Final Paper Revisi JUMAT BARU
Final Paper Revisi JUMAT BARU
KASUS
Nama
: Tn. A
TTL
: Jakarta/08/08/1948
Usia
:66 tahun
JK
: Laki-laki
Alamat
: Ancol
Tanggal MRS
: 29/09/2014
Dr yang merawat
RPS : Os mengeluh nyeri dada kanan dan kiri sejak 3 hari SMRS,nyeri
dirasakan timbul mendadak dan terus menerus.Sebelumnya pasien terdapat
batuk berdahak dan sesak sejak 4 bulan.Batuk dan sesak terasa terus
menerus,dan dahak sudah 2 kali berwarna merah kehitaman, Sesak tidak
berkurang walaupun pasien tidak beraktifitas.Keluhan ini disertai lemas yg
hampir dirasakan setiap hari semenjak 1 bulan ini. Disertai Sakit kepala,
terutama dibagian belakang kepala dan berkurang bila os minum obat
hipertensi. Dan terdapat demam yang naik turun dan keringat malam selama
4 bulan. Os mengeluh mual ,Os nafsu makannya meningkat,dalam 4 bulan
hari os bisa makan sebnyak 5 x, dan cepat merasa haus.BB terasa
turun.Menurut istri os mngeluh akhir-akhir ini sering BAK sering tengah
malam. BAB lancar.
R.penyakit.jantung disangkal
R.Asma disangkal
DM disangkal
Asma disangkal
Peny.Jantung disangkal
HTdisangkal
Riwayat Pengobatan
R. Alergi
R.psikososial
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
Kesadaran
: GCS 14
Tanda Vital
Suhu
: 37,50 C
TD
: 150/90 mmHg
Nadi
: 82 x/menit
Napas
: 27x/menit
Status Generalis
Paru
-
Abdomen
-
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Ekstremitas:
-
Superior : Akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-), sianosis (-), sensoris baik,
motorik 5/5
Inferior : Akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-), sianosis (-), sensoris baik,
motorik 5/5
PEMERIKSAAN
HASIL
SATUAN
NILAI RUJUKAN
Hemoglobin
L 11,7
g/dL
13,2-17,3
Jumlah Leukosit
H 18,8
ribu/L
3,60-11,00
Trombosit
350
ribu
150-440
HT
36
35-47
SGOT
28
U/L
10-34
SGPT
33
U/L
9-43
Aseton Darah
(-)
GDS
Darah Perifer
(-)
61
Mg/dl
70-200
30-09-2014
Pemeriksaan Hasil
Satuan
GDP
L 25
mg/dl
2 JM PP
86
mg/dl
Nilai Rujukan
1-10-2014
Pemeriksaan
Hasil
Satuan
GDP
L 36
mg/dl
11.00
198
mg/dl
16.00
189
mg/dl
Nilai Rujukan
2-10-2014
Pemeriksaan
Hasil
Satuan
GDS 10.00
156
mg/dl
12.00
61
mg/dl
15.00
145
mg/dl
17.00
80
mg/dl
20.00
47
mg/dl
23.00
90
mg/dl
Radiologi :
Kesan : KP duplex
RESUME
anamnesa:
Tn. A 66 tahun datang dengan keluhan nyeri dada sejak 1 bulan yang lalu, pada dada
kanan dan kiri sejak 3 hari SMRS,yang dirasakan timbul mendadak
dan terus menerus.Sebelumnya pasien terdapat batuk berdahak dan
sesak sejak 4 bulan,sesak terasa terus menerus,dan dahak sudah 2
kali berwarna merah kehitaman.Dan terdapat demam yang terus
menerus dan keringat malam selama 4 bulan,selain itu Os terdapat
nyeri
kepala
yang
berkurang
bila
os
minum
obat
anti
Keadaan Umum
Kesadaran
Tanda Vital
Suhu: 37,50 C
TD:150/90 mmHg
Nadi: 82 x/menit
Napas: 27x/menit
DAFTAR MASALAH:
Hipertensi Grade I
Combutio Derajat II
ASSESSMENT
1. TB duplex
Berdasarkan :
Anamnesis:
Anam
Pf
Dd
: KP Duplek
RH)
2. Hipertensi grade 1
Berdasarkan :
Anam : Nyeri kepala terus menerus,Riwayat Hipertensi sejak 2 tahun
Pf
: TD : 170/100 mmhg
Dd
: Hipertensi Grade 1
Rdx : EKG
Rth
4.Combutio derajat 2
Lab
:-
Rdx
: Cek elektrolit
Rth
BAB II
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Meningkatnya prevalensi diabetes melitus di berbagai negara
berkembang, akibat peningkatan kemakmuran di negara bersangkutan,
akhir-akhir ini banyak disoroti. Peningkatan pendapatan perkapita dan
perubahan gaya hidup terutama di kota-kota besar, menyebabkan
peningkatan prevalensi penyakit degenerative, seperti penyakit jantung
koroner (PJK), hipertensi, hiperlipidemi, diabetes, dan lain-lain.
Di Indonesia, penyandang diabetes mellitus (DM) tipe 1 sangat jarang.
Demikian pula di negara tropis lain. Hal ini rupanya berhubungan dengan
letak geografis Indonesia yang terletak di daerah khatulistiwa. Dari angka
prevalensi berbagai negara tampak bila makin jauh letak suatu negara dari
garis khatulistiwa, makin tinggi prevalensi DM tipe 1 nya. Ini bisa dilihat dari
tingginya angka DM tipe 1 di Eropa.
Untuk DM tipe 2, berbagai peelitian epidemiologi menunjukkan
adanya kecenderungan peningkatan angka insidens dan prevalensi DM tipe
2 di berbagai penjuru dunia. WHO memprediksi adanya peningkatan jumlah
penyandang diabetes yang cukup besar untuk tahun-tahun mendatang.
Untuk Indonesia, WHO memprediksi kenaikan jumlah pasien dari 8,4 juta
pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Laporan dari
hasil penelitian di berbagai daerah di Indonesia yang dilakukan pada dekade
1980 meunjukkan sebaran prevalensi DM tipe-2 antara 0,8% di Tanah
Toraja, sampai 6,1% yang didapatkan di Manado. Hasil penelitan era 2000
menunjukkan peningkatan prevalensi yang sangat tajam. Sebagai contoh
penelitian di Jakarta dari prevalensi DM 1,7% pada tahun 1982 menjadi 5,7%
pada tahun 1993 dan kemudian menjadi 12,8% pada tahun 2001 di daerah
sub-urban Jakarta.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia (2003) diperkirakan
penduduk Indonesia yang berusia di atas 20 tahun adalah sebesar 133 juta
jiwa. Dengan prevalensi DM pada daerah urban sebesar 14,7% dan daerah
rural sebesar 7,2%, maka dperkirakan pada tahun 2003 terdapat
penyandang diabetes sejumlah 8,2 juta di daerah urban dan 5,5 juta di
daerah rural. Selanjunya, berdasarkan pola pertambahan penduduk,
diperkirakan pada tahun 2030 nanti akan ada 194 juta penduduk yang
berusia di atas 20 tahun dan dengan asumsi prevalensi DM pada urban
14,7% dan rural 7,2% maka diperkirakan terdapat 12 juta penyandang
diabetes di daerah urban dan 8,1 juta di daerah rural. Suatu jumlah yang
sangat besar dan merupakan beban yang sangat berat untuk dapat ditangani
sendiri oleh dokter spesialis/subspesialis bahkan oleh semua tenaga
kesehatan yang ada. Mengingat bahwa DM akan memberikan dampak
terhadap kualitas sumber daya manusia dan peningkatan biaya kesehatan
yang cukup besar, semua pihak, baik masyarakat maupun pemerintah,
seharusnya ikut serta dalam usaha penanggulangan DM, khususnya dalam
upaya pencegahan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Menurut Ammerican Diabetes Assosiation (ADA) 2005, diabetes
mellitus
merupakan
suatu
kelompok
penyakit
metabolik
dengan
10
pakar
(Perkumpulan
di
Indonesia
Endokrinologi
pun
bersepakan
Indonesia)
pada
melalui
tahun
PERKENI
1993
untuk
yang
berubah
secara
epidemiologik
diperkirakan
adalah
Autoimun
11
Tipe 2
Idiopatik
Tipe lain
Endokrinopati
Infeksi
Diabetes
melitus
gestasional
12
DM tipe 2
Pengobaan
harus
Tidak
mudah
terjadi
ketoasidosis
dengan
insulin
Onset akut
Onset lambat
Biasanya kurus
DR3 &DR4
HLA
Riwayat
keluarga
diabetes
30-50%
terkena
ada
Islet
Cell
Antibody (ICA)
(ICA)
Tidak
kembar
identik
+100%
kembar
identik
terkena
13
C. Diagnosis
Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa
darah dan tidak dapat ditegakkan hanya atas dasar adanya glukosuria
saja. Dalam menentukan diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan
darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosis
DM, pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa darah
dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Untuk
memastikan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah seyogyanya
dilakukan di laboratorium klinik yang terpercaya (yang melakukan
program pemantau kendali mutu secara teratur). Walaupun demikian,
sesuai dengan kondisi setempat dapat juga dipakai bahan darah utuh
(whole blood), vena ataupun kapiler dengan memperhatikan angka-angka
kriteria diagnosis yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Untuk
pemantauan hasil pengobatan dapat diperiksa glukosa darah kapiler.
