Anda di halaman 1dari 15

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Tes DNA bisa dilakukan untuk berbagai sifat pada hewan. Saat ini, banyak tes yang
tersedia untuk penyakit genetik dan masih terus dikembangkan. Namun karakteristik
lain seperti warna bulu, temperamen, perilaku, kerentanan terhadap hip dysplasia,
katarak, kanker, parasit atau penyakit menular, akan tersedia berdasarkan teknologi
yang sama.
Tes DNA untuk penyakit genetik tidak hanya dapat mengkonfirmasi diagnosis suatu
kondisi yang sulit untuk mengidentifikasi, tetapi juga dapat digunakan untuk
mendeteksi pembawa penyakit genetik yaitu hewan yang tidak menunjukkan tandatanda luar tapi membawa satu salinan cacat gen untuk gangguan resesif. Tes tersebut
memungkinkan peternak untuk menghilangkan penyakit ini dari perkembangbiakan
dengan pengujian dan pembiakan selektif. Salah satu tes pertama yang tersedia pada
anjing adalah toksikosis tembaga di Bedlington terrier, tetapi sekarang tersedia daftar
tes panjang pada keturunan yang berbeda. Daftar tes panjang (misalnya Brooks dan
Sargan 2001, Galibert et al, 2001) dan sebagian besar tes yang khusus untuk satu atau
beberapa keturunan, jadi cara terbaik untuk mengidentifikasi tes yang tersedia adalah
pencarian web.

1.2 Rumusan Masalah


1. sejarah penyakit genetika
2. mekanisme tes DNA
3. pengembangan tes DNA untuk penyakit genetik
4. manfaat tes DNA untuk masa yang akan datang

1.3 Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
genetika veteriner di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana tahun 2013.

1.4 Manfaat
untuk mengetahui sejarah, pengembangan, manfaat tes DNA untuk penyakit genetik , dan
mekanisme tes DNA.
1.5 Metode Penulisan
Dalam penulisan karya tulis ini, penulis menggunakan metode studi pustaka untuk
melengkapi makalah ini .

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 ASAL USUL PENYAKIT GENETIKA


Secara etimologi kata genetika berasal dari kata genos dalam Bahasa
Latin, yang berarti asal mula kejadian. Namun, genetika bukanlah ilmu tentang
asal mula kejadian meskipun pada batas-batas tertentu memang ada kaitannya
juga dengan hal itu. Genetika ialah ilmu yang mempelajari seluk-beluk alih
informasi hayati dari generasi ke generasi. Oleh karena cara berlangsungnya alih
informasi hayati tersebut mendasari adanya perbedaan dan persamaan sifat di
antara individu organisme, maka dengan singkat dapat pula dikatakan bahwa
genetika adalah ilmu tentang pewarisan sifat.
Jauh sebelum genetika dapat dianggap sebagai suatu cabang ilmu
pengetahuan, berbagai kegiatan manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan
hidupnya tanpa disadari telah menerapkan prinsip-prinsip genetika. Sebagai
contoh, bangsa Sumeria dan Mesir kuno telah berusaha untuk memperbaiki
tanaman gandum, bangsa Cina mengupayakan sifat-sifat unggul pada tanaman
padi, bangsa Siria menyeleksi tanaman kurma. Demikian pula, di benua
Amerika dilakukan persilangan-persilangan pada gandum dan jagung yang
berasal dari rerumputan liar. Sementara itu, pemuliaan hewan pun telah
berlangsung lama; hasilnya antara lain berupa berbagai hewan ternak piaraan
yang kita kenal sekarang.
Sejarah perkembangan genetika sebagai ilmu pengetahuan dimulai
menjelang akhir abad ke-19 ketika seorang biarawan Austria bernama Gregor
Johann Mendel berhasil melakukan analisis yang cermat dengan interpretasi
yang tepat atas hasil-hasil percobaan persilangannya pada tanaman kacang ercis
(Pisum sativum). Sebenarnya, Mendel bukanlah orang pertama yang melakukan
percobaan-percobaan persilangan. Akan tetapi, berbeda dengan para
pendahulunya yang melihat setiap individu dengan keseluruhan sifatnya yang
kompleks, Mendel mengamati pola pewarisan sifat demi sifat sehingga menjadi
lebih mudah untuk diikuti. Deduksinya mengenai pola pewarisan sifat ini
kemudian menjadi landasan utama bagi perkembangan genetika sebagai suatu
cabang ilmu pengetahuan, dan Mendel pun diakui sebagai Bapak Genetika.

