Laporan Kasus Diare Akut + Bronkopneumonia
Laporan Kasus Diare Akut + Bronkopneumonia
PENDAHULUAN
Diare masih merupakan salah satu penyebab utama morbilitas dan mortalitas anak di
negara yang sedang berkembang. Dalam berbagai hasil Survei kesehatan Rumah Tangga diare
menempati kisaran urutan ke-2 dan ke-3 berbagai penyebab kematian bayi di Indonesia1.
Sebagian besar diare akut disebabkan oleh infeksi. Banyak dampak yang terjadi karena infeksi
seluran cerna antara lain pengeluaran toksin yang dapat menimbulkan gangguan sekresi dan
reabsorpsi cairan dan elektrolit dengan akibat dehidrasi, gangguan keseimbangan elektrolit dan
keseimbangan asam basa. Invasi dan destruksi sel epitel, penetrasi ke lamina propria serta
kerusakan mikrovili dapat menimbulkan keadaan maldiges dan malabsorpsi2. Bila tidak
mendapatkan penanganan yang adekuat pada akhirnya dapat mengalami invasi sistemik2.
BAB II
LAPORAN KASUS
I.
IDENTITAS
A. Identitas Pasien
Nama
: Phillipus Rinaldi
Umur
: 1 tahun 11 bulan
Agama
: Katolik
Tempat/tanggal Lahir
: Batam / 5-12-2012
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Suku bangsa
: Timor
Alamat
No.CM
: 32.15.08
Tanggal Masuk RS
: 30 Oktober 2014
B. Identitas Orangtua
Ayah
Nama
: Deflorintus Swasta
Umur
:-
Agama
: Katolik
Alamat
: Sda
2
Pekerjaan
: Pegawai Swasta
Penghasilan
:-
Suku bangsa
: Timor
Ibu
II.
Nama
: Ria Putri
Umur
:-
Agama
: Katolik
Alamat
: Sda
Pekerjaan
Penghasilan
:-
Suku bangsa
: Timor
ANAMNESIS
Dilakukan alloanamnesa terhadap ayah dan ibu pasien pada tanggal 3 November
2014, pukul 10.00 WIB
Keluhan Utama:
Mencret sejak 6 hari SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang :
OS datang diantar kedua orang tua ke UGD RSOB dengan keluhan mencret sejak 6 hari
sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Frekuensi mencret >6x/ hari. Warna kekuningan,
ampas (+), lendir (+), darah (-), minyak (-). Banyaknya +/- - 1 gelas aqua tiap kali
mencret. Tidak terdapat bau amis pada feses OS. Selain itu, orang tua OS juga
mengeluhkan demam sejak 6 hari SMRS. Demam diakui naik turun. Demam membaik
sesaat dengan pemberian obat anti demam, kemudian demam naik lagi. Suhu pada saat
demam diukur oleh orang tua OS selalu >38,50 C. OS tidak menggigil dan tidak kejang
saat demam. Orang tua OS mengakui terjadi penurunan nafsu makan selama OS sakit,
setiap kali diberikan makanan selalu dimuntahkan kembali oleh OS. OS Minum +/- 4-5
gelas/ hari. Tidak ada gangguan pada buang air kecil.
Riwayat Penyakit Dahulu :
-
OS pernah mengalami keluhan sama berupa mencret pada umur 1 tahun 4 bulan,
membaik setelah berobat ke klinik
Di keluarga pasien tidak ada yang sedang menderita penyakit serupa dengan OS
Morbiditas Kehamilan
Perawatan Antenatal
Kelahiran
Tempat Kelahiran
Klinik
Penolong Persalinan
Dokter
Cara persalinan
Spontan
Masa Gestasi
30 minggu
Keadaan Bayi
Riwayat Makanan :
Umur
ASI
PASI
Buah/biskuit
Bubur susu
Nasi Tim
0-3
3-6
6-9
>9
(bulan)
Riwayat Imunisasi :
Vaksin
Dasar/umur
Ulangan
BCG
DPT/DT
Polio
Campak
Hepatitis B 0
MMR
Umur
Penyakit
Umur
Penyakit
Umur
Alergi
Difteria
Jantung
Cacingan
Diare
1 thn 4 bln
Ginjal
Demam
Kejang
Darah
Berdarah
5
Demam
Kecelakaan
Radang Paru
Otitis
Morbili
Tuberculosis
Parotitis
Operasi
lainnya
Tifoid
III.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Kesadaran
: Compos mentis
Berat Badan
: 13 kg
Panjang Badan
: 85 cm
Lingkar Kepala
:-
: gizi baik
Tanda-tanda vital
Frekuensi nadi
: 96 x / menit
Frekunsi napas
: 36 x / menit
Suhu tubuh
: 370 C
ANTROPOMETRI
HASIL PASIEN
Berat Badan
13 kg
Panjang Badan
85 cm
BB/U
0 SD (+2) SD
PB/U
-2 SD
BB/TB
Status Generalis
Kepala
: normocephali
Mata
Telinga
Hidung
Bibir
: sianosis (-)
Lidah
Tonsil
: T1-T1
Tenggorokan
Leher
Thorax:
Paru-paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung
Inspeksi
Palpasi
: tidak dilakukan
Auskultasi
Abdomen:
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
: supel, distensi (-), nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba,
turgor baik
Ekstremitas
IV.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil
Nilai Normal
Satuan
Hemoglobin
10,4
11,0 16,5
g/dl
Eritosit
4,43
3,8 5,8
106/l
Hematokrit
28,4
35,0 50,0
MCV
64,1
80,0 97,0
fL
MCH
23,5
26,5 33,5
Pg
MCHC
36,6
31,5 35,0
g/dl
RDW-CV
17,5
10,0 15,0
Leukosit
13,23
4 11
103/l
Eusinofil
0,5
05
Basofil
0,1
01
Neutrofil
36,1
46 75
Lymph
43,2
17 48
Monosit
20,1
4 10
Platelet
390
150 450
103/l
10
PDW
9,2
10,0 18,0
fL
MPV
10,6
6,5 11,0
fL
Hasil
Nilai Normal
Satuan
Warna
kuning
kuning
Konsistensi
lembek
lunak
Lendir
Darah
Pus
Eritrosit
0-1
/LPB
Leukosit
5-8
/LPB
E. Coli
E. Hystolitica
Telur Cacing
Hasil
Nilai Normal
Satuan
Warna
kuning
kuning
Kejernihan
jernih
jernih
pH
4,8-7,4
Protein
Reduksi
Benda keton
Bilirubin
Urobilinogen
Urobilin
Sedimen Leukosit
1-2
0-4
/LPB
Sedimen Eritrosit
0-1
0-1
/LPB
11
Hasil
Nilai Normal
Satuan
Natrium
132
135-147
Meq/L
Kalium
40
3,5-5,0
Meq/L
Chlorida
101
94-111
Meq/L
Hasil
4
Nilai Normal
<2
Interpretasi
Weak Positive
Kesimpulan : bronkopneumonia
12
V.
