PENDAHULUAN
Indonesia memiliki sumber daya lahan yang sangat luas untuk peningkatan
produkivitas tanaman pangan khususnya tanaman padi. Beras sebagai salah satu sumber
pangan utama penduduk Indonesia dan kebutuhannya terus meningkat karena selain
penduduk terus bertambah dengan laju peningkatan sekitar 2% per tahun, juga adanya
perubahan pola konsumsi penduduk dari non beras ke beras. Disamping itu terjadinya
penciutan lahan sawah irigasi akibat konversi lahan untuk kepentingan non pertanian dan
munculnya penomena degradasi kesuburan lahan menyebabkan produktivitas padi sawah
irigasi cenderung melandai (Deptan, 2008). Menurut Irawan et al. (2001), dalam kurun
waktu sepuluh tahun dari tahun 1989 sampai tahun 1999 telah terjadi alih fungsi lahan
sawah seluas 1,6 juta ha, sekitar 1 juta ha diantaranya terjadi di pulau Jawa. Apabila
diasumsikan rata-rata produktivitas lahan sawah sebesar 6,0 t/ha GKP, maka kehilangan
produksi padi akan mencapai 9,6 juta ton GKP/tahun (Agus et al., 2004). Berkaitan
dengan perkiraan terjadinya penurunan produksi tersebut maka perlu diupayakan
penanggulanggannya melalui peningkatan intensitas pertanaman dan produktivitas lahan
sawah yang ada, pencetakan lahan irigasi baru dan pengembangan lahan potensial lainnya
termasuk lahan marginal seperti lahan rawa pasang surut.
Lahan pasang surut mempunyai potensi cukup besar untuk dikembangkan
menjadi lahan pertanian berbasis tanaman pangan dalam menunjang ketahanan pangan
nasional. Lahan pasang surut Indonesia cukup luas sekitar 20,1 juta ha dan 9,3 juta
diantaranya mempunyai potensi untuk pengembangan tanaman pangan (Ismail et al.
1993). Propinsi Jambi diperkirakan memiliki lahan rawa seluas 684.000 ha, berpotensi
untuk pengembangan pertanian 246.481 ha terdiri dari lahan pasang surut 206.832 ha dan
lahan non pasang surut (lebak) 40.521 ha (Bappeda, 2000). Menurut Suwarno et al.
(2000) bahwa permintaan bahan pangan khususnya beras terus meningkat dari tahun ke
tahun sehingga mendorong pemerintah untuk mengembangkan lahan pertanian ke
wilayah-wilayah bermasalah diantaranya lahan rawa pasang surut yang tersedia sangat
luas, diperkirakan lahan pasang surut dan lahan marginal lainnya yang belum
dimanfaatkan akan semakin meningkat perannya dalam pembangunan pertanian di
Indonesia. Pemanfaatan lahan tersebut untuk pertanian merupakan alternatif yang dapat
mengimbangi berkurangnya lahan produktif terutama di pulau Jawa yang beralih fungsi
untuk berbagai keperluan pembangunan non pertanian. Hasil penelitian Ismail et al.
(1993) menunjukkan bahwa lahan rawa ini cukup potensial untuk usaha pertanian baik
untuk tanaman pangan, perkebunan, hortikultura maupun usaha peternakan. Kedepan
lahan rawa ini menjadi sangat strategis dan penting bagi pengembangan pertanian
sekaligus mendukung ketahanan pangan dan usaha agribisnis (Alihamsyah, 2002).
Usahatani di lahan rawa pasang surut umumnya produktivitasnya masih rendah, karena
tingkat kesuburan lahannya rendah, mengandung senyawa pirit, masam, terintrusi air laut
dan dibeberapa bagian tertutup oleh lapisan gambut. Pertumbuhan tanaman di lahan
pasang surut menghadapi berbagai kendala seperti kemasaman tanah, keracunan dan
defisiensi hara, salinitas serta air yang sering tidak sesuai dengan kebutuhan tanaman.
