Jtptunimus GDL Juwarnings 5443 2 Babiic D
Jtptunimus GDL Juwarnings 5443 2 Babiic D
TINJAUAN TEORI
A.
Definisi
Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renal yang progresif
dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia.
( Smeltzer C, Suzanne, 2002 hal 1448).
Gagal ginjal kronis (Chronic Renal Failure) adalah kerusakan ginjal
progresif yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah
nitrogen lainnya yang beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak
dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal). (Nursalam, 2006 hal 47).
Gagal ginjal kronis adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan
penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan
cukup lanjut, hal ini terjadi bila laju filtrasi glomerular kurang dari 50
mL/min. (Suyono, et al, 2001).
Menurut Doenges (1999 : 626), Chronic Kidney Disease biasanya
berakibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap. Penyebab
termasuk glomerulonefritis, infeksi kronis, penyakit vascular (nefrosklerosis),
proses obstruktif (kalkuli), penyakit kolagen (lupus sistemik), agen nefrotik
(aminoglikosida), penyakit endokrin (diabetes). Bertahapnya sindrom ini
melalui tahap dan menghasilkan perubahan utama pada semua sistem tubuh.
B.
Tahap I
Tahap II
c.
Tahap III
d.
Tahap IV
e.
Tahap V
C.
Anatomi ginjal menurut price dan Wilson (2005) dan Smletzer dan
Bare (2001), ginjal merupakan organ berbentuk
terletak pada kedua sisi kolumna vertebralis. Ginjal kanan sedikit lebih
rendah dibandingkan ginjal kiri karena tekanan ke bawah oleh hati. Katub
atasnya terletak setinggi iga kedua belas. Sedangkan katub atas ginjal kiri
dari rumbai kapiler. Sel viseral membentuk tonjolan-tonjolan atau kakikaki yang dikenal sebagai pedosit, yang bersinggungan dengan membrana
basalis pada jarak-jarak tertentu sehingga terdapat daerah-daerah yang
bebas dari kontak antar sel epitel. Daerah-daerah yang terdapat diantara
pedosit biasanya disebut celah pori-pori.
2. Fisiologi ginjal
a. Fungsi ginjal
Menurut Price dan Wilson (2005), ginjal mempunyai berbagai macam
fungsi yaitu ekskresi dan fungsi non-ekskresi. Fungsi ekskresi
diantaranya adalah :
1)
2)
3)
4)
2)
3)
4)
Degradasi insulin.
5)
Menghasilkan prostaglandin.
b.
c.
Disaring
150 Liter
750 Liter
150 Liter
50 Gram
Dikeluarkan
1, 5 Liter
15 Gram
0 gram
30 Gram
Normal
26.000
600
18.000
4.900
870
12
50
Reabsorpsi
25.850
566
17.850
4.900
460
1
49
Ekskresi
150
90
150
0
410
12
5
Sekresi
50
1
4
Satuan
m Eq
m Eq
m Eq
m Eq
m Mol
m Mol
m Mol
urat
Glukosa
Solut
800
54.000
800
53.400
0
700
100
m Mol
m Osl
total
Air
180.000
179.000
1.000
Ml
D.
Etiologi
Menurut Price dan Wilson (2005) klasifikasi penyebab gagal ginjal
kronik adalah sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
E.
Patofisiologi
Berdasarkan proses perjalanan penyakit dari berbagai penyebab yaitu
infeksi, vaskuler, zat toksik, obstruksi saluran kemih yang pada akhirnya akan
clerence kreatinin dan peningkatan kadar kreatinin serum. Retensi cairan dan
natrium dapat megakibatkan edema.
Ketidakseimbangan
kalsium
dan
fosfat
merupakan
gangguan
F.
Menifestasi klinis
Manifestasi klinik menurut Price dan Wilson (2005), Smeltzer dan
Bare (2001), Lemine dan Burke (2000) dapat dilihat dari berbagai fungsi
system tubuh yaitu :
1.
2.
tidak umum karena pengobatan dini dan agresif, kulit kering, bersisik,
ecimosis, kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar, memar (purpura).
