% sampai dengan 5%
m = 0,5 untuk kemiringan lereng > 5%
Besarnya erosi meningkat lebih besar dibandingkan dengan aliran

permukaan jika kecuraman lereng S, bertambah. Kecuraman lereng


dinyatakan dengan derajat sudut lereng atau persen. Lereng 100%
berarti bersudut 45 derajat. Persamaan faktor S menjadi (Wischmeier dan
Smith, 1978):
S = 0,065 + 0,045 s + 0,0065 s2 ......................................................

(15)

dimana s adalah kecuraman lereng dalam persen. Dalam prakteknya nilai L dan
S sering dihitung sekaligus berupa faktor LS. LS adalah perbandingan antara
besarnya erosi dari sebidang tanah dengan panjang lereng dengan kecuraman
tertentu terhadap besarnya erosi dari tanah yang terletak pada lereng dengan
22,1 meter dengan kecuraman 9%. Nilai LS untuk suatu bidang tanah dapat
dihitung dengan persamaan:

LS (X/22,1)m (0,065 + 0,045 s + 0,0065 s 2 ) ..................................

(11)

19 | Lia Nazia (0909200060016)

Makalah 2 Topik Khusus

Untuk nilai s = 9%, digunakan nilai m = 0,5, sehingga diperoleh persamaan :

LS L1/2 (0,0138 0,00965 s 0,00138s 2 ) ..................................

(16)

Rumus tersebut berlaku untuk lahan dengan kemiringan < 22%,


sedangkan untuk lahan dengan kemiringan lebih curam digunakan rumus
(Gregory et al., 1977, dalam Vadari T., et al, 2004) sebagai berikut :

22,1

C cos1,5030,5sin1,249 sin2,249 .....................

(17)

dengan :
T

= faktor topografi/LS
= panjang lereng (m)
= 0,5 untuk lereng 5% atau lebih
0,4 untuk lereng 3,5% 4,9%
0,3 untuk lereng < 3,5%
= 34,7046
= sudut kemiringan lahan, dalam derajat
Nilai

faktor kemiringan lereng

yang dikeluarkan Departemen

Kehutanan diberikan pada Tabel 6 yang ditetapkan berdasarkan kelas lereng.


Tabel 6. Penilaian kelas lereng dan faktor LS
Kelas lereng
I
II
III
IV
V

Kemiringan lereng
08
8 15
15 25
25 40
> 40

LS
0,4
1,4
3,1
6,8
9,5

2.2.4 Faktor Pengelolaan Tanaman (C)


Faktor C dalam persamaan USLE adalah perbandingan antara besarnya
erosi dari tanah yang bertanaman dengan pengelolaan tertentu, terhadap
besarnya erosi dari tanah yang tidak ditanami dan tanpa pengelolaan.

20 | Lia Nazia (0909200060016)

Makalah 2 Topik Khusus

Pada dasarnya penentuan nilai C sangat rumit/sulit, karena harus


mempertimbangkan sifat perlindungan tanaman terhadap erosivitas hujan.
Sifat perlindungan tanaman harus dinilai sejak dari pengolahan tanah hingga
panen, bahkan hingga penanaman berikutnya. Selain itu, penyebaran hujan
selama satu tahun juga perlu memperoleh perhatian.
Untuk mendapatkan nilai C tanpa mengurangi ketelitian prediksi erosi
yang hendak dicapai dapat ditempuh dengan cara merujuk publikasi yang
telah ada sesuai dengan kondisi di Indonesia. Bila untuk sebidang lahan
terdapat rotasi tanaman atau cara pengelolaan tanaman yang tidak tercantum
dalam publikasi yang dirujuk, maka dapat ditempuh dengan memperhitungkan
kembali nilai C tersebut berdasarkan nilai-nilai C pada publikasi rujukan.
Berbagai hasil penelitian nilai faktor C untuk berbagai tanaman dan
pengelolaan tanaman dapat dilihat pada tabel 7.
Tabel 7. Nilai faktor C (pengelolaan tanaman)
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19

