Anda di halaman 1dari 23

BAB I

STATUS PASIEN
IDENTITAS
Nama

Nn. Y

Umur

25 tahun

Jenis kelamin

Perempuan

Alamat

Kampung Pisangan , Cakung

Pekerjaan

Karyawati

Agama

Islam

Pendidikan

SMA

ANAMNESIS (Autoanamnesis)
Keluhan utama :
Keluar cairan dari telinga sebelah kanan sejak 1 bulan yang lalu SMRS.
Keluhan tambahan :
Nyeri pada telinga kanan dan rasa berdenging ditelinga kanan.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengeluh keluar cairan dari telinga sebelah kanan sejak 1 bulan
yang lalu SMRS, awalnya pasien mengeluh nyeri di telinga dalam dan rasa
berdenging, rasa penuh di dalam telinga disangkal. Keluhan ini dirasakan hilang
timbul. Pasien juga mengeluh setiap pagi dan bila terkena debu pasien sering bersin
Tidak pernah ada cairan yang keluar dari telinga pasien. Pasien juga mengeluh
demam sejak 1 minggu yang lalu, demam dirasakan tidak terlalu tinggi, terus
menerus, turun hanya bila pasien minum obat penurun panas namun akan naik lagi.
Keluhan batuk dan pilek disangkal, keluhan mendengkur bila tidur juga disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu:

Sejak 4 tahun yang lalu pasien sering mengeluh nyeri tenggorokan yang
hilang timbul

Pasien pernah beroba ke dokter THT dan dikatakan bahwa pasien menderita
radang amandel

Riwayat maag (gastritis) tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga:


-

Kakak pasien pernah mengalami gejala yg sama dan telah dioperasi


pengangkatan amandel

Riwayat Alergi:
- Alergi terhadap debu dan cuaca disangkal
- Alergi terhadap makanan dan obat tertentu disangkal
Riwayat Pengobatan:
Selama sakit kali ini pasien hanya minum obat penurun panas
(Paracetamol) dan demam pasien menurun lalu naik lagi. Keluhan nyeri
tenggorokan tidak membaik.
Riwayat Kebiasaan:
-

Pasien sering minum air es/ dingin

Pasien rajin membersihkan mulut dan sikat gigi

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum
Kesadaran
Tanda Vital

: Tampak sakit ringan


: Composmentis

o
o
o
o

Nadi
Pernapasan
Suhu
TD

: 88 x/menit
: 22 x/menit
: 37,8 0C
: 120/70 mmHg

Status Generalis

Kepala

Mata

Telinga: Lihat status lokalis

Hidung

Tenggorokan : Lihat status lokalis

KGB leher

: Lihat status lokalis

Inspeksi

: simetris, tidak terlihat retraksi

Abdomen

: Lihat status lokalis

Thoraks

: Anemis (-), ikterik (-)

Inspeksi

: Supel, tidak terlihat massa

Extremitas

Inspeksi

: Eutrofi, tidak terlihat adanya kelainan

Status Lokalis THT


Aurikula Dextra
Lapang

Aurikula Sinistra
CAE

Lapang

Serumen (-)

Serumen (-)

Mukosa normal

Mukosa normal

Sekret (-)

Sekret (-)

Intak (+)

Membran tympani

Intak (+)

Refleks cahaya (-)

Refleks cahaya (+)

Hiperemis (+)

Hiperemis (-)

Efusi tidak terlihat

Retraksi (-)

(+)

Rhinne

(+)

Tidak ada lateralisasi

Weber

Tidak ada lateralisasi

Sama dengan pemeriksa

Schwabah

Sama dengan pemeriksa

Hidung
Pemeriksaan hidung luar
Inspeksi :
-

Tidak terdapat pembengkakan hidung

Bentuk hidung simetris kanan dan kiri


Palpasi:

Krepitasi tulang hidung (-)

Nyeri tekan hidung (-)

Sinus paranasal

: nyeri tekan pada: pangkal hidung (-)


pipi (-/-)
dahi (-)