Ada perbedaan antara uji diagnostik DM dan pemeriksaan penyaring.
Uji
diagnostik
DM
dilakukan
pada
mereka
yang
menunjukkan
Kolesterol HDL < 35 mg/dl dan atau trigliserida > 250 mg/dl
14
Belum
Pasti DM
DM
Kadar
Plasma
Glukosa
vena
Darah
Darah
Sewaktu
kapiler
Kadar
Plasma
Glukosa
vena
Darah Puasa
Darah
<100
100-199
> 200
<90
90-199
> 200
<100
100-199
> 126
<90
90-199
>100
kapiler
(Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia,
PERKENI, 2006)
15
pemeriksaan
glukosa
plasma
puasa,
namun
memiliki
untuk
menegakkan
diagnosis
DM
dan
16
D. Penatalaksanaan
Tujuan :
1.
2.
17
4.
Riwayat penyakit
-gejala yang timbul, hasil pemeriksaan laboratoris terdahulu
termasuk A1c, hasil pemeriksaan khusus yang telah ada terkait
DM
-pola makan, status nutrisi, riwayat perubahan berat badan
-riwayat tumbuh kembang pada pasien anak atau dewasa
muda
-pengobatan yang pernah diperoleh sebelumnya secara
lengkap
-pengobatan yang sedang dijalani
-riwayat komplikasi akut (KAD, hiperosmolar hiperglikemi,
hipoglikemi)
-riwayat infeksi sebelumnya, terutama riwata infeksi kulit, gigi,
dan traktus urogenitalis
-gejala dan riwayat pengobatan komplikasi kronik
-faktor resiko seperti merokok, hipertensi, PJK, obesitas dan
riwayat penyakit keluarga
Pemeriksaan fisik
-pengukutan TB dan BB
18
Tindakan rujukan
-ke bagian mata bila diperlukan pemeriksaan mata lebih lanjut
-konsultasi keluarga berencana untuk wanita usia produktif
-konsultasi terapi gizi medis sesuai indikasi
-konsultasi dengan edukator diabetes
-konsultasi dengan spesialis kaki, spesialis perilaku atau
spesialis lain sesuai indikasi
19
-mikroalbuminuri
-kreatinin
-albumin/globulin dan ALT
-kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL dan trigliserida
-EKG
-foto sinar-x dada
-funduskopi
Edukasi
Diabetes Tipe 2 biasa terjadi pada usia dewasa, suatu periode dimana
telah terbentuk kokoh pola gaya hidup dan perilaku. Pengelolaan mandiri
diabetes secara optimal membutuhkan partisipasi aktif pasien dalam
merubah perilaku yang tidak sehat. Tim kesehatan harus mendampingi
pasien dalam perubahan perilaku tersebut, yang berlangsung seumur
20
pengembangan
keterampilan
(skill),
dan
motivasi
yang
berkenaan dengan:
Melakukan
pemantauan
glukosa
darah
mandiri
dan
perilaku
hampir
sama
dengan
proses
edukasi
dan
Perencanaan makan
Diabetes tipe 2 merupakan suatu penyakit dengan penyebab
heterogen, sehingga tidak ada satu cara makan khusus yang dapat
mengatasi kelainan ini secara umum. Perencanaan makan harus
disesuaikan menurut masing-masing individu. Pada saat ini yang
dimaksud dengan karbohidrat adalah gula, tepung dan serat, sedang
istilah gula sederhana/simpel, karbohidrat kompleks dan karbohidrat kerja
cepat tidak digunakan lagi.
Penelitian pada orang sehat maupun mereka dengan risiko diabetes
mendukung akan perlunya dimasukannya makanan yang mengandung
karbohidrat terutama yang berasal dari padi-padian, buah-buahan, dan
susu rendah lemak dalam menu makanan orang dengan diabetes.
Banyak faktor yang berpengaruh pada respons glikemik makanan,
21
Untuk penentuan status gizi, dipakai Body Mass Index (BMI) = Indeks
Massa Tubuh (IMT).
IMT = BB(kg)/TB(m2)
<90cm (Pria)
>90cm (Pria)
<80cm (Wanita)
>80cm
(Wanita)
22
Risk of co-morbidities
BB Kurang
<18,5
Rendah
Rata-rata
BB Normal
18,5-22,9
Rata-rata
Meningkat
BB Lebih
>23,0 :
Meningkat
Sedang
- Obes I
: 25,0-29,9
Sedang
Berat
- Obes II
: 30
Berat
Sangat berat
Status gizi:
BB kurang bila BB < 90% BBI
BB normal bila BB 90-110% BBI
BB lebih bila BB 110-120% BBI
Gemuk bila BB >120% BBI
23
Latihan jasmani
24
teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih 30 menit. Kegiatan yang
dapat dilakukan adalah jalan atau bersepeda santai, bermain golf atau
berkebun. Bila hendak mencapai tingkat yang lebih baik dapat dilakukan
kegiatan seperti, dansa, jogging, berenang, bersepeda menanjak atau
mencangkul tanah di kebun, atau dengan cara melakukan kegiatan
sebelumnya dengan waktu yang lebih panjang. Latihan jasmani
sebaiknya disesuaikan dengan umur, kondisi sosial ekonomi, budaya dan
status kesegaran jasmaninya.
Obat-obatan
latihan
jasmani yang teratur namun sasaran kadar glukosa darah belum tercapai
dipertimbangkan penggunaan obat-obat anti diabetes oral sesuai indikasi
dan dosis menurut petunjuk dokter. Untuk dapat mencegah terjadinya
komplikasi kronik, diperlukan pengendalian DM yang baik. Diabetes
mellitus terkendali baik tidak berarti hanya kadar glukosa darahnya saja
yang baik, tetapi harus secara menyeluruh kadar glukosa darah, status
gizi, tekanan darah, kadar lipid/ lemak dan A1c.
A1c (%)
Baik
Sedang
Buruk
80-109
110-125
>126
110-144
145-179
>180
<6.5
6.5 8
>8
25
<200
200-239
>240
<100
100-129
>130
>45
Trigeliserida (mg/dl)
<150
150-199
>200
18,5-22,9
23-25
>25
<130/80
130-140/80-90
>140/90
IMT (kg/m2)
Tekanan darah (mmHg)
terjadinya
komplikasi
diabetes
atau
paling
sedikit
menghambatnya.
Kasus DM yang paling banyak dijumpai adalah DM tipe 2 yang
umumnya mempuyai latar belakang kelainan yang diawali dengan
resistensi insulin. Awalnya resistensi insulin masih belum menyebabkan
kelainan DM secara klinis. Pada saat tersebut sel beta pancreas masih
dapat mengkompensasi keadaan ini dan terjadi hiperinsulinemia dan
glukosa darah masih normal atau baru sedikit meningkat. Kemudian
setelah terjadi ketidaksanggupan sel beta pancreas, baru akan terjadi DM
secara klinis, ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah yang
memenuhi kriteria DM.
Dengan dasar pengetahuan ini, dapat diperkirakan bahwa dalam
mengelola DM tipe 2, pemilihan penggunaan intervensi farmakologik
26
menurunkan
glukosa
darah
dan
juga
diduga
27
kombinasi
dengan
sulfonilurea
sudah
dapat
pasien
gemuk
dengan
kadar
glikemia
yang
sukar
samping
gastrointestinal
sering
ditemukan
pada
28
Glitazone
Golongan Thiazolidinediones atau glitazone adalah golongan
obat yang juga memiliki efek farmakologis untuk meningkatkan
sensitivitas insulin. Obat ini dapat diberikan secara oral, kimiawi
maupun fungsional tidak berhubungan dengan obat oral lainnya.
Monoterapi dengan glitazon dapat memperbaiki konsentrasi
glukosa darah puasa hingga 59-80 mg/dl dan A1c 1,4-2,6%
dibanding dengan plasebo.
Mekanisme kerja. Glitazon merupakan agonist peroxisome
proliferator-activated receptor gamma (PPAR) yang sangat selektif
dan poten. Reseptor PPAR gamma terdapat di dalam jaringan
target kerja insulin seperti jaringan adiposa, otot skelet dan hati,
sedang reseptor pada organ tersebut merupakan regulator
homeostasis lipid, diferensiasi adiposit dan kerja insulin.
Glitazone dapat merangsang ekspresi beberapa protein yang
dapat memperbaiki sensitivitas insulin dan memprebaiki glikemia
(GLUT-1, GLUT-4, dll) selain itu dapat mempengaruhi ekspresi
dan pelepasan mediator resistensi insulin, seperti TNF alfa, leptin,
dll.
Glitazone diabsorbsi dengan cepat dan konsentrasi tertinggi
terjadi setelah 1-2 jam dan makanan tidak tidak mempengaruhi
farmakokinetik obat ini.
Penggunaan dalam klinik.. Rosiglitazone dan pioglitazon dapat
digunakan
sebagai
monoterapi
maupun
kombinasi
dengan
29
Sulfonilurea
Sulfonilurea telah digunakan untuk pengobatan DM tipe 2 sejak
tahun 1950-an. Obat ini digunakan sebagai terapi farmakologis
pada awal pengobatan DM dimulai. Terutama bila konsentrasi
glukosa tinggi dan sudah terjadi gangguan sekresi insulin.
