Anda di halaman 1dari 8

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Luka bakar adalah luka yang menyebabkan hilangnya integritas kulit. Luka bakar
dapat disebabkan oleh trauma seperti termal, sengatan listrik, ataupun kimia. Luka bakar
dapat menimbulkan efek sistemik yang kompleks.1

2.2. Epidemiologi
Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dan menyebabkan morbiditas
ataupun derajat cacat yang yang relatif tinggi. Di Amerika terdapat 1,2 juta kasus luka bakar
setiap tahunnya dengan 50.000 kasus diantaranya merupakan luka bakar berat dan
memerlukan penanganan rawat inap, bahkan 3900 kasus diantaranya berakhir dengan
kematian akibat komplikasi yang ditimbulkan oleh luka bakar tersebut.2 Sedangkan untuk
kasus luka bakar di Indonesia, belum ada data yang pasti.1
Morbiditas dan mortalitas luka bakar dewasa ini pada negara maju menurun
diperkirakan oleh karena tindakan prevensi yang telah dilakukan maupun oleh karena
meningkatnya tatalaksana yang diberikan pada penderita luka bakar. Sedangkan insidensi
luka bakar pada negara berkembang terus meningkat 4-5 kali dari insidensi yang terjadi pada
Amerika Serikat. Perempuan, terutama pada negara berkembang, lebih berisiko dalam
terekspos luka bakar2.

2.3. Klasifikasi

2.3.1. Luka Bakar dapat diklasifikasikan berdasarkan sebabnya menjadi:


1. Luka bakar thermal
Luka bakar thermal dapat terjadi oleh karena terbakar api langsung, yang
dapat diperparah oleh zat mudah terbakar (bensin, gas), ataupun oleh karena
terkena air panas, tersentuh benda panas dan pajanan sinar matahari1,3.
2. Luka bakar listrik
Luka bakar oleh karena sengatan listrik dapat menimbulkan aritmia jantung
ataupun kompartmen sindrom diikuti dengan rhabdomyolysis3.
3. Luka bakar kimiawi

Kejadian luka bakar yang disebabkan oleh reaksi kimiawi lebih jarang, namun
dapat berpotensi lebih parah. Terapi pertama yang diberikan pada luka bakar
jenis ini adalah menyingkirkan zat-zat kimiawi toksik dengan irigasi air
selama kurang lebih 30 menit3.
Zat-zat yang dapat menimbulkan luka bakar kimiawi terdiri dari asam kuat
atau basa kuat. Asam kuat menyebabkan nekrosis koagulasi, denaturasi
protein, dan rasa nyeri yang hebat. Sedangkan basa kuat menyebabkan
nekrosis yang berair dengan kemampuan menembus jaringan lebih dalam
dibandingkan dengan asam1. Asam format dan asam hidroflorid merupakan zat
yang paling sering dapat menimbulkan luka bakar kimiawi. Asam format dapat
menimbulkan hemolisis dan hemoglobinuria, sedangkan asam hidroflorida
dapat menembus jaringan sampai dalam dan menyebabkan toksisitas sistemik
yang fatal1,3.

2.3.2. Derajat luka bakar


Derajat luka bakar ditentukan oleh tingginya suhu dan lamanya pajanan.
Derajat luka bakar terdiri dari luka bakar derajat:
I.

luka terbatas pada epidermis2. Pada luka bakar ini tampak eritema
dengan keluhan nyeri dan hipersensitivitas, tetapi dengan pertahanan
epidermis yang masih intak. Luka bakar derajat I ini kering dan dapat
sembuh dalam waktu 5-7 hari1.

II. A. superfisial. Luka terbatas pada epidermis dan superfisial dermis


ditandai dengan nyeri dan gelembung/bullae berisi cairan eksudat yang
keluar dari vaskular karena permeabilitasnya meningkat1,2. Luka bakar
derajat ini dapat bewarna pink ataupun merah dan terasa nyeri serta
tampak basah. Luka bakar derajat ini dapat sembuh 10-21 hari tanpa
perlu dilakukan grafting4. Setelah sembuh, luka bakar derajat ini
menyebabkan sedikit diskolorasi kulit2.
II. B. Luka menembus epidermis dan lapisan dalam dermis2. Luka bakar
derajat ini dapat tampak merah ataupun pucat dan kering, masih nyeri,
sembuh dalam waktu 14-35 hari.2
III.

