wwwREFERAT Wwhepatitis Tinjauan Pustaka
wwwREFERAT Wwhepatitis Tinjauan Pustaka
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hepatitis kronik mewakili serangkaian penyakit hepar dari aneka
macam penyebab dan keparahan dengan radang dan nekrosis hepar berlanjut
paling sedikit selama 6 bulan. Bentuk yang lebih ringan adalah non progresif
atau hanya progresif dengan lambat, sementara
B. Tujuan
Mengingat bahaya dari hepatitis kronik maka penting bagi kita sebagai
tenaga medis khususnya dokter untuk mengetahui tentang hepatitis kronik,
baik definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, dan penatalaksanaan yang
tepat.
Tujuan penulisan referat ini juga sebagai syarat pendidikan dokter
dalam kepaniteraan klinik Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Surakarta di RSUD Dr. Harjono Ponorogo.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Hepatitis kronis adalah terjadinya peradangan, nekrosis,dan fibrosis
dari hepatosit di hepar yang berlangsung minimal 6 bulan.
B. Epidemiologi
Pengidap hepatitis B kronik diketahui dengan terdapatnya HbsAg
dalam darah lebih dari 6 bulan. Hepatitis B kronik tidak selamanya harus
didahului oleh serangan hepatitis B akut. Pada beberapa keadaan, hepatitis akut
langsung diikuti oleh perjalanan ke arah kronisitas. Keadaan lain, walaupun
seperti akut, ternyata sudah terjadi hepatitis kronis. Kira-kira 10% orang dewasa
dan 90% neonatus yang terinfeksi akut menjadi kronis. Insidensi
ditemukannya HbsAg mendekati 5% penduduk dunia (300 juta orang). Lebih
dari 10% nya tinggal di SubSahara dan Asia Tenggara. Dari yang terinfeksi
secara kronis 20% nya akan menjadi sirosis atau hepatoseluler karsinoma
(HCC) dan sekitar 1-2 juta orang pertahun yang akan meninggal dunia.
Prevalensi hepatitis virus C (HCV) meningkat di seluruh dunia. WHO
memperkirakan lebih dari 170 juta individu di seluruh dunia terjangkit HCV.
Insiden HCV di Indonesia sampai saat ini belum ada data pasti,
namun dari pemeriksaan terhadap penderita HCV (+) dilaporkan terdapat
44,8% HCV RNA (+), dan HCV RNA (+) ini lebih banyak ditemukan pada
usia tua dan ekonomi rendah.
HDV dipercaya menginfeksi sekitar 5% dari pengidap 300 juta
HbsAg di dunia, dimana angka tertinggi di Amerika Selatan dan Afrika.
Kronisitas hepatitis D sama dengan hepatitis B, yaitu sekitar 10-15% dari
hepatitis akut. Pada mereka pengguna obat-obat narkotika IV yang positif
HbsAg terdapat peningkatan prevalensi HDV sebanyak 17-90%. Transmisi
juga dapat melalui hubungan sexual dan perinatal
Kejadian HAI lebih sering pada wanita dibanding laki-laki (4:1). HAI
dibandingkan dengan penyakit hepar lainnya merupakan kasus yang jarang.
Prevalensi diperkirakan 50-200/1.000.000 kasus di Eropa Utara dan populasi
Kaukasian Amerika Utara, dimana 20% sebagai hepatitis kronik. Secara
epidemiologik penyakit ini diduga terkait dengan HLDASR4. HAI memiliki
mortalitas yang tinggi dan remisi yang rendah. Tanpa pengobatan, 50% pasien
dengan HAI berat akan meninggal dalam 5 tahun.
C. Cara Penularan (Cara Transmisi)
1. Hepatitis B
Melalui darah : penerima produk darah, IVDU, pasien
hemodialisis, pekerja kesehatan, pekerja yang terpapar darah.
Transmisi seksual
Penetrasi jaringan (perkutan) atau permukosa : tertusuk jarum,
penggunaan
ulang peralatan
medis
yang
terkontaminasi,
3. Hepatitis C
Darah (predominan) : IVDU dan penetrasi jaringan, respien
produk darah.
4
3.