Kavum Nasi Rinoskopi Anterior


Mukosa

: Tenang, sekret -/-

Konkha

: Eutropi

Septum Nasi : Lurus


Massa

: -/-

Rinoskopi posterior Dilakukan pemeriksaan tetapi tidak berhasil karena pasien


tidak kooperatif.
Nasofaring / Orofaring
Mukosa faring

: hiperemis(+), sekret (+), granulasi (+)

Arkus faring

: simetris kanan dan kiri

Uvula

: ditengah

Tonsil

: hiperemis (+), T 3/ T3
Kripta melebar +/+, detritus +/+

Indirect Laringoskopi Tidak dilakukan pemeriksaan karena pasien tidak


kooperatif
Leher
Trakhea

: tepat lurus ditengah

Tiroid

: pada perabaan tidak ada benjolan yang ikut gerakan menelan

KGB

: Pada perabaan tidak ada benjolan lebih dari 5mm

RESUME PASIEN
Seorang laki-laki 15 tahun datang berobat ke poli THT dengan keluhan nyeri
menelan sejak 5 minggu yang lalu, awalnya pasien merasa nyeri tenggorokan 1
minggu yang lalu semakin berat hingga sulit menelan serta nafsu makannya
5

berkurang dan nafasnya berbau tidak enak. 3 hari yang lalu pasien merasa telinga
kanannya nyeri dan terasa penuh. Demam sejak 1 minggu yang lalu tidak terlalu
tinggi dan terus menerus. Riwayat nyeri tenggorokan hilang timbul sejak 4 tahun
yang lalu, oleh dokter THT dan didiagnosa radang amandel. Sudah diobati dengan
Paracetamol saja namun hanya demam yang berkurang, pasien sering minum air
dingin/es.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan KU: tampak sakit ringan, suhu 37,8 oC. pada
pemeriksaan telinga kanan: Intak (+), Hiperemis (+). Pada pemeriksaan faring:
Mukosa faring

hiperemis(+), sekret (+), granulasi (+), Tonsil: hiperemis (+),

T3/T3, Kripta melebar +/+, detritus +/+


DIAGNOSIS KERJA
Tonsilofaringitis Kronik eksaserbasi akut dengan komplikasi OMA stadium
hiperemis
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium darah lengkap
Pemeriksaan radiologik
Toraks
TERAPI
-

Medikamentosa:
Obat kumur antiseptik
Antibiotic sistemik: Amoxicillin 3x500 mg
NSAID: Asam Mefenamat 3x500 mg setelah makan
Antipiretik: Paracetamol 3x500 mg bila demam

Non medikamentosa:
Kurangi minuman dingin
Jaga hygiene mulut

Operatif:
Tonsilektomi

PROGNOSIS

Quo Ad Vitam
: ad bonam
Quo Ad Functionam : dubia ad bonam
Quo Ad Sanantionam : dubia ad bonam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 TONSILITIS KRONIS
Definisi

Tonsilitis adalah peradangan yang mengenai seluruh jaringan tonsil yang


umumnya didahului oleh suatu keradangan di bagian tubuh lain.
Tonsilitis Kronis merupakan peradangan kronis Tonsil setelah serangan akut
yang berulang-ulang.
Etiologi
Streptokokus hemolitikus Grup A
Hemofilus influenza
Streptokokus pneumonia
Stafilokokus (dengan dehidrasi, antibiotika)
Tuberkulosis (pada keadaan immunocompromise).
Faktor Predisposisi
Adapun beberapa faktor predisposisi timbulnya kejadian Tonsilitis Kronis, yaitu :
1.

Rangsangan kronis (rokok, makanan)

2.

Higiene mulut yang buruk

3.

Pengaruh cuaca (udara dingin, lembab, suhu yang berubah-ubah)

4.

Alergi (iritasi kronis dari alergen)

5.

Keadaan umum (kurang gizi, kelelahan fisik)

6.

Pengobatan Tonsilitis Akut yang tidak adekuat.