Mekanisme kerja. Efek hipoglikemi sulfonilurea adalah dengan
merangsang channel K yang tergantung pada ATP dari sel beta
pankreas. Bila sulfonilurea terikat pada reseptor channel tersebut,
maka akan terjadi penutupan. Keadaan ini akan menyebabkan
terjadinya penurunan permeabilitas K pada membran sel beta,
terjadi
depolarisasi
membran
dan
membuka
channel
Ca
pemakaian
sulfonilurea
30
klinis yang jelas dan dalam satu minggu sudah terjadi penurunan
kadar glukosa yang cukup bermakna
Dosis permulaan tergantung pada beratnya hiperglikemi. Bila
konsentrasi glukosa puasa <200 mg/dl sebaiknya dimulai dengan
dosis kecil dan dititrasi bertahap setelah 1-2 minggu sehingga
tercapai kadar GDP 90-130 mg/dl. Bila GDP >200 mg/dl bisa
diberikan dosis awal yang lebih besar. Obat sebaiknya diberikan
jam sebelum makan karena diserap dengan baik. Pada obat yang
diberikan satu kali setiap hari sebaiknya diberikan saat makan pagi
atau saat makan porsi besar.
Kombinasi sulfonilurea dengan insulin lebih baik daripada
insulin sendiri dan dosis insulin yang dibutuhkan pun lebih rendah.
Glinid
Sekretagok insulin yang baru, bukan merupakan sulfonilurea.
Kerjanya juga melalui reseptor sulfonilurea, memiliki kemiripan
struktur dengan sulfonilurea namun berbeda efeknya. Repaglinid
dan nateglinid keduanya diabsorbsi dengan cepat setelah
pemberian secara oral dan cepat dikeluarkan melalui metabolisme
dalam
hati
hingga
diberikan
2-3
x/hari.
Repaglinid
bisa
31
monosakarida
intraluminal,
menghambat
dan
merangsang
sekresi
insuli
dan
tidak
menyebabkan
kombinasidengan
insulin,
metformin,
glitazone,
atau
sebesar
0,5-1%.
Dengan
terapi
kombinasi
dengan
pankreas.
Isulin
dibentuk
dari
proinsulin
yang
32
DM
yang
mendapat
nutrisi
parenteral
atau
yang
pasien
DM
dengan
komplikasi
akut
berupa
koma
Awal kerja
Puncak
Lama
(jam)
kerja (jam)
kerja
(ultra-rapid-acting)
0,2-0,5
0,5-2
0,2-0,5
0,5-2
0,2-0,5
0,5-2
33
1,5-4
4-10
0,5-1
2-3
1-3
Tanpa
1-3
puncak
Humulin N
Insulin kerja pendek
(short-acting)
Reguler (Human) Humulin
R/actrapid
Insulin kerja panjang
(long-acting)
Insulin campuran
Kerja cepat dan menengah
70%
NPH/30%
reguler 0,5-1
3-12
0,5-1
3-12
(Novomix)
34
Dalam perjalanan penyakit DM, dapat terjadi penyulit akut dan menahun
Penyulit akut:
1. Ketoasidosis diabetik
2. Hiperosmolar non ketotik
3. Hipoglikemia
Penyulit menahun:
1. Makroangiopati:
pembuluh darah jantung (penyakit jantung koroner)
pembuluh darah tepi
pembuluh darah otak (stroke)
2. Mikroangiopati:
retinopati diabetik
nefropati diabetik
Neuropati
3. Rentan infeksi, misalnya tuberkulosis paru, ginggivitis, dan infeksi
saluran kemih
4. Kaki diabetik (gabungan sampai dengan 4)
5. Disfungsi Ereksi
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
35
B. Saran
Diabetes mellitus tipe 2 dapat dicegah baik primer, sekunder dan
tersier. Pencegahan dini dapat menurunkan angka morbiditas dan
mortalitas.
BAB III
PEMBAHASAN
A. DEFINISI
36
Tuberkulosis (TB) adalah suatu infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis,
granuloma pada jaringan yang terinfeksi.Infeksi ini paling sering mengenai paru,
akan tetapi dapat juga meluas mengenai organ-organ tertentu.1
B. ETIOLOGI
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman berbentuk batang dan bersifat tahan
asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA), dengan ukuran
panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um. Kuman tumbuh optimal pada suhui sekitar
37oC dengan pH optimal pada 6,7 sampai 7,0. Untuk membelah dari satu sampai dua
(generation time) kuman membutuhkan waktu 14-20 jam. Sebagian besar dinding
kuman terdiri atas asam lemak (lipid), peptidoglikan dan arabinomannan. Lipid
inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam alkohol) sehingga
disebut bakteri tahan asam (BTA) serta lebih tahan terhadap gangguan kimia dan
fisis. Kuman dapat hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin. Hal ini
terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini, kuman
dapat bangkit kembali dan menjadikan penyakit tuberkulosis aktif kembali.2
Didalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraselular yakni dalam
sitoplasma makrofag. Makrofag yang semula memfagositasi kemudian disenangi
karena benyak mengandung lipid. Sifat lain kuman Mycobacterium tuberculosis
adalah aerob, sehingga kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan
oksigennya. Tekanan oksigen pada bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari bagian
lain, sehingga bagian apikal merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis..2
C. PENULARAN
M.tuberculosis
ditularkan
dari
orang
ke
orang
melalui
jalan
37
rentan terjadi bila terhirup sedikit basilus ini.jumlah basilus yang dikeluarkan
kebanyakan orang yang tidak terinfeksi banyak;khas diperlukan kontak rumah tangga
selama beberapa bulan untuk penularanya.Namun demikian pasien dengan
tuberculosis laring ,penyakit endobrokial,penyebaran tuberculosis transbronkial yang
baru dan penyakit paru berkavitas yang luas sangat sekali menular.Infeksi berkaitan
dengan jumlah kuman pada sputum yang dibatukan,luasnya penyakit paru,dan
frekuansi batuk.Mikobakterium rentan terhadap penyinaran ultraviolet dan penularan
infeksi diluar rumah jarang terjadi pada siang hari.Sebagian besar pasien tidak
infeksius pada dua minggu setelah pemberian kemoterapi yang tepat karena
penurunan jumlah kuman yang dibatukan.1
D. KLASIFIKASI TUBERKULOSIS
1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis
38
Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan gambaran
radiologik paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto serial
menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT adekuat
akan lebih mendukung
39
40
Tuberkulosis Primer
41
Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibatukan atau dibersinkan keluar
menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar kita.Bila partikel ini terisap oleh orang
sehat ia akan menempel pada saluran nafas atau jaringan paru.partikel alveolar dapat
masuk ke alveolar jika ukuran partikel < 5 mikrometer.kuman pertama kalin akan
dihadapi oleh netrofil kemudian baru makrofag..kebanyak partikel ini akan mati oleh
makrofag atau dibersihkan makrofag keluar dari percabangan trakeabronkial bersama
gerakan silia dan sekretnya.2
Bila kuman menetap dijaringan paru berkembang biak didalam sitoplasma
makrofag.disini ia dapat masuk ke organ tubuh lainnya .kuman yang bersarang di
jaringan paru akan membentuk sarang tuberculosis kecil dan disebut sarang primer
(focus ghon). Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru,
berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan
saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti
oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional). Afek primer
bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer.semua
proses ini memakan waktu 3 8 minggu. Kompleks primer ini akan mengalami salah
satu nasib sebagai berikut2 :
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum)
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis
fibrotik, sarang perkapuran di hilus)
3. Menyebar dengan cara : Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya. Salah satu
contoh adalah epituberkulosis, yaitu suatu kejadian penekanan bronkus, biasanya
bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang membesar sehingga menimbulkan
obstruksi pada saluran napas bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman
tuberkulosis akan menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang
atelektasis dan menimbulkan peradangan pada lobus yang atelektasis tersebut, yang
dikenal sebagai epituberkulosis. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru
bersangkutan maupun ke paru sebelahnya atau tertelan. Penyebaran secara
hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan dengan daya tahan tubuh, jumlah
dan virulensi kuman. Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan
tetetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan
keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis milier, meningitis tuberkulosa,
42
Tuberkulosis pasca-primer
Kuman yang dormant pada tuberculosis primer akan muncul bertahun tahun
kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberculosis dewasa.Mayoritas reinfeksi
mencapai 90 %.Tuberkulosis sekunder terjadi karena imunitas menurun seperti
malnutrisi ,alcohol,penyakit maligna,diabetes ,AIDS,gagal gnjal.Tuberkulosis pasca
primer ini dimulai dengansarang dini yang berlokasi diregio atas paru..invasinya
adalah kedaerah parenkim paru-paru dan tidak kenodus hiler paru.2
Sarang dini ini mulai membentuk sarang pneumonia kecil.Dalam 3 10 minggu
sarang ini menjadi tuberkel yaitu suatu granuloma dari sel sel histiosit dan sel datia
langhans yang dikelilingi oleh sel sel limfosit dan berbagai jaringan ikat.TB ini dapat
berasal dari infeksi eksogen dari usia muda menjadi TB usia tua .tergantung dari
jumlah kuman ,virulensinya,dan imunitas pasien.Sarang dini ini dapat menjadi :
1. Diresopsi kembali, dan sembuh kembali dengan tidak meninggalkan cacat
2.Sarang tadi mula mula meluas, tetapi segera terjadi proses penyembuhan dengan
penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan membungkus diri menjadi lebih
keras, terjadi perkapuran, dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran. Sebaliknya
dapat juga sarang tersebut menjadi aktif kembali, membentuk jaringan keju dan
menimbulkan kaviti bila jaringan keju dibatukkan keluar.
