Anda di halaman 1dari 1

Rekonstruksi Sebaran Gajah Jawa, Indonesia, kala Holosen Awal:

Berdasarkan mtDNA Fosil E. maximus dari Cipeundeuy dan Sampung,

Abstrak
Sundaland (Jawa, Kalimantan dan Sumatra) mempunyai biodiversitas fosil fauna tertinggi di
dunia, sebagai dampak dari habitat yang kaya makanan dan tersedianya sarana migrasi
landbridges dari daratan Asia ke pulau Jawa, sampai kala Holosen Awal. Untuk suksesi
Elephas maximus (E. maximus) terjadi di kawasan Afrika, Eropa dan Asia, sejak kala Pleistosen.
Dalam biostratigrafi, diusulkan bahwa fosil E. maximus Jawa mengalami proses continuum in
situ, seperti E. maximus yang hidup saat ini diduga turunan dari fosil E. maximus Cipeundeuy
(Padalarang-Jawa Barat) dan/atau Sampung (Pacitan-Jawa Timur) kala Pleistosen Akhir (umur
radiokarbon 30.000 tahun BP). Namun, sebaran E. maximus Sundaland belum diketahui
berdasarkan genetika. Oleh karena itu, perlu direkonstruksi sebaran E. maximus. Di sini, fokus
penelitian akan dilakukan pada sebaran E. maximus melalui D-loop mtDNA. Rekonstruksi
dilakukan dengan menghitung jarak genetika antara populasi D-loop mtDNA E. maximus yang
hidup saat ini di Sumatra, Kalimantan, data Genbank dan fosil Cipeundeuy, Sampung dan
Ngandong. Metode Polimerase Chain Reation (PCR) digunakan untuk amplifikasi mtDNA dari
fosil dan sample akar rambut guna memperoleh urutan nukleotida. Selanjutnya, program
pendukung Spreadsheet, Multidimentional Scaling (MDS), PAUP beta 4 dan DNASTAR
digunakan untuk analisis data DNA. Diharapkan, hasilnya akan menambah khazanah ilmu
pengetahuan tentang kronologi, sebaran dan laju mutasi E. maximus.
Kata kunci: sebaran, jarak genetika, D-loop mtDNA Elephas maximus.

Anda mungkin juga menyukai