Anda di halaman 1dari 13

BAB 1

PENDAHULUAN
A. LatarBelakang
Manusia adalah mahluk yang paling tinggi derajatnya dibandingkan makhluk Tuhan yang
lainnya.Mengapa demikian? Tentu jawabannya karena manusia telah diberkahi dengan akal
dan fikiran yang bias membuat manusia tampil sebagai khalifah di muka bumi ini. Akal dan
fikiran ini lah yang membuat manusia bias berubah dari waktu kewaktu .Dalam kehidupan
manusia sulit sekali dipredeksi sifat dan kelakuannya bisa berubah sewaktu-waktu . Kadang
dia baik,dan tidak bisa dipungkiri juga banyak manusia yang jahat dan dengki pada sesama
manusia dan makhluk tuhan lainnya.
Dalam ilmu keperawatan spiritual juga sangat diperhatikan . Berdasarkan konsep
keperawatan, makna spiritual dapat dihubungkan dengan kata-kata :makna, harapan,
kerukunan,dan system kepercayaan (Dyson, Cobb, Forman,1997). Dyson mengamati bahwa
perawat menemukan aspek spiritual tersebut dalam hubungan seseorang dengan dirinya
sendiri, orang lain, dan dengan Tuhan.Menurut Reed (1992) spiritual mencakup hubungan
intra-, inter-, dan transpersonal. Spiritual juga diartikan sebagai inti dari manusia yang
memasuki dan mempengaruhi kehidupannya dan dimanifestasikan dalam pemikiran dan
prilaku serta dalam hubungannya dengan diri sendiri, orang lain, alam, dan Tuhan
(Dossey&Guzzetta, 2000).

BAB II
PEMBAHASAN
A. Landasan Teori
1. Pengertian
Spiritualitas adalah keyakinan dalam hubungannya dengan Yang Maha Kuasa dan
Maha Pencipta. Sebagai contoh seseorang yang percaya kepada Allah sebagai Pencipta atau
sebagai Maha Kuasa. Dimensi spiritual berupaya untuk mempertahankan keharmonisan atau
keselarasan dengan dunia luar, berjuang untuk menjawab atau mendapatkan kekuatan ketika
sedang menghadapi stres emosional, penyakit fisik, atau kematian (Hamid, 2008).
Spiritualitas (spirituality) merupakan sesuatu yang dipercayai oleh seseorang dalam
hubungannya dengan kekuatan yang lebih tinggi (Tuhan), yang menimbulkan suatu
kebutuhan serta kecintaan terhadap adanya Tuhan, dan permohonan maaf atas segala
kesalahan yang pernah diperbuat (Asmadi,

2008). Stoll (1989; dalam Hamid,

2008)

menguraikan bahwa spiritualitas sebagai konsep dua dimensi, yaitu dimensi vertikal dan
dimensi horizontal. Dimensi vertikal adalah hubungan dengan Tuhan atau Yang Maha Tinggi
yang menuntun kehidupan seseorang.Dimensi horizontal adalah hubungan seseorang dengan
diri sendiri, dengan orang lain, dan dengan lingkungan.
Spiritualitas mencakup esensi keberadaan individu dan keyakinannya tentang makna
hidup dan tujuan hidup. Spiritualitas dapat mencakup keyakinan kepada Tuhan atau kekuatan
yang lebih tinggi, praktik keagamaan, keyakinan dan praktik budaya, dan hubungan dengan
lingkungan (Videback, 2008).

B. Konsep Spiritualitas
Konsep yang berhubungan dengan spiritualitas menurut Kozier et al (2010) yaitu
agama, keyakinan, harapan, transendensi,pengampunan. Agama merupakan sistem keyakinan
dan praktik yang terorganisasi. Agama memberi suatu cara mengekspresikan spiritual dan
memberikan pedoman kepada yang mempercayainya dalam berespon terhadap pertanyaan
dan tantangan hidup. Perkembangan keagamaan individu mengacu pada penerimaan
keyakinan, nilai, pedoman pelaksanaan, dan ritual tertentu.

Keyakinan adalah meyakini atau berkomitmen terhadap sesuatu atau seseorang.


