Anda di halaman 1dari 8

HUBUNGAN FAKTOR PERILAKU, FREKUENSI KONSUMSI

FAST FOOD, DIET DAN GENETIK DENGAN TINGKAT KELEBIHAN


BERAT BADAN
Adisti Fitriana Andar Nusa1, Annis Catur Adi2
1Program

Studi S1 Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga, Surabaya


2Departemen Gizi Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga, Surabaya

ABSTRAK
Obesitas di Indonesia semakin meningkat angka kejadiannya. Salah satunya adalah obesitas pada masa remaja.
Peningkatan obesitas pada masa remaja banyak terjadi di remaja perkotaan yang disebabkan maraknya makanan
cepat saji (fast food). Dengan kandungan gizi fast food yang tidak seimbang ini apabila konsumsi fast food dilakukan
terus berlanjut dan terlanjur menjadi pola makan atau konsumsi akan berdampak negatif pada keadaan gizi remaja.
Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan antara faktor perilaku, frekuensi konsumsi fast food, diet, dan genetik
dengan tingkat kelebihan berat badan pada remaja. Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan rancangan
cross sectional. Sampel penelitian adalah siswa dan siswi sekolah menengah atas (kelas X dan kelas XI) berusia
1517 tahun sebanyak 70 sampel. Pengambilan sampel dengan cara random, analisis data dengan uji Chi Square test
dan Fishers exact test. Hasil penelitian ini menunjukkan ada hubungan bermakna antara variabel diet dengan tingkat
kelebihan berat badan (p = 0,041) sedangkan untuk variabel genetik, faktor perilaku, dan frekuensi konsumsi fast food
tidak ada hubungan bermakna dengan tingkat kelebihan berat badan (p > 0,05). Ada hubungan antara sikap dengan
frekuensi konsumsi fast food (p = 0,05) sedangkan untuk variabel penelitian faktor perilaku lain (faktor predisposing
(pengetahuan), pemungkin (jarak dan cara pembelian fast food) dan penguat (dukungan keluarga dan teman) tidak
ada hubungan bermakna dengan frekuensi konsumsi fast food (p > 0,05). Diet berhubungan dengan tingkat kelebihan
berat badan dan sikap berhubungan dengan frekuensi konsumsi fast food. Disarankan untuk memberikan informasi
yang benar mengenai fast food kepada remaja dan meningkatkan aktivitas fisik untuk para remaja penderita kelebihan
berat badan.
Kata kunci: obesitas, fast food, diet, genetik

ABSTRACT
Obesity in Indonesia is rising increasingly in number of events, include obesity in adolescence. This increasing
frequently occurs in urban adolescents caused by fast food proliferation. The continuity of fast food consumption and
further more already become behavior will have negative impact on nutritional status of adolescence because of its
imbalance nutritional content. This study analyzed the relationship between behavioral factors, frequency of fast food
consumption, diet and genetics with overweight grade in adolescents. This study was observational analytic study using
cross-sectional design. The samples were 70 people composed of male and female high school students (class X and
class XI) aged 1517 years old. There was random sampling technique and data was analyzed by Chi Square test and
Fisher's exact test. The results showed that there was a significant relationship of dietary variables and overweight
grade (p = 0.041) and there were no significant relationship of genetic variables, behavioral factors, frequency of fast
food consumption with overweight grade (p > 0.05). The results showed a relationship of attitudes with frequency of
fast food consumption (p = 0.05) and no significant relationship of other behavioral factors variable (predisposing
factors (knowledge), enabling (distance and how to purchase fast food) and reinforcing (family support and friends))
with frequency of fast food consumption (p > 0.05). There was a significant relationship of dietary variables, overweight
grade, attitude variables with frequency of fast food consumption. Recommended to give correct information about fast
food for teenagers and to increase physical activity for overweight teenagers.
Keywords: obesity, fast food, diet, genetic

