Disusun oleh :
-
Juniawati
0915088
Pembimbing :
dr. Santoso Chandra, Sp.PD-KGH
Antagonis H2
Yang termasuk antagonis reseptor H2 adalah Simetidine, Ranitidine,
Nizatidine, dan Famotidine. Senyawa-senyawa antagonis reseptor H2
secara kompetitif dan reversibel berikatan dengan reseptor H2 di sel
parietal, menyebabkan berkurangnya produksi sitosolik siklik AMP dan
sekresi histamine yang menstimulasi sekresi asam lambung. Interaksi
antara siklik AMP dan jalur kalsium menyebabkan inhibisi parsial
asetilkolin dan gastrin yang menstimulasi sekresi asam.
Yang potensinya paling lemah adalah simetidin sedangkan yang paling
kuat adalah Famotidin. Ranitidin memiliki durasi yang lebih lama dari
Simetidin. Ranitidine dan Simetidin digunakan juga untuk profilaksis.
Reseptor H2 terdapat di lambung, pembuluh darah (menurunkan
tekanan darah dengan menurunkan resistensi perifer, positif
kronotropisme, inotropik positif).
Antagonis reseptor H2 menghambat secara sempurna sekresi asam
lambung yang sekresinya diinduksi oleh histamin maupun gastrin,
tetapi menghambat secara parsial sekresi asam lambung yang
sekresinya diinduksi oleh asetilkolin. Hal tersebut dapat terjadi dengan
melihat kembali mekanisme sintesis asam lambung di sel parietal.
Antagonis reseptor H2 juga menghambat sekresi asam lambung yang
distimulasi oleh makanan, insulin, kafein, pentagastrin, dan nokturnal.
Antagonis reseptor H2 mengurangi volume cairan lambung dan
konsentrasi H+. Seluruh senyawa yang termasuk antagonis reseptor
H2 efektif menyembuhkan tukak lambung maupun tukak duodenum.
Secara umum kekambuhan setelah terapi umumnya berhenti (60100%).
Kegunaan terapi antagonis reseptor H2: Tukak peptic, Zoolinger Ellison
Syndrom, Tukak akut, dan GERD (Gastro Esophageal Refluks Disease) /
heart burn.
Efek samping Antagonis reseptor H2
Sakit kepala, pusing, mual, diare, obstipasi, sakit otot dan sendi, sistem
saraf pusat (kecemasan, halusinasi terutama pada orang tua dan
konsumsi jangka panjang), penurunan transaminase serum.
dalam hati. 70% dosis eksresi lewat urin dalam bentuk tidak
berubah.
Dosis : dewasa 200 mg & 400 mg 3x / hari sebelum tidur atau
400 mg sebelum sarapan & 400 mg sebelum tidur. Anak-anak
20-40 mg/kg BB/ hari.
Efek Samping : lelah, pusing, diare, ruam, Jarang : ginekomastia,
rasa bingung yang reversibel, impotensi (pria), reaksi alergi,
artralgia, mialgia, gangguan darah, nefritis interstitial, sakit
kepala, hepatotoksik, pankreatitis.
Interaksi Obat : meningkatkan kadar lignokain, fenitoin, warfarin,
teofilin, beberapa golongan antiaritmia (benzodiazepin, -bloker,
vasodilator) dalam darah.
Ranitidine, memiliki cincin furan dan durasi yang lebih lama dan
5-10 kali lebih potensial dari simetidin. Ranitidine dimetabolisme
dalam hati.
Dosis : 150 mg 2x / hari atau dosis tunggal 300 mg sebelum
tidur.
Efek samping : sakit kepala, pusing, gangguan gastro intestinal,
ruam kulit.
Interaksi obat : ranitidin menurunkan bersihan warfarin,
prokainamid, dan N-asetil prokainamid, meningkatkan absorpsi
midazolam, menurunkan absorpsi kobalamin.
Famotidin, memiliki struktur thiazole, serupa dengan Ranitidin
pada aksi farmakologi. Memiliki aksi 20-60 kali lebih potensial
dari Simetidin dan 3-200 kali lebih potensial dari Ranitidin.
Famotidin dimetabolisme dalam hati.
Dosis : Ulkus duodenum terapi akut 40 mg 1 x / hari sebelum
tidur atau 20 mg 2 x / hari, pemeliharaan 20 mg 1 x / hari
sebelum tidur. Kondisi hipersekresi patologis 20 mg 4 x / hari.
Efek samping : konstipasi, diare, muntah, erupsi kulit, sakit
kepala, trombositopenia, nyeri sendi, penurunan nafsu makan.
Interaksi obat : Antasid, ketokonazol, obat yang dimetabolisme
melalui sistem mikrosom hati (warfarin, teofilin, diazepam).
