Anda di halaman 1dari 11

CASE REPORT

TONSILOFARINGITIS
Disusun oleh :
Arief Setia H.

C1103086

Maharani Bayu H.

C1103076

Preseptor :
Tonny B. Sarbini, dr., M.Kes.,Sp.THT-KL

BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2006

STATUS CASE REPORT

I.

KETERANGAN UMUM
Nama

: An.E

Jenis Kelamin

: Wanita

Umur

: 10 tahun

Alamat

: Sukajadi

Pendidikan

: SD

Pekerjaan

: Pelajar

Agama

: Islam

Status

: Belum menikah

Tanggal Pemeriksaan

: 7 April 2006

II. ANAMNESIS
KELUHAN UTAMA : Nyeri menelan
ANAMNESIS KHUSUS :
Sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, penderita mengeluh nyeri
menelan dan seperti terasa ada yang mengganjal pada tenggorokan, tetapi
penderita masih dapat makan dan minum seperti biasa. Keluhan timbul terutama
bila penderita makan makanan yang pedas. Keluhan disertai dengan panas badan
yang tidak terlalu tinggi, dan pilek. Keluhan tidak disertai dengan batuk-batuk
lebih dari 2 minggu. Saat ini terasa cairan dari hidung yang keluar lebih kental
berwarna putih kekuningan. Keluhan tidak disertai dengan nyeri kepala, mualmuntah, penurunan nafsu makan, badan lemah, sakit pada persendian, dan

benjolan di leher. Keluhan tidak disertai kejang-kejang. Keluhan tidak disertai


adanya luka pada mulut maupun lidah. Keluhan tidak disertai dengan perubahan
suara menjadi serak.
Riwayat keluhan disertai dengan sukar membuka mulut, keluar air liur
yang banyak sehingga menetes keluar, perubahan pada suara, mulut berbau, dan
benjolan di leher tidak ada. Riwayat adanya benjolan di rahang bawah disertai
sukar membuka mulut tidak ada. Riwayat adanya keluhan keluar cairan dari
telinga tidak ada. Riwayat sakit sekitar hidung dan bawah mata tidak ada.
Penderita belum mengobati keluhannya.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Status Generalis
Keadaan umum

: Tampak sakit ringan

Kesadaran

: Kompos mentis

Gizi

: kesan cukup

Tanda vital

: TD = 110/70 mmHg
N = 80 x/menit

BB : 25 kg
R = 20 x/menit
S = 37,20C

Kepala

: Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik.

Leher

: JVP tak meningkat. KGB tidak teraba.

Kulit

: Turgor baik

Thoraks

: Bentuk dan gerak simetris.


Pulmo : Sonor; VF, VR, VBS kiri = kanan
Cor

Abdomen

: Bunyi jantung murni reguler, murmur (-)

: Datar, lembut. Hepar dan lien tidak teraba.

Bising usus (+) Normal. Turgor baik.


Ekstremitas

: Edema (-/-), sianosis (-/-), capillary refill < 2 detik

St. Neurologis : RF (+/+), RP (-/-)

Status lokalis
TELINGA
KANAN

KIRI

-Kelainan kongenital

(-)

(-)

-Radang dan tumor

(-)

(-)

-Trauma

(-)

(-)

-Nyeri tekan tragus


Aurikula

(-)

(-)

-Kelainan congenital

(-)

(-)

-Radang Tumor

(-)

(-)

-Trauma
Retroaurikuler

(-)

(-)

-Edema

(-)

(-)

-Hiperemis

(-)

(-)

-Nyeri tekan

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

Tidak ada kelainan

Tidak ada kelainan

-Serumen

(-)

(-)

-Sekret

(-)

(-)

-Edema
Membran Timpani

(-)

(-)

-Intak

(+)

(+)

-Refleks Cahaya

(+)

(+)

-Sekret

(-)

(-)

Preaurikuler

-Sikatriks
Canalis

akustikus

Eksterna
-Kelainan Kongenital
-Kulit

Tes Pendengaran
-Tes suara :1 meter

(+)

(+)

-Tes Bisik

(+)

(+)

-Tes Rinne

Tidak ada kelainan

Tidak ada kelainan

-Tes Weber

Tidak ada kelainan

Tidak ada kelainan

KANAN
Tidak ada kelainan

KIRI
Tidak ada kelainan

-Mukosa

Hiperemis

Hiperemis

-Sekret

(+) purulen

(+) purulen

-Konka

Tidak ada kelainan

Tidak ada kelainan

-Septum Deviasi

(-)

(-)

-Polip Tumor

(-)

(-)

baik

Baik

-Mukosa

Tidak ada kelainan

Tidak ada kelainan

-Koana

Tidak ada kelainan

Tidak ada kelainan

-Sekret

(+)

(+)

-Torus tubarius

Tidak ada kelainan

Tidak ada kelainan

-Fossa Rosenmuller

Tidak ada kelainan

Tidak ada kelainan

HIDUNG
-Bentuk dasar
Rhinoskopi anterior

-Pasase udara
Rhinoskopi Posterior

MULUT DAN OROFARING


-Mukosa mulut

Tidak ada kelainan

-Lidah

Tidak ada kelainan

-Gigi geligi

Tidak ada kelainan

-Palatum molle

Tidak ada kelainan

-Uvula

Di tengah

-Pharinx

Hiperemis
KANAN

KIRI

T2a

T2a

Tonsil Palatina
-Ukuran

-Mukosa

Hiperemis

Hiperemis

melebar

melebar

(+)

(+)

-Pilar anterior

Tidak ada kelainan

Tidak ada kelainan

-Pilar posterior

Tidak ada kelainan

Tidak ada kelainan

-Kripta
-Dentritus

MAKSILOFASIAL
-Bentuk

: simetris

-Massa

: (-)

-Deformitas

: (-)

-Parese n.cranialis

: (-)

LEHER
-KGB

: tidak teraba membesar

-Thiroid

: tidak teraba membesar

IV. RESUME
Seorang anak wanita berusia 10 tahun datang ke poli THT RSHS pada
tanggal 7 April 2006 dengan keluhan nyeri menelan dan terasa ada yang
mengganjal pada tenggorokan, tetapi penderita masih dapat makan dan minum
seperti biasa. Febris (+), rhinorea dengan secret purulen (+).
Dari pemeriksaan fisik, status generalis dalam batas normal. Dari status
lokalis didapatkan : CN : Mukosa

hiperemis (+/+), Sekret purulen (+/+).