20

Adisti dkk., Hubungan Faktor Perilaku

21

PENDAHULUAN

METODE

Obesitas di Indonesia mulai dirasakan dengan


semakin meningkatnya angka kejadiannya.
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2007 (Balitbangkes Depkes RI,
2007), prevalensi obesitas dan berat badan berlebih
menurut BMI untuk usia 15 tahun adalah 10,3%
dan 8,8%. Menurut data Riskesdas tahun 2010
(Balitbangkes Kementerian Kesehatan, 2010)
menggunakan IMT menurut umur, prevalensi
nasional gemuk untuk usia 1315 tahun adalah
2,5% dan untuk usia 1618 tahun adalah 1,4%.
Prevalensi kelebihan berat badan di SMA Negeri
5 Surabaya (kelas X dan XI) pada tahun 2010
sebesar 16,95% dan angka ini lebih besar daripada
prevalensi obesitas berdasar data Riskesdas 2007
dan Riskesdas 2010.
Asupan makanan adalah salah satu penyebab
obesitas terutama yang mengandung kalori dan
lemak tinggi. Contoh makanan mengandung kalori
dan lemak tinggi adalah fast food. Penelitian
Bowman dan Vinyard (2004) membuktikan adanya
hubungan positif antara konsumsi fast food dengan
overweight.
Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2003)
mengungkapkan bahwa perilaku dipengaruhi
oleh faktor predisposisi, faktor pemungkin
dan faktor penguat. Selain faktor perilaku
dapat mempengaruhi frekuensi konsumsi
fast food, karakteristik responden juga dapat
mempengaruhi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
karakteristik responden meliputi usia, jenis
kelamin, jumlah uang saku per hari dan
pengeluaran untuk fast food per bulan. Selain
itu, penelitian ini dilakukan untuk menganalisis
hubungan genetik, diet, faktor perilaku terkait
fast food yaitu faktor predisposing (pengetahuan
dan sikap), faktor pemungkin (jarak dan cara),
faktor penguat (dukungan teman dan keluarga)
dan frekuensi konsumsi fast food dengan tingkat
kelebihan berat badan serta menganalisis hubungan
faktor predisposing, pemungkin dan penguat
dengan frekuensi konsumsi fast food.

Jenis penelitian adalah observational-analitik.


Penelitian dilakukan secara cross sectional (Syahrul
dan Hidajah, 2007). Penelitian dilaksanakan di
SMA Negeri 5 Surabaya mulai JanuariJuni 2011,
waktu pengambilan data pada bulan Mei 2011.
Populasi penelitian adalah siswa kelas X dan XI
SMAN 5 dengan kriteria menderita overweight
(angka median > +1 SD) dan obesitas (angka
median > +2 SD) menggunakan indikator BMI for
age serta mengonsumsi fast food minimal sebulan
terakhir. Besar sampel menggunakan rumus cross
sectional (Murti, 2010) adalah 70 orang dengan
teknik simple random sampling (Nazir, 2005).
Variabel penelitian adalah karakteristik
responden (umur, jenis kelamin, uang saku dan
pengeluaran fast food); faktor perilaku terkait fast
food meliputi faktor predisposing (pengetahuan
dan sikap), faktor pemungkin (jarak dan cara
pembelian), faktor penguat (dukungan teman
dan keluarga); frekuensi konsumsi fast food dan
proporsi karbohidrat, lemak dan protein terhadap
energi total, diet, genetik serta tingkat kelebihan
berat badan. Instrumen penelitian adalah kuesioner,
form semi FFQ, form FGD, bathroom scale,
microtoise dan software WHO anthroplus. Analisis
data menggunakan uji statistik Chi Square dan
Fishers Exaxt Test.
HASIL PENELITIAN
Karakteristik responden dalam penelitian ini
dapat dilihat pada Tabel 1.
Sebagian besar responden berusia 16
tahun (52,9%) dan berjenis kelamin laki-laki
(62,9%) dan memiliki jumlah uang saku sebesar
Rp5.000,00Rp43.000,00 per hari (98,6%) serta
memiliki pengeluaran untuk fast food sebesar 1/3
dari uang saku perbulan (90%).
Distribusi responden untuk seluruh variabel
dapat dilihat pada Tabel 2.
Sebagian besar responden mengalami obesitas
(55,7%), tidak pernah menjalankan diet (55,7%)
dan memiliki riwayat orang tua gemuk (78,6%).