Nizatidin, memiliki struktur kombinasi cincin thiazole Famotidin
dan rantai samping Ranitidin. Serupa dengan Ranitidin pada aksi
farmakologi dan potensinya. Nizatidin dieliminasi melalui ginjal
dan bioavailabilitas mendekati 100%.
Dosis : tukak duodenum aktif dewasa 300 mg / hari sebelum
tidur atau 150 mg 2 x / hari selama 8 minggu. Perawatan tukak
duodenum yang sudah sembuh dewasa 150 mg 1 x / hari
sebelum tidur. Penyakit refluks gastroesofageal 150-300 mg 2 x /
hari selama 12 minggu. Tukak lambung aktif yang jinak 150 mg 2
x / hari atau 300 mg 1 x / hari selama 8 minggu. Ampul infus iv
kontinue : larutkan 300 mg dalam 150 mL larutan iv dan infus
ditingkatkan rata-rata 10 mg/jam. Infus intermitten : larutkan
Antasida
Antasida (senyawa magnesium, aluminium, dan bismut, hidrotalsit,
kalsium karbonat, Na-bikarbonat)
Antasida adalah obat yang menetralkan asam lambung sehingga
efektifitasnya bergantung pada kapasitas penetralan dari antasida
tersebut. Kapasitas penetralan (dalam miliequivalen) adalah mEq HCl
yang dibutuhkan untuk memepertahankan suspensi antasida pada pH
3,5 selama 10 menit secara in vitro. Peningkatan pH cairan gastric dari
1,3 ke 2,3 terjadi penetralan sebesar 90% dan peningkatan ke pH 3,3
terjadi penetralan sebesar 99% asam lambung.
Antasida ideal adalah yang memiliki kapasitas penetralan yang besar,
juga memiliki durasi kerja yang panjang dan tidak menyebabkan efek
lokal maupun sistemik yang merugikan.
Antasida dapat meningkatkan pH cairan lambung sampai pH 4, dan
menghambat aktifitas proteolitik dari pepsin. Antasida tidak melapisi
dinding mukosa namun memiliki efek adstringen. Secara kimia
antasida merupakan basa lemah yang bereaksi dengan asam lambung
membentuk garam dan air. Antasida juga dapat menstimulasi sintesis
prostaglandin. Secara umum antasida dapat dibagi menjadi dua
golongan yaitu antasid sistemik dan non sistemik. Seluruh antasida
dapat digunakan untuk terapi tukak duodenum dan terbukti efektif
untuk tukak lambung akut.
menit bila diminum pada perut kosong dan sampai 3 jam bila
diminum 1 jam sesudah makan. Makanan dengan daya mengikat
asam (susu) sama efektifnya terhadap nyeri.
Peninggian pH
Garam-garam magnesium dan Na-bikarbonat menaikkan pH isi
lambung sampai 6-8, CaCO3 sampai pH 5-6 dan garam-garam
aluminium hidroksida sampai maksimal pH 4-5.
Kehamilan dan Laktasi
Wanita hamil sering kali dihinggapi gangguan refluks dan rasa
terbakar asam. Antasida dengan aluminium hidroksida dan
magnesiumhidroksida boleh diberikan selama kehamilan dan laktasi.
digunakan lebih kurang satu jam sesudah makan dan sebaiknya dalam
bentuk suspensi. Telah dibuktikan bahwa tablet bekerja kurang efektif
dan lebih lambat, mungkin karena proses pengeringan selama
pembuatan mengurangi daya netralisasinya.
Pada oesophagitis dan tukak lambung sebaiknya obat diminum 1 jam
sesudah makan dan sebelum tidur. Pada tukak usus 1 dan 3 jam
sesudah makan dan sebelum tidur.
Penyebab kegagalan pengobatan dengan antasida dapat terjadi karena
frekuensi pengobatan tidak adekuat, dosis yang diberikan tidak cukup,
pemilihan sediaan tidak tepat, dan sekresi asam lambung sewaktu
tidur tidak terkontrol.
Contoh : Omeprazol,
esomeprazol.
lansoprazol,
pantoprazol,
rabeprazol
dan
Mekanisme kerja
Obat-obat golongan proton pump inhibitor mengurangi sekresi asam
lambung dengan jalan menghambat enzim H+, K+, ATPase (enzim ini
dikenal sebagai pompa proton) secara selektif dalam sel-sel parietal.
Enzim pompa proton bekerja memecah KH ATP yang kemudian akan
menghasilkan energi yang digunakan untuk mengeluarkan asam dari
kanalikuli sel parietal ke dalam lumen lambung. Ikatan antara bentuk
aktif obat dengan gugus sulfhidril dari enzim ini yang menyebabkan
terjadinya penghambatan terhadap kerja enzim. Kemudian dilanjutkan
dengan terhentinya produksi asam lambung.
