Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Spektrofotometri merupakan suatu metode analisa yang didasarkan pada pengukuran

serapan sinar monokromatis oleh suatu larutan berwarna pada panjang gelombang spesifik
dengan menggunakan monokromator prisma dengan detektor fototube.
Alat yang digunakan untuk mengukur transmitan atau adsorban suatu sampel sebagai
fungsi panjang gelombang adalah spektrofotometer. Komponen utama dari spektrofotometer
yaitu sumber cahaya, monokromator, kuvet, detektor, amplifier (penguat) dan recorder.
Spektrofotometri merupakan metode analisa kimia untuk mengukur seberapa jauh
energi radiasi yang diserap oleh suatu sistem sebagai fungsi panjang gelombang dari radiasi
maupun pengukuran absorbsi terisolasi pada suatu panjang gelombang tertentu.
Penggunaan spektrofotometer sangat bermanfaat terutama dalam bidang farmasi. Di
masa sekarang dibutuhkan suatu alat yang dapat menunjang pekerjaan beberapa pihak/bidang
dengan efektif. Walaupun sebelum pengukuran diperlukan persiapan dengan ketelitian tinggi,
Penetapan kadar suatu bahan seperti penentuan kadar zat aktif suatu obat dapat dengan
mudah, cepat dan akurat ditentukan oleh instrumen ini dibandingkan dengan penentuan
secara tradisional seperti pada titrasi.
Instrument spektrofotometer ini telah dibuat dalam berbagai merek, model, dan jenis
dengan tingkat kepekaan maupun reprodusibilitas yang semakin tinggi dan canggih. Untuk
dapat

memahami

spektroskopi

diperlukan

pengetahuan

tenang

sifat-sifat

radiasi

elektromagnetik, interaksinya dengan zat, serta prinsip kerja maupun penggunaannya.


Maka dari itu kami mempelajari analisis instrumentasi spektrofotometer yang dapat
bermanfaat terutama dalam bidang pekerjaan kami nanti yaitu segala yang berhubungan
dengan kefarmasian.
1.2.

Tujuan
1. Memahami prinsip kerja alat spektrofotometer ultraviolet-visibel
2. Mencari panjang gelombang maksimum dan optimum suatu senyawa obat
Membuat kurva kalibrasi suatu senyawa

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Spektrofotometri UV-Vis adalah pengukuran panjang gelombang dan intensitas sinar


ultraviolet dan cahaya tampak yang diabsorbsi oleh sampel. Sinar ultraviolet dan cahaya
tampak memiliki energi yang cukup untuk mempromosikan elektron pada kulit terluar ke
tingkat energi yang lebih tinggi. Spektrum UV-Vis mempunyai bentuk yang lebar dan hanya
sedikit informasi tentang struktur yang bisa didapatkan dari spektrum ini. Tetapi spektrum ini
sangat berguna untuk pengukuran secara kuantitatif. Konsentrasi dari analit di dalam larutan
bisa ditentukan dengan mengukur absorban pada panjang gelombang tertentu dengan
menggunakan hukum Lambert beer ( Khopkar :1990).
2.1

Komponen Spektrofotometri UV-Vis


Untuk mendapatkan hasil pengukuran yang optimum, setiap komponen dari instrumen

yang dipakai harus berfungsi dengan baik. Komponen-komponen spektrofotometri UV-Vis


meliputi sumber sinar, monokromator, dan sistem optik. (Ganjar.,dkk : 2007)
1.

Sebagai sumber sinar; lampu deuterium atau lampu hidrogen untuk pengukuran UV
dan lampu tungsten digunakan untuk daerah visible.

2. Monokromator, digunakan untuk mendispersikan sinar ke dalam komponenkomponen panjang gelombangnya yang selanjutnya akan dipilih oleh celah.
Monokromator berputar sedemikian rupa sehingga kisaran panjang gelombang
dilewatkan pada sampel sebagai scan instrumen melewati spektrum.
3. Optik- optik; dapat didesain untuk memecah sumber sinar sehingga sumber sinar
melewati dua kompartemen, dan sebagaimana dalam spektrofotometri berkas ganda
(double beam), suatu larutan blanko dapat digunakan dalam satu kompartemen untuk
mengkoreksi pembacaan atau spektrum sampel. Yang paling sering digunakan sebagai
blanko dalam spektrofotometri adalah semua pelarut yang diguanakn untuk
melarutkan sampel atau pereaksi.