Komoditas yang banyak diusahakan petani adalah padi dengan teknik budidaya yang
diterapkan masih sederhana dan menggunakan varietas lokal serta pemupukan tidak
lengkap dengan takaran rendah (Suwarno et al, 2000). Untuk mendukung pengembangan
pertanian di lahan pasang surut, pemerintah melalui lembaga penelitian dan perguruan
tinggi telah melakukan kegiatan penelitian di beberapa lokasi pasang surut Kalimantan
dan Sumatera selama sekitar 20 tahun. Badan Litbang Pertanian melalui Balai Penelitian
Tanaman Rawa dan berbagai proyek penelitian juga telah melakukan kegiatan penelitian
secara intensif sejak pertengahan tahun 1980 an. Berbagai komponen teknologi usahatani
sudah dihasilkan dan berbagai paket teknologi usahatani juga sudah direkayasa untuk
mendukung pengembangan usahatani atau agribinis di lahan pasang surut. Litbang
pertanian juga telah menghasilkan berbagai komponen teknologi pengelolaan lahan dan
komoditas serta model usahatani (Ismail et al., 1993 dan Alihamsyah et al., 2003).
Di Provinsi Jambi lahan pasang surut telah lama diusahakan oleh penduduk lokal
maupun penduduk transmigrasi. Umumnya petani dilahan pasang surut mengusahakan
tanaman padi hanya satu kali dalam setahun yaitu penanaman padi dilakukan pada musim
hujan, dengan pola tanam padi bera atau padi palawija. Namun pola tanam padi
bera lebih dominan dibandingkan dengan pola tanam padi-palawija. Oleh karena itu,
upaya untuk meningkatkan produksi padi melalui intensifikasi dengan meningkatkan
produktivitas padi musim hujan melalui penerapan inovasi teknologi PTT padi dan
meningkatkan intensitas pertanaman padi di lahan pasang surut. Makalah ini bertujuan
mengoptimalkan potensi sumber daya lahan lahan untuk peningkatan produksi dan
produktivitas padi melalui penerapan inovasi teknologi pertanaman padi musim hujan
dan peningkatan intensitas pertanaman padi (IP Padi 200) di lahan pasang surut desa
Teluk Ketapang Kecamatan Senyerang Kabupaten Tanjung Jabung Barat Provinsi Jambi.
Luas (ha)
246.481
206.862
79.954
74.521
52.337
Lahan di Kabupaten Tanjung Jabung Barat terbagi menjadi dua daerah yaitu
daerah basah dan kering. Luas lahan berdasarkan agroekosistemnya sebagian besar
didominasi oleh lahan pasang surut, kecuali pada kecamatan Merlung (Tabel 2). Hal ini
menunjukkan bahwa potensi lahan pasang surut di Kabupaten tersebut cukup besar dalam
meningkatkan produksi dan produktivitas padi.
Kecamatan
Irigasi
1.
Tungkal Ilir
2.
Betara
925
3.
Pengabuan
4.
Tungkal ulu
1.369
5.
Merlung
100
Sumber : BP4K Kab. Tanjabbar (2010)
Sawah
Tadah hujan
1.055
-
Pasang surut
2.800
1.375
10.959
2.500
-
Lahan
kering
650
-
Total
2.800
2.950
10.959
4.924
100
Sedangkan luas tanam padi yang terluas terdapat di Kecamatan Pengabuan 10.651
ha dengan produktivitas 3,60 t/ha. Produktivitas padi di Kabupaten Tanjung Jabung Barat
berkisar 3,00 3,90 t/ha (Tabel 3).
Tabel 3. Luas tanam, luas panen, produktivitas dan produksi padi di Kabupaten
Tanjung Jabung Barat Provinsi Jambi
No
Kecamatan
Luas tanam
(ha)
1.
Tungkal Ilir
2.620
2.
Betara
2.813
3.
Pengabuan
10.651
4.
Tungkal ulu
1.470
5.