Keyakinan memberi makna bagi

kehidupan, memberi kekuatan pada saat individu

mengalami kesulitan dalam kehidupannya. Keyakinan memberi kekuatan dan harapan


(Kozier et al, 2010).
Harapan merupakan konsep yang tergabung dengan spiritualitas. Yaitu proses
antisipasi yang melibatkan interaksi berpikir, bertindak, merasakan, dan keterkaitan yang
diarahkan ke pemenuhan di masa yang akan datang yang bermakna secara personal. Tanpa
harapan, pasien menyerah, kehilangan semangat, dan penyakit kemungkinan semakin cepat
memburuk (Kozier et al, 2010).Transendensi melibatkan kesadaran seseorang bahwa ada
sesuatu yang lain atau yang lebih hebat dari diri sendiri dan suatu pencarian dan penilaian
terhadap sesuatu yang lebih hebat tersebut, baik itu adalah mahluk, kekuatan, atau nilai yang
paling hebat (Kozier et al, 2010).
Kebutuhan akan ampunan merupakan kebutuhan akan ampunan dari Tuhan, diri
sendiri, dan orang lain serta kebebasan individu untuk mencintai Tuhan, diri sendiri, dan
orang lain. Bagi banyak pasien, penyakit atau kecacatan menimbulkan rasa malu atau rasa
bersalah. Masalah kesehatan diinterpretasi sebagai hukuman atau dosa yang dilakukan di
masa lalu. Perawat dapat berperan penting dalam membantu

pasien memahami proses

pengampunan (Kozier et al, 2010).

C. Komponen Spiritualitas
Elkins et al (1998) dalam Rahadian (2011) menyebutkan komponen dari spiritualitas
meliputi dimensi transenden, makna dan 17tujuan hidup, misi hidup, kesakralan hidup, nilainilai material, altruisme, idealisme, kesadaran akan peristiwa tragis, dan buah dari
spiritualitas.
1).Dimensi Transenden
Dimensi transenden merupakan kepercayaan terhadap Tuhan atau apapun yang
dipersepsikan sebagai sosok transenden. Kepercayaan ini akan diiringi dengan rasa perlunya
menyesuaikan diri dan menjaga hubungan dengan realitas transenden tersebut.

2).Makna dan Tujuan Hidup


Individu mengembangkan pandangan bahwa hidup memiliki makna dan bahwa setiap
eksistensi memiliki tujuannya masingmasing.
3).Misi hidup
Individu merasakan adanya panggilan yang harus dipenuhi, rasa tanggung jawab
pada kehidupan secara umum. Individu memiliki motivasi yang berarti mereka dapat
memecah misi hidupnya dalam target-target konkrit dan tergerak untuk memenuhi misi
tersebut.
4).Kesakralan hidup
Individu yang spiritual mempunyai kemampuan untuk melihat kesakralan dalam
semua hal dalam hidup. Percaya bahwa semua kehidupan suci sifatnya dan bahwa yang
sakral dapat juga ditemui dalam hal-hal keduniaan.
5).Nilai-nilai material
Individu yang spiritual menghargai materi seperti kebendaan atau uang namun
individu menyadari bahwa kepuasan dalam hidup semestinya datang bukan dari seberapa
banyak kekayaan atau kebendaan yang dimiliki.
6).Altruisme
Individu yang spiritual menyadari akan adanya tanggung jawab bersama dari masingmasing orang untuk saling menjaga sesamanya. Mereka meyakini bahwa tidak ada manusia
yang dapat berdiri sendiri, bahwa umat manusia terikat satu sama lain sehingga bertanggung
jawab atas sesamanya. Keyakinan ini dipengaruhi oleh sensitivitas mereka akan penderitaan
orang lain.
7). Idealisme
Idealisme merupakan kepercayaan yang kuat pada potensi baik manusia yang
diaktualisasikan dalam berbagai aspek kehidupan.

8).Kesadaran akan peristiwa tragis


Kesadaran akan peristiwa tragis dalam hidup seperti rasa sakit, penderitaan, atau
kematian diyakini sebagai alat yang akan membuat mereka semakin memiliki kesadaran akan
eksistensinya dalam hidup.
9).Buah dari spiritualitas
Komponen terakhir merupakan refleksi atas kedelapan komponen sebelumnya dimana
individu mengolah komponen-komponen dari pandangan, kepercayaan, dan nilai-nilai yang
dianutnya dalam komponen efek dari spiritualitasnya, dan biasanya dikaitkan dengan
hubungannya terhadap diri sendiri, orang lain, alam, kehidupan.Spiritualitas mencakup
hubungan seorang individu dengan daya yang melebihi dan juga dengan

orang-orang

disekitarnya. Seseorang dengan spiritualitas yang berkembang akan memiliki komponenkomponen tersebut.