Macam penggunaan
Tanah terbuka/ tanpa tanaman
Sawah
Tegalan
Ubikayu
Jagung
Kedelai
Kentang
Kacang tanah
Padi
Tebu
Pisang
Akar wangi (sereh wangi)
Rumput bede (tahun pertama)
Rumput bede (tahun kedua)
Kopi dengan penutup tanah buruk
Talas
Kebun campuran : - kerapatan tinggi
- kerapatan sedang
- kerapatan rendah
Perladangan
Hutan alam :
- serasah banyak
- serasah kurang

Nilai faktor
1,0
0,01
0,7
0,8
0,7
0,399
0,4
0,2
0561
0,2
0,6
0,4
0,287
0,002
0,2
0,85
0,1
0,2
0,5
0,4
0,001
0,005

21 | Lia Nazia (0909200060016)

Makalah 2 Topik Khusus

Hutan produksi : - tebang habis


- tebang pilih
21
Semak belukar/ padang rumput
22
Ubikayu + kedelai
23
Ubikayu + kacang tanah
24
Padi sorghum
25
Padi kedelai
26
Kacang tanah + gude (tanaman polongan)
27
Kacang tanah + kacang tunggak
28
Kacang tanah + mulsa jerami 4 ton/ha
29
Padi + mulsa jerami 4 ton/ha
30
Kacang tanah + mulsa jagung 4 ton/ha
31
Kacang tanah + mulsa kacang tunggak
32
Kacang tanah + mulsa jerami 2 ton/ha
33
Pola tanam tumpang gilir**) + mulsa jerami
34
Pola tanam berurutan***) + mulsa sisa tanaman
35
Alang-alang murni subur
Sumber: Data Pusat Penelitian Tanah (1973 1981) tidak dipublikasikan
**
) jagung + padi + ubikayu, setelah panen padi ditanami kacang tanah
***
) jagung jagung kacang tanah
20

2.2.5

0,5
0,2
0,3
0,181
0,195
0,345
0,417
0,495
0,571
0,049
0,096
0,128
0,259
0,377
0,079
0,357
0,001

Faktor Tindakan Konservasi Tanah (P)


Tindakan konservasi tanah yang dimaksud tidak hanya teknik

konservasi tanah secara mekanis atau fisik saja, tetapi juga berbagai macam
usaha yang bertujuan mengurangi erosi tanah.
Tabel 8. Nilai faktor P untuk berbagai tindakan konservasi tanah khusus
No.

1.

2.

3.

4.

Tindakan khusus konservasi tanah


Terras bangku :
Konstruksi baik
Konstruksi sedang
Konstruksi kurang baik
Teras tradisional baik
Strip tanaman rumput (padang rumput)
Pengolahan tanah dan penanaman menurut garis
kontour
Kemiringan 0 8%
Kemiringan 9 20%
Kemiringan lebih 20%
Tanpa tindakan konservasi

Nilai P
0,04
0,15
0,35
0,40
0,40

0,50
0,75
0,90
1,00

Sumber : Data pusat penelitian tanah (1973-1981 dalam Arsyad, 1989)


22 | Lia Nazia (0909200060016)

Makalah 2 Topik Khusus

Tabel 9. Nilai faktor P dan Batas Panjang Lereng Untuk Penanaman Dalam
Strip (A), Penanaman/Pengolahan Menurut Kontur (B) dan Terras
Berdasar Lebar (C) (Wischmeir dan Smith, 1978)
Kemiringan
tanah (%)
1-2
35
6-8
9 12
13 16
17 20
21 - 25

Lebar
Strip (m)
40
30
30
24
24
18
15

(A)
Panjang
lereng
maks (m)
240
180
120
70
48
36
30

(B)
P
0,30
0,25
0,25
0,30
0,35
0,40
0,45

Panjang
lereng
maks (m)
120
90
60
36
24
18
15

(C)
P

0,60
0,50
0,50
0,60
0,70
0,80
0,90

0,12
0,10
0,10
0,12
0,14
0,16
0,18

Besarnya erosi sebenarnya yang akan terjadi untuk sebidang tanah


bertanaman, baik dengan atau tindakan konservasi dapat diperoleh dengan
memasukkan semua faktor persamaan (1) di atas; besarnya erosi yang terjadi
ini disebut erosi aktual.
Besarnya erosi aktual yang terjadi dapat memberikan gambaran
apakah tingkat erosi yang terjadi pada suatu DAS sudah dalam tingkatan
yang membahayakan atau belum, sebagaimana diperlihatkan pada tabel 10
(Kironoto B, et al, 2000)
Tabel 10. klasifikasi kelas bahaya erosi
Kelas bahaya erosi
I
II
III
IV
V