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
G. Komplikasi
Komplikasi penyakit gagal ginjal kronik menurut Smletzer dan Bare
(2001) yaitu :
1.
2.
3.
4.
5.
H.
Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan untuk mengatasi penyakit gagal ginjal kronik
menurut Smeltzer dan Bare (2001) yaitu :
1.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
2.
Intervensi diet yaitu diet rendah protein (0,4-0,8 gr/kgBB), vitamin B dan
C, diet tinggi lemak dan karbohirat
3.
4.
5.
I.
6.
7.
Transplantasi ginjal.
Asuhan Keperawatan
a) Fokus Pengkajian
Pengkajian focus keperawatan yang perlu diperhatikan pada
penderita gagal ginjal kronik menurut Doeges (1999), Le Mone & Burke
(2000) dan Smeltzer dan Bare (2001) ada berbagai macam, meliputi :
b.
Demografi
Tingkungan yang tercemar oleh timah, cadmium, merkuri, kromium
dan sumber air tinggi kalsium beresiko untuk gagal ginjal kronik,
kebanyakan menyerang umur 20-50 tahun, jenis kelamin lebih banyak
perempuan, kebanyakan ras kulit hitam.
c.
d.
e.
Pemeliharaan kesehatan
Penggunaan obat laksatif, diamox, vitamin D, antacid, aspirin
dosis tinggi, personal hygiene kurang, konsumsi toxik,
konsumsi makanan tinggi kalsium, purin, oksalat, fosfat,
protein, kebiasaan minum suplemen, control tekanan darah dan
gula darah tidak teratur pada penderita tekanan darah tinggi
dan diabetes mellitus.
2)
Pola eliminasi
Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap
lanjut), abdomen kembung, diare konstipasi, perubahan warna
urin.
4)
5)
6)
7)
f.
Pengkajian fisik
1)
2)
3)
4)
5)
Kepala
a) Mata:
konjungtiva
anemis,
mata
merah,
berair,
7)
8)
9)
10)
11)
g.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada gagal ginjal kronik menurut Doenges
(1999) adalah :
1) Urine
a)
f)
2) Darah
a)
karena
kehilangan
kemampuan
ginjal
untuk
f)
Kalsium menurun
b) Pielogram
ginjal:
mengkaji
sirkulasi
ginjal
dan
f)
Endoskopi
ginjal
dan
nefroskopi:
dilakukan
untuk
j)
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada penyakit gagal ginjal kronik menurut
Doeges (1999), Carpenito (2000) dan Smeltzer dan Bare (2001) adalah
a)
b)
c)
d)
Resiko
penurunan
curah
jantung
berhubungan
dengan
f)
g)
h)
3. PATHWAYS KEPERAWATAN
Vaskuler
Infeksi
Zat toksik
Arterio sklerosis
Tertimbun ginjal
Retensi urine
Refluks
hidronefrosis
Vaskulerisasi Ginjal
GFR turun
iskemia
Peningkatan tekanan
CKD
Gg. Fungsi renal
Sindrom uremia
Pruritus
CES meningkat
Perub. warna
kulit
Gg. Integritas
kulit
nefron
kompresi
nekrosis
hiperkalemia
Produksi Hb turun
Gg. Penghantaran
kelistrikan jantung
oksihemoglobin turun
disritmia
Intoleransi
aktivitas
HCO3Edema
asidosis
Kelebihan
volume cairan
Mual, muntah
Peningkatan preload
Peningkatan beban jantung
Hiperventilasi
Resiko gangguan
nutrisi
Gg.
Perfusi
jaringan
Edema paru
Gg.
Pertukaran
gas
Penurunan COP
Syncope
(kehilangan
kesadaran)
Suplai O2 ke
otak turun
Suplai O2
jaringan
turun
Anaerob
Nyeri sendi
Intoleransi
aktivitas
Dignosa
keperawatan
Kelebihan
Tujuan
Kelebihan
Kriteria hasil
Pembatasan
Intervensi
rasional
diet dan
berhubungan
ma tidak
cairan.
dengan
terjadi.
Turgor kulit
penurunan
normal tanpa
haluaran urine
edema.
dan
cairan
natrium.
retensi
Tanda-tanda
dan
vital normal.
intervensi.
haluaran.