3.Sarang pneumonik meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti
akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti awalnya berdinding
tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik). 2
Nasib kaviti ini :
Mungkin meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonik baru. Sarang
pneumonik ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan diatas. Dapat
pula memadat dan membungkus diri (encapsulated), dan disebut tuberkuloma.
Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tetapi mungkin pula aktif kembali,
mencair lagi dan menjadi kaviti lagi. Kaviti bisa pula menjadi bersih dan
43
menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kaviti menyembuh dengan
membungkus diri, akhirnya mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang
terbungkus, dan menciut sehingga kelihatan seperti bintang (stellate shaped).2
F. GEJALA KLINIS
Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan
malam hari disertai keringat malam. Demam subfebris, kadang-kadang
panas badan dapat mencapai 40-41oC Kadang-kadang serangan demam
seperti influenza dan bersifat hilang timbul, sehingga pasien merasa tidak
pernah terbebas dari serangan demam. Keadaan ini sangat di pengaruhi
oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman
tuberkulosis yang masuk.2
Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).
Gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada
bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang
44
keluar. Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama, batuk
baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah
berminggu-minggu atau berbulan-bulan peradangan bermula. Sifat batuk
dimulai dari batuk kering (non-produktif) kemudian setelah timbul
peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang
lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang
pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis terjadi pada kavitas,
tetapi juga dapat terjadi pada ulkus dinding bronkus.2
Perasaan tidak enak (malaise), lemah. Penyakit tuberkulosis bersifat
radang yang menahun. Gejala malaise sering ditemukan berupa anoreksia,
tidak ada nafsu makan, badan makin kurus (berat badan turun), sakit
kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam, dll. Gejala malaise ini makin
lama betambah berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.2
.
Sesak Nafas,Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan
sesak nafas. Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut,
yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru.2
Nyeri Dada, Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru),
dapat disertai dengan keluhan sakit dada. Gejala ini agak jarang
ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke
pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura
sewaktu pasien menarik /melepaskan nafasnya.2
G. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan
konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu demam (subfebris),
badan kurus atau berat badan menurun.
Pada pemeriksaan fisik pasien sering menunjukkan suatu kelainan pun
terutama pada kasus-kasus dini atau yang sudah terinfiltrasi secara asimtomatik.
Demikian pula bila sarang penyakit terletak di dalam, akan sulit menemukan
45
kelainan pada pemeriksaan fisis, karena hantaran getaran. Suara yang lebih rendah
dari 4 cm ke dalam paru sulit dinilai secara palpasi, perkusi, dan auskultasi. Secara
anamnesis dan pemeriksaan fisis, TB paru sulit dibedakan dengan pneumonia biasa.2
Tempat kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah bagian apeks
(puncak) paru. Bila dicurigai adanya infiltrat yang agak luas, maka didapatkan
perkusi yang redup dan auskultasi suara nafas bronkial. Akan didapatkan juga suara
nafas tambahan berupa ronkhi basah, kasar, dan nyaring. Tetapi bila infitrat ini
diliputi oleh penebalan pleura, suara nafasnya menjadi vesikular melemah. Bila
terdapat kavitas yang cukup besar, perkusi memberikan suara hipersonor atau
timpani dan auskultasi memberikan suara amforik.2
Pada tuberkulosis paru yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan
atrofi dan retraksi otot-otot interkostal. Bagian paru yang sakit menciut dan menarik
isi mediastinum atau paru lainnya. Paru yang sehat menjadi hiperinflasi. Bila
jaringan fibrotik amat luas yakni lebih dari setengah jumlah jaringan paru-paru, akan
terjadi pengecilan daerah aliran darah paru dan selanjutnya meningkatkan tekanan
arteri pulmonalis (hipertensi pulmonal) diikuti terjadi kor pulmonal dan gagal
jantung kanan. Di sini akan di dapatkan tanda-tanda kor pulmonal dengan gagal
jantung kanan seperti takipnea, takikardi, sianosis, right ventricular lift, right atrial
gallop, murmur Graham-Steel, bunyi P2 yang mengeras, tekanan vena jugularis yang
meningkat, hepatomegali, asites, dan edema.2
Bila tuberkulosis mengenai pleura, sering terbentuk efusi pleura. Paru yang
sakit terlihat agak tertinggal saat pernafasan. Perkusi memberikan suara pekak.
Auskultasi memberikan suara nafas yang lemah sampai tidak terdengar sama sekali.
Dalam penampilan klinis, Tb paru sering asimtomatik dan penyakit baru di
curigai dengan didapatkannya kelainan radiologis dada pada pemeriksaan rutin atau
uji tuberkulin yang positif.2
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Radiologis
Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang paling praktis
untuk menemukan lesi tuberkulosis. Pemeriksaan ini memang membutuhkan biaya
lebih dibandingkan pemeriksaan sputum, tetapi dalam beberapa hal ia memberikan
46
keuntungan seperti pada tuberkulosis anak-anak dan tuberkulosis milier. Pada kedua
hal di atas diagnosis dapat diperoleh melalui pemeriksaan radiologis dada, sedangkan
pemeriksaan sputum hampir selalu negatif.2
Lokasi lesi tuberkulosis umumnya di daerah apeks paru (segmen apikal lobus
atas atau segmen apikal lobus bawah), tetapi juga mengenai lobus bawah (bagian
inferior) atau di daerah hilus menyerupai tumor paru (misalnya pada tuberkulosis
endobronkial).
Pada awal penyakit saat lesi masih merupakan sarang-sarang pneumonia,
gambaran radiologis berupa bercak-bercak seperti awan dan dengan batas-batas yang
tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi oleh jaringan ikat maka bayangan terlihat berupa
bulatan dengan batas tegas. Lesi ini dikenal sebagai tuberkuloma.2
Pada kavitas bayangannya berupa cincin yang mula-mula berdinding tipis.
Lama-lama dinding jadi sklerotik dan terlihat menebal. Bila terjadi fibrosis terlihat
bayangan yang bergaris-garis. Pada kalsifikasi bayangannya tampak sebagai bercakbercak padat dengan densitas tinggi. Pada atelektasis terlihat seperti fibrosis yang
luas disertai dengan penciutan yang dapat terjadi pada sebagian atau satu lobus
maupun pada satu bagian paru.2
Gambaran tuberkuulosis milier terlihat berupa bercak-bercak halus yang
umumnya tersebar merata pada seluruh lapangan paru.
Gambaran radiologis lain yang sering menyertai tuberkulosis paru adalah
penebalan pleura (pleuritis), massa cairan di bagian bawah paru (efusi
pleura/empiema), bayangan hitam radiolusen di pinggir paru/pleura (pneumotoraks).
Pada satu foto dada sering didapatkan bermacam-macam bayangan sekaligus
(pada tuberkulosis yang sudah lanjut) seperti infiltrat, garis-garis fibrotik, kalsifikasi,
kavitas ( non sklerotik/sklerotik) maupun ateletaksis dan emfisema.2
Tuberkulosis sering memberikan gambaran yang aneh-aneh, terutama
gambaran radiologis, sehingga di katakan tuberculosis is the greatest imitator.
Gambaran infiltrat dan tuberkuloma sering di artikan sebagai pneumonia, mikosis
paru, karsinoma metastasis. Gambaran kavitas sering sering di artikan sebagai abses
paru. Di samping itu perlu diingat juga faktor kesalahan dalam membaca foto. Faktor
kesalahan ini dapat mencapai 25%. Oleh sebab itu untuk diagnostik radiologi sering
47
di lakukan juga foto lateral, top lordotik, oblik, tomografi dan foto dengan proyeksi
densitas kertas.2
Adanya bayangan (lesi) pada foto dada, bukanlah menunjukkan adanya
aktivitas penyakit, kecuali suatu infiltrat yang betul-betul nyata. Lesi penyakit yang
sudah non-aktif, sering menetap selama hidup pasien. Lesi yang berupa fibrotik,
klasifikasi, kavitas, schwarte, sering dijumpai pada orang-orang yang sudah tua.2
Pemeriksaan khusus yang kadang-kadang juga diperlukan adalah bronkografi,
yakni untuk melihat kerusakan bronkus atau paru yang disebabkan oleh tuberkulosis.
Pemeriksaan ini umumnya dilakukan bila pasien akan menjalanin pembedahan paru.
Pemeriksaan radiologis dada yang lebih canggih dan saat ini sudah banyak di
pakai di rumah sakit rujukan adalah Computed Tomography Scanning (CT Scan).