2.2

Hukum Lambert-Beer
Hukum Lambert-Beer adalah hubungan linieritas antara absorbansi dengan konsentrasi

larutan analit. Menurut hukum Lambert, serapan (A) berbanding lurus dengan ketebalan (b)
yang disinari :
Dengan bertambahnya ketebalan lapisan, serapan akan bertambah. Menurut Hukum Beer,
yang hanya berlaku untuk cahaya monokromatis dan larutan yang sangat encer, serapan (A)
dan

konsentrasi

(c)

adalah

proporsional :

Jika konsentrasi bertambah, jumlah molekul yang dilalui berkas sinar akan bertambah,
sehingga serapan juga bertambah.
Kedua persamaan ini digabungkan dalam hukum Lambert-Beer, maka diperoleh bahwa
serapan berbanding lurus dengan konsentrasi dan ketebalan lapisan :

Umumnya digunakan dua satuan c (konsentrasi zat yang menyerap) yang berlainan,
yaitu gram per liter atau mol per liter. Nikali tetapan (k) dalam hukum Lambert-Beer
tergantung pada sistem konsentrasi mana yang digunakan. Bila c dalam gram perliter, tetapan
tersebut disebut dengan absorbtivitas (a) dan bila dalam mol per liter tetapan tersebut adalah
absorbtivitas molar (E). Jadi dalam sistem yang direkombinasikan, hukum Lamber-Beer
dapat mempunyai dua bentuk :

Penandaan lain untuk a adalah ekstingsi, koefisien ekstingsi, absorbsi spesifik, sedangkan E
adalah koefisien ekstingsi molar. ( Khopkar :1990).
2.3

Hal-hal yang hars diperhatikan dalam analisis spektrofotmetri UV-Vis


Ada beberapa hal yang arus diperhatikan dalam analisis dengan spektrofotometri UV-

Vis tertama untuk senyawa yang mula tidak berawarna yang akan dianalisis dengan
spektrofotometri visible karena senyawa terebut harus diubah terlebih dahulu menjadi
senyawa yang berwarna. Berikut adalah tahapan-tahapan yang harus diperhatikan
(Ganjar.,dkk : 2007) :

a. Pembentukan molekul yang dapat menyerap sinar UV-Vis


Hal ini perlu dilakukan jika senyawa yang dianalisis tidak menyerapp pada daerah
tersebut. Cara yang digunakan adalah dengan merubah menjadi senyawa lain atau
direaksikan dengan pereaksi tertentu. Pereaksi yang digunakan harus memenuhi
beberapa persyaratan yaitu :
Reaksinya selektif dan sensitif
Reaksinya cepat, kuantitatif, dan reprodusibel.
Hasil reaksi stabil dalam jangka waktu yang lama
b. Waktu Operasional (operating time)
Cara ini biasa digunakan untuk pengukuran hasil reaksi atau pembentukan warna.
Tujuannya adalah untuk mengetahui waktu pengukuran yang stabil. Waktu
operasional ditentukan dengan mengukur hubungan antara waktu pengukuran dengan
absorbansi larutan. Tipe kurva waktu operasional dapat dilihat dalam gambar berikut :

Gambar 1. Kurva waktu operasional


Pada saat awal terjadi reaksi, absorbansi senyawa yang berwarna ini meningkat
sampai waktu tertentu hingga diperoleh absorbansi yang stabil. Semakin lama waktu
pengukuran, maka ada kemungkinan senyawa yang berwarna tersebut menjadi rusak
atau terurai sehingga intensitas warnanya turun akibatnya absorbansi juga turun.
Karena alasan inilah, maka untuk pengukuran senywa berwarna (hasil suatu reaksi
kimia) harus dilakukan pada saat waktu operasional. (Ganjar.,dkk : 2007)
c. Pemilihan Panjang gelombang
Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah panjang
gelombang yang mempunyai absorbansi maksimal. Untuk memilih panjang
gelombang maksimal, dilakukan dengan membuat kurva hubungan antara absorbansi
dengan panjang gelombang dari suatu larutan baku pada konsentrasi tertentu.
(Ganjar.,dkk : 2007)
Ada beberapa alasan mengapa harus menggunakan panjang gelombang maksimal,
yaitu (Ganjar.,dkk : 2007):

Pada panjang gelombang maksimal, kepekaannya juga maksimal karena pada


panjang gelombang maksimal tersebut, perubahan absorbansi untuk setiap

satuan konsentrasi adalah paling besar.