Bentuk ringan: erosi ringan dari limiting plate dengan beberapa piece
meal nekrosis tanpa nekrosis bridging atau penumpukan rosette.
Bentuk
berat:
septa
fibrous
meluas
ke
kolumna
sel
hati,
juga
E. Patogenesis
1. Hepatitis B Kronik
Seperti diketahui ada 4 fase perjalanan penyakit hepatitis B kronik,
yaitu fase awal yaitu fase imuntolerans sampai usia 20-30 tahun dimana
HBV DNA tinggi, HBeASg-positip namun keadaan ini belum menggangu
fungsi hepar dimana Alt, Ast masih normal dan bahkan jika dibiopsipun
hepatosit dan gambaran histologik masih normal. Fase kedua yaitu fase
imun klirens dimana VHB mulai menyerang sel hepar dan mengganggu
fungsinya. Fase ini ditandai dengan HBV DNA mulai berfluktiasi, masih
meninggi dan demikian pula nilai Alt dan Ast mulai meningkat
berfluktuasi dan bisa terjadi keluhan dan gejala.
infeksi
VHB
bergantung
pada
Antigen
virus,
terutama
HbcAg
dan
HbeAg, yang
oleh
degradasi
mRNA
atau
menghambat
proses
translasi.
b.
c.
d.
2. Hepatitis C Kronik
Bila seorang terinfeksi HCV sebagian kecil akan sembuh
sempurna dan sebagian besar menjadi kronis dengan terbentuknya
antibodi terhadap virus C (anti HCV). Reaksi imunologis bersifat humoral
dan selular dimana sistem humoral membentuk IgM anti HCV dan
imunologik selular mengaktivasi sel sitotoksik untuk menghancurkan virus
C dengan bantuan MHC (mayor histocompability) dan interferon, dimana
interferon melalui enzim 2,5 oligo adenylate sintetase menghambat
pembentukan protein virus (replikasi virus).
Bila sel T sitotoksik mampu mengeliminasi virus akan terjadi
penyembuhan dan bila gagal akan menjadi hepatitis kronik. Walaupun
anti HCV negatif selama lebih dari 6 bulan dan transaminase normal
namun kalau masih ditemukannya HCV RNA (+) maka penderita dianggap
sebagai pengidap hepatitis C.
Koinfeksi dengan HBV juga telah dihubungkan peningkatan
keparahan hepatitis C kronik dan mempercepat laju ke arah sirosis.
Tambahan koinfeksi dengan HBV mempengaruhi perkembangan ke arah
HCC.
dijumpai pada pasien hepatitis kronik aktif autoimun dan pada subset
pasien hepatitis C kronik.
4. Hepatitis Autoimun
Patogenesis terjadinya HAI sampai saat ini masih belum
jelas. Bukti yang ada menampakkan adanya progresifitas secara
langsung menyerang sel hepar. Autoimunitas ini mungkin diturunkan
secara genetik dan spesifisitas kerusakan hepar dapat dicetuskan oleh
lingkungan. Sebagai contoh, pasien hepatitis A dan B yang self limited dapat
terjadi HAI. Bukti yang mendukung patogenesis HAI adalah:
a. Lesi histopatologi hepar dominan terdiri dari sel-sel T sitotoksik dan
sel plasma
b. Terdapatnya sirkulasi autoantibodi (nuclear, smooth muscle,
thyroid) faktor rheumatoid dan hiperglobulinemia
c. Kelainan autoimun lainnya seperti tiroiditas, reumatoid artritis,
autoimun
hemolitik,
colitis
ulcerativa,
glomerulonefritis
seperti
artralgia,
artritis,
vaskulitis
kutaneus,
11
F. Penatalaksanaan
1. Hepatitis B kronik
pengobatan dilakukan apabila infeksi VHB bersifat aktif dan
dilihat tanda-tanda bahwa virus sudah mulai memberikan gangguan dan
kerusakan hepar. Pengobatan dengan antivirus harus diberikan jika nilai
HBV DNA melebihi angka 20.000 IU/L (sama dengan > 100.000
/kopi/L)
Untuk
12
13
Dibawah ini dituliskan algoritma pengobatan Hepatitis BHBeAg-positif dan hegatif. Semua obat yang disebutkan diatas dapat
dipergunakan sebagai obat lini pertama menurut pedoman APASL .