Merlung
7
Sumber : BP4K Kab. Tanjabbar (2010)
Luas Panen
(ha)
2.613
2.930
10.509
1.461
6
Produktivitas
(t/ha)
3,57
3,52
3,60
3,90
3,00
Produksi (ton)
9.326
10.314
37.832
5.698
18
Karakteristik Wilayah
Kabupaten Tanjung Jabung Barat merupakan kabupaten yang terbentuk dari
pemekaran Kabupaten Tanjung Jabung menjadi wilayah Kabupaten Tanjung Jabung
Barat dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Terbentuknya Kabupaten Tanjung Jabung
Barat adalah berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 54 Tahun 1999
tanggal 4 Oktober 1999 Tentang Pembentukan Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Tebo,
Kabupaten Muaro Jambi dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Wilayah Kabupaten
Tanjung Jabung Barat berasal dari sebagian wilayah Kabupaten Tanjung Jabung yang
pada saat itu terdiri atas wilayah: Kecamatan Batang Asam, Kecamatan Tungkal Ulu,
Kecamatan Merlung, Kecamatan Tungkal Ilir, Kecamatan Betara, Kecamatan Pengabuan,
Kecaramatan Bram Itam, Kecamatan Senyerang, Kecamatan Muara Papalik, Kecamatan
Ranah Mendaluh, Kecamatan Tebing Tinggi, dan Kecamatan Seberang Kota. Luas
wilayah Kabupaten Tanjung Jabung Barat adalah 5.503,5 km2 dengan ibu kota yang
berkedudukan di Kuala Tungkal (BPS, 2008).
Kabupaten Tanjung Jabung Barat terletak antara 0053 01041 Lintang Selatan
dan antara 103023 104021 Bujur Timur. Beriklim tropis, dan memiliki ketinggian
yang bervariasi mulai dari kurang dari 0-25 m dpl (44,79 %), 25-500 m dpl (52,78 %),
dan > 500 m dpl (2,43 %). Usahatani yang ada di Kabupaten Tanjung Jabung Barat
terdiri dari tanaman pangan, tanaman perkebunan dan peternakan. Tanaman pangan yang
dominan di wilayah ini adalah padi sawah (13.902 Ha), padi ladang (1.427 Ha) dan
jagung (427 Ha). Tanaman perkebunan pada umumnya perkebunan rakyat. Luas
perkebunan rakyat adalah kelapa sawit (13.332,9 Ha), tanaman kelapa (55.610,6 Ha) dan
tanaman karet (15.458 Ha). Di wilayah ini juga terdapat perkebunan swasta yang terbesar
adalah kelapa sawit (42.825,2 Ha) dan karet (2.968 Ha). Jumlah ternak di wilayah ini
yang terbesar populasinya adalah kambing (10.099 ekor), sapi (972 ekor), dan kerbau
(522 ekor). Luas lahan menurut penggunaannya di Kabupaten Tanjung Jabung Barat
tahun 2008 tertera pada Tabel 4.
Tabel 4. Luas lahan menurut penggunaannya di Kabupaten Tanjung Jabung Barat
ProvinsiJambi
No
Lahan
Kecamatan
Tungkal Ilir
Betara
Pengabuan
Tungkal Ulu
Merlung
Pekarangan
4.391
Kebun/ladang
12.630
Padang rumput
105
Tambak
842,2
Kolam
9,8
Tanah
tidak
1.100
diusahakan
7
Tanaman kayu634
kayuan
8
Perkebunan
625
9
Sawah
2.800
10 Lain-lain
150
Total
23.287
Sumber : BP4K Kab. Tanjabbar (2010)
23
1.482
177,8
10,2
27.083
681
10,7
1.088
9.545
18.577
16
17
5.685
2.000
20.000
50
17,3
9.000
9.967
51.647
38.104
18.500
2.300
2.511
62.054
13.744
10.759
66.254
92.737
41.751
4.924
10.362
142.524
53.200
450
2.771
125.642
1
2
3
4
5
6
Desa Teluk Ketapang merupakan areal pasang surut termasuk dalam wilayah
Kecamatan Senyerang yang terdapat di Kabupaten Tanjung Jabung Barat Provinsi Jambi.
Luas wilayah Kecamatan Senyerang 12.742 ha (luas Desa Teluk Ketapang adalah 6.628
ha dan luas Desa Kempas Jaya adalah 6.114 ha). Luas lahan sawah yang diusahakan
1.881 ha, ladang/kebun 680 ha, perkebunan/kebun 2.745 ha (Tabel 5). Luas Desa Teluk
Ketapang 6.628 ha, memiliki topografi datar dengan ketinggian dari permukaan laut 0-5
m. Areal yang sesuai untuk pengembangan tanaman padi yang memiliki genangan air
tipe B, C dan sebagian besar wilayah ini kondisi lahannya agak subur.