D. Faktor-faktor yang mempengaruhi spiritualitas


Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi spiritualitas seseorang adalah tahap
perkembangan, keluarga, latar belakang etnik dan budaya, pengalaman hidup sebelumnya,
krisis dan perubahan, terpisah dari ikatan spiritual, isu moral terkait dengan terapi, dan
asuhan keperawatan yang kurang sesuai (Hamid, 2008).
1).Tahap Perkembangan
Tahap perkembangan spiritual manusia dapat dilihat dari tahap perkembangan mulai
dari bayi, anak-anak, pra sekolah, usia sekolah, remaja, dewasa awal, dewasa pertengahan,
dewasa akhir, dan lanjut usia.

Asmadi (2008) menyatakan, usia perkembangan dapat

menentukan proses pemenuhan kebutuhan spiritual, karena setiap tahap perkembangan


memiliki cara meyakini kepercayaanterhadap Tuhan.
2).Keluarga
Peran orang tua sangat menentukan perkembangan spiritualitas anak, yang penting
bukan apa yang diajarkan oleh orang tua kepada anaknya tentang Tuhan, tetapi apa yang anak
pelajari mengenai Tuhan, kehidupan, dan diri sendiri dari perilaku orang tua mereka. Oleh
karena itu keluarga merupakan lingkungan terdekat dan pengalaman pertama anak dalam

mempersepsikan kehidupan di dunia, pandangan anak pada umumnya diwarnai oleh


pengalaman mereka dalam berhubungan dengan orang tua dan saudaranya.
3). Latar belakang etnik dan budaya
Sikap, keyakinan, dan nilai dipengaruhi oleh latar belakang etnik dan sosial budaya.
Pada umumnya, seseorang akan mengikuti tradisi agama dan spiritual keluarga. Anak belajar
pentingnya menjalankan kegiatan agama, termasuk nilai moral dari hubungan keluarga dan
peran serta dalam berbagai bentuk kegiatan keagamaan.
4). Pengalaman hidup sebelumnya
Pengalaman hidup,

baik

yang positif maupun pengalaman negatif dapat

mempengaruhi spiritualitas seseorang. Sebaliknya, juga dipengaruhi oleh bagaimana


seseorang mengartikan secara spiritual kejadian atau pengalaman tersebut. Pengalaman hidup
yang menyenangkan sekalipun dapat menimbulkan perasaan bersyukur kepada Tuhan, tetapi
ada juga yang merasa tidak perlu mensyukurinya. Peristiwa dalam kehidupan sering dianggap
sebagai suatu cobaan yang diberikan Tuhan kepada manusia untuk menguji kekuatan
imannya.
5). Krisis dan perubahan
Krisis dan perubahan dapat menguatkan spiritual seseorang. Krisis sering dialami
ketika seseorang menghadapi penyakit, penderitaan, proses penuaan, kehilangan, dan bahkan
kematian. Perubahan dalam kehidupan dan krisis yang dihadapi tersebut merupakan
pengalaman spiritual selain juga pengalaman yang bersifat fisik dan emosional. Krisis dapat
berhubungan dengan perubahan patofisiologi, terapi/pengobatan yang diperlukan, atau situasi
yang mempengaruhi seseorang.
6). Terpisah dari ikatan spiritual
Penyakit akut sering kali membuat individu merasa terisolasi dan kehilangan
kebebasan pribadi dan sistem dukungan sosial.
7). Isu moral terkait dengan terapi
Konflik antara jenis terapi denngan keyakinan agama sering dialami oleh pasien dan
tenaga kesehatan.

8). Asuhan keperawatan yang kurang sesuai


Berbagai alasan ada kemungkinan perawat justru menghindar untuk memberi asuhan
spiritual.