RESUME
OS datang diantar kedua orang tua ke UGD RSOB dengan keluhan mencret sejak
6 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Frekuensi mencret >6x/ hari. Warna
kekuningan, ampas (+), lendir (+), darah (-), minyak (-). Banyaknya +/- - 1 gelas aqua
tiap kali mencret. Bau amis pada feses (-). Orang tua OS juga mengeluhkan demam sejak
6 hari SMRS. Demam naik turun, membaik sesaat dengan pemberian obat anti demam,
kemudian demam naik lagi. Suhu pada saat demam selalu >38,50 C. OS tidak menggigil
dan tidak kejang saat demam. Orang tua OS mengakui terjadi penurunan nafsu makan
selama OS sakit, setiap kali diberikan makanan selalu dimuntahkan kembali oleh OS. OS
Minum +/- 4-5 gelas/ hari. Tidak ada gangguan pada buang air kecil. Terdapat riwayat
batuk berdahak 3 bulan SMRS.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan, kesadaran kompos mentis, tampak sakit
ringan. Tanda vital yaitu nadi 96x / menit, suhu 37 C, dan pernapasan 36 x / menit, berat
badan 13 kg. Pada pemeriksaan laboratorium darah didapatkan hemoglobin = 10,4 g/dL,
hematokrit = 28,4%, leukosit = 13.230, hiponatremia = 132. Pada pemeriksaan feces
didapatkan lendir (+) dan leukosit 5-8/LPB. Hasil tubex = +4. Pada pemeriksaan rontgen
thorax didapatkan gambaran bronkopneumonia.
VI.
DIAGNOSA KERJA
Diare akut tanpa dehidrasi dengan bronkopneumonia
VII.
DIAGNOSA BANDING
Demam Tifoid
13
VIII. PENATALAKSANAAN
IX.
Observasi TTV
Inj. Farmadol 3 x 15 cc
Zincare 1 x 1
L Bio 2 x 1
Renalit syrup
PROGNOSIS
Ad vitam
: bonam
Ad fungsionam
: bonam
Ad sanationam
: bonam
14
X.
FOLLOW UP
1 November 2014 ( hari
perawatan ke 1)
ke 2)
BAK (+)
KU : CM, TSS
KU : CM, TSR
N : 120x/m
N : 110x/m
: 37,50 C
: 37,50 C
RR : 26 x/m
RR : 30 x/m
Kepala : normosefali
Kepala : normosefali
Cor : S1, SII reguler, murmur (-), Cor : S1, SII reguler, murmur (-),
gallop (-)
gallop (-)
wheezing -/-
Diare akut
Bronkopneumonia
Bronkopneumonia
15
Inj. Farmadol 3 x 15 cc
Inj. Farmadol 3 x 15 cc
Zincare 1 x 1
Zincare 1 x 1
L Bio 2 x 1
L Bio 2 x 1
Renalit syrup
Renalit syrup
perawatan ke 1)
ke 2)
KU : CM, TSR
KU : CM, TSR
N : 118x/m
N : 132x/m
: 37,20 C
: 36,90 C
RR : 28 x/m
RR : 32 x/m
Kepala : normosefali
Kepala : normosefali
Cor : S1, SII reguler, murmur (-), Cor : S1, SII reguler, murmur (-),
gallop (-)
gallop (-)
wheezing -/-
16
Diare akut
Bronkopneumonia
Bronkopneumonia
(mikro)
Inj. Farmadol 3 x 15 cc
Inj. Farmadol 3 x 15 cc
Zincare 1 x 1
Zincare 1 x 1
L Bio 2 x 1
L Bio 2 x 1
Renalit syrup
Renalit syrup
OS boleh pulang
17
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1.Definisi
Diare akut adalah buang air besar lembek /cair bahkan dapat berupa air saja yang
frekuensinya lebih sering biasanya (biasanya dalam sehari 3 kali atau lebih) dan berlangsung
kurang dari 7 hari.
3.2.Epidemiologi
Di Amerika Serikat, 20-35 juta kejadian diare terjadi setiap tahunnya. Di dunia sebesar 6
juta anak meninggal tiap tahunnya karena diare, di mana sebagian kematian tersebut terjadi di
negara berkembang. Penyakit diare adalah salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas
pada anak di seluruh dunia, yang menyebabkan 1 miliar kejadian sakit dan 3-5 juta kematian
setiap tahunnya. (Parashar,2003).
Di Indonesia dilaporkan bahwa setiap anak mengalami diare sebanyak 1-2 episode per
tahun (Depkes, 2003). Berdasarkan survei demografi kesehatan Indonesia tahun 2002-2003,
prevalensi diare pada anak anak dengan usia kurang dari 5 tahun di Indonesia adalah : laki-laki
10,8% dan perempuan 11,2%. Berdasarkan umur, prevalensi tertinggi terjadi pada usia 6-11
bulan(19,4%), 12-23 bulan (14,8) dan 24-35 bulan (12,0) (Biro pusat statistik, 2003).