Luka bakar menembus epidermis dan dermis hingga lapisan lemak


subkutan2. Luka bakar derajat ini ditandai dengan tidak adanya lagi
elemen kulit yang hidup, biasanya diikuti dengan pembentukan eskar,

kulit tampak pucat abu-abu gelap/hitam, tidak terdapat bullae, dan tidak
terasa nyeri1,4.
IV.

Luka bakar menembus lapisan kulit (epidermis dan dermis) hingga


menembus lemak subkutan sampai otot ataupun tulang2.

2.3.2. Luas luka bakar


Luas luka bakar dinyatakan dalam persen terhadap luas seluruh tubuh.
Persentase luas luka bakar menggunakan rule of 9 pada orang dewasa,
sedangkan pada anak dan bayi dapat digunakan formula Berkow ataupun rule
of 10 (bayi) dan rule of 10-15-20 (anak).1 Saat ini yang digunakan adalah
diagram Lund-Browder.

2.4. Patofisiologi
Kulit merupakan organ terluar tubuh manusia dengan luas 0,025m2 pada anak baru
lahir sampai dengan 1m2 pada orang dewasa. Pada luka bakar yang ditimbulkan oleh api,
air panas, ataupun benda panas/dingin dapat menyebabkan transfer energi dan nekrosis
koagulatif. Sedangkan pada luka bakar yang disebabkan oleh listrik atau kimia dapat
menyebabkan kerusakan membran. Respon lokal pada kasus luka bakar dapat
memperdalam jaringan yang terkena luka bakar.
Kulit dibagi dalam 3 zona, yaitu zona koagulasi, stasis, dan hiperemis. Zona
koagulasi merupakan zona di mana terjadi kerusakan sel dan area nekrotik yang
ireversibel. Zona stasis merupakan zona yang mengelilingi area nekrotik dan mengalami
hipoperfusi. Kerusakan zona stasis berhubungan dengan kerusakan dan kebocoran
vaskular. Thromboxane A2 yang merupakan vasokonstriktor meningkatkan aliran darah
dan memperluas zona stasis. Antioksidan dan antagonis bradikinin juga meningkatkan
aliran darah. Anti CD-18/ anti-ICAM antibodi monoklonal yang dapat menghambat
perlekatan leukosit dalam menimbulkan respon inflamasi dapat meningkatkan perfusi
jaringan dan survival jaringan. Pada zona hiperemis terjadi vasodilasi dan merupakan
asal pertumbuhan jaringan baru pada proses penyembuhan2.
Inflamasi dan edema dapat terjadi pada luka bakar karena berkaitan dengan
masifnya pelepasan mediator-mediator inflamasi. Edema terjadi karena perubahan gaya
starling. Pada permulaan terjadinya luka bakar, tekanan hidrostatik interstitial berkurang
secara dramatis pada area luka dan sedikit peningkatan pada area yang tidak terkena luka
bakar. Permeabilitas yang meningkat pada luka bakar selain menyebabkan kehilangan

protein, juga menyebabkan berkurangnya cairan intravaskular sehingga terjadi edema.


Edema yang terjadi juga disebabkan oleh histamin yang dilepaskan oleh sel mast yang
meningkatkan interselular junction disekitar vena dan agregasi platelet yang melepaskan
serotonin yang meningkatkan resistensi pembuluh darah pulmonal2.
Tubuh masih dapat mengompensasi luka bakar dengan luas kurang dari 20%. Syok
hipovolemik dapat terjadi pada luka bakar dengan luas lebih dari 20% dengan gejala
seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan darah menurun,
dan produksi urin berkurang.1 Syok hipovolemik tersebut terjadi karena kehilangan
plasma, meningkatnya resistensi perifer, dan menurunnya cardiac output.
Pembuluh darah akan ikut rusak jika terpajan suhu tinggi sehingga permeabilitas
meningkat dan sel darah ikut rusak sehingga terjadi anemia. Permeabilitas kapiler mulai
pulih setelah 12-24 jam sehingga terjadi mobilisasi cairan kembali ke intravaskular dan
ditandai dengan diuresis yang meningkat. 1
Luka bakar dapat menyebabkan oligouria yang disebabkan oleh menurunnya aliran
darah ke renal