Kondisi lahan termasuk tipologi sulfat masam potensial dan bergambut pada
lapisan atas (sekitar 50 cm) berwarna abu-abu dan bertekstur liat sedangkan pada lapisan
di bawah 50 cm berwarna lebih cerah. Kemungkinan tanah di lokasi pengkajian terbentuk
dari hasil pengendapan sungai dan pada kedalaman >50 cm terdapat lapisan pirit. Pada
kedalaman 0-20 cm tanah termasuk gembur. Pola tanam yang umum di lahan sawah
adalah padi-bera.
Di Kecamatan Senyerang sepanjang tahun terus terjadi hujan meskipun dengan
intensitas dan sebaran yang beragam antar bulan. Jika bulan basah adalah bulan dengan
curah hujan >200 mm, maka setidaknya terdapat 5-6 bulan basah dan 6 bulan kering atau
menurut Oldeman (1975) masuk klasifikasi agroklimat C3. Pada zone agroklimat C3,
pola tanam yang sesuai adalah padi padi/palawija. Curah hujan 200 mm/bulan adalah
batas curah hujan terendah untuk padi sawah, dan curah hujan 100 mm/bulan adalah
batas terendah untuk palawija. Ditinjau dari pola curah hujan tersebut, maka pilihan
petani untuk menerapkan pola tanam padipadi/palawija di Desa Teluk Ketapang
Kecamatan Senyerang adalah pilihan yang sudah sesuai dengan zona agro-klimat.
Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan pH tanah rata-rata 4,5-5 (tergolong masam)
dan kandungan besi (Fe) rendah berkisar 0-5 ppm.
Ditinjau dari segi aksesibilitas wilayah, lokasi Desa Teluk Ketapang cukup baik
dengan tersedianya dukungan sarana dan prasarana transportasi yang memadai, jarak
lokasi dengan ibukota Kecamatan 5 km, ibukota Kabupaten 48 km dan ibukota Provinsi
200 km. Transportasi dalam wilayah kecamatan dapat dilakukan dengan kendaraan roda
dua dan kendaraan roda empat serta speed boat (jalan air). Untuk menjangkau ibukota
kabupaten transportasi dapat dilakukan dengan kendaraan roda dua dan roda empat atau
speed boat (jalan air). Untuk menjangkau ibukota provinsi, dapat diakses melalui jalan
darat baik dengan roda dua maupun roda empat. Desa Teluk Ketapang sebagian besar
penduduknya berasal dari Jawa dan Melayu (Banjar) dengan jumlah penduduk sekitar
2.968 jiwa dan 706 KK. Mata pencaharian utama penduduk adalah berusahatani tanaman
pangan, perkebunan dan peternakan. Tanaman pangan yang diusahakan adalah padi
sedangkan tanaman perkebunan adalah kelapa dan pinang.
Tabel 5. Luas lahan berdasarkan penggunaannya di Desa Teluk Ketapang dan
Desa Kempas Jaya Kabupaten Tanjung Jabung Barat-Jambi
No Penggunaan
1.
Lahan sawah diusahakan
2
Lahan sawah yang tidak diusahakan
3
Ladang, huma, tegal, kebun
4
Kolam, tambak, empang
5
Perkebunan/kebun
6
Hutan rakyat, hutan belukar, HTI
7
Pekarangan,pemukiman, kantor, industri dll
8
Lahan kering tidak diusahakan
9
Lainnya
Sumber : Monografi desa tahun 2009
Luas (ha)
1.883
680
0,747
2.745
6.540
195
701,57
Lahan sawah yang diusahakan terutama pada musim hujan mencapai 100 persen
sedangkan pada musim kemarau lahannya tidak ditanam padi (bera). Produktivitas padi
rata-rata berkisar 2,70 3,50 t/ha (Tabel 6).