Pemeriksaan ini lebih superior dibandingkan radiologis biasa. Perbedaan densitas
jaringan terlihat lebih jelas dan sayatan dapat di buat trasversal.2
Pemeriksaan lain yang lebih canggih lain adalah Magnetic Resonance Imaging
(MRI). Pemeriksaan MRI ini tidak sebaik CT Scan, tetapi dapat mengevaluasi
proses-proses dekat apeks paru, tulang belakang, perbatasan dada-perut. Sayatan bisa
dibuat transversal, sagital dan koronal. 2
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapatkan perhatian, karena hasilnya kadangkadang meragukan, hasilnya tidak sensitif dan juga tidak spesifik. Pada saat
tuberkulosis baru mulai (aktif) akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit
meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di bawah
normal dan jumlah penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal dan
jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap darah mulai turun ke arah mulai meningkat.
Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali ke normal dan jumlah limfosit
masih tinggi. Laju endap darah mulai turun ke arah normal lagi.2
Hasil pemeriksaan darah lain didapatkan juga :
1. Anemia ringan dengan gambaran normokrom dan normositer.
2. Gama globulin meningkat
3. Kadar natrium menurun
48
Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya kuman BTA,
diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Di samping itu pemeriksaan sputum
juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan.
Pemeriksaan ini mudah dan murah sehingga dapat dikerjakan di lapangan
(puskesmas). Tetapi tidak mudah untuk mendapatkan sputum, terutama pasien yang
tidak batuk atau batuk non produktif. Dalam hal ini dianjurkan satu hari sebelum
pemeriksaan sputum, pasien dianjurkan minum air sebanyak 2 liter dan diajarkan
49
50
dalam 7-10 hari. Di samping itu dengan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR)
dapat dideteksi DNA kuman TB dalam waktu yang lebih cepat atau mendeteksi M.
tuberculosae yang tidak tumbuh pada sendiaan biakan. Dari hasil biakan biasanya
dilakukan juga pemeriksaan terhadap resistensi obat dan identifikasi kuman.2
Kadang-kadang dari hasil pemeriksaan mikroskopis biasanya terdapat kuman
BTA (positif), tetapi pada biakan hasil negatif. Ini terjadi pada fenomena dead bacilli
atau non culturable bacliiI yang disebabkan keampuhan paduan obat anti
tuberkulosis jangka pendek yang cepat mematikan kuman BTA dalam waktu pendek.
Untuk pemeriksaan BTA sendiaan mikroskopis biasa dan sendiaan biakan,
bahan-bahan selain sputum dapat juga diambil dari bilasan bronkus, jaringan parru,
pleura, cairan pleura, cairan lambung, jaringan kelenjar, cairan cerebrospinal, urin
dan tinja.2
Tes Tuberkulin
Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis
tuberkulosis terutama pada anak-anak (balita). Biasanya dipakai tes Mantoux yakni
dengan menyuntikkan 0,1 cc tuberkulin P.P.D. (Purified Protein Derivative)
intrakutan berkekuatan 5 T.U. (intermediate strength). Bila ditakutkan reaksi hebat
dengan 5 T.U. dapatdiberikan dulu 1 atau 2 T.U. (first strength). Kadang-kadang bila
dengan 5 T.U. masih memberikan hasil negatif dapat diulang lagi dengan 250 T.U.
(second strength). Bila dengan 250 T.U. masih memberikan hasil negatif, berarti
tuberkulosis dapat disingkirkan. Umumnya tes Mantouks dengan 5 T.U. saja sudah
cukup berarti.2
Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seseorang individu sedang atau
pernah mengalami infeksi M. tuberculosa, M. bovis, vaksinasi BCG dan
Mycobacteria patogen lainnya. Dasar tes tuberkulin ini adalah reaksi alergi tipe
lambat. Pada penularan dengan kuman patogen baik yang virulen ataupun tidak
(Mycobacterium tuberculosae atau BCG) antibodi seluler pada permulaan dan
kemudian diikuti oeh pembentukan antibodi seluler pada permulaan dan kemudian
diikuti oleh pembentukan antibodi humoral yang dalam perannya akan menekan
antibodi sekitarnya.2
51
52
Untuk pasien dengan HIV paositif, tes mantoux 5 mm, dinilai positif.2
Uji tuberkulin positif dapat dijumpai pada tiga keadaan sebagai berikut:
1. Infeksi TB alamiah
-
I. DIAGNOSIS
Diagnosis
TB
dapat
ditegakan
berdasarkan
gejala
klinis,pemeriksaan
53
- sesak napas
- nyeri dada
Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai
gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada
saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka
pasien mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi
bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar.3
2. Gejala sistemik
- Demam
- Gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan menurun
3. Gejala tuberkulosis ekstra paru
Gejala tuberkulosis ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat, misalnya
pada limfadenitis tuberkulosa akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri
dari kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosa akan terlihat gejala
meningitis, sementara pada pleuritis tuberkulosa terdapat gejala sesak napas &
kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.3
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ
yang terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan
struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau
sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah
lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1 & S2) , serta daerah
apeks lobus inferior (S6). Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan antara lain suara
napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan
paru, diafragma & mediastinum. 3
Pada pleuritis tuberkulosa, kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari
banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi
suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan.
Pada limfadenitis tuberkulosa, terlihat pembesaran kelenjar getah bening,
tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang
di daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi cold abscess.3
54
Pemeriksaan Bakteriologik
a. Bahan pemeriksasan
Pemeriksaan
bakteriologik
untuk
menemukan
kuman
tuberkulosis
mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk
pemeriksaan bakteriologik ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor
cerebrospinal,
bilasan
bronkus,
bilasan
lambung,
kurasan
bronkoalveolar
55
Pemeriksaan bakteriologik dari spesimen dahak dan bahan lain (cairan pleura, liquor
cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar /BAL, urin,
faeces dan jaringan biopsi, termasuk BJH) dapat dilakukan dengan cara
- Mikroskopik
- Biakan3
Pemeriksaan mikroskopik:
Mikroskopik biasa : pewarnaan Ziehl-Nielsen
Mikroskopik fluoresens: pewarnaan auramin-rhodamin (khususnya untuk screening)
lnterpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah bila :
56
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto
lateral, top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberculosis
dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform).3
Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :
- Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan
segmen superior lobus bawah
- Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau
nodular
- Bayangan bercak milier
- Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif
- Fibrotik
- Kalsifikasi
- Schwarte atau penebalan pleura
Luluh paru (destroyed Lung ) :
- Gambaran radiologik yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat,
biasanya secara klinis disebut luluh paru. Gambaran radiologik luluh paru terdiri dari
atelektasis, ektasis/ multikaviti dan fibrosis parenkim paru. Sulit untuk menilai
aktiviti lesi atau penyakit hanya berdasarkan gambaran radiologik tersebut.
- Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologik untuk memastikan aktiviti proses
penyakit.
Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat
dinyatakan sbb (terutama pada kasus BTA negatif) :
- Lesi minimal , bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas
tidak lebih dari sela iga 2 depan (volume paru yang terletak di atas chondrostemal
junction dari iga kedua depan dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis 4 atau
korpus vertebra torakalis 5), serta tidak dijumpai kaviti
- Lesi luas. Bila proses lebih luas dari lesi minimal.3
57
Pemeriksaan analisis cairan pleura & uji Rivalta cairan pleura perlu dilakukan
pada pasien efusi pleura untuk membantu menegakkan diagnosis. Interpretasi hasil
analisis yang mendukung diagnosis tuberkulosis adalah uji Rivalta positif dan kesan
cairan eksudat, serta pada analisis cairan pleura terdapat sel limfosit dominan dan
glukosa rendah.3
2. Pemeriksaan histopatologi jaringan
Pemeriksaan histopatologi dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis
TB. Pemeriksaan yang dilakukan ialah pemeriksaan histologi. Bahan jaringan dapat
diperoleh melalui biopsi atau otopsi, yaitu :
Biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH) kelenjar getah bening (KGB)
Biopsi pleura (melalui torakoskopi atau dengan jarum abram, Cope dan Veen
Silverman)
Biopsi jaringan paru (trans bronchial lung biopsy/TBLB) dengan bronkoskopi, trans
thoracal biopsy/TTB, biopsy paru terbuka).
