Anda di halaman 1dari 2

Dalam teori Gestalt, persepsi dan pemahaman yang bermakna terjadi hanya melalui persepsi

pikiran sadar (consicious awareness). Para psikolog Gestalt menentang gagasan bahwa
fenomena-fenomena kompleks dapat dipecah menjadi bagian-bagian elemennya. Sedangkan para
behavioris menekankan asosiasi-asosiasi keseluruhan sama dengan jumlah dari bagianbagiannya.
Para psikolog Gestalt merasa bahwa keseluruhan itu memilki makna dan akan kehilangan
maknanya ketika dilihat menurut masing-masing komponennya. Hal ini karena sebenarnya
keseluruhan itu lebih besar daripada jumlah dari bagian-bagiannya.
Melalui prosedur-prosedur metodologis, data yang terberi tersebut mentransmisikan validitas dari
premis-premis kepada kesimpulan-kesimpulan. Ada beraneka ragam sumber data yang terberi yang
diacuh oleh kaum fondasionalis. Sumber-sumber tersebut meliputi idea-idea bawaan atau innate ideas
(rasionalisme Cartesian), persepsi-persepsi (empirisme), objek-objek fisik (fisikalisme), konsistensikonsistensi observasional (operasionalisme), dan esensi-esensi ideasional (fenomenologi Husserlian).
Hakikat dari data yang terberi adalah beraneka ragam. Meskipun demikian, dalam semua hal, sumbersumber data diperlakukan sebagai yang independen dari, dan sebagai yang menampilkan dirinya sendiri
kepada peneliti. Penarikan kesimpulan apa saja berdasarkan data yang terberi itupun dapat bervariasi,
misalnya berupa deduksi atau induksi. Apapun juga bentuk penarikan kesimpulan, telah diterima bahwa
kesimpulan-kesimpulan yang boleh dihasilkan adalah yang validitasnya pasti (certain), yang mendukung
kebenaran premis-premis.

Dan itu juga berlaku bagi mitos klasik Cartesian: ide bahwa kebenaran, dengan demikian
keseluruhan kebenaran, adalah tersedia bagi kita di sini dan sekarang jika saja kita dapat berpikir
secara jelas dan logis. Meskipun demikian, tidak mungkin kita mempertanyakan semua asumsiasumsi seseorang sekaligus, apalagi mempertanyakan asumsi-asumsi selalu melibatkan risiko,
demikian juga dengan keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh.
Jadi, misalnya saja bahwa putusan-putusan harus diambil mengenai presuposisi mana yang
fungsional dan mana yang tidak-fungsional bagi penelitian, baik oleh para peneliti maupun oleh
para komentator atas hasil penelitian, dan bahwa putusan-putusan ini akan selalu berubah seiring
dengan pergantian waktu dan atas nama evaluasi atas kemajuan penelitian, kita harus menyadari
bahwa selalu saja ada potensi terjadinya eror sistematik, dan bahwa beberapa dari eror tersebut
bersifat tidak dapat ditolerir (non-culpable). Artinya, peneliti dapat saja tidak mengetahui bahwa
apa yang menjadi sandarannya adalah salah atau disfungsional, sehingga dia bertindak secara
masuk akal dalam penelitiannya, meskipun mencapai kesimpulan-kesimpulan yang salah. Pada
saat yang bersamaan, eror sistematik tertentu akan dapat ditolerir (culpable), dalam mana para
peneliti dinilai sebagai yang telah berada di dalam sebuah posisi untuk memahami bahwa sebuah
asumsi yang padanya mereka menyandarkan diri memiliki kemungkin menjadi salah, dan dengan
demikian membawa mereka semakin menjauh dari kebenaran. Dengan kata lain, para peneliti
tersebut dinilai dapat ditolerir dalam artian bahwa mereka mungkin saja tidak melihat peringatan
awal metodologis secara tepat untuk menghindari eror.

Singkatnya, sementara penolakan atas fondasionalisme menuntut kita menyadari bahwa


penelitian akan secara tidak terelakkan dipengaruhi oleh karakteristik-karakteristik pribadi dan
sosial seorang peneliti, dan bahwa hal ini dapat menjadi nilai yang positif tapi juga merupakan
sumber bagi eror sistematis, kenyataan ini tidak menuntut kita untuk menyerah atau tidak
memperhatikan pentingnya prinsip-prinsip yang membimbing kepada objektivitas. Dengan
demikian, apa yang esensial bagi penelitian, dalam

Anda mungkin juga menyukai