22

Media Gizi Indonesia, Vol. 9, No. 1 JanuariJuni 2013: hlm. 2027

Tabel 1.

Karakteristik Responden
Karakteristik responden
Variabel

Klasifikasi

Umur

15 tahun
16 tahun
17 tahun
Laki-Laki
Perempuan
Rp5.000,00Rp43.000,00
Rp43.001,00Rp80.000,00
Rp80.001,00Rp100.000,00
033,3%
33,466,7%
66,7100%

Jenis kelamin
Jumlah uang saku

Pengeluaran untuk fast food dari uang


saku per bulan

Tabel 2.

Distribusi
n

19
37
14
44
26
69
0
1
63
6
1

27,1
52,9
20,0
62,9
37,1
98,6
0,0
1,4
90,0
8,6
1,4

Distribusi Responden Keseluruhan Variabel


Variabel-Variabel
Nama Variabel
Genetik
Variabel Faktor Predisposing
a. Pengetahuan mengenai fast food

b. Sikap mengenai fast food


Variabel Faktor pemungkin
a. Ketersediaan restauran fast food di sekitar
rumah atau sekolah
b. Jarak ke restauran fast food

c. Cara pembelian fast food

d. Lokasi pembelian fast food


Variabel Faktor Penguat
a. Ketertarikan saat ada iklan fast food baru
b. Sumber Informasi

c. Dukungan Keluarga

d. Dukungan Teman

Variabel Tindakan Diet


a. Melakukan Diet

Distribusi
Klasifikasi

55
15

78,6
21,4

0,0

Sedang
Tinggi
Mendukung
Tidak Mendukung

5
65
39
31

7,1
92,9
55,7
44,3

Ada
Tidak Ada
Dekat (< 1 km)
Sedang (15 km)
Jauh (> 5 km)
Membeli langsung
Drive Thru
Delivery Sevice
Mall
Restauran fast food
Tertarik
Tidak Tertarik
Televisi
Teman
Papan Reklame
Rendah
Sedang
Tinggi
Rendah
Sedang
Tinggi

62
8
25
39
6
59
8
3
41
29
35
35
70
55
53
0
25
45
3
30
37

88,6
11,4
35,7
55,7
8,6
84,3
11,4
4,3
58,6
41,4
50
50
100
78,6
75,7
0
35,7
64,3
4,3
42,9
52,9

Pernah
Tidak Pernah

31
39

44,3
55,7

Memiliki riwayat orang tua gemuk


Tidak memiliki riwayat orang tua gemuk
Rendah

23

Adisti dkk., Hubungan Faktor Perilaku

Variabel-Variabel
Nama Variabel
b. Kebiasaan setelah mengonsumsi fast food

c. Kebiasaan untuk mengimbangi konsumsi fast


food
Variabel Konsumsi Fast food
a. Frekuensi konsumsi fast food

b. Persen Karbohidrat

c. Persen Protein

d. Persen Lemak

Tingkat Kelebihan Berat Badan

Distribusi
Klasifikasi

Berjalan-jalan di dalam mall


Duduk-duduk santai
Tidak melakukan apa-apa
Olahraga
Tidak makan makanan lain
Mengurangi makan-makanan lain

62
50
24
47
37
36

88,6
71,4
34,3
67,1
52,9
51,4

Bulanan (< 4 kali)


Mingguan (427 kali)
Harian (2830 kali)
Harian (> 31 kali)
Rendah (< 50%)
Baik (5060%)
Tinggi (> 60%)
Rendah (< 15%)
Baik (1520%)
Tinggi (> 20%)
Rendah (< 20%)
Baik (2025%)
Tinggi (> 25%)
Overweight
Obesitas