Penyakit genetik akan selalu menjadi masalah pada hewan domestik karena
pemuliaan struktur ekstensif menggunakan hewan juara dan perkawinan
berikutnya antara keturunan (inbreeding). Setiap cacat genetik resesif yang
dibawa oleh hewan yang juara, (kita semua memiliki 5 atau lebih gen yang cacat
namun keberadaan salinan normal lain berarti tidak ada konsekuensi yang
merugikan), akan muncul ketika keturunan mewarisi kedua salinan gen.
Konsekuensi dari keadaan homozigot (kedua salinan yang sama - sama demi
keturunan) untuk salinan cacat gen (alel penyakit) adalah penyakit genetik. Jadi,
penyakit genetik dalam struktur pemuliaan tersebut dapat ditelusuri kembali ke
individu di mana mutasi terjadi atau mewarisi mutasi dan membuatnya umum
dalam berkembang biak.
Sebagai contoh, penelitian di lab tentang pengembangan tes untuk lipofuscinosis
ceroid (CL) dalam collie Perbatasan (Melville dkk., 2005). CL adalah penyakit
penyimpanan lisosomal dengan degenerasi saraf dari sekitar 12 bulan dan
menghasilkan perubahan perilaku, ataksia, tremor dan akhirnya kematian. Tidak
ada pengobatan, dan beberapa obat yang dapat meringankan gejala. Di
Perbatasan

collie

menunjukkan

anjing

di

Australia,

penyakit

itu

mengkhawatirkan. Tes DNA menunjukkan bahwa sekitar 3% dari hewan


membawa salinan yang rusak dari gen CL. Sumber gen cacat dapat ditelusuri
kembali ke satu individu dari tahun 1950 yang merupakan nenek moyang bagi
semua kasus yang diketahui. Penggunaan yang luas dalam pemuliaan anjing
juara pembawa cacat membuatnya umum dalam populasi. Kawin silang dua
keturunan dari anjing juara itu menghasilkan proporsi anak anjing yang terkena
dampak (untuk gangguan resesif seperempat diharapkan akan terpengaruh pada
operator manapun dengan kawin carrier). Tes DNA telah memungkinkan
diagnosis penyakit yang merusak, yang hanya dapat diidentifikasi sebelumnya
oleh patologi pada biopsi otak pada anjing dewasa. Sekarang hal itu dapat
dilakukan pada anakan saat lahir menggunakan penyeka pipi non-invasif. Lebih
penting lagi, telah digunakan untuk mendeteksi pembawa cacat genetik,
peternak dipandu dalam memilih perkawinan sehingga tandu yang terkena
dampak tidak dilahirkan, dan cacat genetik secara bertahap dapat dibesarkan
keluar.

Konsekuensi lain dari struktur pemuliaan pada hewan domestik adalah bahwa
resesif ini cacat genetik akan menjadi unik untuk perberkembangbiakan atau
sekelompok kecil terkait keturunan. CL terjadi di berbagai ras anjing, misalnya
Border Collie, setter Inggris, Amerika bulldog, dan cacat yang berbeda di setiap
perberkembangbiakan. Dalam kasus ini, bahkan gen yang terlibat dalam
penyakit yang berbeda (Melville et al, 2005; Katz et al 2005, Awano et al 2006)
tetapi dalam kasus lain, mungkin mutasi yang berbeda pada gen yang sama.
Oleh karena itu, tes DNA yang dirancang untuk satu jenis mungkin tidak akan
berguna dalam jenis lain kecuali mutasi mendahului perkembangan keturunan,
misalnya anomali mata collie (CEA / CH) ditemukan dalam semua trah collie
dan disebabkan oleh penghapusan besar yang sama DNA pada kromosom anjing
CFA37 (Heidi Parker, FHCRC, di ISAG 2006; Graves 2006) yang tersedia
melalui pengujian Optigen.
2.2