Patofisiologi
Kuman menginfiltrasi lapisan epitel sehingga epitel terkikis maka jaringan
limfoid superficial mengadakan reaksi yang mengakibatkan infiltrasi leukosit PMN
berupa detritus(leukosit, bakteri dan epitel yang terlepas)

Tonsillitis kronik terjadi karena proses radang berulang maka epitel mukosa
dan jaringan limfoid terkikis. Sehingga pada proses penyembuhan, jaringan limfoid
diganti jaringan parut. Jaringan ini akan mengkerut sehingga ruang antara
kelompok melebar (kriptus) yang akan diisi oleh detritus, proses ini meluas
sehingga menembus kapsul dan akhirnya timbul perlengkapan dengan jaringan
sekitar fosa tonsilaris.
Gejala Klinis
Rasa sakit (nyeri) yang terus-menerus pada tenggorokan, nyeri waktu menelan
atau ada sesuatu yang mengganjal di kerongkongan bila menelan, terasa kering dan
pernafasan berbau.
Pada pemeriksaan, terdapat dua macam gambaran tonsil dari Tonsilitis Kronis
yang mungkin tampak, yakni :
1.

Tampak pembesaran tonsil oleh karena hipertrofi dan perlengketan ke

jaringan sekitar, kripte yang melebar, tonsil ditutupi oleh eksudat yang purulen atau
seperti keju.
2.

Mungkin juga dijumpai tonsil tetap kecil, mengeriput, kadang-kadang seperti

terpendam di dalam tonsil bed dengan tepi yang hiperemis, kripte yang melebar
dan ditutupi eksudat yang purulen
Gradasi pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi :
T0 : Tonsil sudah diangkat
T1 : Tonsil masih di dalam fossa tonsil
T2 : Tonsil keluar dari fossa tonsil tapi belum melewati garis tengah antara pinggir
lateral faring-uvula
T3 : Tonsil sudah melewati garis tengah namun tidak sampai uvula
T4 : Tonsil sudah mencapai uvula atau lebih
Penatalaksanaan
Pengobatan pasti untuk tonsilitis kronis adalah pembedahan pengangkatan
tonsil (Tonsilektomi).
9

Penatalaksanaan medis termasuk terapi simptomatik, pemberian antibiotika


penisilin yang lama, irigasi tenggorokan sehari-hari dan usaha untuk membersihkan
kripta tonsillaris dengan alat irigasi gigi (oral).
Komplikasi
Komplikasi sekitar tonsil
a.

Peritonsilitis

b.

Abses Peritonsilar (Quinsy)

c.

Abses Parafaringeal

d.

Abses Retrofaring

e.

Krista Tonsil

f.

Tonsilolith (Kalkulus dari tonsil)

Komplikasi Organ jauh


a.

Demam rematik dan penyakit jantung rematik

b.

Glomerulonefritis

c.

Episkleritis, konjungtivitis berulang dan koroiditis

d.

Psoriasis, eritema multiforme, kronik urtikaria dan purpura

e.

Artritis dan fibrositis.

2.2 FARINGITIS KRONIK


Definisi

10

Faringitis merupakan peradangan dinding faring. Sedangkan Faringitis


kronik adalah faringitis yang terjadi setelah serangan akut yang berkali
kali.
Patofisiologi
Pada proses radang kronis terdapat 2 bentuk, hipertrofi/hiperplasia dan
atrofi. Karena proses radang berulang, maka selain epitel terkikis, sehingga
pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti jaringan parut.
Differensial Diagnosis
Radang spesifik : TBC, jamur dan sifilis.
Radang non-spesifik
Keganasan
Pemeriksaan penunjang
-