0
54
4
12
16
34
20
58
9
3
8
3
59
31
39

0
77,1
5,7
17,2
22,9
48,6
28,6
82,9
12,9
4,3
11,4
4,3
84,3
44,3
55,7

Faktor perilaku terkait konsumsi fast food,


mayoritas responden memiliki tingkat pengetahuan
tinggi yakni sebesar 92,9%, sikap mendukung
yakni sebesar 55,7%, jarak relatif sedang yaitu
sebesar 55,7%, cara pembelian yaitu membeli
langsung sebesar 84,3%, lokasi pembelian fast
food yaitu mall sebesar 58,6%, mendapat dukungan
besar dari keluarga dan teman yaitu sebesar 64,3%
dan 52,9% serta memiliki kebiasaan mengonsumsi
fast food adalah 427 kali per bulan yaitu sebesar
77,1%.
Mayoritas proporsi karbohidrat terhadap
energi total terkategori baik yaitu sebesar 48,6%.
Mayoritas proporsi protein terhadap energi total
terkategori rendah yaitu sebesar 82,9%. Mayoritas
proporsi lemak terhadap energi total terkategori
tinggi yaitu sebesar 84,3%. Uji statistik untuk
keseluruhan variabel dapat dilihat pada Tabel 3.
PEMBAHASAN
Respoden berusia 1517 tahun dan mayoritas
berjenis kelamin laki-laki. Menurut penelitian
Hurson dan Corish (1997), remaja perempuan lebih
berisiko mengalami overweight daripada laki-laki.
Sebagian besar responden memiliki uang saku

sebesar Rp5000,00Rp43.000,00 per hari. Uang


saku mempengaruhi makanan yang dikonsumsi
dan mempermudah untuk membeli suatu makanan
(Poedyasmoro, 1996), misalnya mengonsumsi
fast food. Mayoritas responden mengeluarkan
sepertiga uang saku per bulan untuk mengonsumsi
fast food.
Sebesar 56,3% responden menderita obesitas.
Obesitas pada remaja terjadi akibat pilihan
makanan yang buruk atau kurang beraktivitas
(Elson dan Buck, 2006). Obesitas juga terjadi
akibat peningkatan nafsu makan dan masukan
makanan. Proporsi karbohidrat pada fast food
terkategori baik, proporsi protein terkategori
rendah dan proporsi lemak terkategori tinggi.
Proporsi lemak tinggi membuktikan bahwa fast
food kaya akan lemak (CPPS, 1997). Menurut
Maulana (2009), salah satu penyebab penyakit
degeneratif adalah lemak.
Mayoritas responden tidak melakukan diet,
padahal diet dapat menurunkan berat badan karena
salah satu dari primary treatment pada obesitas
(Soegih dan Wiramihardja, 2009). Mayoritas
responden yang memiliki riwayat orang tua
gemuk sebanyak 78,9%. Responden yang memiliki

24

Media Gizi Indonesia, Vol. 9, No. 1 JanuariJuni 2013: hlm. 2027

Tabel 3.

Analisis Uji Statistik Seluruh Variabel


Variabel Independen

Variabel dependen

Uji statistik

Nilai p

Genetik

Tingkat kelebihan berat badan

Chi Square

0,615

Melakukan tindakan diet


Pengetahuan mengenai fast food

Tingkat kelebihan berat badan


Tingkat kelebihan berat badan

0,041
1,000

Sikap

Tingkat kelebihan berat badan

Chi Square
Fisher's Exact
Test
Chi Square

Jarak ke restauran fast food

Tingkat kelebihan berat badan

0,687

Cara pembelian fast food

Tingkat kelebihan berat badan

Dukungan Keluarga

Tingkat kelebihan berat badan

Fishers Exact
Test
Fishers Exact
Test
Chi Square

Dukungan teman

Tingkat kelebihan berat badan

Chi Square

0,669

Frekuensi konsumsi fast food

Tingkat kelebihan berat badan

Chi Square

0,737

Pengetahuan mengenai fast food

Frekuensi konsumsi fast food

0,321

Sikap

Frekuensi konsumsi fast food

Jarak ke restauran fast food

Frekuensi konsumsi fast food

Cara pembelian fast food

Frekuensi konsumsi fast food

Dukungan keluarga

Frekuensi konsumsi fast food

Fishers Exact
Test
Fishers Exact
Test
Fishers Exact
Test
Fishers Exact
Test
Chi Square