MEKANISME TES DNA


Tes DNA pada hewan menggunakan teknik forensik yang sama dengan
manusia untuk identifikasi dan pengujian paternitas. Pengujian dapat
dilakukan untuk melihat perubahan DNA tertentu yang mengakibatkan
penyakit genetik atau identifikasi hewan. Kedua jenis tes menggunakan
polymerase chain reaction (PCR) untuk memperkuat jumlah yang sangat kecil
dari DNA ke jumlah yang dapat dianalisis. Bahan awal biasanya berupa darah
atau penyeka mulut, tetapi sejumlah kecil jaringan apapun dapat digunakan.
DNA diekstraksi dari satu atau dua microlitres yang digunakan sebagai
template untuk PCR. Reaksi ini mengandung enzim untuk menyalin DNA
(Taq

polymerase),

blok

bangunan

DNA

(nukleotida),

buffer

dan

oligonukleotida primer, yang menargetkan DNA untuk diperkuat. Primer


memungkinkan hanya sepotong kecil (<1000 basa) dari 2,500,000,000 dasar
genom harus diperkuat, yang merupakan kunci sukses tes. PCR berjalan
melalui sekitar 30 putaran amplifikasi eksponensial. Isi DNA dari produk PCR
kemudian harus diperiksa. Untuk identifikasi dilakukan dengan mengukur
produk yang dihasilkan di daerah mikrosatelit. Untuk pengujian penyakit,
dilakukan dengan mengidentifikasi perubahan dalam basa DNA atau bagian
yang hilang dari DNA. Sekuensing DNA dari produk PCR akan
mengidentifikasi perubahan tetapi metode lain sering digunakan untuk

memeriksa perubahan tertentu. Kebanyakan pengujian membutuhkan akses


DNA sequencer otomatis untuk mendeteksi fluorscently berlabel produk PCR
yang dipisahkan berdasarkan ukuran. Jika hasil mutasi menunjukan adanya
perbedaan dalam DNA, mungkin diidentifikasi dengan enzim yang sekuens
DNA spesifik membelah (enzim restriksi). DNA yang membawa mutasi akan
memberikan pola yang berbeda dari pemotongan untuk DNA dengan DNA
normal dan ini dapat diidentifikasi dengan elektroforesis gel, misalnya
pengujian CL di collie Perbatasan di gen CLN5. Metode lain yang digunakan
adalah dengan memperkuat DNA dengan mutasi atau DNA normal, dalam
PCR kompetitif. Ketika primer diberi label dengan pewarna yang berbeda,
satu produk warna PCR akan menunjukkan adanya salinan mutasi gen,
sementara yang lain mewakili kehadiran salinan normal gen. Kedua affecteds
dan operator dapat diidentifikasi dari warna produk.
PCR ALAT AMPUH DIAGNOSA PENYAKIT
PCR singkatan dari Polymerase Chain Reaction yang merupakan suatu teknik atau
uji positip terhadap adanya virus melalui reaksi berantai suatu primer dari
sequence DNA dengan bantuan enzym polymerase, sehingga terjadi amplifikasi
DNA target secara invintro. Teknik PCR ditemukan oleh Dr.Kary Mullis pada
tahun 1985 dan mendapatkan hadiah nobel atas temuannya pada tahun 1993.
system kerja mesin PCR dimaksudkan untuk memperjelas bagian dari DNA
mikroorganisma patogen sehingga dapat mendiagnosa penyebab penyakit
secaraakuratsedinimungkin. Pengujian PCR mempunyai keunggulan dalam
mendeteksi penyakit yang disebabkan oleh virus, bakteri atau parasit sebanyak
satu (1) organisme. Keunggulan yang paling utama adalah hasilnya bisa langsung
dilihatpada hari itu juga. Unutk menjalankan tes ini penggunaan asam nucleus
(DNA/RNA) sebagai symbol sangatlah kecil. PCR mempunyai keunggulan
dibandingkan dengan tes-tes lain seperti tes serological (ELISA, CF, IFT dll)
karena pada tes serologicalbisa terjadi reaksi silang, kurang sensitive dan berbasis
pada antibodi. Padahal antibodi dapat diseleksi dalam darah mulai hari ke lima (5)
setelah terjadi infeksi, sedangkan dengan PCR dapat digunakan mulai hari
pertama terjadinya infeksi. Metoda konfensional seperti kultur biakan atau
identifikasi dengan menggunakan mikroskope atau reaksi boikimia merupakan
metode yang cukup sulit dan memerlukan waktu yang lama. Dengan