Berdasarkan laporan WHO 2003, kematian akibat diare di negara berkembang telah turun
dari 4,6 juta tahun 1982 menjadi 2,5 juta kematian pada tahun 2003. Di Indonesia angka
kematian diare juga telah turun tajam dari 40% tahun 1972 menjadi 24,9 pada tahun 1980, 10%
tahun 1985 hingga 7,4 % tahun 1996 dari semua kasus kematian. Walaupun angka kematian
karena diare telah turun, angka kesakitan karena diare tetap tinggi baik di negara maju maupun di
negara berkembang.
Diare akut sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan, tidak saja di negara
berkembang tetapi juga di negara maju. Penyakit diare masih sering menimbulkan KLB
(Kejadian Luar Biasa) dengan penderita yang banyak dalam waktu yang singkat.
18
3.3.Etiologi
1. Faktor infeksi
a. Infeksi enteral (infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab utama
diare)
Infeksi bakteri : vibrio, E. coli, salmondla, shigella, campylo bacter,yersinia,
aeromonas, dan sebagainya
Infeksi virus : enterovirus, adenovirus, rotavirus, astrovirus, daii lain-lain
Infeksi parasit : cacing (ascaris), protozoa (entamoeba histolytica,giardia lamblia,
tricomonas hominis dan jamur (candida albicans)
b. Infeksi parenteral (infeksi diluar alat pencernaan) seperti: OMA (Otitis Media Akut),
tonsilitis, tonsilofaringitis, bronkopneumonia, ensefalitis, dan sebagainya (sering terjadi
pada bayi dan umur dibawah 2 tahun)
2. Faktor Malabsorpsi
a. Malabsorbsi karbohidrat
Disakarida ; intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa
Monosakarida: intoleransi glukosa, fruktosadan galaktosa
b. Malabsorbsi lemak
c. Malabsorbsi protein
3. Faktor makanan
Makanan besi, beracun, alergi terhadap makanan
4. Lain-lain
a. Imunodefisiensi
b. Gangguan psikologis (cemas dan takut)
c. Faktor-faktor langsung:
Sosioekonomi
19
3.4.Patofisiologi
Menurut patofisiologinya diare dibedakan dalam beberapa kategori yaitu diare osmotik,
sekretorik dan diare karena gangguan motilitas usus.
-
Diare osmotik terjadi karena terdapatnya bahan yang tidak dapat diabsorpsi oleh
usus akan difermentasi oleh bakteri usus sehingga tekanan osmotik di lumen usus
meningkat yang akan menarik cairan.
Diare sekretorik terjadi karena toxin dari bakteri akan menstimulasi cAMP dan
cGMP yang akan menstimulasi sekresi cairan dan elektrolit.
Diare karena gangguan motilitas usus terjadi akibat adanya gangguan pada kontrol
otonomik, misal pada diabetik neuropati, postvagotomi, post reseksi usus serta
hipertiroid.
20
3.5.Manifestasi kinis
Mula-mula anak cengeng, gelisah, suhu tubuh naik, nafsu makan berkurang kemudian
timbul diare. Tinja mungkin disertai lendir dan darah. Warna tinja makin lama berubah kehijauan
karena bercampur dengan, daerah anus dan sekitarnya timbul luka lecet karena sering defekasi
dan tinja yang asam akibat laktosa yang tidak diabsorbsi usus selama diare. Gejala muntah dapat
timbul sebelum atau selama diare dan dapat disebabkan karena lambung turut meradang atau
akibat gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit.
Bila kehilangan cairan terus berlangsung tanpa pergantian yang memadai gejala dehidrasi
mulai tampak yaitu : BB turun, turgor kulit berkurang, mata dan ubun-ubun cekung (bayi),
selaput lender bibir dan mulut, serta kulit kering. Bila keadaan ini terus berlanjut, akan terjadi
renjatan hypovolemik dengan gejala takikardi, denyut jantung menjadi cepat, nadi lemah dan
tidak teraba, tekanan daran turun, pasien tampak lemah dan kesadaran menurun, karena kurang
cairan, deuresis berkurang (oliguria-anuria). Bila terjadi asidosis metabolik pasien akan tampak
pucat, nafas cepat dan dalam (pernafasan kusmaul).
21
3. Hipoglikemia
Pada anak-anak dengan gizi baik/cukup, hipoglikemia ini jarang terjadi, lebih sering
terjadi pada anak yang sebelumnya sudah menderita KEP. Hal ini terjadi karena :
a. Penyimpanan/persediaan glikogen dalam hati terganggu
b. Adanya gangguan absorbsi glukosa.
22
Gejala hipoglikemia dapat muncul jika kadar glukosa darah menurun sampai 40 mg%
pada bayi dan 50 mg% pada anak-anak. Gejala hipoglikemia tersebut berupa: lemas, apatis, peka
rangsang, tremor, pucat, berkeringat, syok, kejang sampai koma.
4. Gangguan gizi
Sewaktu anak menderita diare, sering terjadi gangguan gizi dengan akibat terjadinya
penurunan berat badan dalam waktu singkat. Hal ini disebabkan karena :
a.
Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare dan/atau muntahnya akan
bertambah berat.
b.
c.
Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi dengan baik karena
adanya hiperperistaltik.
5. Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dengan/tanpa disertai muntah, dapat terjadi gangguan sirkulasi darah
berupa rejatan (shock) hipovolemik. Akibatnya perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia
dan asidosis bertambah berat. Kemudian dapat mengakibatkan perdarahan di otak yang
menimbulkan turunnya kesadaran (soporokomatusa) dan bila tidak segera ditangani penderita
dapat meninggal.