karena berkurangnya volume darah, cardiac output, angiotensin,

aldosteron, vasopressin. Hal ini jika tidak ditangani dapat menyebabkan nekrosis tubular
akut dan gagal ginjal.
Atrofi mukosa, perubahan absorbsi, dan peningkatan permeabilitas usus juga dapat
terjadi akibat luka bakar. Atrofi mukosa usus halus terjadi pada 12 jam pertama seiring
dengan luas luka bakar yang dialami dan berhubungan dengan kematian sel epitel karena
proses apoptosis. Luka bakar juga menyebabkan penurunan absorbsi glukosa dan asam
amino, serta asam lemak. Hal ini terjadi pada jam-jam pertama dan membaik setelah 4872 jam. Permeabilitas usus juga akan terus meningkat jika terjadi infeksi pada luka
bakar2. Luka bakar berat dapat menimbulkan ileus paralitik karena peristaltis usus yang
menurun pada fase akut yang ditimbulkan pada saat syok. Peristaltis usus juga dapat
menurun oleh karena kekurangan ion kalium. Stress atau hipoperfusi daerah splanknikus
dapat menyebabkan terjadinya curlings ulcer pada gaster atau pada duodenum1.
Jika wajah terkena luka bakar, atau luka bakar terjadi saat ruangan tertutup, maka
dapat terjadi kerusakan mukosa jalan nafas karena gas, asap, atau uap panas yang
terhirup sehingga menimbulkan hambatan jalan nafas dengan gejala sesak, takipnea,
stridor, suara parau, dan dahak bewarna gelap karena oedema laring yang ditimbulkan.
Pada pasien luka bakar juga dapat dicurigai adanya keracunan CO ataupun gas beracun
lainnya1.

Kontaminasi dapat terjadi pada luka bakar sehingga menimbulkan infeksi pada
area kulit yang mati. Infeksi ini sulit sembuh karena tidak terjangkau oleh pembuluh
darah yang mengalami trombosis. Pada penderita luka bakar, produksi makrofag
menurun karena negatif regulator pada pertumbuhan myeloid di mana reseptor
Granulosit colony stimulating factor menurun. Neutrofil pada keadaan luka bakar
meningkat karena berhubungan dengan apoptosis sel. Tetapi neutrofil ini mengalami
gangguan pada diapedesis, kemotaksis, maupun fagositosis dan kemudian mengalami
penurunan setelah 48-72 jam. Polarisasi pada IL-2 dan INF sitokin berdasar respon TH1
pada respon TH2 (produksi IL-4 dan IL-10) dapat menghambat respon imun sehingga
meningkatkan mortalitas pada pasien luka bakar.
Kontaminasi dapat berasal dari tubuh penderita sendiri seperti kulit ataupun saluran
nafas atas, dan dapat juga berasal dari lingkungan seperti lingkungan rumah sakit atau
nosokomial. Kontaminasi tersebut biasanya diawali oleh kuman gram positif yang
berasal dari tubuh penderita sendiri. Infeksi ringan dan noninvasif yang terjadi ditandai
dengan keropeng yang mudah terlepas dan keluar PUS yang banyak. Sedangkan untuk
infeksi yang invasif, dapat terjadi nekrosis jaringan sekitar ataupun memperdalam derajat
luka bakar. Infeksi yang terjadi juga dapat menimbulkan vaskulitis pada pembuluh darah
kapiler dan menimbulkan trombosis1.
Pada fase permulaan luka bakar, terjadi fase katabolisme sehingga keseimbangan
protein menjadi negatif karena eksudasi dan metabolisme sehingga semakin mudah
untuk terkena infeksi1. Hipermetabolisme yang terjadi pada pasien dengan luka bakar
berat ditandai dengan takikardi, peningkatan CO, peningkatan konsumsi oksigen,
proteolisis, dan lipolisis.2 Oleh karena itu, pasien luka bakar memerlukan kalori
tambahan. Tenaga tersebut jika tidak didapatkan dari luar maka akan diperoleh dari
pembakaran otot skelet1. Katekolamin menyebabkan glikogenolisis dan glukoneogenesis
hati di mana bahan-bahannya diperoleh dari proteolisis dan lipolisis. Peningkatan fase
akut dari protein sintesis di hati dapat meningkatkan CRP, mikroglobulin, dan
komplemen2.
Penyembuhan yang terjadi pada luka bakar, terutama luka bakar derajat dua berasal
dari sisa sisa adneksa atau elemen epitel yang masih hidup seperti kelenjar keringat, sel
basal, ataupun sel pangkal rambut. Luka bakar yang cukup dalam seperti luka bakar
derajat tiga jika dibiarkan sembuh sendiri dapat menimbulkan kontraktur sehingga dapat
kehilangan fungsi sendi1.