Dukungan teman

Frekuensi konsumsi fast food

Chi Square

1,000

riwayat orang tua gemuk, mayoritas menderita


obesitas. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa
nilai p > 0,05 maka tidak ada hubungan antara
faktor genetik dengan tingkat kelebihan berat
badan. Faktor genetik adalah faktor keturunan yang
berasal dari orang tuanya. Peluang anak mengalami
obesitas adalah 10% jika berat badan orang tua
normal, 40% jika salah satu orang tua obesitas dan
80% jika kedua orang tua obesitas (Soegih dan
Wiramihardja, 2009).
Mayoritas responden yaitu sebesar 54,92%
tidak pernah menjalankan diet. Hasil uji statistik
menunjukkan nilai p < 0,05 maka ada hubungan
antara melakukan diet dan tingkat kelebihan berat
badan. Melakukan diet berarti membatasi konsumsi
kalori dan bila dilakukan dengan memperhatikan
kebutuhan tubuh maka diet bisa membuat berat
badan berkurang dan tubuh tetap sehat (Soegih dan
Wiramihardja, 2009).

0,709

0,324
0,473

0,05
1,000
1,000
1,000

Arti
Tidak ada
hubungan
Ada hubungan
Tidak ada
hubungan
Tidak ada
hubungan
Tidak ada
hubungan
Tidak ada
hubungan
Tidak ada
hubungan
Tidak ada
hubungan
Tidak ada
hubungan
Tidak ada
hubungan
Ada hubungan
Tidak ada
hubungan
Tidak ada
hubungan
Tidak ada
hubungan
Tidak ada
hubungan

Hasil penelitian menunjukkan mayoritas


responden yang memiliki pengetahuan tinggi
adalah yang mengonsumsi fast food sebanyak 427
kali per bulan. Pengetahuan adalah merupakan
hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap objek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain
yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan
seseorang (Notoatmodjo, 2003). Hasil uji statistik
membuktikan nilai p > 0,05 maka tidak ada
hubungan antara pengetahuan mengenai fast food
dan frekuensi konsumsi fast food. Hasil penelitian
ini sejalan dengan penelitian Oktiningrum (2007)
dalam Pratama (2009) namun tetapi tidak sejalan
dengan penelitian Junaidi (2000).
Penelitian ini tidak sesuai dengan teori
Lawrencen Green dalam Notoatmodjo (2003) di
mana pengetahuan tradisi merupakan faktor yang

Adisti dkk., Hubungan Faktor Perilaku

mempermudah terjadinya perilaku. Hal ini dapat


disebabkan meskipun memiliki pengetahuan yang
tinggi mengenai fast food tetapi kehadiran fast
food mempengaruhi pola makan kaum remaja di
kota. Hal ini seperti yang diungkapkan beberapa
responden pada saat Focus Group Discussion
(FGD) ketika pertanyaan menjurus kepada
mengapa remaja saat ini sangat menyukai fast food
meskipun tingkat pengetahuan mereka mengenai
fast food tinggi.
Responden DN: Praktis, enak, tempatnya
nyaman dan yang penting kenyang mbak.
Selain dihubungkan dengan frekuensi
konsumsi fast food, pengetahuan mengenai fast
food juga dihubungkan dengan tingkat kelebihan
berat badan. Hasil uji statistik membuktikan
bahwa nilai p > 0,05 maka tidak ada hubungan
antara pengetahuan mengenai fast food dan tingkat
kelebihan berat badan.
Untuk variabel sikap, mayoritas responden
yang mempunyai sikap mendukung adalah
responden mengonsumsi fast food sebanyak 427
kali per bulan. Sikap merupakan reaksi yang masih
tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus.
Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan,
pikiran, keyakinan dan emosi memegang peranan
penting (Notoatmodjo, 2003). Sikap belum
merupakan suatu tindakan akan tetapi merupakan
predisposisi suatu perilaku. Berdasarkan uji
statistik dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan
antara sikap dan frekuensi konsumsi fast food.
Penelitian ini sesuai dengan penelitian Junaidi
(2000). Penelitian ini sesuai dengan teori yang
disampaikan oleh Lawrence Green (1980) di
mana sikap merupakan faktor yang mempermudah
terjadinya perilaku (Notoatmodjo, 2003).
Selain dihubungkan dengan frekuensi
konsumsi fast food, sikap juga dihubungkan
dengan tingkat kelebihan berat badan. Hasil uji
statistik membuktikan bahwa p > 0,05 maka tidak
ada hubungan antara sikap dan tingkat kelebihan
berat badan.
Untuk variabel jarak ke restauran fast food,
mayoritas responden menyatakan bahwa jarak
ke restauran fast food adalah dekat dan sedang
serta terbiasa untuk mengonsumsi fast food
mingguan (427 kali). Menurut uji statistik, jarak
ke restauran fast food tidak memiliki hubungan