Anamnesis
Lama diare berlangsung, frekuensi diare dalam sehari, warna dan konsistensi tinja,
lendir dan atau darah dalam tinja
Muntah, rasa haus, rewel, anak lemah, kesadaran menurun, buang air kecil terakhir,
demam, sesak, kejang, kembung
Jumlah cairan yang masuk selama diare
Jenis makanan dan minuman yang diminum selama diare, mengonsumsi makanan
yang tidak biasa
Penderita diare disekitarnya dan sumber air minum
23
b.
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum, kesadaran, dan tanda vital
Tanda utama: keadaan umum gelisah/cengeng atau lemah/letargi/koma, rasa haus,
turgor kulit abdomen menurun
Tanda tambahan: ubun-ubun besar, kelopak mata, air mata, mukosa bibir, mulu, dan
lidah
Berat badan
Tanda gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit, seperti napas cepat dan
dalam
(asidosos
metabolik),
kembung
(hipokalemia),
kejang
(hipo
atau
hipernatremia)
Penilaian derajat dehidrasi dilakukan sesuai kriteria berikut:
Tanpa dehidrasi (kehilangan cairan < 5% berat badan)
Tidak ditemukan tanda utama dan tandda tambahan
Keadaan umum baik, sadar
Ubun-ubun besar tidak cekung, mata tidak cekung, air mata ada, mukosa mulut
dan bibir basah
Turgor abdomen baik, bising usus normal
Akral hangat
Dehidrasi ringan sedang (kehilangan cairan 5-10% berat badan)
Apabila didapatkan 2 tanda utama ditambah 2 atau lebih tanda tambahan
Keadaan umum gelisah atau cengeng
Ubun-ubun besar sedikit cekung, mata sedikit cekung, air mata kurang, mukosa
mulut dan bibir sedikit kering
Turgor kurang, akral hangat
c. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya tidak diperlukan,
hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya penyebab dasarnya tidak
diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare akut atau pada penderita dengan dehidrasi
berat. Contoh : pemeriksaan darah lengkap, kultur urine dan tinja pada sepsis atau infeksi
saluran kemih. Pemeriksaan laboratorium yang kadang-kadang diperlukan pada saat diare
akut :
Darah: darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, glukosa darah, kultur dan
kepekaan terhadap antibiotika.
Feses :
PH asam diare osmotic
Leukosit > 5 / LPB disentri
Hal yang dinilai pada pemeriksaan feses:
-
25
d. Pemberian Zinc
Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Lebih dari 90 macam
enzim dalam tubuh memerlukan zinc sebagai kofaktornya, termasuk enzim superoksida
dismutase (Linder,1999). Enzim ini berfungsi untuk metabolisme radikal bebas superoksida
sehingga kadar radikal bebas ini dalam tubuh berkurang. Pada proses inflamasi, kadar
radikal bebas superoksida meningkat, sehingga dapat merusak berbagai jenis jaringan
termasuk jaringan epitel dalam usus (Cousins et al, 2006).
Zinc yang ada dalam tubuh akan hilang dalam jumlah besar pada saat seorang anak
menderita diare. Dengan demikian sangat diperlukan pengganti zinc yang hilang dalam
proses kesembuhan seorang anak dan untuk menjaga kesehatannya di bulan-bulan
mendatang.
26
Mulai tahun 2004, WHO-UNICEF merekomendasikan suplemen Zinc untuk terapi diare
karena suplementasi zinc telah terbukti menurunkan jumlah hari lamanya seorang anak
menderita sakit, menurunkan tingkat keparahan penyakit tersebut, serta menurunkan
kemungkinan anak kembali mengalami diare 2-3 bulan berikutnya.
Banyak uji klinik yang melaporkan bahwa suplemen Zinc sangat bermanfaat untuk
membantu penyembuhan diare. Zinc sebaiknya diberikan sampai 10-14 hari, walaupun
diarenya sudah sembuh. 11 Sayangnya suplemen Zinc ini belum banyak beredar di apotek di
Indonesia. Di beberapa RS besar di Indonesia telah menggunakan suplemen Zinc dalam
bentuk suspensi untuk penatalaksanaan diare akut.
Adapun cara pemberian Tablet Zinc yaitu :
Untuk bayi usia di bawah 6 bulan berikan setengah tablet zinc (10mg) sekali sehari
selama sepuluh hari berturut-turut.
Untuk anak usia 6 bulan ke atas berikan satu tablet zinc (20 mg) sekali sehari selama
sepuluh hari berturut-turut.
Larutkan tablet tersebut dengan sedikit (beberapa tetes)air matang atau ASI dalam sendok
teh.
Jangan mencampur tablet zinc dengan oralit
Tablet harus diberikan selama sepuluh hari penuh (walaupun diare telah berhenti sebelum
10 hari)
Apabila anak muntah sekitar setelah jam setelah pemberian tablet zinc, berikan lagi tablet
zinc dengan cara memberikan potongan lebih kecil dan berikan beberapa kali hingga satu
dosis penuh.
Bila anak menderita dehidrasi berat dan memerlukan cairan infus,tetap berikan tablet zinc
segera setelah anak dapat minum atau makan.
e. Pemberian Probiotik
Probiotik adalah suatu suplemen makanan, yang mengandung bakteri atau jamur yang
tumbuh sebagai flora normal dalam saluran pencernaan manusia, yang bila diberikan sesuai
indikasi dan dalam jumlah adekuat diharapkan dapat memberikan keuntungan bagi
kesehatan dengan cara meningkatkan kolonisasi bakteri probiotik didalam lumen saluran
cerna sehingga seluruh epitel mukosa usus telah diduduki oleh bakteri probiotik melalui
27
reseptor dalam sel epitel usus. Dengan mencermati penomena tersebut bakteri probiotik
dapat dipakai dengan cara untuk pencegahan dan pengobatan diare baik yang disebabkan
oleh Rotavirus maupun mikroorganisme lain, speudomembran colitis maupun diare yang
disebabkan oleh karena pemakaian antibiotika yang tidak rasional (antibiotik asociated
diarrhea ) dan travellerss diarrhea.