2.5. Tatakaksana
2.5.1. Prehospital
Hal pertama yang dilakukan jika terdapat luka bakar adalah segera
memindahkan pasien dari sumber dan menghentikan proses luka bakar. Kemudian
pasien selalu dicurigai mengalami cedera inhalasi dan diberikan oksigen 100%
dengan menggunakan facemask. Lepaskan seluruh aksesoris pasien karena
ditakutkan dapat menyebabkan efek torniquette-like. Pasien juga dapat disirami
dengan air mengalir selama 15 menit untuk mencegah kedalaman luka bakar, tetapi
diawasi agar tidak terjadi hipotermia2.

2.5.2. Initial assessment


Survey primer dan sekunder dilakukan pada pasien dengan luka bakar. Pada
surbey primer dapat dilihat apakah pasien mengalami cedera saluran nafas seperti
obstruksi pada jalan nafas yang dapat disebabkan oleh edema laring. Cedera
saluran nafas dicurigai pada pasien dengan luka bakar di wajah , bulu hidung yang
hangus, sputum hitam yang mengandung karbon/arang, dan takipnea. Suara serak
dapat merupakan gejala awal obstruksi3. Jika terdapat trauma pada saluran nafas,
dapat dipasang jalan nafas definitif5.
Ekspansi dada dan suara nafas yang simetris menandakan pertukaran udara
yang adekuat. Pengukuran tekanan darah dan nadi juga perlu dilakukan pada
survey primer. Stabilisasi tulang servikal juga perlu dilakukan, terutama pada luka
bakar akibat ledakan atau kecelakaan deselerasi3.
Setelah survey primer dilakukan, maka dilakukan pemasangan akses
intravena untuk melakukan resusitasi. Selain itu juga dilakukan penilaian pada
pasien terhadap luas dan kedalaman luka bakar. Setelah itu baru dilakukan survey
sekunder, yaitu pemasangan NGT, imunisasi tetanus, dan pemeriksaan penunjang
seperti lab darah lengkap, golongan darah, GDS, elektrolit, AGD, foto thoraks, dll5.

2.5.3. Resusitasi
Resusitasi cairan pada luka bakar dapat dengan menggunakan formula
parkland atau baxter, yaitu 3-4mL/kgBB/TBSA burned dengan pemberian
setengahnya pada 8 jam pertama, dan setengah sisanya pada 16 jam berikutnya.
Pada anak-anak dibawah 20kg, tidak memiliki cadangan glikogen untuk

mempertahankan kadar glukosa dalam respon inflamasi yang terjadi sehingga perlu
ditambahkan suplemen glukosa pada perhitungan resusitasi cairan yang diberikan.
Resusitasi cairan dilakukan sampai MAP >60mmHg dan perfusi organ dalam
keadaan baik. Selain itu berhasilnya resusitasi juga ditandai dengan urine output
yang mencapai 30mL/jam atau 1-1,5mL/kg/jam pada anak-anak. Penggunaan
morfin, trauma inhalasi, dan pemakaian ventilator dalam jangka lama
meningkatkan kebutuhan resusitasi cairan. Kelebihan dalam pemberian cairan
dapat menyebabkan sindrom kompartmen dan efusi pleura. Larutan hipertonik,
dosis tinggi asam askorbat, dan plasmapheresis dapat menurunkan kebutuhan
dalam pemberian cairan pada pasien dengan luka bakar3.