menggunakan PCR maka dapat mendeteksi infeksi pada tahap yang paling dini
atau awal. Sehingga bisa sesegera mungkin diambil tindakan pencegahan agar
penyakit tidak semakin parahdan kerugian bisa ditekan seminim mungkin. Dengan
metoda ini dapat diketahui tingkat serangan penyakit apakah masih dalam tahip
ringan, sedang sampai penyakit sudah parah dari sampel ikan atau udang yang
diuji dengan cara membandingkannya dengan plasmid standart yang ada. Semua
bagian tubuh ikan atau udang dapat dipergunakan sebagai sampel dalam uji PCR
kecuali bagian yang keras (cangkang/rostum) serta hepatopancreas karena disini
merupakan organ yang kaya akan enzym sehingga dapat merusak DNA virus pada
saat proses ekstraksi. Cukup dengan sedikit sampl oleh karenanya tinggkat
keberhasilan maupun kegagalan suatu terapi dapat diperkirakan hasilnya.
System kerja PCR terjadi pada siklus yang berulang-ulang sebanyak 20-30 kali.
Dimana setiap siklus terdiri atas 3(tiga) tahapan reaksi, sebagai berikut :
Denaturasi :disini terjadi pemecahan DNA target (virus ikan/udang) dari ntaian
ganda (double-stranded DNA) menjadi untai tunggal (single standed DNA)
dengan cara pemanasan 95C.
Annealing : terjadinya penempelan primer pada DNA untai yunggal pada suhu
56C, primer akan menempel pada pangkal dan ujung dari masing-masing DNA
untai tunggal yang komplementer sehingga menjepit suatu daerah tertentu dari
sequence DNA target.
Extension : proses pemanjangan primer dengan bantuan enzym polymerase pada
suhu 74C. proses ini merupakan akhir yang hasilnya adalah terbentuk 2 buah
DNA untai tunggal baru yang komplemen terhadap sequence DNA target.
Hasil sintesa DNA dalam satu siklus berperan sebagai cetakan (template) siklus
berikutnya sehingga jumlah DNA target menjadi berlipat pada setiap akhir
siklus. Dengan proses ini DNA target meningkat secara ekponensial, sehingga
setelah 30 siklus akan menjadi milyaran (230) amplifikasi DNA target.
Selanjutnya DNA penyakit (virus dll) jumlahnya akan menjadi berlipat ganda
sehingga dapat dideteksi dengan menggunakan electroporesis, gel agarosa,
setelah diberi pewarna Ethidium Bromida (ETBr). Hasil electroforesis yang
berupa band DNA dan dapat dilihat dengan menggunakan alat UV
transilluminator dan didokumentasikan dengan camera digital atau biasa atau
polaroid.

PCR alat deteksi penyakit yang disebabkan oleh mikroorgamisma patogen yang
unggul dalam hal kecepatan, spesifitas dan sensitifitasnya sehingga bisa
dijadikan metoda unggulan dalam mendiagnosa suatu penyakit pada ikan/udang,
manusia, tanaman maupun binatang lainnya. PCR dapat melihat adanya
kandungan virus dalam tubuh ikan secara tepat, cepat, dan praktis. Hasil uji PCR
juga dapat dipakai untuk pernyataan tingkat kesehatan ikan atau udang dalam
bentuk sertifikasi benur/benih bebas virus WSSV, TSV, KHV dan IHHNV.
Dimasa mendatang PCR akan menjadi metoda pilihan /andalan untuk
mendiagnosa berbagai macam penyakit dengan cakupan yang sangat luas.
2.3 PENGEMBANGAN TES DNA UNTUK PENYAKIT GENETIK
Untuk mengembangkan diagnosis, sampel tes DNA dan penyakit harus
dikumpulkan dari sejumlah keluarga Penanda genetik, seperti mikrosatelit
yang digunakan dalam pengujian paternitas, dianalisis, dan asosiasi dicari
antara milik pusaka penanda dan warisan dari gen penyakit (linkage analisis).
Jika ada calon gen penyakit dari organisme model seperti manusia, yang
memiliki kekayaan data klinis dan genetik, maka dapat diuji dengan
menggunakan spidol dari kawasan yang sama dengan gen dalam genom
anjing. Jika tidak ada calon yang dikenal untuk gen penyakit, maka seluruh
genom dapat dipindai dengan menguji 300 hingga 400 penanda tersebar
merata

di

seluruh

kromosom

anjing.