Tabel 6. Luas areal tanaman padi desa Teluk Ketapang -Jambi
Jenis intensifikasi
Luas tanam
Luas panen
(ha)
(ha)
INSUS
375
363
INMUM
1.508
1.500
Jumlah
1.883
1.863
Sumber : Hasil ubinan tahun 2009 (data diolah)
Produksi Produktivitas
(ton)
(t/ha)
1.270
3,50
3.900
2,70
5.170
Pola Tanam
Pola tanam pada lahan pasang surut adalah padi-bera, artinya pertanaman padi di
lahan pasang surut sebagian besar petani hanya menanam pada musim hujan yaitu
dimulai pada bulan Oktober sampai Maret sedangkan pada musim kemarau tidak ditanam
padi atau bera. Pada musim hujan tanaman padi merupakan komoditas dominan, dimana
petani mengusahahakan lahannya untuk ditanami padi. Pertanaman padi pada musim
hujan varietas padi yang ditanam petani adalah IR 42, Cisokan dan padi lokal. Teknologi
petani setempat dengan pengolahan tanah sistem tanpa olah tanah (TOT) dan pemupukan
Urea, SP 36 dan tanpa KCl memberikan produksi tanaman padi berkisar 3,5-4,0 t/ha
dengan produktivitas tertinggi terdapat pada varietas IR 42 (Tabel 7 ).
Tabel 7. Produktivitas beberapa varietas padi di lahan pasang surut Desa Teluk Ketapang
Kabupaten Tanjung Jabung Barat-Jambi
Varietas
Padi Unggul
- IR 42
- Cisokan
Padi Lokal
- Semut
Sumber : Jumakir et al. 2010
2,50
Produktivitas padi di tingkat petani lahan rawa pasang surut masih rendah yaitu
3,5-4,0 t/ha. Produksi tersebut masih dapat ditingkatkan menjadi 5-6 t/ha melalui
introduksi teknologi padi seperti benih unggul, VUB, pemupukan, ameliorasi,
pengendalian OPT (Ismail et al., 1993 dan Alihamsyah et al., 2003). Menurut Abdullah
et al. (2008), Salah satu penyebab rendahnya produksi padi adalah telah tercapainya
potensi hasil optimum dari varietas unggul baru (VUB) yang ditanam oleh petani atau
terbatasnya kemampuan genetik varietas unggul yang ada untuk berproduksi lebih tinggi
(Balitpa, 2003).
Pola tanam dengan penataan lahan sawah pada tipe luapan A adalah padi-padi.
Sedangkan pola tanam dengan penataan lahan sawah atau surjan pada tipe luapan air B
adalah padi-padi dan padi- palawija/hortikultura.
Tabel 8. Acuan penataan lahan masing-masing tipologi lahan dan tipe luapan
air di lahan pasang surut.
Tipologi Lahan
Potensial
A
Sawah
B
Sawah/surjan
Sulfat masam
Sawah
Sawah/surjan
Sawah/surjan/tegalan
Bergambut
Sawah
Sawah/surjan
Sawah/tegalan
Gambut dangkal
Sawah
Sawah/surjan
Sawah/tegalan
Gambut sedang
konservasi
Tegalan/perkebunan
Gambut dalam
Konservasi
Tegalan/perkebunan
Salin
Sawah/tambak Sawah/tambak Sumber ; Widjaya Adhi (1995) dan Alihamsyah et al. (2000)
D
Sawah/tegalan/
kebun
Sawah/tegalan/
kebun
Sawah/tegalan/
kebun
Tegalan/kebun
Perkebunan
Perkebunan
-
Tenaga Kerja
Dari hasil survei yang dilakukan menunjukkan bahwa tenaga kerja untuk
usahatani padi merupakan faktor pembatas (tenaga kerja keluarga dan tenaga kerja
upahan/luar keluarga). Hal ini disebabkan sebagian besar petani selain mengusahakan
pertanaman padi disawah juga mengusahakan tanaman tahunan seperti kelapa dan
pinang. Oleh sebab itu petani enggan menanam padi pada musim kemarau walaupun
dilihat dari kondisi lahannya memungkinkan untuk dilakukan pertanaman padi. Kondisi
lahan petani memiliki agroekosistem yang cocok untuk pertanaman padi musim hujan
maupun musim kemarau. Rata-rata luas pemilikan lahan/pengusahaan lahan adalah 1-1,5
ha, pemilikan lahan tersebut cukup berpotensi untuk meningkatkan produksi tanaman.