Laboratorium darah, urine rutin


Bakteriologi
Biopsi

Terdapat dua bentuk yaitu faringitis kronik hiperplastik dan


faringitis kronik atrofi. Faktor predisposisi proses radang kronik di faring
ini ialah rhinitis kronik, sinusitis, iritasi kronik oleh rokok, minum alkohol,
inhalasi uap yang merangsang mukosa faring dan debu. Faktor lain
penyebab terjadinya faringitis kronik adalah pasien yang biasa bernapas
melalui mulut karena hidungnya tersumbat.1,2
a. Faringitis kronik hiperplastik
Pada faringitis kronik hiperplastik terjdai perubahan mukosa dinding
posterior faring. Tampak kelenjar limfa dibawah mukosa faring dan
lateral band hiperplastik. Pada pemeriksaan tampak mukosa dinding
posterior tidak rata, bergranular.
Gejala
Awalnya mengeluh tenggorok kering, gatal dan akhirnya batuk yang
berehak.
Terapi
Terapi lokal dengan melakukan kaustik faring dengan memakai zat
kimia larutan nitras argenti atau dengan listrik (electro cauter).
Pengobatan simptomatis diberikan obat kumur atau tablet isap. Jika
11

diperlukan dapat diberikan obat batuk antitusif atau ekspektoran.


Penyakit di hidung dan sinus paranasal harus diobati.
b. Faringitis kronik atrofi
Faringitis kronik atrofi sering timbul bersamaan dengan rinitis atrofi.
Pada rinitis atrofi, udara pernapasan tidak diatur suhu lembabannya,
sehingga menimbulkan rangsangan serta infeksi pada faring.
Gejala dan tanda
Pasien menegeluh tenggorok kering serta mulut berbau.
Pada pemeriksaan tampak mukosa faring ditutupi oleh lendir yang
kental dan bila diangkat tampak mukosa kering.
Terapi
Pengobatan ditujukan pada rhinitis atrofinya dan untuk faringitis
kronik atrofi ditambahkan dengan obat kumur dan menjaga
kebersihan mulut. 1

Faringitis Virus
Biasanya tidak ditemukan nanah di
tenggorokan
Demam ringan atau tanpa demam
Jumlah sel darah putih normal atau
agak meningkat

Faringitis Bakteri
Sering ditemukan nanah di tenggorokan
Demam ringan sampai sedang
Jumlah sel darah putih meningkat ringan
sampai sedang

Kelenjar getah bening normal atau Pembengkakan ringan sampai sedang


sedikit membesar
pada kelenjar getah bening
Tes apus tenggorokan memberikan Tes apus tenggorokan memberikan hasil
hasil negatif
positif untuk strep throat
Pada biakan di laboratorium tidak Bakteri tumbuh
tumbuh bakteri
laboratorium

pada

biakan

di

2.3 OTITIS MEDIA AKUT


Definisi

12

Otitis media akut ialah peradangan telinga tengah yang mengenai sebagian
atau seluruh periosteum dan terjadi dalam waktu kurang dari 3 minggu.
Epidemiologi
Sumbatan pada tuba eustachius merupakan penyebab utama dari otitis media.
Pertahanan tubuh pada silia mukosa tuba eustachius terganggu, sehingga
pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah terganggu juga. Selain itu, ISPA
juga merupakan salah satu faktor penyebab yang paling sering. Kuman penyebab
OMA adalah bakteri piogenik, seperti Streptococcus hemoliticus, Haemophilus
Influenzae (27%), Staphylococcus aureus (2%), Streptococcus pneumoniae (38%),
Pneumococcus. Pada anak-anak, makin sering terserang ISPA, makin besar
kemungkinan terjadinya otitis media akut (OMA). Anak lebih mudah terserang
otitis media dibanding orang dewasa karena beberapa hal:
-

sistem kekebalan tubuh anak masih dalam perkembangan.


saluran Eustachius pada anak lebih lurus secara horizontal dan lebih pendek

sehingga ISPA lebih mudah menyebar ke telinga tengah.


adenoid (adenoid: salah satu organ di tenggorokan bagian atas yang
berperan dalam kekebalan tubuh) pada anak relatif lebih besar dibanding
orang dewasa. Posisi adenoid berdekatan dengan muara saluran Eustachius
sehingga adenoid yang besar dapat mengganggu terbukanya saluran
Eustachius. Selain itu adenoid sendiri dapat terinfeksi di mana infeksi
tersebut kemudian menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius.