Disekitar panjang gelombang maksimal, bentuk kurva absorbansi datar dan

pada kondisi tersebut hukum Lambert-Beer akan terpenuhi.


Jika dilakukan ulang maka kesalahan yang disebabkan oleh pemasangan ulang
panjang gelombang akan kecil sekali, ketika digunakan panjang gelombang

maksimal.
d. Pembuatan Kurva Kalibrasi/Baku
Dibuat seri larutan baku dari zat yang akan dianalisis dengan berbagai konsentrasi.
Masing-masing absorbansi larutan dengan berbagai konsentrasi diukur, kemudian
dibuat kurva yang merupakan hubungan antara absorbansi dan konsentrsi. Bila hukum
Lambert-Beer terpenuhi maka kurva baku beruapa garis lurus sebagaimana gambar 2.

Gambar 2. Kurva Kalibrasi


Kemiringan atau slope adalah a (absorptivitas) atau (absorptivitas molar). Kurva baku
sebaiknya sering diperiksa ulang. Penyimpangan dari garis lurus biasanya dapat
disebabkan oleh kekuatan ion yang tinggi, perubahan suhu, an reaksi ikutan yang
terjadi. (Ganjar.,dkk : 2007)

2.4

Sifat fisika dan Kimia Parasetamol


Sinonim
: Paracetamolum, Asetaminofen.
Nama kimia
: 4-hidroksiasetanilida.
Rumus molekul : C8H9NO2
Rumus bangun :
Kandungan

tidak kurang dari 98,0 % dan tidak

lebih dari 101,0 % C8H9NO2, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.
Pemerian
: Serbuk hablur, putih, tidak berbau, rasa sedikit pahit.

Kelarutan

: Larut dalam air mendidih dan dalam natrium hidroksida 1 N, mudah

larut dalam etanol. (DitJen POM : 1995).

BAB III
METODELOGI

A. Membuat Larutan Induk


Paracetamol ditimbang sebanyak 10 mg kemudian dilarutkan dengan
sedikit aquadest dalam beaker glass
Setelah larut, dimasukkan ke dalam labu ukur dan ditambahkan
aquadest ad 100 ml.
B. Menentukan Panjang Gelombang Maksimum
Larutan paracetamol dibuat dalam 3 macam kadar yaitu 5 ppm, 10
ppm, dan 15 ppm.
Intensitas serapan yang terjadi pada spektrometer dibaca pada
panjang gelombang 200-400 nm.
Serapan yang terbaca diplotkan vs panjang gelombang pada kertas
grafik numerik dan ditetapkan panjang gelombang maksimumnya.

C. Operating Time
Larutan paracetamol dibuat dengan kadar 5 ppm dan 15 ppm.
Intensitas warna yang terjadi pada spektrometer dibaca pada
panjang gelombang 257 nm dengan blanko aquadest.
Pembacaan serapan dilakukan setiap interval waktu 5 menit selama
30 menit.
Serapan yang terbaca diplotkan vs panjang gelombang pada kertas
grafik numerik dan ditetapkan lama larutan paracetamol mempunyai
serapan tetap.
D. Membuat Kurva Kalibrasi
o Dibuat satu seri larutan obat dalam air dengan kadar 1 ppm, 2,5
ppm, 10 ppm, 15 ppm dan 20 ppm.
o Intensitas serapan yang terjadi dari masing-masing kadar dibaca
pada gelombang yang telah ditentukan pada poin B.
Dibuat persamaan dari kurva baku dengan menggunakan persamaan kuadrat
terkecil, dan dihitung koefisien korelasinya.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V
KESIMPULAN

Daftar Pustaka
Ditjen POM ( 1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan R.I.
Ganjar, Ibnu Gholib., Abdul, Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar. Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI Press.

Anda mungkin juga menyukai