Analisis

keterkaitan

akan

mengungkapkan penanda dekat dengan gen penyakit. Setelah ada gen


penyakit, maka DNA dari hewan yang terkena harus diurutkan dan
dibandingkan dengan anjing sehat untuk mengidentifikasi mutasi yang
menyebabkan penyakit.
Proses ini dapat memakan waktu dan biaya yang mahal. Namun, penyelesaian
genom

anjing

(http://www.ncbi.nlm.nih.gov/genome/guide/dog/index.html

dan Lindblad-Toh et al, 2005) telah sangat memfasilitasi jenis penelitian.


Dengan DNA, dapat lebih mudah mengidentifikasi gen. Sebagai contoh, butuh
12 tahun untuk mengidentifikasi penyebab CL di collie Perbatasan sebelum
proyek genom anjing dan hanya 2 tahun untuk mengidentifikasi gen yang
terlibat dalam neutropenia turun-temurun (Terjebak neutrofil Syndrome).
Penelitian gen penyakit memerlukan sampel dari berbagai silsilah dengan

keturunan yang terkena dampak, saudara mereka, orang tua mereka dan
kakek-nenek dan hubungan dengan kasus lain dari penyakit ini. Lima atau
lebih keluarga tersebut biasanya diperlukan untuk mendapatkan data yang
cukup untuk hasil yang signifikan secara statistik. Karena sampel tersebut sulit
untuk mengumpulkan DNA dari setiap silsilah dengan kondisi klinis yang
tidak biasa dibantu oleh penelian gen penyakit dan tes DNA. Perbankan DNA
tersebut dapat sederhana tidan mudah dicapai. Darah yang terlihat ke kartu
FTA akan mempertahankan DNA selama lebih dari 10 tahun dan kartu dengan
mudah disimpan di tempat kering seperti lemari arsip sampai dibutuhkan lagi
untuk penelitian.
PROSES DAN TAHAPAN PROTEIN, PENGERTIAN REPLIKASI,
TRANSKRIPSI

DNA DAN TRANSLASI RNA, PEMBENTUKAN

PROTEIN ATAU POLIPEPTIDA.


Sintesis protein merupakan proses terbentuknya protein yang terdiri dari 2
tahap yaitu tahap transkripsi dan tahap translasi. Tahap transkripsi adalah
tahap dimana pada saat pembentukan mRNA di dalam nukleus dari DNA
template dengan dibantu oleh enzim polimerase. Tahap translasi adalah tahap
dimana mRNA keluar dari inti sel dan bertemu dengan tRNA lalu dibantu oleh
Ribosom yang terdiri dari sub unit besar dan sub unit kecil. Sekarang kita akan
membahas satu persatu proses luar biasa itu yang ada didalam setiap sel tubuh
kita.
Tahapan Sintesis Protein
Sintesis protein secara garis besar dibagi menjadi dua tahapan utama, yaitu
proses pembuatan molekul mRNA pada inti sel (transkripsi) dan proses
penerjemahan mRNA oleh rRNA serta perangkaian asam amino di ribosom
(translasi).
1. Transkripsi
Transkripsi terjadi di inti sel. Pada tahap ini, RNA polimerase akan melekat
pada rantai DNA sehingga rantai membuka. Salah satu rantai DNA yang akan
diterjemahkan (DNA template/rantai sense) mulai mendapatkan basa
pasangannya, sehingga tercipta rantai komplemen. Rantai komplemen inilah
yang kemudian akan menjadi mRNA (messenger RNA).
pada proses pembuatan mRNA, kode A pada rantai sense akan berkomplemen

dengan kode U (urasil), bukan T atau timin seperti pada DNA.


