Anda di halaman 1dari 3

Rieke : Kekerasan pada Wartawan Melanggar HAM

Rieke Diah Pitaloka, saat mengisi seminar nasional di Universitas Brawijaya (UB) Malang,
Jawa Timur, Rabu (17/10/2012).

MALANG, KOMPAS.com - Rieke Diah Pitaloka, politisi dari PDI Perjuangan menilai, aksi
kekerasan terahadap wartawan oleh oknum TNI AU saat akan meliput pesawat Hawk 200
yang jatuh di Riau pada Selasa (16/10/2012) lalu, adalah melanggar hak asasi manusia
(HAM).

"Saya pribadi dan atas nama Fraksi PDIP mengecam pemukulan wartawan di Riau oleh
anggota TNI itu. Sangat tidak manusiawi. Apalagi dilakukan di depan siswa SD," tegas
anggota Komisi IX DPR RI itu kepada Kompas.com ditemui usai menghadiri seminar
nasional di Universitas Brawijaya (UB) Malang, Jawa Timur, Rabu (17/10/2012).
Menurut Rieke, kekerasan terhadap wartawan itu bukan lagi sebuah kekerasan personal.
"Tapi sudah pelanggaran HAM, apalagi dilakukan aparatur negara," tandas aktris yang
dikenal sebagai pemeran Oneng dalam sinetron komedi Bajaj Bajuri itu.

Rieke meminta kasus kekerasan itu diusut tuntas dan pelaku atau institusi harus meminta
maaf ke semua media dan masyarakat. "Bahkan pelakunya harus dicopot dari jabatannya,"
tegas Rieke. "Saya mendesak agar kasus kekerasan pada wartawan itu diproses secara
hukum. Pelaku harus diberi sanksi sosial," tegasnya.
Seharusnya, personel TNI, selaku benteng negara, memberikan contoh baik kepada rakyat.
Kalau memang tidak boleh mengambil gambar, demi keamanan negara, harus disampaikan
secara ramah. "Jangan langsung bergaya preman. Jelas tindakan itu melanggar HAM,"
tegasnya lagi. ( Sumber : http://regional.kompas.com/read )

Lumpur Lapindo Sebabkan Pelanggaran HAM

Warga memperingati enam tahun semburan lumpur Lapindo dengan masuk ke dalam kolam
lumpur sambil berteriak-teriak minta tolong, Selasa (29/5/2012) di tanggul lumpur Lapindo,
Sidoarjo, Jawa Timur.

JAKARTA, KOMPAS.com Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM)


menyimpulkan beberapa pelanggaran HAM yang diakibatkan oleh lumpur Lapindo di
Porong-Sidoarjo, Jawa Timur. Hal ini disampaikan Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim dalam
keterangan pers yang diterima Kompas.com, Selasa (14/8/2012).
Adapun beberapa pelanggaran HAM tersebut antara lain hak untuk hidup. Berdasarkan
temuan Komnas HAM, pemerintah gagal untuk memenuhi hak atas standar dan lingkungan
hidup yang layak. "Tercatat pada tanggal 3 Desember 2008, satu pengungsi bernama Ibu
Jumik meninggal karena sakit dan tanpa bantuan, baik dari pemerintah maupun perusahaan
Lapindo Brantas, Inc, sebagai perusahaan yang bertanggung jawab," ungkap Ifdhal dalam
keterangan pers tersebut.
Pelanggaran lainnya adalah dalam hal hak atas informasi. Hal ini ditekankan pada informasi
yang tidak sampai kepada masyarakat terkait proyek pengeboran yang dilakukan, kemudian
hak atas rasa aman terhadap ancaman jebolnya tanggul penahan lumpur yang sewaktu-waktu
dapat menenggelamkan rumah-rumah penduduk. "Dalam hal ini, pemerintah juga tidak
membuat sistem peringatan dini (early warning system). Ditambah lagi dengan munculnya
gelembung-gelembung gas yang berpotensi menyebabkan kebakaran," tambahnya.
Tidak hanya itu, Ifdhal Kasim menambahkan bahwa bencana lumpur Lapindo di Porong
Sidoarjo tersebut juga menghilangkan hak pengembangan diri, hak atas perumahan, hak atas
pangan, hak atas kesehatan, hak atas pekerjaan, juga hak pendidikan. "Karena bencana
lumpur tersebut, tercatat 2.288 orang berhenti bekerja akibat pabrik-pabrik tempat mereka

bekerja sudah tidak beroperasi. Kemudian ada 1.774 siswa SD, SMP, SMA, dan pondok
pesantren kehilangan tempat belajar karena sekolah mereka tergenang lumpur," tambah
Ifdhal.
Komnas HAM juga mencatat, akibat bencana lumpur tersebut, para korban kehilangan hak
kesejahteraan (hak milik) atas aset-aset mereka yang hilang direnggut lumpur. Hal ini juga
berimplikasi terhadap hilangnya hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan. "Hilangnya
properti membuat korban berhalangan untuk menyalurkan kebutuhan biologis serta naluri
reproduksinya, apalagi di tempat pengungsian tidak ada tempat yang layak," jelasnya.
Komnas HAM juga menyebutkan bahwa dalam konteks bencana lumpur di Porong Sidoarjo
itu, pemerintah ataupun pihak yang bertanggung jawab juga telah melanggar hak-hak
kelompok rentan seperti kaum disabilitas, kelompok lanjut usia, anak-anak, dan perempuan.
Terbukti di lapangan, tidak ada perlakuan khusus untuk ibu hamil serta tidak ada jaminan
keamanan terhadap anak-anak perempuan dari tindak kekerasan ataupun pelecehan seksual
karena tidak ada pemisahan khusus antara pria dan wanita. "Dengan terlanggarnya hak-hak
para korban lumpur tersebut, maka secara tidak langsung hak mereka untuk memperoleh
jaminan sosial juga tidak dipenuhi sama sekali," kata Ifdhal.
( Sumber : http://regional.kompas.com/read )

Anda mungkin juga menyukai