Otopsi
Pada pemeriksaan biopsi sebaiknya diambil 2 sediaan, satu sediaan
dimasukkan ke dalam larutan salin dan dikirim ke laboratorium mikrobiologi untuk
dikultur serta sediaan yang kedua difiksasi untuk pemeriksaan histologi.3
3. Pemeriksaan darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang spesifik
untuk tuberkulosis. Laju endap darah (LED) jam pertama dan kedua dapat digunakan
sebagai indikator penyembuhan pasien. LED sering meningkat pada proses aktif,
tetapi laju endap darah yang normal tidak menyingkirkan tuberkulosis. Limfositpun
kurang spesifik.3
4. Uji tuberkulin
Uji tuberkulin yang positif menunjukkan adanya infeksi tuberkulosis. Di
Indonesia dengan prevalensi tuberculosis yang tinggi, uji tuberkulin sebagai alat
bantu diagnostik penyakit kurang berarti pada orang dewasa. Uji ini akan
mempunyai makna bila didapatkan konversi, bula atau apabila kepositifan dari uji
yang didapat besar sekali. Pada malnutrisi dan infeksi HIV uji tuberkulin dapat
memberikan hasil negatif.3
58
J. PENATALAKSANAAN
Tujuan Pengobatan TB adalah :
Menyembuhkan
pasien
dan
mengembalikan
kualitas
hidup
dan
produktivitas
Mencegah kekambuhan
Prinsip pengobatan :
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif selama 2 bulan
dan tahap lanjutan selama 4 bulan. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan
59
secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2
minggu. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi)
dalam 2 bulan. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan.3
Sifat
60
Harian
3xseminggu
Isoniazid (H)
Bakterisid
5 (4-6)
10 (8-12)
Rifampicin (R)
Bakterisid
10 (8-12)
10 (8-12)
Pyrazinamide(Z)
Bakterisid
25 (20-30)
35 (30-40)
Streptomycin (S)
Bakterisid
15 (12-18)
15 (12-18)
Ethambutol (E)
Bakteriostatik
15 (15-20)
30 (20-35)
Dosis
Dosis yg dianjurkan
(Mg/Kg
BB/Hari)
Harian
Intermitten
(mg/kgBB/
(mg/Kg/BB/kali)
Dosis
Maks
badan (kg)
(mg)
< 40
40-60
>60
hari)
R
8-12
10
10
600
300
450
600
4-6
10
300
150
300
450
20-30
25
35
750
1000
1500
15-20
15
30
750
1000
1500
15-18
15
15
Sesuai
750
1000
1000
BB
61
Fase intensif
Fase lanjutan
2 bulan
BB
4 bulan
6 bulan
Harian
Harian
3x/Minggu
RHZE
RHZ
RHZ
RH
150/75/400/275 150/75/400
150/150/500
150/75 150/150
400/150
30-37
1,5
38-54
55-70
>71
RH
EH
62
Paduan OAT ini disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk
memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan
sampai selesai.Satu (1) paket untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan5.
KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB:
1. Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektifitas
obat dan
mengurangi efek samping.
2. Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko terjadinya
resistensi obat
ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep
3. Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi
sederhanadan meningkatkan kepatuhan pasien5
Paduan OAT dan peruntukannya.
1. Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
Pasien baru TB paru BTA positif.
Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif
Pasien TB ekstra paru5
Tabel . Dosis untuk paduan OAT KDT untuk Kategori 1
Berat Badan
Tahap Intensif
Tahap Lanjutan
RHZE (150/75/400/275)
minggu
RH (150/150)
30 37 kg
2 tablet 4KDT
2 tablet 2KDT
38 54 kg
3 tablet 4KDT
3 tablet 2KDT
55 70 kg
4 tablet 4KDT
4 tablet 2KDT
63
71 kg
5 tablet 4KDT
5 tablet 2KDT
Tahap Lanjutan
Badan
RHZE (150/75/400/275) + S
3 kali seminggu
RH (150/150) + E(275)
3037 kg
Selama 56 hari
Selama 28 hari
selama 20 minggu
2 tab 4KDT
2 tab 4KDT
2 tab 2KDT
3854 kg
3 tab 4KDT
+ 2 tab Etambutol
3 tab 4KDT
3 tab
2KDT
+ 3 tab Etambutol
5570
kg 4 tab 4KDT
4 tab 4KDT
+ 1000 mg Streptomisin
4 tab 2KDT
+ 4 tab Etambutol
inj.
71 kg
5 tab 4KDT
+ 1000mg Streptomisin
5 tab 4KDT
5 tab 2KDT
+ 5 tab Etambutol
inj.
64
Catatan:
Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk streptomisin
adalah 500mg tanpa memperhatikan berat badan. Untuk perempuan hamil lihat
pengobatan TB dalam keadaan khusus. Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram
yaitu dengan menambahkan aquabidest sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml
= 250mg)5
3. OAT Sisipan (HRZE)
Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif kategori 1
yang diberikan selama sebulan (28 hari).
Tabel Dosis KDT untuk Sisipan
Berat Badan
30 37 kg
2 tablet 4KDT
38 54 kg
3 tablet 4KDT
55 70 kg
4 tablet 4KDT
71 kg
5 tablet 4KDT
65
sering
diakibatkan
antara
lain
hepatitis,flu
like
syndrome
dan
parental
dan
bekerja
mencegah
pertumbuhan
organism
ekstraselular.kekurangan obat ini adalah efek samping toksik pada saraf cranial ke
delapan yang bisa menyebabkan disfungsi vestibular dan atau hilangnya
pendengaran.OAT yang aman untuk ibu hamil adalah Isoniazid,rifampisin dan
66
Kemungkinan Penyebab
Tatalaksana
Minor
OAT diteruskan
Obat
sakit perut
sebelum tidur
Nyeri sendi
Kesemutan
Pyrazinamid
s/d
rasa INH
terbakar di kaki
diminum
malam
vitamin
B6
(piridoksin) 1 x 100 mg
Perhari
Beri
penjelasan,
seni
tidak
Kemungkinan Penyebab
Mayor
Gatal dan kemerahan
pada kulit
Tuli
Tatalaksana
Streptomisin
Streptomisin dihentikan
ganti etambutol
Gangguan keseimbangan
Streptomisin
Streptomisin dihentikan
ganti etambutol
disingkirkan)
67
pre-icteric hepatitis)
Gangguan penglihatan
Ethambutol
Hentikan ethambutol
Kelainan sistemik,
Rifampisin
Hentikan Rifampisin
Pengobatan suportif /simtomatik yang diberikan sesuai dengan keadaan klinis dan
indikasi rawat:
Pada pengobatan pasien TB perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bila
keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat, pasien dapat dibeikan rawat jalan.
Selain OAT kadang perlu pengobatan tambahan atau suportif/simtomatik untuk
meningkatkan daya tahan tubuh atau mengatasi gejala/keluhan.3
1. Pasien rawat jalan
a. Makan makanan yang bergizi, bila dianggap perlu dapat diberikan vitamin
tambahan (pada prinsipnya tidak ada larangan makanan untuk pasien tuberkulosis,
kecuali untuk penyakit komorbidnya)
b. Bila demam dapat diberikan obat penurun panas/demam
c. Bila perlu dapat diberikan obat untuk mengatasi gejala batuk, sesak napas atau
keluhan lain.3
2. Pasien rawat inap
Indikasi rawat inap :
TB paru disertai keadaan/komplikasi sbb :
- Batuk darah (profus)
- Keadaan umum buruk
- Pneumotoraks
- Empiema
- Efusi pleura masif / bilateral
- Sesak napas berat (bukan karena efusi pleura)
TB di luar paru yang mengancam jiwa :
- TB paru milier
- Meningitis TB3
68
TERAPI PEMBEDAHAN
lndikasi operasi
1. Indikasi mutlak
a. Pasien batuk darah yang masif tidak dapat diatasi dengan cara konservatif
b. Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi secara
konservatif
2. lndikasi relatif
a. Pasien dengan dahak negatif dengan batuk darah berulang
b. Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan
c. Sisa kaviti yang menetap.
Tindakan Invasif (Selain Pembedahan)
Bronkoskopi
Punksi pleura
Pemasangan WSD (Water Sealed Drainage)3
Kriteria Sembuh
BTA mikroskopik negatif dua kali (pada akhir fase intensif dan akhir pengobatan)
dan telah mendapatkan pengobatan yang adekuat
Pada foto toraks, gambaran radiologik serial tetap sama/ perbaikan
Bila ada fasiliti biakan, maka kriteria ditambah biakan negatif3
EVALUASI PENGOBATAN
Evaluasi pasien meliputi evaluasi klinik, bakteriologik, radiologik, dan efek
samping obat, serta evaluasi keteraturan berobat.
Evaluasi klinik
Pasien dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama pengobatan selanjutnya
setiap 1 bulan
Evaluasi : respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta ada
tidaknya komplikasi penyakit
Evaluasi klinik meliputi keluhan , berat badan, pemeriksaan fisik.3
Evaluasi bakteriologik (0 - 2 - 6 /9 bulan pengobatan)
Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak
69
70
Yang tidak kalah pentingnya adalah evaluasi keteraturan berobat dan diminum
/tidaknya obat tersebut. Dalam hal ini maka sangat penting penyuluhan atau
pendidikan mengenai penyakit dan keteraturan berobat. Penyuluhan atau pendidikan
dapat diberikan kepada pasien, keluarga dan lingkungannya.
Ketidakteraturan berobat akan menyebabkan timbulnya masalah resistensi.3
Sembuh
Bila hasil hasil pem ulang dahak (follow up) paling sedikit 2 kali berturut-turut
negatif, salah satu diantaranya haruslah pemeriksaan pada akhir pengobatan
Pengobatan Lengkap
Penderita telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap, tapi tidak ada
pemeriksaan ulang dahak, khususnya pada akhir pengobatan.
Gagal
Pasien yang pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali positif pada
akhir bulan ke-5 atau lebih selama pengobatan.
Pasien yang pemeriksaan dahaknya negatif dan foto toraks positif menjadi
dahak positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan.