2.5.4.Perawatan luka
Perawatan luka dapat dibagi dalam assessment, manajemen, dan
rehabilitasi. Ketika luas dan kedalaman luka bakar telah teridentifikasi dan telah
dibersihkan, maka luka bakar ditutup dengan substansi yang melindungi epitel
yang rusak, meminimalisasi kolonisasi bakteri atau jamur, dan mempertahankan
gerakan. Substansi yang menutupi luka bakar juga harus mengurangi proses
evaporasi dan meminimalisasi stress karena dingin. Ketiga, substansi yang
menutupi luka bakar harus membuat nyaman pada luka bakar yang sakit2.
Pada luka bakar derajat I tidak diperlukan dressing dan dapat diberikan
topikal salep untuk mengurangi rasa sakit dan menjaga kelembaban kulit atau dapat
diberikan NSAID untuk mengurangi rasa sakit. Pada luka bakar derajat II A, dapat
dilakukan daily dressing, topikal antibiotik, dan kassa. Sedangkan pada luka bakar
derajat 2B dan 3 memerlukan eksisi dan grafting selain perlu dressing untuk
mencegah ploriferasi bakteri2.
Pemberian silver sulfadiazine yang memiliki aktivitas antimikroba dan
merupakan profilaksis infeksi luka bakar dapat diberikan. Pemberian silver
sulfadiazine harus dengan pengawasan karena kandungan logamnya dapat bersifat
toksik. Silver sulfadiazine sendiri merupakan kontraindikasi terhadap graft yang
baru.
Asetat mafenida juga dapat diberikan sebagai antimikroba topikal yang
efektif, bahkan terhadap eschar dan dapat merupakan profilaksis atau untuk
menangani infeksi. Namun demikian, penggunaan asetat mafenida terbatas oleh

karena rasa sakit yang timbul dan dapat menimbulkan asidosis metabolik karena
inhibisi karbonik anhidrase.
Silver nitrat juga dapat diberikan sebagai antimikroba dengan spektrum
luas, namun dapat menyebabkan hiponatremia dan methemoglobinemia. Selain
hal-hal diatas juga dapat diberikan MEBO pada luka bakar dengan tujuan untuk
menjaga kelembaban sehingga dapat membantu epitalisasi dalam penyembuhan
luka.

2.5.5. Pembedahan
Escharectomy ataupun escharotomy dapat dilakukan pada pasien luka bakar
dengan eschar. Eschar dibuang sampai terlihat kulit yang sehat yang ditandai oleh
bintik perdarahan. Eksisi dini dan grafting pada luka bakar dapat mengurangi
rekonstruksi, mengurangi lama rawat, dan mengurangi cost.

2.5.6. Nutrisi
Pemberian nutrisi pada luka bakar cukup penting karena dapat membantu
dalam respon imun. Selain itu, pada luka bakar juga terjadi hipermetabolisme yang
dapat meningkatkan BMR hingga 200%.
Pada luka bakar, dapat dimulai pemberian makanan enteral secara dini karena tidak
hanya aman, tetapi juga membantu memperlambat respon metabolik dan
menghalangi kehilangan massa tubuh yang lebih lanjut. Selain itu pemberian diet
enteral secara dini juga dapat mencegah terjadinya ileus gaster.
Perhitungan kebutuhan kalori pada luka bakar >40% dapat dengan
menggunakan rumus Harris-Benedict. Sedangkan pada luka bakar <40% dapat
dengan

menggunakan

formula

curreri,

yaitu

25kcal/kgBB/day

40%kcal/TBSA/day.

2.6. Komplikasi
Pasien dengan luka bakar dapat memperoleh komplikasi seperti ventilator
associated pneumonia, abdominal compartment syndrome jika resusitasi cairan berlebih,
DVT, Heparin induced thrombocytopenia.

Anda mungkin juga menyukai