Jumlah tenaga kerja dalam keluarga memiliki potensi dalam berusahatani. Tenaga kerja
keluarga yang digunakan meliputi suami, isteri, anak dewasa dan anak-anak, tenaga kerja
dari luar keluarga biasanya diperlukan pada kegiatan penanaman, panen dan pasca panen
Optimalisasi Produktivitas Padi
10
9.
10.
Komponen Teknologi
Pengolahan tanah
Benih
Persemaian
Sistem tanam
Umur bibit
Varietas
Pupuk organik
Pupuk anorganik (kg/ha)
- Urea
- SP 36
- KCl
- Dolomit
Pengairan
Pengendalian OPT
PTT padi
Traktor (1 x rotari)
Berlabel/bermutu (40 kg/ha)
Basah
Legowo 6:1 (20 x 20) cm
25 hari
Inpara 1, Inpara 3, Cisokan, Ciherang
Pupuk kandang 1,0-3,0 t/ha
150
100
100
1,0 t/ha
Tata air mikro
Penerapan PHT
11
Tabel 10. Produktivitas beberapa varietas padi di lahan pasang surut Desa
Teluk Ketapang Kabupaten Tanjung Jabung Barat-Jambi
Varietas
- Inpara 1
- Inpara 3
- Ciherang
- IR 42
- Cisokan
Sumber : Jumakir et al. 2010
Kendala pertanaman padi musim kemarau di desa Teluk Ketapang adalah hama
Lembing batu, sundep, beluk, walang sangit dan burung. Hama yang dominan menyerang
padi seperti lembing batu dan burung. Pengendalian hama lembing batu dilakukan
dengan penyemprotan insektisida sedangkan hama burung dilakukan dengan memasang
jaring dan penjagaan oleh petani untuk mengusir burung. Dari hasil pengamatan
dilapangan, pengendaliaan hama burung dengan cara tersebut cukup efektif dan dapat
mencegah hama burung sehingga tanaman padi bisa dipanen. Sedangkan untuk mencegah
hama tikus dilakukan pemasangan pagar platik disekeliling tanaman padi. Pada dasarnya
pengendalian dilakukan mengacu pada strategi pengelolaan hama terpadu (PHT), yaitu
melalui penggunaan varietas tahan dan musuh alami, teknik budidaya yang baik dan
sanitasi lingkngan. Penggunaan pestisida kimiawi dilakukan sebagai tindakan terakhir.
Strategi dan cara pengendaliaan terpadu hama tikus di lahan pasang surut disajikan pada
Tabel 11. Strategi pengendalian hama tikus tersebut didasarkan pada kombinasi dan cara
pengendalian berdasarkan stadia tanaman padi dilapangan. Untuk keberhasilan
pengendalian hama dan penyakit diperlukan dukungan petani dan aparat serta sarana dan
prasarana penunjang yang mewadai.
Tabel 11. Strategi dan cara pengendalian hama tikus di lahan pasang surut
Stadia tanaman padi
Gropyokan
Bera
Persemaian
Anakan aktif
*
*
12
Perangkap
bambu
Bunting
*
*
Bermalai
*
Panen
*
SPP : Sistem pagar perangkap untuk 1 ha dengan 40 buah bagi 20 ha tanaman padi
Sumber : Balittra (2001)
*
*
*
KESIMPULAN
1. Potensi lahan sawah pasang surut di Kabupaten Tanjung Jabung Barat menyebar
di Kecamatan Tungkal Ilir, Betara, Pengabuan dan Tungkal Ulu dengan luas
17.634 ha. Sedangkan potensi lahan sawah pasang surut di desa Teluk Ketapang
1.883 ha sudah dimanfaatkan secara optimal.
2. Optimalisasi produkivitas padi dengan intensifikasi melalui a) perbaikan atau
penerapan inovasi teknologi introduksi dengan pendekatan PTT
padi.