Terdapat banyak laporan tentang penggunaan probiotik dalam tatalaksana diare akut pada
anak. Hasil meta analisa Van Niel dkk menyatakan lactobacillus aman dan efektif dalam
pengobatan diare akut infeksi pada anak, menurunkan lamanya diare kira-kira 2/3 lamanya
diare, dan menurunkan frekuensi diare pada hari ke dua pemberian sebanyak 1-2 kali.
Kemungkinan mekanisme efekprobiotik dalam pengobatan diare adalah : Perubahan
lingkungan mikro lumen usus, produksi bahan anti mikroba terhadap beberapa patogen,
kompetisi nutrien, mencegah adhesi patogen pada anterosit, modifikasi toksin atau reseptor
toksin, efektrofik pada mukosa usus dan imunno modulasi.
Terdapat berbagai macam jenis probiotik yang hingga saat ini sering digunakan sebagai
suplemen. Golongan yang paling banyak digunakan adalah Lactic Acid Bacteria (LAB).
Golongan LAB dapat mengubah gula dan karbohidrat menjadi asam laktat, yang berfungsi
menurunkan kadar pH saluran gastrointestinal, sehingga menghambat pertumbuhan bakteri
patogen. Contoh strain golongan LAB adalah Lactobacillus dan Bifidobacterium.
Sejak dipublikasikan pertama kali oleh seorang peneliti Rusia, Eli Metchnikoff, pada awal
abad 20, penelitian tentang probiotik hingga saat ini banyak dilakukan untuk menguji
kemanfaatannya pada populasi anak. Produk komersial yang mengandung probiotik sebagai
suplemen banyak tersedia di pasaran. Kemanfaatan probiotik terutama banyak dilihat dari
aspek pencegahan dan terapi penyakit, terutama penyakit alergi dan infeksi.
Penggunaan probiotik untuk diare pada anak merupakan fokus studi yang paling banyak
dilakukan dalam penilaian kemanfaatan probiotik. Secara teoritis, probiotik dapat
mengurangi keparahan diare melalui efek kompetisi dengan patogen, imunomodulator,
meningkatkan sekresi IgA mukosa usus, dan mengurangi kejadian intoleransi laktosa.
Pemberian probiotik terlihat bermanfaat dalam tatalaksana diare akut. Meta-analisis yang
dilakukan oleh Szajewska et al menunjukkan bahwa pemberian suplemen Lactobacillus
mengurangi durasi diare akut sehari lebih cepat dibandingkan plasebo (95% CI) dengan level
28
of evidence 1a. Efektivitasnya terutama lebih baik pada mereka dengan etiologi rotavirus,
yang merupakan penyebab terbanyak diare akut pada anak.
f. Pemberian Antibiotik
Sebagian besar kasus diare tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotika oleh karena
pada umumnya sembuh sendiri (self limiting). Antibiotik hanya diperlukan pada sebagian
kecil penderita diare misalnya kholera shigella, karena penyebab terbesar dari diare pada
anak adalah virus (Rotavirus). Kecuali pada bayi berusia di bawah 2 bulan karena potensi
terjadinya sepsis oleh karena bakteri mudah mengadakan translokasi kedalam sirkulasi, atau
pada anak/bayi yang menunjukkan secara klinis gajala yang berat serta berulang atau
menunjukkan gejala diare dengan darah dan lendir yang jelas atau segala sepsis. Anti
motilitis seperti difenosilat dan loperamid dapat menimbulkan paralisis obstruksi sehingga
terjadi bacterial overgrowth, gangguan absorpsi dan sirkulasi.
Beberapa antimikroba yang sering dipakai antara lain:
Kolera : Tetrasiklin 12,5mg/kgBB/ dibagi 3 dosis (3 hari) atau Erytromycin 12,5
mg/kgBB 4x sehari selama 3 hari
Shigella : Ciprofloxacin 15 mg/kgBB 2x sehari selama 3 hari atau Ceftriaxone 50-100
mg/kgBB 1x sehari IM selama 2-5 hari.
Amebiasis : Metronidasol 10mg/kg/ 3x sehari selama 5 hari (10 hari pada kasus berat),
Untuk kasus berat : Dehidro emetin hidrokhlorida 1-1,5 mg/kg (maks 90mg)(im) s/d 5
hari tergantung reaksi (untuk semua umur)
Giardiasis : Metronidazole 5mg/kgBB 3x sehari selama 5 hari.
h. Pemberian nasehat
Pemberian nasehat kepada orang tua anak (pengasuh) untuk segera membawa anaknya kepada
petugas kesehatan bila anak tidak membaik dalam 3 hari atau menderita sebagai berikut:
29
Cairan rehidrasi oralit diberikan 5-10 mL/kgBB setiap diare cair atau berdasarkan
usia, yaitu umur < 1 tahun sebanyak 50-100 ml, umur 1-5 tahun sebanyak 100-200
ml, dan umur di atas 5 tahun semaunya. Dapat diberikan cairan rumah tangga sesuai
kemauan anak. ASI harus tetap diberikan.
Pasien dapat dirawat di rumah, kecuali apabila terdapat komplikasi lain (tidak mau
minum, muntah terus menerus, diare frekuen dan profus)
Rehidrasi parenteral (intravena) diberikan bila anak muntah setiap diberi minum
walaupun telah diberikan dengan cara sedikit demi sedikit atau melalui pipa
nasogastrik. Cairan intravena yang diberikan adalah ringer laktat atau KaEN 3B atau
NaCl dengan jumlah cairan dihitung berdasarkan berat badan. Status hidrasi
dievaluasi secara berkala.