2. Kompetensi Asuhan Spiritual Pasien


Rass (2008) mendefinisikan kompetensi sebagai komponen yang mengandung
ketrampilan, pengetahuan, dan sikap yang diperlukan untuk mendorong kesuksesan dalam
suatu pekerjaan atau profesi.Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kompetensi
seseorang menurut Zwell (2008; dalam Darwinanti, 2010) :
a. Keyakinan dan nilai-nilai
Keyakinan orang tentang dirinya

maupun terhadap orang lain akan sangat

mempengaruhi perilaku. Apabila orang percaya bahwa mereka tidak kreatif dan inovatif,
mereka tidak akan berusaha berpikir tentang cara baru atau berbeda dalam melakukan
sesuatu.
b. Ketrampilan
Ketrampilan yaitu

kemampuan seseorang untuk melakukan suatu aktivitas atau

pekerjaan. Pengembangan ketrampilan secara spesifik berkaitan dengan kompetensi dapat


berdampak baik pada budaya organisasi dan kompetensi individual.
c. Pengalaman
Keahlian dari banyak kompetensi memerlukan pengalaman mengorganisasikan orang,
komunikasi di hadapan kelompok, menyelesaikan masalah, dan sebagainya.

Faktor

pengalaman dapat meningkatkan kecakapan dalam kompetensi.


d. Karakteristik kepribadian
Orang merspon dan berinteraksi dengan kekuatan dan lingkungan sekitarnya.
Kepribadian dapat mempengaruhi sejumlah kompetensi termasuk dalam penyelesaian
konflik, menunjukkan kepedulian interpersonal, kemampuan bekerja dalam tim, memberikan
pengaruh dan dapat membangun hubungan yang baik.

e. Motivasi
Motivasi merupakan faktor dalam kompetensi yang dapat berubah. Dengan
memberikan dorongan, apresiasi terhadap suatu pekerjaan, dengan memberikan pengakuan
dan perhatian individual dapat memberi pengaruh positif terhadap motivasi.
f. Isu emosional
Hambatan emosional dapat membatasi penguasaan kompetensi. Adanya rasa takut
membuat kesalahan, rasa malu, merasa tidak disukai atau tidak menjadi bagian, semuanya
cenderung membatasi motivasi dan inisiatif.
g. Kemampuan intelektual
Kompetensi bergantung pada pemikiran kognitif seperti pemikiran konseptual dan
pemikiran analitis.
h. Budaya organisasi
Budaya organisasi mempengaruhi kompetensi sumberdaya manusia dalam kegiatan
sebagai berikut, proses rekruitmen dan seleksi karyawan, sistem penghargaan, praktik
pengambilan keputusan, filosofi organisasi-misi, visi dan nilai-nilai berhubungan dengan
kompetensi, kebiasaan dan prosedur memberi informasi kepada pekerja mengenai
kompetensi yang diharapkan, dan komitmen pada pelatihan dan pengembangan.
Muchson (2012) menyatakan bahwa kompetensi seorang perawat adalah sesuatu yang
ditampilkan secara menyeluruh oleh seorang perawat dalam memberikan pelayanan
profesional kepada pasien, mencakup pengetahuan, ketrampilan dan pertimbangan yang
dipersyaratkan dalam situasi praktek.

Campinha-Bacote (1995; dalam Singh,

2007)

mendeskripsikan kompetensi spiritual terdiri dari tiga komponen yaitu spiritual awareness,
spiritual knowledge, spiritual skill. Graham (2008) menyatakan kompetensi spiritual adalah
dasar untuk mengembangkan harapan, tujuan, dan makna hidup.
Rohman (2009) menyatakan bahwa asuhan spiritual adalah asuhan yang dilakukan
oleh perawat untuk memenuhi kebutuhan spiritual untuk meningkatkan kesehatan dan
kesejahteraan pasien dengan membantu pasien untuk memahami lebih baik makna/arti dan
tujuan hidup, memberikan keyakinannya pada Tuhan, meningkatkan kemampuan pasien
untuk mencintai, dan memberikan dukungan terhadap nilai-nilai spiritual.

Kompetensi dalam asuhan spiritual mengacu pada satu set kompleks ketrampilan
bekerja dalam konteks profesional, yaitu proses keperawatan klinis. Kompetensi merupakan
langkah awal penting dalam mengembangkan pemenuhan dalam asuhan spiritual. Govier
(2000) menyatakan

pendekatan

yang sistematis dalam asuhan

spiritual dengan

menggunakan proses keperawatan meliputi pengkajian, perencanaan, intervensi dan evaluasi.