Tanah hilang (A) (ton/ha/tahun)


< 15
15 60
60 180
180 480
> 480

Keterangan
Sangat ringan
Ringan
Sedang
Berat
Sangat berat

23 | Lia Nazia (0909200060016)

Makalah 2 Topik Khusus

Referensi :
1. Arsyad, Sitanalaya, 1989, Soil and Water Conservation (translated). IPB
Press, Bogor.
2. Arsyad, Sitanalaya, 2000, Konservasi Tanah dan Air, IPB Press, Bogor.
3. Asdak, Chay, 2004, Hidrologi dan Pengelolaan DAS, Cetakan Ketiga,
Penerbit Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
4. Departemen Kehutanan, 1997, Rencana Teknik Lapangan, Rehabilitasi
Lahan dan Konservasi Tanah, Buku I dan II, Yogyakarta.
5. Hadiharyanto S., 2003, Kajian Metode RUSLE Untuk Menaksir Laju Erosi DAS
Embung Banyukuwung Di Kabupaten Rembang, Tesis, Program Pasca
Sarjana Magister Teknik Sipil, Univ. Diponegoro, Semarang.
6. Kironoto, B., dan Yulistiyanto, B., 2000, Konservasi Lahan, Program
Magister Pengelolaan Sumberdaya Air, Univ. Gadjah Mada, Yogyakarta.
7. Kurnia U., 1997, Pendugaan Erosi dengan Metoda USLE : Kelemahan dan
Keunggulan, Lokakarya Penetapan Model Pendugaan Erosi Tanah,
Bogor, 7 Maret.
8. Murtiono, Ugro Hari, 2008, Kajian Model Estimasi Volume Limpasan
Permukaan, Debit Puncak Aliran, dan Erosi Tanah dengan Model Soil
Conservation Service (SCS), Rasional dan Modified Universal Soil Loss
Equation (MUSLE) (studi kasus di DAS Keduang, Wonogiri) dalam Forum
Geografi,Vol. 22, No. 2, Desember 2008. Hlm. 169-185, ISSN 0852-0682.
9. Poerbandono, Basyar A., Harto Agung B., Rallyanti P., 2006, Evaluasi
Perubahan Perilaku Erosi Daerah Aliran Sungai Citarum Hulu dengan
Pemodelan Spasial, Jurnal infrastruktur dan Lingkungan Binaan, Vol. II,
No.2, Juni 2006.
10. Rachman A, Dariah A., ........., Permodelan Dalam Perencanaan Konservasi
Tanah Dan Air, Balai Penelitian Tanah, Bogor.
11. Renard, K. G., G. R. Foster, G. R. Weesies, D. K. McCool, and D. C. Yoder
(Coordinators), 1996, Predicting Soil Erosion by Water: A Guide to
Conservation Planning with the Revised Universal Soil Loss Equation
(RUSLE), U.S. Department of Agriculture, Agriculture Handbook
No. 703 (In Review).

24 | Lia Nazia (0909200060016)

Makalah 2 Topik Khusus

12. Sarief E., S., 1985, Konservasi Tanah dan Air, Pustaka Buana, Bandung.
13. Vadari T., Subagyono K., Sutrisno N., 2004, Model Prediksi Erosi: Prinsip,
Keunggulan, dan Keterbatasan, Pusat Penelitian dan Pengembangan
Tanah dan Agroklimat (Puslitbangtanak), Bogor.
14. Wischmeier,W.H. dan D.D. Smith, 1972, Predicting Rainfall Erosion
Losses A Guide To Conservation Planning, USDA. Ag. Handbook No.282
15. Wischmeier,W.H. dan D.D. Smith, 1978, Predicting Rainfall Erosion
Losses A Guide To Conservation Planning, USDA. Ag. Handbook No.537

25 | Lia Nazia (0909200060016)

Anda mungkin juga menyukai