Pasien dipantau selama proses rehidrasi sambil memberikan edukasi kepada orangtua
30
Diberikan cairan rehidrasi parenteral dengan ringer laktat atau ringer asetat 100
ml/kgBB, dengan cara pemberian:
Masukan cairan peroral diberikan bila pasien sudah mau dan dapat minum dimulai
dengan 5 ml/kgBB selama proses rehidrasi
<>
50-100 ml cairan
2-10
100-200 ml
> 10
Aturan 2 : Berikan tambahan zinc (10 - 20 mg) untuk anak, setiap hari selama 10 14 hari
Zinc dapat diberikan sebagai sirup atau tablet, dimana formulasinya tersedia dan
terjangkau. Dengan memberikan zinc segera setelah mulai diare, durasi dan tingkat keparahan
episode serta risiko dehidrasi akan berkurang. Dengan pemberian zinc selama 10 sampai 14 hari,
zinc yang hilang selama diare diganti sepenuhnya dan risiko anak memiliki episode baru diare
dalam 2 sampai 3 bulan ke depan dapat berkurang. (1)
Pada pedoman penatalaksanaan diare sebelumnya tidak ada anjuran untuk memberikan
zinc, namun pada pedoman penatalaksanaan diare WHO 2005 ada anjuran seperti ini.
Aturan 3 : Berikan anak makanan untuk mencegah kurang gizi
Diet bayi yang biasanya harus dilanjutkan selama diare dan ditingkatkan setelahnya.
Makanan tidak boleh ditahan dan makanan anak yang biasa tidak boleh diencerkan. pemberian
32
ASI harus dilanjutkan. Tujuannya adalah untuk memberikan makanan yang kaya nutrisipada
anak. Sebagian besar anak-anak dengan diare cair mendapatkan kembali nafsu makan mereka
setelah dehidrasi diperbaiki, sedangkan orang-orang dengan diare berdarah seringkali nafsu
makan tetap buruk sampai penyakitnya sembuh. Anak-anak ini harus didorong untuk mau makan
secara normal sesegera mungkin.
Ketika makanan diberikan, gizi yang cukup biasanya diserap untuk mendukung
pertumbuhan dan pertambahan berat badan. Makan juga mempercepat pemulihan fungsi usus
normal, termasuk kemampuan untuk mencerna dan menyerap berbagai nutrisi. Sebaliknya, pada
anak-anak yang dibatasi makannya dan makanan yang diencerkan dapat menurunkan berat
badan, menyebabkan diare lebih lama dan lebih lambat memulihkan fungsi usus.
Secara umum, makanan yang sesuai untuk anak dengan diare adalah sama dengan yang
diperlukan oleh anak-anak yang sehat.
o Bayi segala usia yang menyusui harus tetap diberi kesempatan untuk menyusui sesering dan
selama mereka inginkan. Bayi sering menyusui lebih dari biasanya dan ini harus didukung.
o Bayi yang tidak disusui harus diberikan susu biasa mereka makan (atau susu formula) sekurangkurangnya setiap tiga jam, jika mungkin dengan cangkir.
o Bayi di bawah usia 6 bulan yang diberi makan ASI dan makanan lain harus diberikan ASI lebih
banyak. Setelah anak tersebut sembuh dan meningkatnya pasokan ASI, makanan lain harus
diturunkan.
Jika anak usia minimal 6 bulan atau sudah diberikan makanan lunak, ia harus diberi
sereal, sayuran dan makanan lain, selain susu. Jika anak di atas 6 bulan dan makanan tersebut
belum diberikan, maka harus dimulai selama episode diare atau segera setelah diare berhenti.
Daging, ikan atau telur harus diberikan, jika tersedia. Makanan kaya akan kalium, seperti pisang,
air kelapa hijau dan jus buah segar akan bermanfaat.
Berikan anak makanan setiap tiga atau empat jam (enam kali sehari). Makan porsi kecil
yang Sering, lebih baik daripada makan banyak tetapi lebih jarang. Setelah diare berhenti, dapat
terus memberi makanan dengan energi yang sama dan membrikan satu lagi makan tambahan
daripada biasanya setiap hari selama setidaknya dua minggu. Jika anak kekurangan gizi,
makanan tambahan harus diberikan sampai anak telah kembali berat badan normal-untuk-height.
33
Aturan 4 : Bawa anak ke petugas kesehatan jika ada tanda-tanda dehidrasi atau masalah
lainnya
Ibu harus membawa anaknya ke petugas kesehatan jika anak:
Buang air besar cair sering terjadi
Muntah berulang-ulang
Sangat haus
Makan atau minum sedikit
Demam
Tinja Berdarah
Anak tidak membaik dalam tiga hari.
Pedoman diare yang sebelumnya hanya mempunyai 3 aturan saja. Namun WHO 2005
menambahkan pemberian zinc pada rencana terapi A ini.
2.3.2 Rencana Terapi B: Terapi rehidrasi oral untuk anak-anak dengan dehidrasi ringansedang
Jika berat badan anak diketahui maka hal ini harus digunakan untuk menentukan jumlah
larutan yang tepat. Jumlah larutan ditentukan dari berat badan (Kg) dikalikan 75 ml. Jika berat
badan anak tidak diketahui maka penentuan jumlah cairan ditentukan berdasarkan usia anak.
Seperti yang terlihat pada tabel 2.5.
Jumlah Cairan yang Harus Diberikan Dalam 4 Jam Pertama
Usiaa
Berat
4 11
12 23
24
5 14
bulan
bulan
tahun
tahun
<>
57.9 kg
8-10.9 kg
11-15.9kg
16-29.9kg
> 30 kg
200-400
400-600
600-800
800-1200
1200-2200
2200-4000
<>
> 15 tahun
Badan
Jumlah
(ml)
a
Tabel 2.5 Pedoman Pengobatan Dehidrasi Pada Anak dan Dewasa dengan Dehidrasi Sedang
Jika pasien menginginkan lebih banyak oralit, maka dapat diberikan.
Dorong ibu untuk terus menyusui anaknya.