RNA polimerase selanjutnya akan bergerak sepenjang rantai DNA hingga
kode-kode yang diperlukan selesai diterjemahkan menjadi mRNA primer.
Peristiwa ini hanya terjadi pada rantai sense atau DNA template saja,
sedangkan pada rantai antisense atau DNA non-template tidak akan terjadi.
Setelah selesai, mRNA primer akan dilepaskan dan selanjutnya akan melalui
beberapa proses.
a. capping dan polyadenilasi
b. intron dihilangkan dan ekson akan bergabung splicing
c. splicing akan berlanjut hingga terbentuk mRNA siap pakai.
mRNA terdiri dari dua macam kode, yaitu ekson dan intron. Ekson adalah
kode yang dipakai, sedangkan intron akan dibuang.
mRNA matang selanjutnya akan ditransfer ke sitoplasma untuk menuju
tahapan selanjutnya, yaitu translasi di ribosom.
2. Translasi
Tahapan translasi merupakan tahapan dimana mRNA matang dari dalam inti
sel yang telah ditransfer ke sitoplasma, tepatnya diribosom, segera
diterjemahkan.
Translasi sendiri terdiri dari tiga tahapan, yaitu inisiasi, elongasi dan terminasi.
a. Inisiasi
Pada saat mRNA sampai di ribosom, proses pertama kali yang terjadi adalah
inisiasi. Yaitu proses pengenalan kodon (pasangan 3 kode: cth. UAA, AUG),
yang dimana sintesis akan dimulai dari kodon pemula (kodon start) yang
merupakan asam amino Metionin, dengan kode AUG. Setelah kodon ini
terbaca, asam amino pertama akan berada diribosom untuk selanjutnya
digabungkan dengan asam amino selanjutnya.
Asam amino berada bebas disitoplasma dan dibawa menuju ribosom oleh
RNA transfer atau tRNA.
b. Elongasi
Elongasi merupakan proses kelanjutan dari inisiasi. Pada tahapan ini, kodon
akan terus dibaca dan tRNA akan terus menerus membawa asam amino ke
ribosom sesuai dengan kodon yang ada pada mRNA.
Pada proses elongasi, ribosom biasanya akan berada pada posisi agregat atau
kumpulan. Dua atau lebih ribosom akan melekat pada rantai mRNA secara

bersama-sama sehingga terlihat seperti sedang bergerombol. Fenomena


ribosom yang berkelompok ini disebut dengan polisom dan fungsinya adalah
mempercepat proses sintesis protein.
c. Terminasi
Terminasi merupakan proses terakhir dari translasi. Proses ini mulai terjadi
ketika kodon yang terbaca adalah kodon-kodon yang mengkode berhentinya
sintesis protein. Kodon ini dinamakan dengan kodon stop, yang terdiri dari
tiga kodon yaitu UAA, UAG, dan UGA. Ketika salah satu kodon-kodon
tersebut terbaca, faktor pelepas akan memberhentikan proses sintesis rantai
asam amino.
Proses terminasi diakhiri dengan terbentuknya rantai asam amino yang sangat
panjang, atau lebih sering dinamakan dengan rantai polipeptida. Penamaan ini
didasarkan pada ikatan antara satu asam amino dengan asam amino lainnya
yang dinamakan dengan ikatan peptida. Rantai polipeptida inilah yang kita
sebut dengan protein, lebih tepatnya protein primer.
Protein atau rantai polipeptida dari hasil sintesis protein merupakan rantai
protein primer. Protein ini harus mengalami modifikasi agar bisa digunakan
dalam tubuh. Proses modifikasi akan dilakukan dibadan golgi setelah
ditransfer dari retikulum endoplasma.
2.4 MANFAAT TES GENETIKA UNTUK MASA YANG AKAN DATANG
Bentuk informasi genom anjing telah dimanfaatkan untuk mengembangkan
alat-alat baru untuk identifikasi gen penyakit. Affymetrix microarray chip
yang dapat memeriksa 26.000 polimorfisme nukleotida tunggal (SNP) pada
anjing telah dikembangkan oleh Institut Broad (Lindblad-Toh et al, 2005,
Graves 2006) untuk melihat gen yang terlibat dalam kanker pada anjing
(http://www.broad .mit.edu / mamalia / anjing / donate.html) dan penyakit
lainnya. Ini mengandung banyak variasi genetik yang umum yang ditemukan
pada anjing. SNP tersebar di seluruh genom anjing dan dapat digunakan untuk
mencoba menemukan setiap gen penyakit. Hanya 10 sampai 20 anjing yang
terkena dampak dan jumlah yang sama yang diperlukan untuk pendekatan ini.
Jika kedua salinan gen penyakit yang diwarisi dari nenek moyang yang sama
semua gen dalam wilayah kromosom akan homozigot (yaitu dua salinan

