DENGAN OSTEOPOROSIS
Dosen Pembimbing
Hammad, S.Kep,.Ns,.M.Kep
Presented By
Diah Kartika Putri
M. Agung Arvianto
Siti Rohmi Datul Nuri
Definisi
Lanjut
Klasifikasi osteoporosis
Osteoporosis
Primer
Osteoporosis
Primer Tipe I
Osteoporosis
Sekunder
Osteoporosis
Tipe II
ETIOLOGI
STADIUM OSTEOPOROSIS
a. Pada stadium 1, tulang bertumbuh cepat, yang dibentuk masih lebih
banyak dan lebih cepat daripada tulang yang dihancurkan. Ini
biasanya terjadi pada usia 30-35 tahun.
b. Pada stadium 2, umumnya pada usia 35-45 tahun, kepadatan tulang
mulai turun (osteopenia).
c. Pada stadium 3, usia 45-55 tahun, fraktur bisa timbul sekalipun
hanya dengan sentuhan atau benturan ringan.
d. Pada stadium 4, biasanya diatas 55 tahun, rasa nyeri yang hebat
akan timbul akibat patah tulang. Anda tidak bisa bekerja, bergerak,
bahkan mengalami stres dan depresi
PATOFISIOLOGI
Tulang terdiri atas sel dan matriks. Terdapat dua sel yang
penting pada pembentukan tulang yaitu osteoclas dan osteoblas.
Osteoblas berperan pada pembentukan tulang dan sebaliknya
osteoklas pada proses resorpsi tulang. Secara garis besar
patofisiologi osteoporosis berawal dari adanya masa puncak
tulang yang rendah disertai adanya penurunan massa tulang.
Masa puncak tulang yang rendah ini diduga berkaitan dengan
faktor genetik, sedangkan faktor yang menyebabkan penurunan
masa tulang adalah proses ketuaan, menopause, faktor lain
seperi obat obatan atau aktifitas fisik yang kurang serta faktor
genetik. Akibat masa puncak tulang yang rendah disertai adanya
penurunan masa tulang menyebabkan densitas tulang menurun
sehingga terjadi osteoporosis yang merupakan faktor resiko
terjadinya fraktur. Di dalam Tulang yang mengalami osteoporosis
akan ditemukan struktur padat dan rongga tulang berkurang.
Penipisan dinding luar tulang lebih nyata dan keadaan ini
meningkatkan resiko fraktur. Hilangnya massa tulang juga
tampak pada tulang berongga.
Manifestasi Klinis
a.Walaupun berlanjut secara membahayakan, osteoporosis
mungkin tidak berhubungan dengan berbagai gambaran klinis
kecuali jika patah tulang atau fraktur terjadi. Nyeri dan
deformitas biasanya menyertai patah tulang.
b.Osteoporosis merupakan faktor resiko yang signifikan
terjadi fraktur, yang terutama terjadi pada pergelangan
tangan, pinggul, dan tulang belakang. The National
Osteporosis Society (2008), menyatakan bahwa di Inggris
satu dari dua wanita dan satu dari lima pria diatas umur
lima tahun akan mengalami fraktur karena osteoporosis.
Fraktur osteoporosis diperkirakan meningkat dua kali lipat
pada 2040. (Rees dan Purdie, 2006 dalam Maggie Cooper
RGN, 2009: 26)
c.Dengan melemah dan kolapsnya korpus vertebta, tinggi
individu dapat berkurang atau terjadi kifosis (kadangkadang disebut dowagers hump).
d.Pada tahun 2004, U.S Surgeon General mengidentifikasi
fraktur trauma rendah sebagai kejadian sentinel yang
menunjukkan kesehatan tulang yang buruk yang harus
dianggap sebagai indikasi untuk skrining densitas tulang,
bahkan individu usia muda atau orang lain yang tidak
dianggap berisiko tinggi mengalami osteoporosis.