34
Untuk bayi di bawah 6 bulan yang tidak menyusui, jika menggunakan larutan oralit WHO yang
lama yang mengandung 90 mmol / L natrium, juga memberi 100-200ml air bersih selama
periode ini. Namun, jika menggunakan larutan oralit osmolaritas rendah yang baru
mengandung 75mmol / L natrium, hal ini tidak perlu menambah air bersih.
Edema (bengkak) kelopak mata adalah tanda dari over-hidrasi. Jika hal ini terjadi,
hentikan penggunaan oralit, tapi dapat diberi ASI atau air putih, dan makanan. Jangan beri
diuretik. Bila edema telah hilang, lanjutkan pemberian oralit atau cairan rumah sesuai dengan
Rencana Terapi A.
Keluaraga harus diajarkan cara memberikan larutan oralit. Larutan dapat diberikan pada
anak-anak menggunakan sendok atau cangkir. Botol minum tidak boleh digunakan. Untuk bayi
dapat digunakan pipet atau syringe. Untuk anak <>(1)
Jika tanda-tanda dehidrasi parah telah muncul, terapi intravena (IV) harus dimulai sesuai
Rencana Terapi C.
Jika anak masih memiliki tanda-tanda yang menunjukkan dehidrasi beberapa, teruskan
terapi rehidrasi oral dengan mengulangi Rencana Terapi B. Pada saat yang sama dimulai
pemberian makanan, susu dan cairan lain, seperti yang dijelaskan dalam Rencana Terapi A, dan
terus menilai kembali anak.
Jika tidak ada tanda-tanda dehidrasi, harus dipertimbangkan rehidrasi telah lengkap. Bila
rehidrasi adalah lengkap:
Turgor kulit normal
Tidak haus
Urin
Anak menjadi tenang, tidak lagi mudah marah dan seringkali tertidur.
Ajarkan ibu cara untuk merawat anaknya di rumah dengan larutan oralit dan makanan
seperti pada Rencana Terapi A.
Dengan larutan oralit yang sebelumnya, tanda dehidrasi dapat menetap atau muncul
kembali selama pemberian oralit pada 5% anak-anak. Namun dengan larutan oralit osmolaritas
rendah yang baru, diperkirakan kegagalan pengobatan sebelumnya dapat berkurang menjadi 3%,
atau kurang.
Penyebab kegagalan tersering ialah:
35
Intake larutan oralit yang kurang (lebih dari 15-20 ml/kg/jam), seperti yang terjadi pada beberapa
anak-anak dengan kolera
Tidak cukup asupan larutan oralit karena kelelahan atau kelesuan
Sering terjadi muntah-muntah yang parah.
Anak-anak tersebut harus diberikan larutan oralit dengan selang nasogastric (NG) atau
larutan Ringer laktat intravena (IV) (75 ml/kg/4jam), biasanya dilakukan di rumah sakit.
Mulailah untuk memberikan tambahan zinc, seperti dalam Rencana terapi A, segera
setelah anak dapat makan setelah 4 jam pertama periode rehidrasi.
Kecuali untuk ASI, makanan tidak boleh diberikan selama empat jam pertama periode
rehidrasi. Namun, anak-anak yang terus dalam Rencana Terapi B lebih dari empat jam harus
diberikan makanan setiap 3-4 jam seperti yang dijelaskan dalam Rencana terapi A. Semua anak
yang lebih tua dari 6 bulan harus diberikan makanan sebelum pulang. Ini membantu untuk
menekankan kepada para ibu pentingnya terus makan selama diare.
Perbedaan dari rencana terapi B antara WHO tahun 2005 dan Depkes RI 1999 ialah
adanya penambahan zinc pada terapi diare menurut WHO 2005 dan adanya perbedaan untuk
menentukan jumlah cairan rehidrasi yang ditentukan berdasarkan usia.
Pasien harus dinilai ulang setiap 15-30 menit sampai denyut a. radialis teraba kuat.
Setelah itu, pasien harus dinilai ulang setidaknya setiap 1 (satu) jam untuk memastikan bahwa
hidrasi membaik. Jika tidak, maka infus harus diberikan lebih cepat.
Lihat dan rasakan untuk semua tanda-tanda dehidrasi:
o Jika tanda-tanda dehidrasi berat masih ada, ulangi infus cairan IV seperti yang diuraikan dalam
Rencana terapi C.
o Jika anak membaik (dapat minum), tetapi masih menunjukkan tanda-tanda dari dehidrasi
sedang, hentikan infus IV dan berikan larutan oralit selama empat jam, sebagaimana
ditetapkan dalam Rencana terapi B.
o Jika tidak ada tanda-tanda dehidrasi, ikuti Rencana terapi A. Ingatlah bahwa anak
membutuhkan terapi dengan larutan oralit sampai diare berhenti.
Jika fasilitas terapi IV tidak tersedia, tetapi dapat diberikan dalam jangka waktu dekat
(yaitu dalam waktu 30 menit), kirimlah anak untuk pengobatan IV segera. Jika anak dapat
minum, berikan ibu beberapa larutan oralit dan tunjukkan kepadanya cara untuk memberikannya
kepada anaknya selama perjalanan.
Jika terapi IV tidak tersedia di dekatnya, petugas kesehatan yang telah dilatih dapat
memberikan larutan oralit menggunakan selang Naso Gastrik, dengan kecepatan 20 ml/kg BB
/jam selama 6 (enam) jam (total 120 ml/kg BB). Jika perut menjadi bengkak, larutan oralit harus
diberikan perlahan-lahan sampai menjadi kurang buncit.
Jika tidak bisa menggunakan selang NGT namun anak dapat minum, larutan oralit harus
diberikan melalui mulut dengan kecepatan 20 ml/kg BB/jam selama 6 (enam) jam (total 120 ml /
kg berat badan). Jika terlalu cepat, anak dapat muntah berulang. Jika terjadi hal ini, maka
memberikan larutan oralit secara lebih lambat sampai muntah mereda.