K. KOMPLIKASI
71
Batuk darah
Pneumothorax
Gagal nafas
Gagal jantung3
Standar diagnosis (1 6 )
Standar Pengobatan ( 7 13 )
72
73
74
penurunan berat badan yang tidak diketahui penyebabnya dan kadar glukosa plasma
sewaktu > 200 mg/dl maka diagnosis DM dapat ditegakkan. Sebaliknya apabila tidak
ada keluhan maka perlu dilakukan pemeriksaan tes toleransi glukosa oral (TTGO)
dengan mengukur kadar glukosa plasma puasa dan 2 jam setelah beban glukosa 75
gram. Bila kadar glukosa plasma puasa > 126 mg/dl dan atau kadar glukosa 2 jam
setelah beban > 200 mg/dl maka diagnosis DM sudah dapat ditegakkan.6
oleh
glukoneogenesis
kenaikan
sekresi
regulatory
hormone
yang
merangsang
75
anaerob,
terbatasnya
mekanisme
menyebabkan pertumbuhan
pertahanan
tubuh;
neuropati
menyebabkan gangguan distribusi tekanan, yang berperan pada infeksi dan ulserasi
pada kaki. Pada kandung kemih neuropati menyebabkan atoni buli-buli yang
menyebabkan retensi urinaria yang cenderung bakteriuria.Efek metabolik infeksi
76
dengan
meningkatkan kadar glukosa darah dan meningkatkan kebutuhan insulin pada pasien
DM tipe 1. Pada DM tipe 2 memerlukan pengobatan insulin selama ada infeksi dan
pada orang-orang non diabetik atau normal adanya infeksi dapat meningkatkan
kadar glukosa darah (hiperglikemia). Efek metabolik infeksi pada DM diawali oleh
kenaikan kadar glukosa darah karena glukoneogenesis yang distimulasi oleh
meningkatnya sekresi counter-regulatory hormone(glukagon, kortisol, growth
hormon dan katekolamin) maupun penekanan sekresi insulin oleh sel beta pankreas.
Katekolamin dalam hal ini simpatis dan adrenalin dihasilkan oleh medula adrenal,
keduanya menyebabkan meningkatnya glukoneogenesis dan penekanan sekresi
insulin. Vasopresin bekerjasama dengan hormon antagonis dan ini juga berperan
pada stadium awal. 6
Tahap selanjutnya walaupun sekresi meningkat pada non diabetik maupun pada DM
tipe 2 akan tetapi akibat adanya resistensi insulin, hiperglikemia menetap dan
malahan cenderung meningkat dan dapat menyebabkan ketoasidosis diabetik.
Resistensi insulin terutama pada otot skelet dimana insulin tidak mampu
meningkatkan asupan glukosa demikian pula di hati. Mekanisme yang mendasarinya
belum diketahui dengan pasti. Namun kadar kortisol yang meningkat didalam
sirkulasi dan sitokin yang disekresi oleh sel imun akibat infeksi ikut berperan.
Selanjutnya interleukin dan tumor necrosis factor mengganggu kerja insulin diperifer
dengan menekan tyrosine kinase activity pada reseptor insulin.Kenaikan kadar
glukagon terutama pada defisiensi insulin akan merangsang ketogenesis yang terkait
erat dengan terjadinya ketoasidosis pada infeksi DM.6
Infeksi Tuberkulosis Pada DM
77
Prevalensi TB paru pada DM meningkat 20 kali dibanding non DM, aktifitas kuman
tuberkulosis meningkat 3 kali pada DM berat dibanding DM ringan .Penelitian TB
paru pada DM di Indonesia masih cukup tinggi yaitu antara 12,8-42% dan bila
dibanding dengan luar negeri maka prevalensi di Indonesia masih tinggi.
Laporan baru-baru ini menunjukkan bahwa tuberkulosis cenderung mengenai lobus
bawah dan tengah paru dan dalam jangka yang tidak terlalu lama dapat mengenai
beberapa lobus (multiple-lobe) dan biasanya timbul kavitas dan distribusinya non
segmental. Belum dapat dipastikan bahwa apakah lobus tengah /bawah juga lebih
sering pada pasien DM bila pemeriksaan computed tomography dikerjakan.6
Selain itu pasien DM juga terbukti
78
Survey Philadelphia pada tahun 1952 menunjukkan bahwa dari 3106 pasien DM
yang diteliti ditemukan 8,4% pasien TB paru berdasarkan pemeriksaan radiologis
dibanding
dengan
71.767
kontrol
non
DM
ditemukan
hanya
4,3%.7
Penelitian oleh Ezung dkk (2002) melaporkan 100 pasien DM yang berobat jalan dan
nginap di Imphal India menunjukkan 27% didiagnosis tuberkulosis paru dan 6%
didiagnosis dengan pemeriksaan sputum. Pemeriksaaan radiologis ditemukan 11
pasien lesi minimal, 7 pasien lesi moderat, 9 pasien dengan lesi berat atau far
advanced lesions; kavitasi ditemukan pada 3 pasien, fibrosis 4, opasitas homogen 6,
opasitas heterogen 10, efusi pleura pada 3 pasien dan 1 pasien dengan fibrosis dan
konsolidasi. Umur rata-rata pasien berumur diatas 40 tahun (mean age 55,4 tahun) ,
23 pasien (85,18%) mengidap DM rata-rata 7,6 tahun . 6
Hasil penelitian menunjukkan tidak ada korelasi antara lamanya DM dengan
prevalensi tuberkulosis paru. Demikian pula tidak ditemukan adanya korelasi dengan
riwayat kontak dengan pasien tuberkulosis.Penelitian menunjukkan bahwa TB paru
pada
DM
berkorelasi
dengan
meningkatnya
umur.
Sejumlah
penelitian
79
Bila gula darah tidak terkontrol, atau pada evaluasi akhir pengobatan
dianggap belum cukup, maka pengobatan dapat dilanjutkan 9 bulan (bila
perlu konsultasi ke ahli paru)
80
biguanid tidak diberikan karena pada umumnya TB paru mempunyai keluhan nafsu
makan menurun , berat badan menurun dan adanya malabsorbsi glukosa, dimana
metformin mempunyai mekanisme kerja sama diatas. 6
Pemberian rifampicin pada DM dengan TB paru dapat mempercepat metabolisme
obat-obat anti diabetik oral, menginaktifasi
sulfonilurea dan
meningkatkan
81
penanganan lebih ketat kadar glukosa darah dan obat-obat anti TB paru mengurangi
efektifitas obat oral anti diabetes. 6
Pemberian insulin sebaiknya dimulai dengan insulin kerja cepat seperti actrapid atau
humulin R dengan dosis kecil 5 unit diberikan tiap jam sebelum makan dan
dosis ditingkatkan 2-4 unit dalam waktu 2-4 hari. Macam dan jadwal pemberian
insulin dapat diubah sesuai respons pasien.6
Bila pengendalian DM berlangsung baik dan keadaan TB paru sudah membaik maka
insulin kerja pendek dapat dilanjutkan dengan insulin kerja menengah seperti
monotard atau Humulin N dengan dosis 2/3 dari dosis total insulin kerja pendek. Bila
dosis total perhari diperlukan kurang 30 unit perhari maka cukup pemberian insulin
kerja menengah sekali perhari dan apabila dosis lebih 30 unit maka pemberian
insulin diberikan 2 kali perhari yaitu 2/3 dosis sebelum makan pagi dan 1/3 dosis
sebelum makan malam. 6
Pemberian insulin mixed lebih baik dalam menormalkan kadar glukosa darah
dibanding insulin tunggal. Namun demikian insulin campuran sebaiknya mengikuti
petunjuk dan prosedur standar pemberian seperti penyuntikan dilakukan 15 menit
sebelum makan, dianjurkan hanya pada pasien yang sudah terkontrol baik. Tidak
dianjurkan menggambungkan antara lente insulin dengan NPH karena Zink pospat
dapat mempresipitasi sehingga insulin kerja lambat akan menjadi kerja pendek.
Demikian pula insulin glargine tidak dapat dicampur dengan insulin lainnya karena
pH rendah karena akan saling mengencerkan.6
Dosis insulin pada pasien DM tergantung respos glikemik setiap individu dan
asupan makanan serta latihan jasmani. Pada umumya pada pemberian awal diberikan
3 kali atau lebih suntikan perhari dengan insulin kerja pendek untuk memperoleh
derajat euglikemik. Jadwal penyuntikan tergantung dari kadar glukosa darah, jumlah
asupan makanan, aktifitas fisik (olahraga) dan tipe insulin yang dipakai.. Pada
umumnya penyuntikan dilakukan 30 menit sebelum makan khusus untuk insulin
kerja pendek karena penyuntikan setelah makan atau segera sebelum makan akan
82
pemeriksaan kadar glukosa darah dengan meter dapat dipercaya sejauh kalibrasi
dilakukan dengan baik dan cara pemeriksaan dilakukan sesuai dengan cara standar
yang dianjurkan. Secara berkala , hasil pemantauan dengan cara meter atau reagens
kering perlu dibandingkan dengan cara konvensional.9 . Waktu pemeriksaan untuk
pemantauan adalah pada saat sebelum makan dan waktu tidur untuk menilai risiko
hipoglikemia. Pemeriksaan glukosa darah 2 jam setelah makan untuk menilai
ekskursi maksimal glukosa selama sehari.6
Pengobatan antituberkulosis untuk pasien dengan DM adalah terapi quadripel yang
meliputi rifampicin, isoniazid, pirazinamid dan etambutol. Selama 2 bulan pertama,
dan diikuti 4 bulan berikutnya dengan pengobatan rifampicin dan isonoazid. 6
Pada pasien yang sudah mendapat pengobatan dengan insulin, dosis insulin
Kebutuhan kalori disesuaikan dengan berat badan. Bagi pasien yang kurus
kebutuhan kalori lebih besar dari yang semestinya, demikian pula pada
83
Kendalikan kadar dari fraksi lipid antara lain kadar kolesterol total
dipertahankan < 200 mg/dl, kolesterol LDL < 100mg/dl, kolesterol HDL>45,
trigliserid <150 mg/dl.