Turgor
kulit
dan
adanya
edema.
Tekanan darah, denyut dan
irama nadi.
2) batasi masukan cairan
3) identifikasi
sumber
diketahui
dapat
Perubahan
Memperta
Pengukuran
Kenyamanan pasien
meningkatkan kepatuhan
pembatasan cairan.
1) Kaji status nutrisi
antropometri
memantau
dalam
pengukuran antropometrik
mengevaluasi intervensi.
tubuh
nutrisi
normal.
berhubungan
yang
batas
perubahan
dan
Perlambatan
serum,
BUN,
kreatinin,
atau
inadekuat,
penurunan
besi).
mual, muntah,
berat
anoreksia.
yang
cepat
riwayat diet
tidak terjadi.
Pengukuran
biokomis
makanan kesukaan
menyusun menu.
hitung kalori.
3) Kaji faktor-faktor yang dapat
merubah masukan nutrisi:
Menyediakan informasi
normal
(albumin,
dalam
batas
kadar
elektrolit).
Peneriksaan
laboratorium
bagi pasien
diet.
Mendorong peningkatan
dalam
pembatasan
pertumbuhan dan
diet dan
medikasi
dan
sesuai jadwal
hubungannya
dengan
penyembuhan jaringan.
Meningkatkan
pemahaman
untuk
diet,
urea,
kadar
kreatinin
mengatasi
anoreksia.
8) Ciptakan
lingkungan
menyenangkan
selama
makan.
10) Kaji
bukti
adanya
pembentukan edema
lain,
pembentukan
edema
dan
3.
Membran
1) Awasi
tanda-tanda
vital,
perlambatan peyembuhan.
kaji Memberikan informasi tentang
Gangguan
Setelah
perfusi
dilakukan
mukosa warna
jaringan
tindakan
merah muda.
dasar kuku.
berhubungan
keperawata Kesadaran
menentukan. Kebutuhan
dengan
n perfusi
kompos
intervensi
penurunan
jaringan
mentis.
suplai O2 dan
adekuat
Tidak ada
dan memaksimalkan
nutrisi ke
keluhan sakit
jaringan
kepala.
sekunder
Tidak ada
terhadap
tanda sianosis
penurunan
ataupun
COP.
hipoksia
Capillary
refill
kurang
dari 3 detik.
Nilai
laboratorium
keluhan
rasa
hangat
sesuai
dalam
normal
(Hb
12-15 gr%).
Konjungtiva
Memaksimalkan
transport
oksigen ke jaringan.
5) Kolaborasikan
laboratorium (hemoglobin).
tidak anemis.
Tanda-tanda
vital
stabil:
TD:
120/80
mmHg, nadi:
4.
60-80x/menit.
analisa
gas 1) Kaji fungsi pernapasan klien, Distress pernapasan dan
nafas
dilakukan
darah
berhubungan
tindakan
rentang
dengan
keperawata
normal.
tanda vital.
hiperventilasi
paru.
menunjukk
tanda sianosis
an
maupun
nafas
efektif
klien tidak
pola
dalam
dispnea.
bunyi
nafas
tidak
mengalami
penurunan
mengurangi trauma.
TTV
dalam 4) Pertahankan
batas normal:
RR
posisi
16-24 5) Kolaborasikan
laboratorium (elektrolit)
x/menit
sebagai
indikator
keadaan
status cairan.
6) Kolaborasikan
7) Kolaborasikan
5.
Resiko
Setelah
penurunan
dilakukan
curah
jantung tindakan
Tanda-tanda
vital
dalam
pemeriksaan Menghilangkan
oksigen
respirasi dan sianosis.
1) Auskultasi bunyi jantung dan Mengkaji adanya takikardi,
paru,
evaluasi
adanya
edema takipnea,
dispnea, gemerisik,
batas normal:
berhubungan
keperawata
tekanan
dengan
darah: 120/80
darah,
ketidakseimba
jantung
mmHg,
curah
nadi
distress
perhatikan
postural
ngan
cairan dapat
mempengaruhi
dipertahan
60-80
berdiri.
nyeri
dada, Hipertensi
miokardial dan
Akral hangat
tahanan
Capillary
vaskuler
refill
sistemik,
dari 3 detik
gangguan
keluhan
kurang
Nilai
frekuensi,
laboratorium
irama,
dalam
terjadi
ortostatik
sehubungan
dapat
dengan
defisit cairan.