NPOP: Tonsil :T2a/T2a, , mukosa hiperemis (+/+), kripta melebar (+/+), detritus
(+/+), pharing hiperemis, status lokalis lainnya dalam batas normal.

V. DIAGNOSIS KERJA

Tonsilorhinopharyngitis akut e.c bakteri

VI. USUL PEMERIKSAAN


Apus tenggorok

VII.

PENATALAKSANAAN
Umum : -Membersihkan sekret yang ada pada hidung
-Memakan makanan lunak dan tidak terlalu panas maupun dingin
dan pedas
-Banyak minum
Khusus : -Amoxillin 3 x 250mg
-Anadex 3 x tab

VIII. PROGNOSA:
Quo ad vitam

: ad bonam

Quo ad functionam

: ad bonam

PEMBAHASAN

Mengapa pada penderita ini didiagnosis sebagai tonsilofaringitis akut ?

Dari anamnesis didapatkan bahwa pada pemderita ini datang dengan


keluhan nyeri menelan. Keluhan dirasakan terutama ketika menelan makanan.
Dari keluhan utama ini dapat dipikirkan ada gangguan dalam proses menelan.
Fisiologi menelan itu sendiri terdiri dari :
a. Fase oral
b. Fase faringeal
c. Fase esofageal
Pada fase oral terjadi gerakan pendorongan makanan ke daerah faring secara
volunter. Sedangkan makanan akan berpindah pada fase faring dan esofageal
secara involunter.
Transport makanan dapat dijelaskan sebagai berikut : pengunyahan makanan
dilakukan pada sepertiga tengah lidah. Elevasi lidah dan palatum molle
mendorong bolus ke orofaring. Otot suprahioid berkontraksi, elevasi tulang hioid
dan laring dan dengan demikian membuka hipofaring dan sinus piriformis. Secara
bersamaan otot laring intrinsik berkontraksi dalam gerakan seperti sfingter untuk
mencegah aspirasi. Gerakan yang kuat dari lidah bagian belakang akan
mendorong makanan ke bawah melalui orofaring, gerakan dibantu oleh kontraksi
otot konstriktor faringis media dan superior. Bolus dibawa melalui introitus
esofagus ketika otot konstriktor faringis inferior berkontraksi dan otot
krikofaringeus berelaksasi. Peristaltik dibantu oleh gaya berat, menggerakkan
makanan melalui esofagus dan masuk ke dalam lambung.
Jadi apabila terjadi disfagi (nyeri menelan) adalah karena terjadi reaksi
peradangan/inflamasi pada jalur menelan sehingga mengiritasi otot-otot menelan
yang kemudian diteruskan melalui saraf aferen pada nervus VII dan IX maupun

melalui cabang-cabang sensoris medulla spinalis yang kemudian akan diteruskan


ke SSP (otak) dan diinterpretasikan.
Pada pasien ini didapatkan bahwa disfagi didahului dengan febris dan disertai
adanya nasal discharge. Sehingga dapat diperkirakan pada pasien ini terjadi suatu
reaksi peradangan sistemik.
Peradangan sistemik paling sering disebabkan oleh virus dan bakteri. Pada pasien
ini mungkin peradangan sistemik awalnya disebabkan oleh virus namun penderita
belum mengobati keluhannya dan kemudian dapat terjadi infeksi lanjut yang
disebabkan oleh bakteri, karena pada infeksi awal (virus) menyebabkan
pertahanan saluran nafas atas oleh mikroorganisme menurun sehingga bakteribakteri flora normal maupun patogen mengakibatkan reaksi radang yang
berlanjut. Hal ini ditandai dengan adanya perubahan sekret yang awalnya serous
menjadi purulen. Pada status lokalis juga didapatkan mukosa nasal yang
hiperemis, faring hiperemis, dan tonsil dengan mukosa yang hiperemis disertai
pelebaran dari kripta disertai adanya detritus, dan terutama tonsil tampak
membesar (T2a-T2a).
Detritus merupakan debris berisi sisa-sisa makanan dan bakteri.

Bagaimana penatalaksanaan pada pasien ini ?


Pada pasien ini diberikan terapi berdasarkan etiologinya dan simptomatis. Karena
pada pasien ini didiagnosis sebagai tonsilorhionofaringitis akut e.c bakteri maka
terapi etiologi yang diberikan berupa antibiotik yang broad spektrum. Dalam hal
ini dipilih amoxycilline dengan syarat tidak ada riwayat alergi obat serupa
sebelumnya. Amoxycilline yang diberikan dengan dosis pada anak-anak yaitu 30-

50 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis, sehingga pada penderita ini diberikan


amoxycilline dosis 250-416 mg / kali.
Terapi simptomatis yang diberikan berupa antipiretik, analgetik, dekongestan,
antitusif, dan mukolitik.

DAFTAR PUSTAKA

Adams, George L., et al. BOIES : Buku Ajar Penyakit THT, edisi VI. Penerbit
EGC. Jakarta : 1997.

Anda mungkin juga menyukai