Tekanan darah dipertahankan < 130/80 mgHg Awasi bila timbul muntahmuntah atau terjadi hiperglikemia berat atau hipoglikemia dan tindaki
segera.6
Lokasi tersering pada TB paru dengan DM pada lobus bawah dan tengah
beberapa lobus (multiple lobus ) dan timbul kavitas & usia rata rata resiko
timbulnya TB pada pasien DM pada usia 40 tahun
84
Perasaan Lemah 53 %
Batuk 14 %
Poliuria 8%
Hemoptisis 7 %
Sesak nafas 6%
DM :
Diet:
Anti diabetes oral sebaiknya jangan diberikan. (J Med Nus. 2004; 25:45-49)
insulin.
Monitoring glukosa.
TB PARU
85
KESIMPULAN
Selain pengobatan perlu juga gaya hidup yang aktif(OR)disamping itu diit
pengaturan makanan.
86
) ANATOMI KULIT
Kulit terbagi menjadi 3 lapisan:
1. EPIDERMIS
Terbagi atas 4 lapisan:
a. Lapisan basal / stratum germinativum
terdiri dari sel sel kuboid yang tegak lurus terhadap dermis.
2. DERMIS
Terdiri dari jaringan ikat yang terdiri dari 2 lapisan:pars papilaris.( terdiri
dari sel fibroblast yang memproduksi kolagen DAN Retikularis YG
Terdapat banyak p. darah , limfe, dan akar rambut, kelenjar kerngat dan k.
sebaseus.
87
88
3. Luka bakar akibat zat kimia, bisa berasal dari asam, basa, misalnya air
aki, atau air keras.
4. Luka bakar akibat radiasi radioaktif berasal dari kebocoran stasion
nuklir bom atom.
Luka tampak pink cerah sampai merah (eritema ringan sampai berat).
Edema minimal.
Nyeri
Terbentuk blister
Edema
Nyeri
Penyembuhan luka :
-
89
Mengenai semua lapisan kulit, lemak subcutan dan dapat juga mengenai
permukaan otot, dan persarafan dan pembuluh darah.
Luka tampak bervariasi dari berwarna putih, merah sampai dengan coklat
atau hitam.
Edema.
Dapat terjadi scar hipertropik dan kontraktur jika tidak dilakukan tindakan
preventif.
LUAS LUKA BAKAR
Terdapat beberapa metode untuk menentukan luas luka bakar meliputi:
1. Rule of nine
2. Lund and Browder, dan
3. Hand palm
90
Ukuran luka bakar dapat ditentukan dengan menggunakan salah satu dari
metode tersebut. Ukuran luka bakar ditentukan dengan prosentase dari
permukaan tubuh yang terkena luka bakar. Akurasi dari perhitungan
bervariasi menurut metode yang digunakan dan pengalaman seseorang dalam
menentukan luas luka bakar.
Metode rule of nine mulai diperkenalkan sejak tahun 1940-an sebagai
suatu alat pengkajian yang cepat untuk menentukan perkiraan ukuran / luas
luka bakar. Dasar dari metode ini adalah bahwa tubuh di bagi kedalam
bagian-bagian anatomik, dimana setiap bagian mewakili 9 % kecuali daerah
genitalia 1 %. Pada metode Lund and Browder merupakan modifikasi dari
persentasi bagian-bagian tubuh menurut usia, yang dapat memberikan
perhitungan yang lebih akurat tentang luas luka bakar.
Selain dari kedua metode tersebut di atas, dapat juga digunakan cara
lainnya yaitu mengunakan metode hand palm. Metode ini adalah cara
menentukan luas atau persentasi luka bakar dengan menggunakan telapak
tangan. Satu telapak tangan mewakili 1 % dari permukaan tubuh yang
mengalami luka bakar.
BERAT RINGANNYA LUKA BAKAR:
A. Ringan:
-
B. Sedang:
C. Berat :
luka bakar derajat II yang mengenai wajah, tangan, kaki, alat kelamin,
atau persendian sekitar ketiak
91
Pada kasus luka bakar grade II dengan luas luka bakar 60% berarti pasien
masuk dalam luka bakar berat.
PERTOLONGAN PERTAMA PADA LUKA BAKAR
1. Jauhkan dari sumber trauma yaitu evakuasi pasien tersebut dari awan
panas
2. Kulit yang terbakar segera siram dengan air
3. Bebaskan jalan nafas:
buka baju
92
Oliguri
Cairan hipotonik:
Osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (konsentrasi ion
Na+ lebih rendah dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum, dan
menurunkan osmolaritas serum. Maka cairan ditarik dari dalam
pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya (prinsip cairan berpindah
dari osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi), sampai akhirnya mengisi
sel-sel yang dituju. Digunakan pada keadaan sel mengalami dehidrasi,
misalnya pada pasien cuci darah (dialisis) dalam terapi diuretik, juga pada
pasien hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan ketoasidosis
diabetik. Komplikasi yang membahayakan adalah perpindahan tiba-tiba
93
Cairan Isotonik:
Osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum (bagian
cair dari komponen darah), sehingga terus berada di dalam pembuluh
darah. Bermanfaat pada pasien yang mengalami hipovolemi (kekurangan
cairan tubuh, sehingga tekanan darah terus menurun). Memiliki risiko
terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada penyakit gagal
jantung kongestif dan hipertensi. Contohnya adalah cairan Ringer-Laktat
(RL), dan normal saline/larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%).
Cairan hipertonik:
Osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga menarik
cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah.
Mampu menstabilkan tekanan darah, meningkatkan produksi urin, dan
mengurangi edema (bengkak). Penggunaannya kontradiktif dengan cairan
hipotonik. Misalnya Dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik, Dextrose
5%+Ringer-Lactate, Dextrose 5%+NaCl 0,9%, produk darah (darah), dan
albumin.
Kristaloid:
Bersifat isotonik, maka efektif dalam mengisi sejumlah volume cairan
(volume expanders) ke dalam pembuluh darah dalam waktu yang singkat,
dan berguna pada pasien yang memerlukan cairan segera. Misalnya
Ringer-Laktat dan garam fisiologis.
94
Koloid:
Ukuran molekulnya (biasanya protein) cukup besar sehingga tidak akan
keluar dari membran kapiler, dan tetap berada dalam pembuluh darah,
maka sifatnya hipertonik, dan dapat menarik cairan dari luar pembuluh
darah. Contohnya adalah albumin dan steroid.
Hemodinamik normal jika :
Frekuensi nadi menurun
Meningkat tekanan nadi (>20 mmHg)
Warna kulit menjadi normal
Ujung jari menjadi hangat
Kesadaran membaik (GCS score meningkat)
Tekanan systolic meningkat
Produksi urine 1 2 ml/kg BB/jam
95
96
Kapan terjadinya ?
Diruang tertutup/terbuka ?
97
Ada sesak/tidak ?
Pemeriksaan Fisik :
Status Lokalis :
- Jenis Luka
- Derajat
- Luas : 60 %
- Dasar Luka : Dermis/Epidermis
- Warna Luka: Kemerahan/Abu-abu
- Yang ditemukan : Bula (berisi cairan)
- Terdapat Neurovascular disturbance
Pemeriksaan Penunjang :
-
Laboratorium :
Hb, Ht untuk mengetahui kehilangan darah yang
ditimbulkan
Pemeriksaan Serum
Pemeriksaan elektrolit : Natrium, Kalium, Kalsium, dan Alkali
Fosfat
Analisis Gas Darah
Fungsi Faal Hati dan Ginjal
Pencitraan :
Foto Thorax untuk mengetahui apakah ada Udem Pulmonal
dan Ileus Paralitik
EKG untuk mengetahui adanya aritmia
98
Kemungkinan yang dapat terjadi pada luka bakar dan rencana tindak
lanjutnya:
1. Syok Hipovolemik Beri Resusitasi segera sampai stabil dan
kesadaran baik
2. Kesadaran Menurun
3. Hambatan Jalan Napas Pasang tube/Trakeostomi
4. Intoksikasi CO Berikan O2 murni 48%, dikombinasi dengan CO2
57%
5. Ileus Paralitik Pasang NGT
6. Stress Emosional Cegah dangan Psikolog
7. Asidosis berikan bikarbonat
8. Infeksi Berikan AB IV dan berikan Anti Tetanus bila perlu.
99
DAFTAR PUSTAKA
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2007. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI
Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. 2007. Jakarta: FKUI
Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di
Indonesia. PERKENI 2006
Terapi Insulin Pada Pasien Diabetes Melitus. PERKENI 2007
Becker, Gretchen. Type 2 Diabetes: An Essential Guide for the Newly
Diagnosed. 2001. Newyork: Publisher Group West
100
LAPORAN KASUS
TUBERKULOSIS PARU PADA DM
Pembimbing
Di Susun Oleh :
Faridah Laili
2007730050
101