25

dengan frekuensi konsumsi fast food. Salah satu


faktor pemungkin dalam teori Lawrence Green
(Notoatmodjo, 2003) yang memfasilitasi perilaku
adalah jarak. Jarak yang dekat dapat mempermudah
responden untuk mengonsumsi fast food. Akan
tetapi, ini tidak berlaku pada penelitian ini.
Pernyataan ini pun dapat diperkuat dengan hasil
Focus Group Discussion (FGD) seperti pernyataan
berikut ini.
Responden YK: Jarak lebih dekat kan jadi
gag males. Soalnya biasanya lebih praktis kalo
dimakan di situ mbak.
Responden DN: Jarak tidak mempengaruhi.
Dapat nyaman tempatnya.
Selain dihubungkan dengan frekuensi
konsumsi fast food, jarak ke restauran fast food
juga dihubungkan dengan tingkat kelebihan berat
badan. Hasil uji statistik membuktikan bahwa nilai
p > 0,05 maka tidak ada hubungan antara jarak dan
tingkat kelebihan berat badan.
Untuk variabel cara pembelian fast food,
mayoritas responden yang terbiasa membeli fast
food secara langsung adalah yang mengonsumsi
fast food sebanyak 427 kali per bulan. Menurut uji
statistik, cara pembelian fast food tidak memiliki
hubungan dengan frekuensi konsumsi fast food.
Salah satu faktor pemungkin dalam teori Lawrence
Green (Notoatmodjo, 2003) yang memfasilitasi
perilaku adalah cara pembelian fast food. Faktor
pemungkin di sini adalah fasilitas untuk terjadinya
perilaku. Cara pembelian fast food saat ini
banyak yang telah memudahkan responden untuk
mengonsumsi fast food misalnya drive thru dan
delivery service. Akan tetapi, ini tidak berlaku pada
penelitian ini. Pernyataan ini pun dapat diperkuat
dengan adanya pendapat dari peserta Focus Group
Discussion (FGD) seperti pernyataan berikut ini.
Responden IN: Lebih memilih membeli
langsung karena bisa sekalian nongkrong.
Selain dihubungkan dengan frekuensi
konsumsi fast food, cara pembelian fast food
juga dihubungkan dengan tingkat kelebihan berat
badan. Hasil uji statistik membuktikan bahwa nilai
p > 0,05 maka tidak ada hubungan antara cara
pembelian dan tingkat kelebihan berat badan.
Untuk variabel dukungan teman, mayoritas
responden mendapat dukungan besar dari teman
untuk mengonsumsi fast food sebanyak 427 kali