3) Evaluasi
bunyi
jantung
jantung
(ketidakseimba
5,1
konduksi
pemeriksaan Ketidakseimbangan
dapat
mmol/L, 5) Kolaborasikan
laboratorium yaitu kalium.
mengangu kondisi dan fungsi
urea
15-39
jantung.
mg/dl)
ngan
elektrolit).
Resiko
Setelah
kerusakan
dilakukan
Klien
menunjukkan
dengan indikasi.
sistemik.
1) Inspeksi kulit terhadap perubahan Memandakan adanya sirkulasi
warna, turgor
perilaku atau
adanya
berhubungan
keperawata
tehnik
purpura.
dengan
mencegah
2) Pantau
akumulasi
terjadi
kerusakan
hidrasi
atau
mukosa.
toksik
tidak
dalam integritas
kulit
dan kulit
cidera
ekimosis, menimbulkan
kulit
masukan
kulit
cairan
dan
(uremia)
integritas
kulit.
Tidak terjadi
edema.
kulit.
kerusakan
pembentukan
Tidak terjadi
gangguan
turgor
untuk
kemerahan,
seluler.
3) Inspeksi
area
tubuh
terhadap Jaringan
edema.
4) Ubah
edema
lebih
dengan
menggerakkan
klien
perlahan,
bantalan
beri
tonjolan tulang.
sering Menurunkan
dengan edema,
tekanan
pada
meningkatkan
sebagai
pembentukan
edema.
5) Pertahankan linen kering, dan Menurunkan iritasi dermal dan
selidiki keluhan gatal.
6) Pertahankan kuku pendek
7.
Intoleransi
Berpartisip
dermal
1)
Kaji
faktor
yang
menyebabkan
Menyediakan
Berpartisipasi
resiko
cedera
informasi
aktivitas
asi
berhubungan
aktivitas
meningkatkan
anemia
dengan
yang dapat
tingkat
keletihan,
ditoleransi
aktivitas
anemia, retensi
produk sampah
dan
prosedur
dialisis.
dalam
dalam
keletihan
dan
latihan
tentang
indikasi
tingkat
keletihan
elektrolit
retensi produk sampah
Melaporkan
depresi
dan
aktivitas
secara
dapat
ditoleransi,
3) Anjurkan
aktivitas
sambil istirahat.
perawatan
mandiri yang
dipilih
alternatif Mendorong
aktivitas
latihan
dalam
dan
batas-batas
Berpartisipasi
aktivitas
jika diri.
keletihan terjadi.
bergantian
dalam
bantu
untuk
setelah dislisis.
beristirahat Dianjurkan
yang
bagi
setelah
banyak
sangat melelahkan.
dialysis,
pasien
8.
Gangguan
Setelah
analisa
darah
berhubungan
tindakan
rentang
dengan
keperawata
normal
tanda vital.
penurunan
ekspansi
klien tidak
paru menunjukk
an
maupun
terhadap
pertukaran
hipoksia
Untuk
akibat
dari
mengetahui
keadaan
paru.
3) Catat pengembangan dada dan Pengembangan
posisi trakea
taktil fremitus
dada
ekspansi
paru
menurunkan
apabila
atau
dapat
terjadi
positif kanan
bunyi
sebagai
dan kiri
dan
tanda sianosis
sekunder
pulmoner.
dalam
pernapasan
nafas
klien
dengan
edema
pulmoner.
tidak
mengalami
penurunan
auskultasi
lebih
paru sonor.
TTV
efektif
dan
dapat
mengurangi trauma.
dalam
posisi
RR
x/menit
16-24
laboratorium (elektrolit)
sebagai
indicator
keadaan
status cairan.
8) Kolaborasikan
9) Kolaborasikan
oksigen
pemeriksaan
Menghilangkan
respirasi dan sianosis.
distress