3. Hubungan Spiritualitas dengan Kompetensi dalam Asuhan Spiritual Pasien


a. Kebutuhan Spiritual
Hamid (2008) menyatakan bahwa kebutuhan spiritual merupakan kebutuhan untuk
mencari arti dan tujuan hidup, kebutuhan untuk mencintai dan dicintai serta rasa keterikatan,
dan kebutuhan untuk memberikan dan mendapatkan maaf. Sumiati,

et al

(2007)

menyatakan, kebutuhan spiritual sebagai bagian dari kebutuhan manusia secara utuh hanya
dapat dipenuhi apabila perawat dibekali dengan kemampuan memberikan asuhan
keperawatan dengan memperhatikan aspek spiritual pasien sebagai bagian dari kebutuhan
holistik pasien sebagai mahluk yang utuh dan unik.
Dalam pelayanan kesehatan, perawat sebagai petugas kesehatan memiliki peran utama
dalam memenuhi kebutuhan spiritual. Perawat dituntut mampu memberikan pemenuhan yang
lebih pada saat pasien akan dioperasi, pasien kritis atau menjelang ajal. Dengan demikian,
terdapat keterkaitan antara keyakinan dengan pelayanan kesehatan dimana kebutuhan dasar
manusia yang diberikan melalui pelayanan kesehatan tidak hanya berupa aspek biologis,
tetapi juga aspek spiritual.Aspek spiritual dapat membantu membangkitkan semangat pasien
dalam proses penyembuhan (Asmadi, 2008).
Hasil penelitian Nabolsi & Carson (2011) menyatakan bahwa keimanan membantu
memfasilitasi penerimaan individu terhadap penyakit mereka dan mendorong dalam
meningkatkan strategi koping. Spiritualitas meningkatkan kekuatan, harapan, dan penerimaan
diri dan membantu mereka untuk menemukan makna dan tujuan dalam hidup.
Ketika penyakit, kehilangan atau nyeri menyerang seseorang, kekuatan spiritual dapat
membantu seseorang ke arah penyembuhan atau pada perkembangan kebutuhan dan
perhatian spiritual. Selama penyakit atau kehilangan, misalnya saja, individu sering menjadi
kurang mampu untuk merawat diri mereka dan lebih bergantung pada orang lain untuk

perawatan dan dukungan. Distres spiritual dapat berkembang sejalan dengan seseorang
mencari makna tentang apa yang sedang terjadi, yang mungkin dapat mengakibatkan
seseorang merasa sendiri dan terisolasi dari orang lain. Bukan jenis dukungan spiritual apa
yang dapat diberikan tetapi secara sadar perawat mengintegrasikan perawatan spiritual
kedalam proses keperawatan. Perawat tidak perlu menggunakan alasan tidak cukup waktu
untuk menghindari pengenalan nilai spiritualitas yang dianut untuk kesehatan kilen (Potter &
Perry, 2005).
Asuhan keperawatan holistik mengintegrasikan intervensi yang mendukung
spiritualitas pasien. Untuk memberikan perawatan spiritual, perawat harus memahami
dimensi kesehatan spiritual dan mampumengenali kebutuhan spiritual seseorang (Potter &
Perry, 2005).
b. Kompetensi dari spiritualitas yang berkembang
Tischler (2002; dalam Desiana, 2008) mengemukakan terdapat empat kompetensi
yang didapat dari spiritualitas yang berkembang, yaitu kesdadaran pribadi (personal
awareness), ketrampilan pribadi (personal skills), kesadaran sosial (social awareness),dan
ketrampilan sosial (social skills).
Kesadaran pribadi

(personal awareness),

yaitu bagaimana seseorang mengatur

dirinya sendiri, self awareness, emotional selfawareness, penilaian diri yang positif, harga
diri, mandiri, dukungan diri, kompetensi waktu, aktualisasi diri. Ketrampilan pribadi
(personal 34skills),

yaitu mampu bersikap mandiri, fleksibel, mudah beradaptasi,

menunjukkan performa kerja yang baik. Kesadaran sosial

(social awareness), yaitu

menunjukkan sikap sosial yang positif, empati, altruisme. Ketrampilan sosial (social skills),
yaitu memiliki hubungan yang baik dengan teman kerja dan atasan, menunjukkan sikap
terbuka terhadap orang lain (menerima orang baru), mampu bekerja sama, pengenalan yang
baik terhadap nilai positif, bersikap baik dalam menanggapi kritikan.
Seseorang dengan spiritualitas yang berkembang akan memiliki komponen-komponen
di atas. Sebagai contoh, pada sisi kesadaran sosial, orang-orang yang spiritualnya baik
memperlihatkan sikap sosial yang lebih positif, lebih empati, dan menunjukkan altruisme
yang besar. Mereka juga cenderung untuk merasa lebih puas dengan pekerjaannya (Desiana,
2008).