Patomekanisme
Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti radang
tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius.
Saat bakteri melalui saluran Eustachius, mereka dapat menyebabkan infeksi di
saluran tersebut sehingga terjadi pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya
saluran, dan datangnya sel-sel darah putih untuk melawan bakteri. Sel-sel darah
putih akan membunuh bakteri dengan mengorbankan diri mereka sendiri. Sebagai
hasilnya terbentuklah nanah dalam telinga tengah. Selain itu pembengkakan
13

jaringan sekitar saluran Eustachius menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel di


telinga tengah terkumpul di belakang gendang telinga. Jika lendir dan nanah
bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu karena gendang telinga dan
tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga dengan organ pendengaran di
telinga dalam tidak dapat bergerak bebas. Kehilangan pendengaran yang dialami
umumnya sekitar 24 desibel (bisikan halus). Namun cairan yang lebih banyak
dapat

menyebabkan

gangguan

pendengaran

hingga

45

desibel

(kisaran

pembicaraan normal). Selain itu telinga juga akan terasa nyeri. Dan yang paling
berat, cairan yang terlalu banyak tersebut akhirnya dapat merobek gendang telinga
karena tekanannya. OMA dapat berkembang menjadi otitis media supuratif kronis
apabila gejala berlangsung lebih dari 2 bulan, hal ini berkaitan dengan beberapa
faktor antara lain higiene, terapi yang terlambat, pengobatan yang tidak adekuat,
dan daya tahan tubuh yang kurang baik. OMA memiliki beberapa stadium klinis
antara lain:
1. Stadium oklusi tuba eustachius
a. Terdapat gambaran retraksi membran timpani.
b. Membran timpani berwarna normal atau keruh pucat.
c. Sukar dibedakan dengan otitis media serosa virus.
2. Stadium hiperemis
a. Pembuluh darah tampak lebar dan edema pada membran timpani.
b. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang serosa
sehingga sukar terlihat.
3. Stadium supurasi
a. Membran timpani menonjol ke arah luar.
b. Sel epitel superfisila hancur.
c. Terbentuk eksudat purulen di kavum timpani.
14

d. Pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta nyeri di
telinga tambah hebat.
4. Stadium perforasi
a. Membran timpani ruptur.
b. Keluar nanah dari telinga tengah.
c. Pasien lebih tenang, suhu badan turun, dan dapat tidur nyenyak.
5. Stadium resolusi
a. Bila membran timpani tetap utuh, maka perlahan-lahan akan normal
kembali.
b. Bila terjadi perforasi, maka sekret akan berkurang dan mengering.
c. Resolusi dapat terjadi tanpa pengobatan bila virulensi rendah dan daya
tahan tubuh baik.

Gejala Klinis
15

1. Penyakitnya muncul mendadak (akut)


2. Ditemukannya tanda efusi (efusi: pengumpulan cairan di suatu rongga
tubuh) di telinga tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di
antara tanda berikut:
a. menggembungnya gendang telinga
b. terbatas/tidak adanya gerakan gendang telinga
c. adanya bayangan cairan di belakang gendang telinga
d. cairan yang keluar dari telinga
3. Adanya tanda/gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan dengan
adanya salah satu di antara tanda berikut:
a. kemerahan pada gendang telinga
b. nyeri telinga yang mengganggu tidur dan aktivitas normal
Anak dengan OMA dapat mengalami nyeri telinga atau riwayat menarik-narik daun
telinga pada bayi, keluarnya cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran,
demam, sulit makan, mual dan muntah, serta rewel. Namun gejala-gejala ini
(kecuali keluarnya cairan dari telinga) tidak spesifik untuk OMA sehingga
diagnosis OMA tidak dapat didasarkan pada riwayat semata.
Efusi telinga tengah diperiksa dengan otoskop. Dengan otoskop dapat dilihat
adanya gendang telinga yang menggembung, perubahan warna gendang telinga
menjadi kemerahan atau agak kuning dan suram, serta cairan di liang telinga.