26

Media Gizi Indonesia, Vol. 9, No. 1 JanuariJuni 2013: hlm. 2027

per bulan. Menurut uji statistik membuktikan


bahwa nilai p > 0,05 maka tidak ada hubungan
antara dukungan teman sebaya dan frekuensi
konsumsi fast food. Faktor penguat yaitu
faktor yang memperkuat terjadinya perilaku
(Notoatmodjo, 2003). Pada remaja, aktivitas yang
banyak dilakukan di luar rumah membuat seorang
remaja sering dipengaruhi rekan sebayanya seperti
pemilihan makanan (Khomsan, 2003), salah
satunya adalah memilih makanan seperti fast food.
Akan tetapi teori ini tidak sesuai dengan hasil
uji statistik yang menyatakan bahwa tidak ada
hubungan antara dukungan teman dan frekuensi
konsumsi fast food. Padahal menurut hasil FGD,
dukungan dari teman berperan sangat besar.
Ajakan dari teman menjadi salah satu faktor yang
mempengaruhi mereka untuk memilih fast food
dibandingkan makanan lain. Hal ini dapat dilihat
dari salah satu pernyataan responden berikut ini.
Responden YK: Teman karena kalo kemanamana kayak nongkrong dan jalan-jalan biasanya
sama teman-teman.
Selain dihubungkan dengan frekuensi
konsumsi fast food, dukungan teman sebaya juga
dihubungkan dengan tingkat kelebihan berat
badan. Hasil uji statistik membuktikan bahwa nilai
p > 0,05 maka tidak ada hubungan antara dukungan
teman dan tingkat kelebihan berat badan.
Untuk variabel dukungan keluarga, mayoritas
responden mendapat dukungan besar dari keluarga
untuk mengonsumsi fast food sebanyak 427 kali
per bulan. Menurut uji statistik membuktikan
bahwa nilai p > 0,05 maka tidak ada hubungan
antara dukungan keluarga dan frekuensi konsumsi
fast food. Faktor penguat yaitu faktor yang
memperkuat terjadinya perilaku (Notoatmodjo,
2003). Salah satunya adalah dukungan dari
keluarga. Hubungan antar manusia yang paling
intensif dan paling awal terjadi dalam keluarga
Sarwono (2010). Pada era kemajuan seperti saat
ini, orang tua memang telah menjadi manusia sibuk
karena urusan di luar rumah tangga. Oleh karena
itu, kebiasaan makan bersama akhirnya luntur
karena ketiadaan waktu (Khomsan, 2003). Hal ini
memicu orang tua tidak dapat mengontrol pola
makan anaknya atau karena ketiadaan waktu maka
anak dibiasakan mengonsumsi fast food. Hasil

penelitian tidak sesuai dengan teori Green (1980)


(Notoatmodjo, 2003) padahal dukungan keluarga
besar akan tetapi tetap tidak ada hubungan dengan
frekuensi konsumsi fast food.
Selain dihubungkan dengan frekuensi
konsumsi fast food, dukungan keluarga juga
dihubungkan dengan tingkat kelebihan berat
badan. Hasil uji statistik membuktikan bahwa nilai
p > 0,05 maka tidak ada hubungan antara dukungan
teman dan tingkat kelebihan berat badan.
Untuk variabel frekuensi konsumsi fast food,
mayoritas responden yang mengonsumsi fast food
sebanyak 427 kali per bulan adalah yang menderita
obesitas. Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada
hubungan antara frekuensi konsumsi fast food dan
tingkat kelebihan berat badan (p > 0,05). Hasil penelitian
ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Bowman dan Vinyard (2004) menunjukkan adanya
hubungan positif antara konsumsi fast food dengan
kejadian obesitas atau kegemukan.
Kehadiran fast food mempengaruhi pola
makan kaum remaja di kota. Kandungan gizi fast
food yang tidak seimbang ini akan berdampak
negatif. Jika fast food tidak dikonsumsi terlalu
sering (Khomsan, 2003) adalah wajar. Secara teori,
dampak mengonsumsi fast food dapat memberikan
kontribusi terhadap terjadinya obesitas dan
merupakan faktor risiko terjadinya penyakit
jantung dan kanker (CPPS, 1997).
KESIMPULAN
Sebagian besar responden berusia 16 tahun,
berjenis kelamin laki-laki, memiliki uang saku
antara Rp5.000,00Rp43.000,00 per hari dengan
pengeluaran untuk fast food sebesar 01/3 uang
saku per bulan.
Ada hubungan antara melakukan diet dengan
tingkat kelebihan berat badan dan antara sikap
dengan frekuensi konsumsi fast food. Selain
itu, tidak ada hubungan antara genetik, faktor
predisposing, faktor pemungkin, faktor penguat
dan frekuensi konsumsi fast food dengan tingkat
kelebihan berat badan. Tidak ada hubungan antara
pengetahuan, faktor pemungkin, faktor penguat
dengan frekuensi konsumsi fast food.