Farmakologi
Dosis : 20 mg sehari, kecuali untuk pasien sindrom Zollinger-Ellison
yang memerlukan 60-70 mg sehari.
Penghambatan terhadap enzim pompa proton maksimal bertahan
selama 4 jam, tetapi produksi asam lambat kembali ke jumlah normal
(3-5 hari setelah pemakaian dosis tunggal). Kerjanya panjang akibat
akumulasi di sel-sel parietal. Kadar penghambatannya tergantung
dosis dan pada umumnya lebih kuat dari AH2.
dengan
Diazepam
terjadi
peningkatan
kadar
Analog Prostaglandin
Mekanisme kerja
Prostaglandin E2 dan I2 dihasilkan oleh mukosa lambung, menghambat
seksresi HCl dan merangsang seksresi mukus dan bikarbonat (efek
sitoprotektif). Defisiensi prostaglandin diduga terlibat dalam
patogenesis ulkus peptikum.
Farmakologi dan farmakokinetik
Misoprostol yaitu analog prostaglandin E digunakan untuk mencegah
ulkus lambung yang disebabkan antiinflamasi non steroid (NSAIDs).
Obat ini kurang efektif bila dibandingkan antagonis H2 untuk
pengobatan akut ulkus peptikum.
Efek samping yang sering timbul adalah diare dan mual. Selain itu,
menyebabkan kontraksi uterus dan menjadi kontraindikasi selama
kehamilan.
Senyawa Bismut
Mekanisme kerja
Senyawa bismut juga bekerja secara selektif berikatan dengan ulkus,
melapisi dan melindungi ulkus dari asam dan pepsin. Postulat lain
mengenai mekanisme kerjanya termasuk penghambatan aktivitas
pepsin, merangsang produksi mukosa, dan meningkatkan sintesis
prostaglandin. Obat ini mungkin juga mempunyai beberapa aktivitas
antimikroba terhadap H pylori. Bila dikombinasi dengan antibiotik
seperti metronidazol dan tetrasiklin, kecepatan penyembuhan ulkus
mencapai 98%. Biaya dan potensi toksisitas dari regimen ini dapat
membatasi penggunanya pada ulkus yang serius atau pada penderita
yang sering kambuh. Garam bismut tidak menghambat ataupun
menetralisasi asam.
Farmakologi dan farmakokinetik
Bismut subsalisilat (Pepto-Bismol) telah digunakan dalam uji di AS.
Ketidaknormalan ginjal dapat menurunkan eliminasi bismut, sehingga
perlu perhatian penggunaannya pada pasien lanjut usia dan gagal
ginjal. Bismut subsalisilat dapat menyebabkan sensitif terhadap
salisilat dan perdarahan, dan perlu perhatian juga pada pasien yang
menerima terapi dengan salisilat. Pasien harus diberitahu bahwa
garam bismut dapat menyebabkan warna hitam pada tinja dan lidah
(jika menggunakan sediaan cair). Trikalium disitratobismutat telah diuji
secara luas di Eropa dan memperlihatkan proses penyembuhan ulkus
lambung dan ulkus duodenum lebih baik dari plasebo. Trikalium
disitratobismutat memilki masa tinggal lebih panjang jika dinbanding
dengan antagonis reseptor H2, tetapi masih terjadi kambuh dan
sekarang telah dikembangkan aturan pakai regimen yang melibatkan
antibiotika. Meskipun kandungan bismutnya rendah, tetapi telah
dilaporkan terjadinya absorpsi. Efek sampingnya yaitu dapat membuat
lidah berwarna gelap dan wajah kehitaman, mual dan muntah, dan
belum ada laporan tentang terjadinya ensefalopati pada pemakaian
jangka panjang senyawa bismut lain. Sediaan tablet sama efektifnya
dengan sediaan cair dan lebih enak.
Dosis
Regimen dosis bismut dengan kombinasi 3 obat lain digunakan dalam
lini pertama pengobatan ulkus karena H pylori. Regimen ini terdiri dari
antagonis reseptor H2 (omeprazole 40 mg 2 kali sehari), bismuth
subsalisilat 525 mg 4 kali sehari, metronidazol 250-500 mg 4 kali
sehari, dan tetrasiklin 400 mg 4 kali sehari (atau amoksisilin 500 mg 4
kali sehari atau klaritromisin 250-500 mg 4 kali sehari). Jangka waktu
pemakaian regimen dosis ini yaitu 14 hari.
Interaksi obat
Trikalium disitratobismutat dapat menurunkan absorpsi tetrasiklin.