identik). Seluruh genom akan mengidentifikasi wilayah homozigositas yang


kemungkinan gen penyakit. Gen yang tepat yang terlibat dalam penyakit dan
mutasi perlu diidentifikasi oleh sekuensing DNA yang terkena dan kontrol.
Sebuah proyek seperti ini dapat dilakukan dalam beberapa bulan setelah
sampel yang tersedia.

Manfaat tes DNA :

1. Untuk mengetahui resiko kanker prostat


2. Untuk mengetahui garis keturunan(ayah atau ibu)
3. Untuk mengetahui penyakit alzheimer
4. Untuk mengetahui berbagai penyakit degenerative ( diabetes militus tipe 2,
serangan jantung,kanker usus)
5. Untuk mendeteksi kebotakan
6. Untuk menegetahui identitas hewan langka.

BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Dengan adanya tes DNA kita dapat melakukan beberapa pengujian, misalnya
pengujian untuk warna bulu pada anjing, seperti yang tersedia melalui Vetgen,
poin berwarna pada kucing (Lyons et al 2005) atau penyakit yang mengancam
kehidupan genetik dengan metode yang tersedia dan peningkatan sejumlah tes.
Sumber daya yang paling berharga dalam jenis penelitian adalah spesimen
klinis. Penelitian tidak dapat dilakukan tanpa sampel dari anjing yang terkena
dampak. Vets dapat terlibat dalam jenis penelitian dengan menjaga DNA dari
kasus menarik, seperti bercak beberapa darah ke kartu kertas FTA blotting
dan pengajuan dalam undian. Sekarang adalah waktu untuk memulai
menggunakan tes DNA dalam kasus klinis, dan juga beternak hewan penting
dalam setiap berkembang biak sehingga ketika kita melakukan penelitian
tentang penyakit genetik yang berkembang biak (mereka semua memiliki
sesuatu dan yang baru akan muncul sepanjang waktu sementara penangkaran
saat ini struktur tetap) garis membawa cacat genetik dapat dengan mudah
diidentifikasi .
3.2 SARAN
Semoga paper ini dapat menjadi bahan acuan dan referensi bagi para pembaca
khususnya mahasiswa Kedokteran Hewan Universitas Udayana. Semoga
kedepannya dapat dibuat lebih banyak informasi mengenai peran DNA dalam
mendiagnosa penyakit yang diperlukan oleh mahasiswa kedokteran hewan
dan seorang dokter hewan .

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
dan rahmat yang diberikan, penulis dapat menyelesaikan penyusunan paper yang diberi judul
PERAN DNA DALAM MENDIAGNOSA PENYAKIT ini.
Paper ini penulis susun guna memenuhi tuntutan tugas matakuliah GENETIKA
VETERINER di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana.
Tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang turut
membantu dalam penyelesaian paper ini. Dalam penyusunan paper ini, penulis menyadari
tentu terdapat banyak kesalahan baik disengaja maupun tidak disengaja. Semua hal itu tidak
luput dari status penulis sebagai manusia biasa yang tak luput dari kesalahan. Kesempurnaan
hanya milik Tuhan, dan penulis menyadari sebagai makhluk hidup yang jauh dari
kesempurnaan.
Akhir kata, penulis mengucapkan selamat membaca dan semoga paper ini bermanfaat
untuk kita semua. Tidak lupa juga penulis mohon kritik dan saran yang membangun demi
tercapainya penyusunan paper yang lebih baik kedepannya nanti.

Denpasar, 2 juni 2013


Hormat kami

Penulis

Anda mungkin juga menyukai