Jika konfirmasi diperlukan, umumnya dilakukan dengan otoskopi pneumatik


(pemeriksaan telinga dengan otoskop untuk melihat gendang telinga yang
dilengkapi dengan pompa udara kecil untuk menilai respon gendang telinga
16

terhadap perubahan tekanan udara). Gerakan gendang telinga yang berkurang atau
tidak ada sama sekali dapat dilihat dengan pemeriksaan ini. Pemeriksaan ini
meningkatkan sensitivitas diagnosis OMA. Namun umumnya diagnosis OMA
dapat ditegakkan dengan otoskop biasa.
Efusi telinga tengah juga dapat dibuktikan dengan timpanosentesis (penusukan
terhadap gendang telinga). Namun timpanosentesis tidak dilakukan pada
sembarang anak. Indikasi perlunya timpanosentesis antara lain adalah OMA pada
bayi di bawah usia enam minggu dengan riwayat perawatan intensif di rumah sakit,
anak dengan gangguan kekebalan tubuh, anak yang tidak memberi respon pada
beberapa pemberian antibiotik, atau dengan gejala sangat berat dan komplikasi.
Penatalaksanaan
Terapi OMA tergantung pada stadiumnya. Pada stadium oklusi, tujuan terapi
dikhususkan untuk membuka kembali tuba eustachius. Diberikan obat tetes hidung
HCl efedrin 0,5% dalam larutan fisiologik untuk anak <12 thn dan HCl efedrin 1%
dalam larutan fisiologik untuk anak yang berumur >12 thn atau dewasa. Selain itu,
sumber infeksi juga harus diobati dengan memberikan antibiotik.
Pada stadium presupurasi, diberikan antibiotik, obat tetes hidung, dan analgesik.
Bila membran timpani sudah hiperemi difus, sebaiknya dilakukan miringotomi.
Antibiotik yang diberikan ialah penisilin atau eritromisin. Jika terdapat resistensi,
dapat diberikan kombinasi dengan asam klavunalat atau sefalosporin. Untuk terapi
awal diberikan penisilin IM agar konsentrasinya adekuat di dalam darah. Antibiotik
diberikan minimal selama 7 hari. Pada anak diberikan ampisilin 4x50-100
mg/KgBB, amoksisilin 4x40 mg/KgBB/hari, atau eritromisin 4x40 mg/kgBB/hari.
Pengobatan stadium supurasi selain antibiotik, pasien harus dirujuk untuk
dilakukan miringotomi bila membran timpani masih utuh. Selain itu, analgesik juga
perlu diberikan agar nyeri dapat berkurang.
Pada stadium perforasi, sering terlihat secret banyak keluar dan kadang terlihat
keluar secret secara berdenyut. Pengobatan yang diberikan obat cuci telinga H2O2
17

3% selama 3-5 hari serta antibiotik yang adekuat. Biasanya secret akan hilang dan
perforasi membran timpani menutup.
Stadium resolusi, maka mebran timpani berangsur normal kembali, secret tidak
ada lagi dan perforasi m.timpani menutup. Bila tidak terjadi resolusi biasanya akan
tampak secret mengalir ke liang telinga. Keadaan ini dapat disebabkan oleh
berlanjutnya udem di liang telinga tengah. Pada keadaan demikian antibiotik dapat
diberikan sampai 3 minggu. Bila 3 minggu setelah pengobatan secret masih tetap
banyak, kemungkinan telah terjadi mastoiditis.
Komplikasi
Sebelum ada antibiotik, komplikasi paling sering pada OMA ialah abses
subperiosteal sampai komplikasi yang berat seperti meningitis dan abses otak.
Otitis media yang tidak diatasi juga dapat menyebabkan kehilangan pendengaran
permanen
BAB III
PEMBAHASAN
-