Anak-anak menerima terapi NGT atau per oral harus dinilai ulang paling sedikit setiap
jam. Jika tanda-tanda dehidrasi tidak membaik setelah tiga jam, anak harus segera dibawa ke
fasilitas terdekat di mana terapi IV tersedia.
Kalau tidak, jika rehidrasi maju memuaskan, anak harus dinilai ulang setelah enam jam
dan keputusan pada perawatan lebih lanjut dibuat seperti yang dijelaskan di atas untuk terapi IV
yang diberikan.
Jika tidak ada fasilitas NGT dan tidak dapat dilakukan secara peroral, anak harus segera
dibawa ke fasilitas terdekat di mana terapi IV atau NGT tersedia.
37
Pada rencana terapi C tidak ada perbedaan antara WHO 2005 dengan pedoman
penatalaksanaan diare di Indonesia saat ini.
38
RENCANA TERAPI A
UNTUK MENGOBATI DIARE DIRUMAH
PENDERITA DIARE TANPA DEHIDRASI
39
40
RENCANA TERAPI B
UNTUK TERAPI DEHIDRASI RINGAN/SEDANG
41
RENCANA TERAPI C
UNTUK DEHIDRASI BERAT
42
3.9.
pentingnya meneruskan pemberian makanan penuh selama diare dan membantu usaha mereka
untuk mengikuti anjuran ini. Empat kunci utama tatalaksana gizi diare yang benar:
Memberi makanan yang tepat pada waktu penyembuhan dengan tindak lanjutnya.
Pemberian ASI selama diare tidak boleh di kurangi atau di hentikan tetapi diperbolehkan
sesering atau selama anak menginginkannya. ASI harus di berikan untuk menambah larutan
oralit. Susu sapi atau formula yang biasa di terima bila timbul dehidrasi maka pemberian susu
harus di hentikan selama rehidrasi untuk 4-6 jam dan kemudian dilanjutkan lagi. Makanan lunak
bila anak berumur 4 bulan atau lebih sudah bisa menerima makanan lunak, makanan ini harus di
teruskan. Bayi umur 6 bulan atau lebih
harus mulai di berikan makanan lunak bila belum pernah di beri. Bila timbul dehidrasi
makanan ini harus di hentikan 4 6 jan untuk rehidrasi untuk kemudian di lanjutkan lagi. Paling
tidak separuh makanan diet harus berasal dari makanan porsi kecil tetapi sering (6 kali atau
lebih) dan mereka harus di bujuk untuk makan.
Banyak literatur yang menyebutkan bahwa probiotik memberikan kebaikan dalam
penanganan diare akut pada bayi. Probiotik dengan pemberian dua kali sehari selama 5 hari
dipercaya terbukti memberikan kebaikan dalam mengurangi frekuensi, serta durasi penyakit
diare. Probiotik dipercaya dapat mengurangi lama waktu kesakitan, dengan meningkatkan respon
imun, memperbaiki mukosa usus, sebagai substansi penting dalam antimikroba dan
menyeimbangan jumlah mikroba diusus. Angka penguranga dari frekuensi defekasi secara
drastis dalam <3 hari terdapat pada kelompok yang memeperoleh probiotik dengan kelompok
kontrol. Konsistensi faeces yang lebih padat dan durasi yang lebih pendek pada kelompok
probiotik. Rata-rata lama durasi diare juga mengalami hasil yang signifikan pada kelompok
probiotik.
43
Penatalaksanaan kasus yang benar, yang terdiri dari upaya rehidrasi oral dan pemberian
makanan dapat mengurangi efek buruk diare yang meliputi dehidrasi, kekurangan gizi dan resiko
kematian. Cara-cara lain juga dibutuhkan, untuk mengurangi insidensi diare, yaitu intervensi
yang selain mengurangi penyebaran mikroorganisme penyebab diare juga meningkatkan
resistensi anak terhadap infeksi kuman ini.
Sejumlah intervensi telah diusulkan untuk mencegah diare pada anak, kebanyakan
meliputi cara yang berhubungan dengan cara pemberian makanan kepada bayi, kebersihan
perseorangan, kebersihan makanan, penyediaan air bersih, pembuangan tinja yang aman dan
imunisasi. Ada 7 cara diidentifikasi sebagai sasaran untuk promosi, yaitu:
1. Pemberian ASI
2. Perbaikan makanan pendamping ASI
3. Penggunaan air bersih untuk kebersihan dan untuk minum
4. Cuci tangan
5. Penggunaan jamban
6. Pembuangan tinja bayi yang aman
7. Imunisasi campak.
Penderita yang dirawat inap harus ditempatkan pada tindakan pencegahan enterik,
termasuk cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan penderita, penggunaan jas panjang
bila ada kemungkinan pencemaran dan sarung tangan bila menyentuh bahan yang terinfeksi.
Penderita dan keluarganya harus dididik mengenai cara penularan enteropatogen dan cara-cara
mengurangi penularan.
44
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Behrman, R.E et.all. Nelson Textbook of Pediatrics. 17th edition. International Edition.
Saunders 2004. p 1239-1241
2. Budiarso, Aswita.dkk. Buku Pedoman Pengendalian Penyakit Diare . Jakarta:
Departement Kesehatan R.I PPM & PLP. 2009
3. Depatemen
Kesehatan.
Diare
Pada
Anak
Kamis,
31
September
2010
www.depkes.go.id
4. Ganna, Herry. Melinda, Heda. Ilmu Kesehatan Anak Pedoman Diagnosis dan Terapi.
Edisi 3. Bandung : 2005
5. Santoso, N. Budi, Diare Pada Bayi Dan Anak, Lab/SMF. Ilmu Kesehatan Anak FK.
Unibraw/RSU Dr. Saiful Anwar Malang. 2001
6. Pusponegoro. H, dkk. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Edisi I. Ikatan Dokter
Anak Indonesia. 2004
7. Rasad S., 2005, Radiologi Diagnostik (2nd edition), Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta
8. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak, 1985, Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak. Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
45