Pembuatan voucher spesimen Pembuatan voucher spesimen daun dan umbi segar dilakukan dengan daun dan umbi segar disimpan ditengah buku lalu diapit hingga daun kering. Penyiapan sampel Keempat tanaman terpilih dicuci hingga bersih dengan air yang mengalir lalu dikeringkan di dalam oven dengan suhu 40-50 C hingga kadar airnya kurang dari 10% kemudian sampel kering digiling dengan ukuran 40 mesh. Penetapan kadar air Penentuan kadar air dilakukan berdasarkan AOAC (2007). Cawan kosong dikeringkan terlebih dahulu dalam oven dengan suhu 105C selama 30 menit lalu didinginkan dalam eksikator selama 15 menit. Cawan kosong ditimbang bobotnya. Sebanyak 2 gram simplisia dimasukkan ke dalam cawan yang telah dikeringkan. Simplisia dimasukkan ke dalam oven selama 5 jam pada suhu 105C, dinginkan dalam eksikator selama 15 menit lalu timbang bobotnya. Prosedur ini dilakukan hingga bobot simplisia konstan. Kadar air simplisia dapat dihitung dengan rumus. % Kadar air =
x100%
Keterangan : a = bobot simplisia sebelum dikeringkan (g)
b = bobot simplisia setelah dikeringkan (g)
Penetapan kadar abu
Penetapan kadar abu (AOAC 1990) dilakukan dengan metode pemanasan dalam tanur bersuhu 550C. Mula-mula cawan porselin dipanaskan dalam tanur, lalu didinginkan di dalam desikator selama 15 menit, kemudian ditimbang. Proses ini diulangi sampai diperoleh bobot konstan. Sampel dimasukkan kedalam cawan tersebut sebanyak 2 gram, kemudian dimasukkan kedalam tanur dan dibakar sampai diperoleh abu berwarna kelabu dan mempunyai bobot yang konstan. Pengabuan dilakukan 2 tahap, yaitu pertama pada suhu sekitar 400C. Tahap ini pintu tanur dibiarkan terbuka, sebab bahan yang dibakar akan mengeluarkan asap. Pemanasan dilanjutkan pada suhu 550C dengan pintu tanur ditutup. Abu didinginkan dalam desikator, lalu ditimbang. Ekstraksi tanaman herbal Farmula jamu 1 dan 2 hasil penelitian Andriana (2014) dari tanaman herbal pada Tabel 1 sebanyak 10 g diekstraksi menggunakan 300 mL akuades dengan cara penggodokkan hingga mendidih sambil terus diaduk. Kemudian filtrat dipisahkan dari simplisia dan dipekatkan menggunakan evaporator hingga pelarutnya hilang. Setelah itu dikeringdinginkan menggunakan freeze dryer.
Tabel 1 Bobot formula jamu sebagai obat antikolesterol(Andriana 2014)
Nama Bobot bahan (g) Daun kumis Daun jati Umbi bidara Daun kucing belanda upas kemuning FJ1 1,250 1,250 1,250 6,250 FJ2 0 0 0 10 Metode KLT Dengan Instrumen CAMAG Linomat 5 Ekstrak kering jamu dilarutkan dengan metanol PA sampai diperoleh larutan ekstrak 10 mg/mL. Larutan ekstrak disaring lalu ditotolkan pada pelat KLT Gel 60 F254 dengan bantuan alat CAMAG Linomat 5 menggunakan syringe 100 L. Parameter penotolan yaitu volume injeksi 5 L, dosage speed 30 nL/s, dan lebar pita 6.0 mm. Sebanyak 5 mL fase gerak disiapkan sesuai komposisi 1-4 dari kondisi optimum pemisahan ekstrak tunggal tanaman penyusun jamu lalu dimasukkan ke dalam bejana kromatografi dan dijenuhkan selama 30 menit. Kemudian pelat KLT dimasukkan ke dalam bejana berisi fase gerak tersebut. Elusi dihentikan ketika fase gerak telah mencapai 0.5 cm dari tepi atas pelat KLT. Setelah elusi selesai maka pelat diangkat, dikeringkan dan dideteksi pada instrumen CAMAG Repsrostar 3 yang terintegrasi perangkat lunak WinCATS. Deteksi dilakukan dengan lampu UV 254 nm dan 366 nm. Pengujian juga dilakukan terhadap ekstrak jamu menggunakan metode yang sama namun fase gerak yang digunakan diganti fase gerak tunggal kloroform PA, metanol PA, air, toluen PA, etil asetat PA, . Komposisi 1 : kloroform:metanol:air (40:10:1)) Komposisi 2 : toluena:etil asetat (70:30) Komposisi 3 : kloroform:etil asetat (60:40) Komposisi 4 : n-heksana:etil asetat (1:1) Standar yang digunakan ialah tilirosida 1%, murangatin 0,2%, sinensetin 0,1%. Metode KCKT Analisis antikolesterol dengan instrumen KCKT digunakan lovastatin sebagai standar. Fase diam yang digunakan ialah Bondapak C18 3.9 330 mm dan fasa geraknya berupa asetonitril dan air dengan perbandingan 85:15. Sampel diinjeksikan sebanyak 20 L. Pendeteksian digunakan detektor UV pada panjang gelombang 245 nm (Tisnadjaja dan Bustanussalam 2012). Uji Toksisitas dengan Metode BSLT Metode Meyer et al (1982) digunakan untuk mempelajari toksisitas sampel secara umum dengan menggunakan larva udang (Artemia salina Leach). Penetasan Larva Udang Bejana disiapkan untuk penetasan telur udang. Di satu ruang dalam bejana tersebut diletakkan lampu untuk menghangatkan suhu dalam penetasan, sedangkan di ruang sebelahnya diberi air laut. Kedalam air laut dimasukkan + 50100 mg telur udang untuk ditetaskan. Pada bagian telur ditutup dengan aluminium foil, dan lampu dinyalakan selama 48 jam untuk menetaskan telur. Diambil larva udang yang akan diuji dengan pipet.
Persiapan Larutan Sampel yang Akan Diuji
Ekstrak yang akan diuji dibuat dalam konsentrasi 10, 100, 200, 500 dan 1000 ppm dalam air laut. Bila sampel tidak larut tambahkan 2 tetes DMSO. Prosedur Uji Toksisitas dengan Metode BSLT Sebanyak 100 L air laut yang mengandung larva udang sebanyak 10-12 ekor dipipet, kemudian dimasukkan ke dalam wadah uji. Di tambahkan larutan sampel yang akan diuji masing-masing sebanyak 100 L, dengan konsentrasi 10, 100, 200, 500 dan 1000 ppm. Untuk setiap konsentrasi dilakukan 3 kali pengulangan (triplo). Larutan diaduk sampai homogen. Untuk kontrol dilakukan tanpa penambahan sampel. Larutan dibiarkan selama 24 jam, kemudian dihitung jumlah larva yang mati dan masih hidup dari tiap lubang. Angka mati dihitung dengan menjumlahkan larva yang mati dalam setiap konsentrasi (3 lubang). Angka hidup dihitung dengan menjumlahkan larva yang hidup dalam setiap konsentrasi (3 lubang). Perhitungan akumulasi mati tiap konsentrasi dilakukan dengan cara berikut: akumulasi mati untuk konsentrasi 10 ppm = angka mati pada konsentrasi tersebut, akumulasi mati untuk konsentrasi 100 ppm = angka mati pada konsentrasi 10 ppm + angka mati pada konsentrasi 100 ppm, akumulasi mati untuk konsentrasi 200 ppm = angka mati pada konsentrasi 10 ppm + angka mati pada konsentrasi 100 ppm + angka mati pada konsentrasi 200 ppm. Akumulasi angka mati dihitung sampai konsentrasi 1000 ppm. Perhitungan akumulasi hidup tiap konsentrasi dilakukan dengan cara berikut: akumulasi hidup untuk konsentrasi 1000 ppm = angka hidup pada konsentrasi 1000 ppm, akumulasi hidup untuk konsentrasi 500 ppm = angka hidup pada konsentrasi 1000 ppm + angka hidup pada konsentrasi 500 ppm, akumulasi hidup untuk konsentrasi 200 ppm = angka hidup pada konsentrasi 1000 ppm + angka hidup pada konsentrasi 500 ppm + angka hidup pada konsentrasi 200 ppm. Akumulasi angka hidup dihitung sampai konsentrasi 10 ppm. Selanjutnya dihitung mortalitas dengan cara: akumulasi mati dibagi jumlah akumulasi hidup dan mati (total) dikali 100%. Grafik dibuat dengan log konsentrasi sebagai sumbu (x) terhadap mortalitas sebagai sumbu (y). Nilai LC50 merupakan konsentrasi dimana zat menyebabkan kematian 50% yang diperoleh dengan memakai persamaan regresi linier y = a + bx. Suatu zat dikatakan aktif atau toksik bila nilai LC50 < 1000 ppm untuk ektrak dan < 30 ppm untuk suatu senyawa.