14
15
genom host)
HBV DNA
HbsAg (+)
HbsAb (+)
memberitahukan
status
pengidapnya kepada
dokter
gigi,
16
MEDIKAMENTOSA
Pilihan terapi medikamentosa
1. Interferon
2. Nucleoside analogue
3. Imunosupresif/steroid
1.
Interferon
17
analog
generasi
kedua
yang
lain:
Lobucavir,
Famciclovir, Adefovir.
3. Steroid
Steroid tunggal tidak banyak berhasil dalam terapi hepatitis
kronis. Pemberian jangka pendek (6 minggu) kemudian dihentikan tibatiba menimbulkan efek withdrawal terjadi fenomena
penelitian
rebound. Hasil
2. Hepatitis C kronik
Indikator respon pengobatan yang diharapkan adalah klirens virus,
ditunjukkan dengan tidak terdapatnya HCV RNA di serum dengan
menggunakan test yang paling sensitif. Respon virus pada akhir
pengobatan (End of Treatment Viral Response = ETVR) dinyatakan
dengan tidak dijumpainya HCV RNA pada akhir pengobatan. Respon
18
sebagai
indikator
biokimia
1. Regresi fibrosis
2. Mengurangi angka terjadinya HCC
3. Mengurangi laju terjadinya komplikasi lain seperti gagal hepar dan
angka kematian oleh karena penyebab hepar.
19
3. Hepatitis D Kronik
Penatalaksanaan belum diketahui pasti. Glukokortikoid tidak efektif
dan tidak digunakan. Pasien HBV-HDV terinfeksi kurang berespon
terhadap interferon dibanding dengan HBV saja. Penelitian terbaru
Lamivudine cukup baik untuk terapi HBV-HDV koinfeksi.
Pada pasien penyakit hepar stadium akhir akibat hepatitis D kronik,
transplantasi hepar diketahui berhasil baik. Bila hepatitis D kambuh kembali
pada hepar yang baru tanpa ekspresi hepatitis B ( suatu profil serologi yang
jarang dijumpai pada individu dengan kemampuan mengembangkan
tanggap imun, tetapi lazim ditemukan pada pasien penerima transplantasi),
cedera hepar akan terbatas. Pada kenyataan, hasil akhir transplantasi untuk
hepatitis D kronik lebih baik daripada hasil pada hepatitis B kronik.
20
4. Hepatitis Autoimun
Simtomatik
Asimtomatik
22
BAB III
KESIMPULAN
23
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
Davis GL. Hepatitis C. In: Shiff ER (eds). Shiffs Diseases of the liver.
8th ed. Philadeplhia: Lippincott; 1919.p.757-91.
5.
Dhawan
VK.
Hepatitis
C.
Available
from:
http://www.emedicine.com/med/topic999.htm
6.
7.
Isselbacher KJ, Dienstag JL. Chronic Hepatitis. In: Fauci (eds). Harrisons
Principles of Internal Medicine. 14th ed. New York : Mc Graw Hill;
1998.p.1697-1704.
8.
Malik AH, Lee WM. Vhronic hepatitis B virus infection: treatment strategies for
the next milenium. Annals of Internal Medicine 2000;9:723-9.
9.
Manns MP. Autoimun hepatitis. In: Shiff ER (eds). Shiffs diseases of the
liver. 8th ed. Philadephia: Lippincott; 1919.p.919-35.
10.
Pyrsopoulus
NT.
Hepatitis
B.
Available
from:
http://www.emedicine.com/med/topic992.htm
11.
Sherlock S, Dooley J. Chronic Hepatitis. In: Diseases of the Liver and Billiary
System. 9th ed. London : Blackwell; 1993. P.293-321.
24
12.
Sherlock S, Dooley J. Drugs and the liver. In: Diseases of the liver and billiary
system. 9th ed. London: Blackwell; 1993.p.322-356.
13.
Sherlock S, Dooley J. Wilsons disease. In: Disease of the Liver and Billiary
System. 9th ed. London: Blackwell;1993.p.400-7.
14.
15.
16.
Wolf
CD.
Hepatitis,
Viral.
Available
from:
http://www.emedicine.com/med/topic3180.htm
17.
25