Adisti dkk., Hubungan Faktor Perilaku

SARAN
Disarankan untuk memberikan informasi
yang benar mengenai fast food kepada remaja dan
meningkatkan aktivitas fisik untuk para remaja
yang menderita kelebihan berat badan.
DAFTAR PUSTAKA
Balitbangkes Depkes R.I. 2007. Laporan Riset
Kesehatan Dasar Nasional tahun 2007.
Jakarta.
Balitbangkes Kementerian Kesehatan. 2010. Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas 2010). Jakarta.
Bowman, Shanty A dan Vinyard, B.T. 2004. Fast
food Consumption of U.S. Adults: Impact on
Energy and Nutrient Intakes and Overweight
Status. American College of Nutrition, Vol. 23,
No. 2, 163168. http://www.jacn.org/cgi/content/
abstract/23/2/163 (sitasi tanggal 10 Januari
2011)
CPPS. 1997. Food that Harm Foods that Heal.
USA: The Readers Digest association Inc.
Elson, M. Haas dan Buck, Levin. 2006. The
complete guide to diet and Nutritional Mediani.
California: Celestial Arts.
Hurson, M dan Corish, C. 1997. Evaluation of Life
Style, Food Consumption and Nutrient Intake
Patterns Among Irish Teenagers. Irish Journal
of Medical Science, Irish nutrition and dietetic
institute, volume 166 number 4, 225230.
Junaidi, Rachmat. 2000. Perilaku Remaja dalam
Mengonsumsi Makanan Siap Santap Asing
Setelah Krisis Ekonomi di Indonesia (Studi
pada Siswa SMUN 3 Kota Malang). Skripsi.
Surabaya: Universitas Airlangga.

27

Khomsan, A. 2003. Pangan dan Gizi untuk


Kesehatan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Maulana, Mirza, 2009. Diet Sehat untuk Membentuk
Tubuh Langsing dan Bugar. Yogyakarta: A Plus
Books
Murti, Bhisma. 2010. Desain dan Ukuran Sampel
untuk Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif di
Bidang Kesehatan. Surakarta: Gadjah Mada
University Press.
Nazir, Moh. 2005. Metode Penelitian. Bogor:
Ghalia Indonesia.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan dan
Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Out look. 2000. Kesehatan Reproduksi Remaja:
Membangun Perubahan yang Bermakna. http://
www.path.org/files/Indonesian_16-3.pdf (sitasi
tanggal 7 Januari 2011).
Pratama, Kharisma. 2009. Hubungan Pengetahuan
tentang Pola Makan dengan Kejadian Berat
Badan Berlebih pada Usia Remaja Kelas 3 di
SMA Assalam Surakarta. Skripsi. Surakarta:
Universitas Muhammadiyah Surakarta http://etd.
eprints.ums.ac.id/3989/1/J210070118.pdf (sitasi
tanggal 20 Juni 2011).
Poedyasmoro. 1996. Pola Konsumsi Remaja.
Malang: Akademi Gizi.
Sarwono, Sarlito W. 2010. Psikologi Remaja.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Soegih, Rachmad dan Wiramihardja, Kunkun.
2009. Obesitas Permasalahan dan Terapi
Praktis. Jakarta: Sagung Seto.
Syahrul, Fariani dan Hidajah, Atik C. 2007. Bahan
Ajar Dasar Epidemiologi. Surabaya: Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga.

Anda mungkin juga menyukai