c. Spiritualitas, Kesehatan, dan Sakit


Menurut Hamid (2008), beberapa pengaruh dari keyakinan
diantaranya adalah sebagai berikut :
1). Menuntun kebiasaan hidup sehari-hari
Praktik tertentu pada umumnya yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan
mungkin mempunyai makna keagamaan bagi pasien.
2). Sumber dukungan
Pada saat mengalami stres, individu akan

mencari dukungan dari keyakinan

agamanya. Dukungan ini sangat diperlukan untuk dapat menerima keadaan sakit yang
dialami, khususnya jika penyakit tersebut memerlukan proses penyembuhan yang lama
dengan hasil yang belum pasti. Sembahyang atau berdoa, membaca kitab suci, dan praktik
keagamaan lainnya membantu memenuhi kebutuhan spiritual.
3). Sumber kekuatan dan penyembuhan
Pengaruh keyakinan dapat diamati oleh tenaga kesehatan dengan mengetahui bahwa
individu cenderung dapat menahan distres fisik yang luar biasa karena mempunyai keyakinan
yang kuat.
4). Sumber Konflik
Pada situasi tertentu dapat terjadi konflik antara keyakinan agama dengan praktik
kesehatan. Misalnya, ada orang yang memandang penyakit sebagai suatu bentuk hukuman
karena pernah berdosa. Ada agama tertentu yang menganggap manusia sebagai mahluk yang
tidak berdaya dalam mengendalikan lingkungannya sehingga penyakit diterima sebagai
takdir, bukan sebagai sesuatu yang harus disembuhkan.
d. Peran perawat dalam pemenuhan kebutuhan spiritual
Peran perawat dalam konteks asuhan spiritual adalah paralel dengan proses
keperawatan, yaitu melakukan pengkajian, merumuskan diagnosa keperawatan, menyusun
perencanaan dan intervensi keperawatan serta mengevaluasi kebutuhan spiritual pasien
(Rohman, 2009).

KESIMPULAN
Penting bagi manusia untuk mempunyai keyakinan atau kepercayaan agar manusia
mempunyai control dalam kehidupannya. Spiritual atau kepercayaan bias menumbuhkan
kekuatan dari dalam diri manusia agar bias bertahan dalam segala keadaan apapun . spiritual
juga bias menumbuhkan kecerdasan emosional (EQ)
Keyakinan spiritual sangat penting bagi perawat karena dapat mempengaruhi tingkat
kesehatan dan perilaku klien .Keyakinan spiritual yang perlu dipahami ,menuntun kebiasaan
hidup sehari hari gaya hidup atau perilaku tertentu pada umumnya yang berhubungan
dengan pelayanan kesehatan mungkin mempunyai makna keagamaan bagi klien.
Sumber dukungan, spiritual sering menjadi sumber dukungan bagi seseorang untuk
menghadapi situasi stress. Dukungan ini sering menjadi sarana bagi seseorang untuk
menerima keadaan hidup yang harus dihadapi termasuk penyakit yang dirasakan. Sumber
kekuatan dan penyembuhan ,individu bias memahami distress fisik yang berat karena
mempunyai keyakinan yang kuat. Pemenuhan spiritual dapat menjadi sumber kekuatan dan
pembangkit semangat pasien yang dapat turutama mempercepat proses kesembuhan.
Sumber konflik pada situasi tertentu dalam pemenuhan kebutuhan spiritual pasien,
biasa terjadi konflik antara keyakinan agama dengan praktik kesehatan seperti tentang
pandangan penyakit ataupun tindakan terapi . Pada situasi ini, perawat diharapkan mampu
memberikan alternatif terapi yang dapat diterima sesuai keyakinan pasien.

DAFTAR PUSTAKA
http://keperawatan.unsoed.ac.id/sites/default/files/03%20BAB%20II.pdf

Anda mungkin juga menyukai