Lanjut
Kifosis manifestasi
Klinis dari
osteoporosis
KOMPLIKASI
a. Fraktur pangkal paha, pergelangan tangan,
kolumna vertebralis, dan panggul.
b.Hospitalisasi, penempatan di nursing home dan
penurunan kemampuan untuk melakukan
aktivitas hidup sehari-hari dapat terjadi
setelah fraktur osteoporosis.
PENCEGAHAN OSTEOPOROSIS
PENATAKSANAAN
Pemeriksaan laboratorium
a. Kadar serum (puasa) kalsium (Ca),
fosfat (PO4) dan fosfatase alkali
b. Bila ada indikasi, dianjurkan juga
untuk melakukan pemeriksaan
fungsi (rutin) tiroid, hati dan ginjal.
c. Pengukuran ekskresi kalsium urin
24 jam berguna untuk menentukan
pasien malabsorpsi kalsium (total
ekskresi 24 jam kurang dari 100 mg)
dan untuk pasien yang jumlah
ekskresi kalsium sangat tinggi (lebih
dari 250 mg/24 jam) yang bila
diberi suplemen kalsium atau
vitamin D atau metabolismenya
mungkin berbahaya.
d. Bila dari hasil klinis, darah dan urin
diduga adanya hiperparatiroidisme,
maka perlu diperiksa kadar hormon
paratiroid (PTH)
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan densitometer
(Ultrasound)
Penilaian Osteoporosis dengan alat
densitometer :
a. Kondisi normal : Kepadatan tulang
(BMD) antara +1 sampai -1
b. Osteopenia : Kepadatan tulang
(BMD) antara - 1 sampai -2,5
c. Osteoporosis : Kepadatan tulang
(BMD) < -2,5.
PENGOBATAN
Beberapa jenis hormon dan obat yang dapat diberikan:
A. Hormonal
1.Estrogen (Pemberian estrogen saat ini masih pro dan kontra,
sehingga pemberiannya perlu berhati-hati dan harus diberikan
oleh ahlinya).
2.Kombinasi estrogen dan progesterone
3.Testosteron
4.Steroid anabolic
B. Non-hormonal
1.Kalsitonin
2.Bifosfonat
3.Kalsium
4.Vitamin D dan metabolismenya
5.Tiasid
6.Fitoestrogen (berasal dari tumbuhan:semangi, kedelai, kacang
tunggak).
PENGKAJIAN
a.Riwayat keperawatan. Dalam pengkajian riwayat
keperawatan, perawat perlu mengidentifikasi adanya:
1.Rasa nyeri/sakit tulang punggung (bagian bawah), leher,
dan pinggang.
2.Berat badan menurun.
3.Biasanya diatas 45 tahun.
4.Jenis kelamin sering pada wanita.
5.Pola latihan dan aktivitas.
6.Keadaan nutrisi (mis, kurang vitamin D dan C, serta
kalsium).
7.Merokok, mengkonsumsi alkohol, dan kafein.
8.Adanya penyakit endokrin, yaitu diabetes mellitus,
hipertiroid, hiperparatiroid, sindrom Cushing, akromegali,
dan hipogonadisme.
(Suratun, dkk., 2008: 75)
Lanjut
b. Pemeriksaan fisik
1.Lakukan penekanan pada tulang punggung terdapat
nyeri tekan atau nyeri pergerakan.
2.Periksa mobilitas pasien..
3.Amati posisi pasien yang Nampak membungkuk.
(Suratun, dkk., 2008: 75)
c. Riwayat psikososial. Penyakit ini sering terjadi wanita.
Biasanya sering timbul kecemasan, takut melakukan
aktivitas, dan perubahan konsep diri. Perawat perlu
mengkaji masalah-masalah psikologis yang timbul akibat
proses penuaan dan efek penyakit yang menyertainya.
(Suratun, dkk., 2008: 75)
DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
proses penyakit.
b. Gangguan konsep diri: perubahan citra tubuh dan
harga diri yang berhubungan dengan proses
penyakit.
c. Nyeri berhubungan dengan fraktur dan spasme
otot.
d. Resiko cedera (fraktur) berhubungan dengan tulang
osteoporosis.
e. Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis
dan program terapi.
(Suratun, dkk., 2008: 76)