Dasar Diagnosis
Pada pasien ini didiagnosis Tonsilofaringitis Kronik Eksaserbasi Akut
dengan komplikasi OMA stadium Hiperemis karena berdasarkan kriteria
berikut

o Tonsilofaringitis Kronis

Kriteria Subjektif

Nyeri Tenggorokan

Nyeri menelan

Nafsu makan menurun

Nafas berbau tidak enak

Demam

Riwayat nyeri tenggorokan berulang


18

Kriteria Objektif

Suhu 37,8oC

Mukosa faring hiperemis

Granulasi (+)

Sekret (+)

Tonsil hipertrofi (T3/T3)

Tonsil hiperemis

Kripta melebar

Detritus (+)

o OMA stadium hiperemis


Kriteria Subjektif

Nyeri telinga

Telinga terasa penuh

Kriteria Objektif

Membrane timpani hiperemis

Reflex cahaya (-)

Patofisiologi Penyakit Pada Kasus


Karena proses radang berulang mukosa jaringan limfoid terkikis
jaringan parut kripta melebar.
Kripta berisi epitel, leukosit, limfosit, makrofag, bakteri serta sisa makanan
secara kronis terjadi proses peradangan yang minimal bila ada factor
pemicu (mis. Minum air dingin, kondisi tubuh lemah) vasokonstriksi
pembuluh darah setempat mengurangi migrasi sel imun untuk melawan
bakteri bakteri dapat berinvasi ke jaringan tonsil proses perlawanan

19

oleh imun tubuh yang lebih banyak mengakibatkan peradangan yang


lebih hebat eksaserbasi akut
Akibat adanya proses peradangan pada tonsil dan faring udem dan
penyebaran perkontinuitatum bakteri obstruksi tuba eustachius
tekanan negatif pada cavum timpani retraksi membran timpani
(st.obstruksi)

pelebaran pembuluh darah membrane timpani

hiperemis (st. hiperemis)


-

Penatalaksanaan

Medikamentosa:
Pengobatan secara local dapat diberikan antiseptik kumur untuk

mengurangi jumlah bakteri dalam rongga mulut


Antibiotic diberikan untuk menangani causa

peradangan.
Untuk mengatasi nyeri dan manifestasi peradangan lainnya selama infeksi

(bakteri)

penyebab

ditiadakan oleh antibiotic dapat diberikan NSAID, namun pemberikan

NSAID sebaiknya setelah makan agar menghindari efek samping gastritis


Bila masih terdapat demam dapat diberikan antipiretik.
Non medikamentosa:
Kurangi minuman dingin factor pemicu ditiadakan dapat mengurangi

kejadian eksaserbasi
Jaga hygiene mulut mengurangi jumlah bakteri pathogen yang dapat

menyebabkan infeksi
-

Operatif:
Tonsilektomi
o Untuk kasus kronik dan berulang sudah menjadi indikasi untuk
dilakukannya tonsilektomi, dimana tonsillitis kronik ini selalu akan
menjadi factor predisposisi terjadinya eksaserbasi karena struktur
dan fungsionalnya yang telah berkurang.

20

DAFTAR PUSTAKA
Adam,Boies, Higler, Boies Buku Ajar Penyakit THT edisi 6, EGC, Jakarta,1997
Aung,

K.

Pharyngitis,

Viral.

eMedicine.Com

2005;

(online),

(http://www.emedicine.Com/med/topic.1812.htm. diakses 20 Februari 2010.


Guyton,AC, Hall,JE, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, 1997, editor: irawati
setiawan, ed. 9, 1997, Jakarta: EGC
Soepardi, Efiaty Arsyad dkk, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala Leher edisi 5, FK UI, 2006.

21

LAPORAN KASUS
TONSILOFARINGITIS KRONIS
EKSASERBASI AKUT DENGAN
KOMPLIKASI OMA STADIUM
HIPEREMIS

Disusun Oleh:
22

Dewi Rahmawati Syam


2005730019

Dokter Pembimbing :
Dr. Hj. Fitriah Shebubakar, Sp.THT

KEPANITERAAN KLINIK STASE THT


RSI PONDOK KOPI JAKARTA TIMUR
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2010

23

Anda mungkin juga menyukai