Produktivitas padi ditingkat petani masih rendah berkisar 3,5 4,0 t/ha sedangkan
produktivitas dengan pendekatan PTT mencapai 5-7 t/ha, b) peningkatan indeks
pertanaman dari IP 100 menjadi IP 200, peningkatan tersebut perlu didukung
dengan penerapan inovasi teknologi, kekompakan kelompok tani, PPL dan
kelembagaan seperti penyediaan saprodi dan modal serta koordinasi dengan
instansi terkait.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah B, S Tjokrowidjojo dan Sularjo. 2008. Perkembangan dan prospek perakitan
padi tipe baru di Indonesia. Jurnal penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Indonesian Agricultural Research and Development Journal. Volume 27, Nomor
1. 2008. Badan Litbang Pertanian. Deptan. Bogor
Alihamsyah T. 2002. Optimalisasi pendayagunaan lahan rawa pasang surut. Seminar
Nasional optimalisasi Pendayagunaan Sumberdaya Lahan di Cisarua, 6-7 Agustus
2000. Puslitbang Tanah dan Agroklimat
Alihamsyah T, D Nazeim, Mukhlis, I Khairullah, HD Noor, M Sarwani, Sutikno, Y
Rina, FN Saleh dan S Abdussamad. 2003. Empat puluh tahun Balittra;
Perkembangan dan Program Penelitian Ke Depan. Balai Penelitian Tanaman
Pangan Lahan Rawa. Badan Litbang Pertanian. Banjarbaru.
Agus E dan Irawan. 2004. Alih guna dan aspek lingkungan sawah, tanah sawah eknologi
pengelolaannya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat.
Badan Litbangtan. Deptan.
13
Balitpa. 2003. Penelitian padi menuju revolusi hijau lestari. Balitpa. Puslitbangtan. Badan
Litbang. Jakarta
Balittra. 2001. Laporan tahunan 2000. Balittra Kalimantan Selatan.
Bappeda. 2000. Potensi, prospek dan pengembangan usahatani lahan pasang surut. Dalam
Seminar Penelitian dan Pengembangan Pertanian Lahan Pasang Surut Kuala
Tungkal , 27-28 Maret 2000. ISDP-Jambi
BP4K. 2010. Programa penyuluhan pertanian perikanan dan kehutanan Kabupaten
Tanjung Jabung Barat. Provinsi Jambi
BPS. 2008. Tanjung Jabung Barat dalam angka. Bappeda dan BPS Kabupaten Tanjung
Jabung Barat. Provinsi Jambi
Deptan. 2008. Pengelolaan tanaman terpadu (PTT) padi gogo. Badan Litbang pertanian.
Jakarta
Irawan B, S Friyanto, A Supriyatno, LS Anugrah, NA Kirom, B Rohman dan B Wiryono.
2001. perumusan model kelembagaan konversi lahan pertanian. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Badan Litbangtan. Deptan.
Ismail IG, T Alihamsyah, IPG Widjaja Adhi, Suwarno, T Herawati, R Taher dan DE
Sianturi. 1993. Sewindu penelitian pertanian di lahan rawa (1985-1993)
Kontribusi dan prospek pengembangan. Swamps II. Badan Litbang Pertanian.
Jakarta
Jumakir, Bustami, Rima P, Jainal H dan Darwin S. 2010. Pengkajian percepatan difusi
varietas padi unggul lahan pasang surut melalui gelar teknologi dan temu lapang
untuk meningkatkan Adopter 2 Kali Lipat di Provinsi Jambi. Laporan intern
BPTP Jambi.
Suwarno, T Alihamsyah dan IG Ismail. 2000. Optimasi pemanfaatan lahan pasang surut
dengan penerapan teknologi sistem usahatani terpadu. Seminar Nasional
Penelitian dan Pengembangan Pertanian di Lahan Rawa. Cipayung, 25-27 Juli
2000. Buku I. PusLitbangtan. Badan litbangtan.
Widjaya Adhi, IPG. 1995. Pengelolaan tanah dan air dalam pengembangan sumberdaya
lahan rawa untuk usahatani berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Makalah
Pada Pelatihan Calon Pelatih untuk Pengembangan Pertanian di Daerah Pasang
Surut, 26-30 Juni. Karang Agung. Sumatera Selatan
14